PENDAHULUAN
Sepsis merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya infeksi dan sistemik
inflammatory response syndrome. Sepsis merupakan keadaan darurat medis yang bergantung
pada waktu penanganan. Semakin cepat terdiagnosa dan tertangani, maka akan semakin baik
inflamasi sistemik tubuh terhadap infeksi mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan organ,
shock, dan akhirnya kematian. Sepsis disebut sebagai ‘Silent killer’, Diam, karena bisa sangat
sulit untuk di identifikasi terjadi dengan cepat dengan gejala sering menunjukkan penyakit
kurang serius seperti influenza. Dengan sekitar 123.000 kasus sepsis per tahun di England dan
sekitar 36.800 meninggal dunia. Sepsis kini mengklaim kehidupan lebih dari kanker paru-paru
Sepsis adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa dikarenakan respon tubuh
terhadap infeksi yang mengalami disregulasi. Sepsis adalah masalah kesehatan utama di dunia
yang menyerang jutaan orang di dunia setiap tahunnya dan menyebabkan kematian pada 1 dari
4 orang.Sepsis masih merupakan salah satu utama kematian pada kasus kritis di Indonesia.
Laporan WHO pada tahun 2015 Angka kematian diakibatkan oleh sepsis dan penyakit infeksi
di Indonesia yaitu 1,8 per 1000 kelahiran hidup. Dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.
menurut penelitian NHS England (2015), diperkiraan dapat menghindari 10.000 kejadian
kematian per tahun akibat sepsis. Selain itu, sepsis juga merupakan penyebab utama dari
ARDS (Susanto & Sari 2012), dan juga AKI (Sinto & Nainggolan 2010).
Berdasarkan data tersebut, sebagai perawat harus selalu meningkatkan kompetensi baik
dalam hal teori maupun praktik di lapangan, agar pemberian asuhan keperawatan lebih
maksimal. Dengan demikian diharapkan dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan
Sepsis merupakan salah satu penyumbang tingginya angka mortalitas dalam keperawatan
kritis. Untuk itu hendaknya kita mengetahui apa itu sepsis? Bagaimana etiologi, tanda gejala,
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis
2.1.1 Definisi
Sepsis merupakan infeksi yang di sebabkan oleh masuknya pathogen kedalam darah
Pada tahun 1991, American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
membuat suatu istilah dan definisi untuk menjelaskan sepsis yang lebih tepat yaitu suatu
Syndrome atau SIRS),yang terdiri dari: Hyperthermia atau hypothermia (> 38 atau < 36),
Dalam Indonesia 2010). Sepsis merupakan tipe spesifik respons inflamasi sistemik terhadap
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram negative dengan presentase 90% kasus
opoortunitik,virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Falciparum malariae) jarang terjadi
sepsis. Komplikasi dari infeksi dalam tubuh terutama pada sistem saluran pernafasan,perut,
dan aliran darah juga sering menjadi penyebab sepsis (Dosen Keperawatan Medikal-Bedah
Indonesia 2017).
Penyebab umum sepsis pada orang sehat
Sumber/Lokasi Mikroorganisme
Saluran kemih Eschericia colli dan gram negative bentuk batang lainnya
Usus dan kantung empedu enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative bentuk batang
lainnya
Pemasangan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp, proteus spp., serratia spp.,
pseudomonas spp
immunocompromised
Demam (>38,3 ̊ C), hipotermia (<36 ̊ C),denyut jantung (>90 denyut permenit atau >2 SD
keseimbangan cairan positif (>20 mL/kg berat badan selama periode 24 jam),
riwayat diabetes.
2. Variable inflamasi :
Leukositosis (jumblah sel darah putih >12.000/μL), leukopenia (jumlah sel darah putih
<4000/μL), jumblah sel darah putih normal dengan >10% bentuk imatur, peningkatan
plasma C-reactive protein (>2 SD di atas batas atas kisaran normal),plasma prokalsitonin
3. Variable hemodinamik :
Hipotensi arteri (tekanan sistolik <90 mmHg,mean arterial pressure (MAP) <70 mmHg
atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg atau >2 SD dibawah kisaran normal sesuai
Hipoksemia arteri (PaO₂/FiO₂ <300) oliguria akut output urine <0,5 mL/kg/jam selama
≥2 jam), kreatinin >176,8 mmol/L, kelainan koagulasi (INR >1,5 atau aPTT >60
detik),ileus paralitik (tidak ada bising usus), trombisitopenia (trombosit <100.000 μL),
Hiperlaktemia (laktat >1 mmol/L) dan penurunan waktu pengisian ulang kapiler.
Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada saat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu:
1. Sepsis
2. Sepsis berat
d. Penurunan trombosit
e. Masalah pernapasan
h. Tidak sadar
i. Kelemahan hebat
2.1.4 Klasifikasi
a. MRSA sepsis: disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhsdsp
methicillin
b. VRE sepsis : disebabkan oleh jenis bakteri enterococcus yang resisten terhadap
vancomycin
e. Neonatal sepsis: sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir, biasanya 4 minggu setelah
kelahiran
a. SIRS
hypothermia(> 38, 3 ̊ C atau < 36 ̊ C ) ; 2. Tachycardia (>90 denyut permenit atau >2
status mental ; 5. Edema atau keseimbangan cairan positif (>20 mL/kg berat badan
selama periode 24 jam), 6. Hiperglikemia (glukosa plasma>140 mg/dL [7,7
b. Sepsis
c. Severe sepsis
d. Septic shock
Severe Sepsis positive disertai dengan syok sirkulasi dengan tanda-tanda disfungsi
organ atau hipoperfusi. Pada tahap ini akan tetap terjadi hipotensi meskipun telah
Committee 2014).
2.1.5 Patofisiologi
Sepsis dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon pro-
inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas sirkular
penghantaran oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia
jaringan sistemik atau syok Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan
kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari
keadaan patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang
cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal.
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai
dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel
endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari
aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor
nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species,
nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin
teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan
komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut. Endotelium
vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan
terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan
2.1.6 Komplikasi
mesenterika, nekrosis tubular akut dengan gagal ginjal, trauma hati akut (gagal hepar), DIC,
infiltrat paru pada rontgen tanpa adanya gagal jantung kiri dan adanya kegagalan dalam
pertukaran gas paru yang ditandai dengan rasio PaO2/FiO2 dibawah 200 mmHg.
2. Iskemia jantung
Iskemia adalah ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh. Iskemia timbul
oleh adanya permasalahan pada pembuluh darah. Kelainan intrinsik fungsi jantung
ditemukan pada 40% pasien sepsis meskipun curah jantung pada keadaan sepsis berada
dalam batas normal atau bahkan meningkat, gangguan fungsi jantung pada keadaan sepsis
dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian karena penurunan curah jantung dan
gangguan perfusi perifer. Penurunan curah jantung pada keadaan sepsis yang disertai
timbulnya gangguan hemodinamik yang ditandai oleh penurunan tonus pembuluh darah
perifer, gangguan perfusi sistem organ dan terjadinya penurunan pompa jantung (sistolik)
yang diakibatkan oleh dilatasi ruang – ruang jantung (ventrikel) disertai gangguan
3. Iskemia mesenterika
Iskemia mesenterika atau sering di sebut Iskemia usus terjadi ketika aliran darah ke usus
diperlambat atau dihentikan. Karena aliran darah berkurang, maka sel-sel dalam sistem
pencernaan akan kekurangan pasokan oksigen, dan dapat menjadi lemah dan mati, hingga
merusak usus. Pada Sepsis terjadi gangguan kardiovaskular dimana suplai darah dari
jantung ke seluruh tubuh berkurang termasuk usus. Selain itu kerusakan fungsi jantung
juga bisa menyebabkan hal ini,dimana jantung mengeluarkan bekuan darah yang
mengakibatkan penyumbatan arteri mesenterika sehingga suplai darah tidak sampai ke
usus.
DIC merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan memuncaknya aktivasi koagulasi
akan mempengaruhi suplai darah ke organ dan dapat berkontribusi dalam proses
5. Gagal hepar
Disfungsi hepar terjadi pada jam pertama sepsis. Gangguan ditandai dengan adanya
hepatomegali dan total bilirubin > 2mg/dl. Dengan penanganan yang tepat diharapkan
proses disfungsi ini tidak berlanjut, karena disfungsi hati lanjut lebih berbahaya dan lebih
tidak menyenangkan bagi penderita. Ditandai dengan perlukaan yang lebih mendalam
6. Gangguan neuromuscular
Otot skeletal juga dipengaruhi oleh mediator inflamasi dan oksigen reaktif yang secara
simultan menurunkan sintesa protein dan proteolisis. Faktor faktor ini dapat menurunkan
kekuatan otot termasuk didalamnya otot pernapasan yang dapat menyebabkan gagal
napas akut.
7. Hipoperfusi serebral
Jika sumber infeksi diluar CNS, gangguan neurologik dapat dianggap sebagai
ensefalopati septik. Beberapa kondisi lainnya dapat menambah efek sekunder seperti
syok. Gejal dapat bervariasi mulai dari agitasi, bingung, delirium, dan koma. Walaupun
tidak terlihat defisit neurologi tetapi dapat terjadi mioklonus dan kejang. Gangguan CNS
berat memerlukan proteksi jalan napas dan support ventilasi. (Jeffrey and Scott, 2012)
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap: Ht (Normal: pria 40-50%; wanita 36-46%)² meningkat pada
pada awal dan di ikuti leukositosis karena peningkatan percepatan produksi sel darah
tromboplastin parsial akan memanjang karena iskemia hati,toksin dalam darah atau
status syok.
e. Laktat serum: Peningkatan (normal: 0,5-2 mEq/L, 11,5 mg/dL [darah arteri]; 0,5-1,5
mEq/L, 8,1-15,3 md/dL [darah vena])² pada asidosis metabolic,disfungsi hati dan
syok.
h. Gas darah arteri: Dapat terjadi alkalosis respiratori dini dan hipoksemia. Selanjutnya,
i. Culture: misalkan kutur darah, dahak, dan urin. Kultur baik dilakukan sebelum
-suhu tubuh >38,3° atau <36° -Kadar serum laktat >1 mmol/L
-tachypnea
-hiperglikemia (>120mg/dL)
-Ileus
>4mg/Dl)
Hemodinamik
mmHg
-Svo₂ >70%
2. Pencitraan
b. USG abdomen
Merupakan modalitas pilihan ketika dicurigai adanya gangguan pada saluran empedu
c. CT Scan
3. Prosedur diagnostik
b. Urinalisis
Adanya sel darah,protein dan bakteri dalam urine menunjukan adanya infeksi (Dosen
1. Observasi sebelum sepsis. Menurut Urden, Stacy, Lough, (2010) saat terjadi sepsis
Apakah pasien punya hasil culture yang positive? (misal darah, sputum, urine)
terapi antiinfeksi ?
Pneumonia: apakah ada dokumen/pemeriksaan yang menunjukkan
c) RR > 20x/menit
d) Hasil Leukosit lebih dari atau sama dengan 12000/mm3 atau kurang dari
4000mm3
c. Disfungsi organ akut: apakah pasien punya satu atau lebih dari disfungsi organ?ys
b) Kriteria Respirasi : Apakah Pasien mempunyai Ratio Pao2/FI02 < 250, PEEP
> 7,5
c) Renal Kriteria : Apakah Pasien urine output yang rendah ( <0,5ml/kg/hr untuk
laktat yang tinggi ( PH <7,30 dan Plasma Laktat lebih dari normal ?
f) Kriteria Hepatic : Apakah Pasien mempunyai enzim hati lebih dari 2 dari
kadar normal
g) Kriteria Sistem Saraf Pusat : apakah pasien mempunyai kesadaran penuh atau
Tanda gejala: suhu >38C atau <36C, HR >100x/menit,RR >20x/mnt, WCC >16.9
4. Kolaborasi cairan: mulai pemberian cairan IV resusitasi jika terjadi hypovolemia dan
atau syol 500/1000 ml bolus cairan isotonic cristaloid selama 15-30 menit atau beri
5. Kolaborasi Antibiotic: beri antibiotic secara IV sesuai dengan antibiotic yang sesuai.
Langkah dasar yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan sepsis berkembang dari
2. Infeksi bakteri sekunder yang mengarah ke sepsis merupakan komplikasi yang dari
influenza (flu), khususnya di kelompok berisiko. Vaksinasi flu pada kelompok sasaran
akan mengurangi resiko sepsis pada kelompok yang menderita influenza. Ekstensi dari
program imunisasi flu nasional saat ini yaitu untuk memasukkan anak-anak sekolah pada
tahun pertama dan kedua serta anak-anak berusia 2, 3 dan 4 tahun. Ini akan melindungi
anak-anak dan juga membantu untuk mengurangi penyebaran infeksi dari mereka yang
3. Vaksinasi telah membuat kontribusi besar untuk pencegahan sepsis. Cakupan tinggi
serogrup C dan infeksi pneumokokus tidak hanya melindungi anak-anak yang divaksinasi
tetapi juga telah mengurangi sirkulasi organisme ini di masyarakat yang dapat
menyebabkan sepsis. Vaksinasi terhadap infeksi virus - termasuk campak dan influenza
secara besar-besaran juga dapat mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder (NHS
England 2015).
Penatalaksanaan sepsis
a. Pertama kali diberikan volume besar(4-6 liter) kristaloid IV( larutan garam fisiologis atau
c. Jalur masuk vena sentral dan monitor tekanan darah arterial diindikasikan untuk
3. Segera setelah darah, urinedan sputum didapatkan untuk pemeriksaan kultur, terapi
4. Protein C yang diaktifkan (droctrecogin alfa) terbukti dapat menurunkan mortalitas pada
5. Jika terjadi anemia, lakukan transfuse dengan PRC yang diindikasikan untuk mendapat
darah harus mencukupi agar hasil positif kulturnya meningkat, 10 ccdari lengan kiri dan 10
cc dari lengan kanan. Serta sampel diambil dari tempat lain yang ada hubungannya dengan
4. Atasi hipotensi dan atau peningkatan serum tactate dengan pemberian cairan
5. Pada keadaan tekanan darah yang tetap rendah meski sudah dilakukan resusitasi cairan
(kondisi septic syok) atau kadar asam laktat >4 mmol/1’ maka central venous pressure dan
6. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah pada penderita septic syok yang tidak
b. Dosis kortikosteeroid harus tapering off bila penderita sudah tidak memerlukan
vasopressor lagi
7. Pertimbangkan pemberian ActivatedProtein C (Rh APC) pada penderita dengan sepsis berat
dan resiko kematian tinggi. Dengan aPACHE II>25 atau multiple organ failure, serta tidak
8. Pemberin insulin terapi bila ada hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus
9. Setelah regulasi awal dari kadar gula, padapenderita sepsis bert yang dirawat di ICU
dianjurkan penggunaan insulin IV untuk menurunkan kadar gulanya (target sekitar <150
mg/dL)
10. Dianjurkan penderita yang mendapat insulin IV juga mendapat sumber energi yang berasal
dari glukosa, dan dimonitor 1-2 jam. Setelah gula stabil monitor dilanjutkan per 4 jam. Paket
terapi ini sebaiknya dilaksanakan secara lengkap dalm waktu sekitar 6 jam sejak awal
Kejadian setelah cedera dapat memengaruhi banyak sistem organ, bisa bertahan lama berjam-
jam hingga berhari-hari, dan dapat disertai dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh dan luka
yang tertunda penyembuhan. Besarnya respons tergantung terutama pada tingkat keparahan
penyakit, dengan individu variabilitas yang dihasilkan dari penyakit khusus pasien dan variasi
keseimbangan nitrogen. Ada kehilangan massa otot dan degradasi protein di organ vital.
Itu proteolisis otot rangka yang dipercepat menyebabkan pergerakan asam amino
(terutama alanin) dan glutamin) dari perifer ke visera untuk glukoneogenesis. Alanine
adalah mayor asam amino yang digunakan untuk glukoneogenesis hati. Glutamin adalah
sumber energi pilihan enterosit, sel-sel sistem kekebalan tubuh, dan sel-sel yang terlibat
dalam perbaikan jaringan. Ini berfungsi sebagai substrat untuk glukoneogenesis ginjal dan
untuk sintesis hati antioksidan intraseluler glutathione. Asam amino rantai cabang seperti
leusin, isoleusin, dan valin juga menjadi substrat oksidatif penting selama penyakit kritis.
Sitokin dilepaskan dari monosit dan makrofag menyebabkan hati memprioritaskan ulang
sintesis proteinnya, tercermin dengan meningkatnya produksi protein fase akut "positif"
(misalnya, protein C-reaktif, a1-antitrypsin) dan penurunan sintesis protein fase akut
penurunan kadar protein visceral dalam darah terlepas dari status gizi pasien.
2. Metabolisme glukosa Selama stres, peningkatan produksi glukosa endogen adalah hasil
dari peningkatan hormon dan sitokin yang mengatur regulasi yang menstimulasi
dan otot rangka). Respons ini diyakini dapat memenuhi kebutuhan glukosa otak, leukosit,
dan sel-sel yang terlibat dalam perbaikan jaringan. Hiperglikemia mungkin ada bahkan
dengan kadar insulin darah normal atau meningkat, seperti resistensi insulin adalah
karakteristik dari stres umum. Pasien septik memiliki peningkatan yang signifikan dalam
glukosa seluruh tubuh dan oksidasi glukosa dalam sepsis adalah kompleks. Penyerapan
dan oksidasi glukosa seluruh tubuh dapat ditingkatkan pada tahap awal sepsis dan
endotoksemia. Ini mungkin hasil dari peningkatan sitokin yang diinduksi serapan glukosa
yang tidak dimediasi insulin oleh jaringan yang kaya akan fagosit mononuklear (misalnya,
3. Lipolisis dipercepat dengan mobilisasi gliserol dan asam lemak bebas, dan ada
peningkatan oksidasi asam lemak. Secara keseluruhan, simpanan energi pasien berkurang.
pelepasan kortisol dari kelenjar adrenal. Ini tanggapan penting terhadap penyakit dan stres
5. Gangguan cairan dan elektrolit yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang sakit kritis,
tergantung pada masalah medis yang mendasari pasien, status gizi, dan obat atau resusitasi
terapi. Tinjauan terperinci tentang gangguan cairan dan elektrolit dapat ditemukan di
tempat lain
6. Respon fisiologis terhadap stres dan cedera serta efeknya pada metabolisme dan nutrisi
status pasien anak yang sakit kritis mirip dengan orang dewasa. Karena terbatasnya
mereka cadangan jaringan, pasien anak-anak dapat mengembangkan malnutrisi lebih
Penatalaksanaan nutrisi pada pasien kritis Penatalaksanaan nutrisi pasien dengan penyakit
kritis pada umumnya dan sepsis pada khusunya diawali dengan penilaian status gizi, yang
(Slone, 2004)
kkalkg/BB actual/hari untuk pasein kritis secara umum, namun pada pasein obe
bb aktual selama 7-10 hari selanjutnya mengguankan BB ideal (Walker & Heuberger, 2009)
Jalur pemberian nutrisi dibedakan menjadi 3 yaitu oral, enteral dan pariental (Moenajat, 2009).
Makronutrient yang dibutuhkan oleh tubuh adalah protein untuk mencegah terjadinya imbang
nitrogen negative. Pemberiannya pada pasein kritis adalah 1.5-2 gram/kgBB ideal/hari
(Sanjith, 2012). Asam amino juga dibuthkan terutama untuk menggulagi katabolisme otot.
Pada nutrisi parenteral lipid sebesar 0,7-1,5 gram/kg BB/hari. Untuk karbohidrat diperlukan
100-150 gram per hari untuk mencegah protein sparing effect. Dalam bentuk parenteral
minronutrient juga meningkat. mikronutrient yang diperlukan adalah vitamin b1, asam
askorbat, tembaga, selenium, dan seng. ESPEN merekomendasikan pasien kritis mendapatkan
nutrisi parenteral untuk mendapatkan sedikirnya multivitamin dan mineral sebesar 1x angka
kecukupan gizi.
Bagi pasein yang menggunakan ventilator utrisi yang diberikan sebesar 120% resting energy
expenditure (REE). Nutrisi diberikan untuk mempercepat weaning serta menurunkan masa
rawat di ICU (Kan et al., 2003). Imunonutrisi diberikan bertujuan unutk meningkatkan respon
imun pada pasien. Senyawa yang diberikan adalah gluatamin, arganin, asam lemak omega 3,
Advokasi membantu orang lain untuk tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Tindakan
advokat adalah menginformasikan klien tentang hak mereka dan memastikan bahwa klien
memiliki informasi yang cukup untk mendasari keputusan mereka. Penyakit menyebabkan
kemampuan membuat pilihan. Oleh karena itu, advokasi menjadi landasan dan inti
Selain itu, ANA Standards for Organized Nursing Service, standar IX (1993, hlm.19),
menyatakan bahwa layanan keperawatan membela penerimaan layanan dan personal serta
membantu iklim yang memberikan asuhan dengan cara sensitive terhadap keberagaman
sosial budaya.
BAB 3
3.1 Pengkajian
Menggunakan pendekatan ABCDE.
1. Airway
3.2 Diagnosa
1. Domain 2 kelas 5 kode diagnose 00027 Defesiensi volume cairan
2. Domain 2 kelas 5 kode diagnose 000195 Risiko keseimbangan elektrolit
3. Domain 2 kelas 4 kode dignose 00179 risikoketidak stabilan kadar glukosa darah
4. Domain 4 kelas 4 kode diagnose 00092 intoleransi aktivitas
5. Domain 4 kelas 4 kode diagnose 00032 ketidak efektifan pola nafas
6. Domain 4 kelas 4 kode diagnosis penurunan curah jantung
7. Domain 4 kelas 4 kode diagnose 00033 hambatan ventilasi spontan
DAFTAR PUSTAKA
Department of Health (DOH). (2014). Sepsis Management, National Clinical Guideline No. 6,
(6), 110.
Irvan *, Febyan*, S. (2018). Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru. Jurnal
Kan, M.-N., Chang, H.-H., Sheu, W.-F., Cheng, C.-H., Lee, B.-J., & Huang, Y.-C. (2003).
Estimation of energy requirements for mechanically ventilated, critically ill patients using
https://doi.org/10.1186/cc2366
Moenajat Y. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana. Edisi ke-4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2009
Sinto, R. & Nainggolan,G., 2010. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana
Slone, D. S. (2004). Nutritional support of the critically ill and injured patient. Critical Care
Susanto,Y.S & Sari, F.R., 2012. Penggunaan Ventilasi Mekanis invasive pada Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS). Jurnal respirasi Indonesia
Trujillo, E. B., Robinson, M. K., Jacobs, D. O., Han-markey, T. L., & Wesley, J. R. (n.d.).
Critical Care Nutrition and Immunonutrition Critical Care Nutrition and Immunonutrition,
1–14.
Urden, Linda D, Kathleen .M.Stacy & Mary. E. Lough. 2006.Critical care Nursing Diagnosis
and managemen,ed.6. 2010. USA: Mosby Elsevier
Walker, R. N., & Heuberger, R. A. (2009). Predictive equations for energy needs for the
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19327188