Fasilitator :
Arina Qona’ah, S.Kep., Ns., M.Kep
KELAS AJ 2 B21
ANGGOTA KELOMPOK 1:
1. Indah Mahmudah Khusniyah 131811123006
2. Citra Danurwenda Rahmah 131811123031
3. Rosi Arista 131811123040
4. Suhartatik 131811123046
5. Paulina Lince Suwo 131811123061
6. Ira Isyuniar Sasi 131811123063
7. Restu Yogi Fahlevi 131811123072
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan
memberi petunjuk dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas mata kuliah keperawatan bencana
dengan judul “Penanganan vulnerable group”.
Dalam penyelesaian makalah ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
petunjuk dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Arina Qona’ah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen fasilitator mata kuliah
keperawatan bencana
2. Rekan-rekan mahasiswa program studi keperawatan yang telah banyak
membantu dan memberikan arahan selama penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih diperlukan
penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi maupun pemakaian kalimat
dan kata-kata yang tepat. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini dan masa yang akan datang.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam melakukan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan menambah wawasan serta pengetahuan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
ternak, dan peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak
psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati
rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang,
dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain,
bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas
misalnya depresi, psikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah
psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian. Beberapa gejala
gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap kejadian traumatik
dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga akan menyusul, ini adalah
dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang yang dapat mengancam
berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu anak-anak, remaja,
wanita dan lansia. Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang
dengan baik, banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan
kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan
lebih dari dampak fisik dari bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan
penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan
social dan merusak nilai-nilai luhur yang mereka miliki (Teja, 2018). Apalagi,
setiap kali terjadi bencana selalu berdampak pada kondisi sosial khususnya untuk
kelompok rentan, seperti bayi, balita, ibu hamil, dan lansia.
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), kelompok
rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum
bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Kelompok rentan membutuhkan
perlakuan dan perlindungan khusus supaya bisa bertahan menghadapi situasi
pasca-bencana. Konteks kerentanan merujuk kepada situasi rentan yang setiap
saat dapat mempengaruhi atau membawa perubahan besar dalam penghidupan
masyarakat. Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan
berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya (Teja, 2018). Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang
lanjut usia, anak-anak, perempuan, dan penyandang cacat.
Masalah yang biasanya dialami oleh kelompok rentan seperti perempuan
dan anak perempuan yaitu menghadapi risiko yang lebih besar terhadap
3
2.1 Definisi
Dalam keadaan bencana, ada beberapa individu yang memiliki risiko besar
dan mendapat dampak yang signifikan dibanding orang pada umumnya. Mereka
ini adalah individu yang termasuk dalam golongan kelompok rentan (Garcia-
ortega et al., 2012)
Kelompok rentan adalah orang-orang dengan kebutuhan khusus yang
mungkin tidak merasakan kenyamanan dan akses yang aman dalam memenuhi
kebutuhannya pada situasi bencana (CalOES, 2000).
Kelompok rentan, disebut juga kelompok dengan kebutuhan khusus atau
kelompok berisiko adalah orang-orang yang memiliki risiko pada kondisi fisik,
psikologis, serta sosialnya sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana karena
orang-orang ini memiliki kebutuhan tambahan (Hoffman, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok rentan (vulnerable group) adalah
kelompok yang memiliki risiko pada kondisi fisik, psikologis, dan social dalam
pemenuhan kebutuhan pada situasi bencana.
2.2 Klasifikasi
Menurut Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun 2015-2019,
ruang lingkup kelompok rentan meliputi: penyandang disabilitas, kelompok lanjut
usia, fakir miskin, perempuan, anak, pengungsi, masyarakat adat, dan pekerja
migran (BPHN, 2016). Sehagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok rentan meliputi: I).
Bayi, balita dan anak-anak; 2). Ibu yang sedang mengandung atau menyusui; 3).
Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut usia. Selain keempat kelompok penduduk
tersebut, dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman
Tata Cara Pemenuhan Kehutuhan Dasar ditambahkan 'orang sakit' sebagai bagian
dari kelompok rentan dalam kondisi bencana.
4
5
hamil, menyusui, dan lansia lebih berisiko karena keterbatasan mobilitas secara
fisik dalam situasi darurat (Enarson, 2000; Indriyani, 2014; Klynman et al, 2007).
Laporan PBB pada tahun 2001 yang berjudul "Women, Disaster Reduction,
and Sustainable Development" menyebutkan bahwa perempuan menerima
dampak bencana yang lebih berat. Dari 120 ribu orang yang meninggal karena
badai siklon di Bangladesh tahun 1991, korban dari kaum perempuan menempati
jumlah terbesar. Hal ini disebabkan karena norma kultural membatasi akses
mereka terhadap peringatan bahaya dan akses ke tempat perlindungan (Fatimah,
2009 dikutip dalam Indriyani, 2014).
Kerentanan pada perempuan sering dikaitkan dengan posisi pada struktur
sosial serta tanggung jawabnya. Selain itu, perempuan juga memiliki kebutuhan
khusus dalam perawatan fungsi reproduksinya. perempuan juga memiliki risiko
untuk menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual di tempat pengungsian
(Fisher, 2010). Ibu hamil memiliki kebutuhan khusus dan risiko pada ibu hamil
meningkat saat bencana terjadi, seperti kelahiran premature, BBLR, dan kematian
bayi. Beberapa ibu hamil juga mungkin tidak mendapat perawatan atau
kesempatan untuk melahirkan dengan layak atau aman (Hoffman, 2009).
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah menjadi isu
vital yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Oleh karena itu,
intervensi-intervensi kemanusiaan dalam penanganan bencana yang
memperhatikan standar internasional perlindungan hak asasi manusia perlu
direncanakan dalam semua stase penanganan bencana (Klynman, Kouppari, &
Mukhier, 2007).
Pada situasi bencana, perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko
yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, kawin paksa,
penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, dan kematian akibat
kurangnya perlindungan dan tidak adanya pengiriman bantuan untuk memenuhi
kebutuhan mereka (BNPB, 2015).
Menurut berbagai pengalaman bencana alam di Indonesia seperti Aceh dan
Jogja, bahwa kematian perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan perempuan
membutuhkan lebih banyak ruang untuk menjalani perannya sebagai perempuan
selama dalam pengungsian. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu
7
2. Saat bencana
a. Mengintegrasikan pertimbanan pediatric dalam sistem triase standar
yang digunakan saat bencana
b. Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi dan anak sesuai
dengan tingkat kegawatan dan kebutuhannya dengan
mempertimbangkan aspek tumbuh kembangnya, misalnya
menggunakan alat dan bahan khusus untuk anak dan tidak disamakan
dengan orang dewasa
c. Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua,
keluarga atau wali mereka
3. Pasca bencana
a. Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain
dan sekolah
b. Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
c. Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
d. Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan adekuat, cairan dan
emosional
e. Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada di lokasi
evakuasi sebagai voluntir untuk mencegah,
mengidentifikasi,mengurangi resiko kejadian depresi pada anak pasca
bencana.
f. Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkunganyang aman untuk mereka
2.3.2 Perempuan
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi
kita harus cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa
dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya
sehingga meningkatkab kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi
dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya. Perubahan fisiologis pada ibu hamil,
12
3. Pasca Bencana
a. Program inter-generasional untuk mendukung sosialisasi komunitas
dengan lansia dan mencegah isolasi sosial lansia, diantaranya:
1) Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan kegiatan-
kegiatan sosial bersama lansia untuk memfasilitasi empati dan
interaksi orang muda dan lansia (community awareness)
2) Libatkan lansia sebagai sebagai storytellers dan animator dalam
kegiatan bersama anak-anak yang diorganisir oleh agency
perlindungan anak di posko perlindunga korban bencana
b. Menyediakan dukungan sosial melalui pengembangan jaringan sosial
yang sehat di lokasi penampungan korban bencana
c. Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan
skill lansia.
15
pengobatan diet, dan data olahraga, memberikan pendidikan bagi pasien dan
keluarganya mengenai penanganan bencana sejak masa normal.
2. Saat bencana
a. Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orang
cacat dan berpenyakit kronis (HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya),
alat bantu berjalan untuk korban dengan kecacatan, alat-alat BHD sekali
pakai, dll
b. Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal (universal
precaution) untuk petugas dalam melakukan tindakan
kegawatdaruratan.
masalah fisik. Semua kegiatan gotong-royong dilakukan dari, oleh, dan untuk
masyarakat atau komunitas itu sendiri. Gotongroyong merupakan energi positif di
antara korban bencana, termasuk kelompok rentan. Kekuatan untuk saling bantu
dalam keadaan yang kurang menguntungkan saling ditularkan melalui gotong-
royong untuk bersama-sama bangkit dari masalah bencana alam (Teja, 2018).
Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi
informasi – informasi tentang bagaimana perencanaan legawatdaruratan dan
bencana pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.
3.1 Simpulan
Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan
dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok
rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak,
perempuan, dan penyandang cacat. Untuk mengurangi dampak bencana pada
individu dari kelompok-kelompok rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat
dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu Mempersiapkan peralatan-
peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-keompok rentan
tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat bantu untuk individu yang cacat,
alat-alat bantuan persalinan, dll, melakukan pemetaan kelompok-kelompok
rentan, merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi
dan komunikasi, menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat
diakses, menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada para pembaca
agar memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan dalam makalah
ini, karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangat bermanfaat untuk
meningkatkan taraf hidup kelompok rentan.
24
DAFTAR PUSTAKA
BPHN. (2016). Laporan Akhir Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum
Dalam Rangka Melindungi Kelompok Rentan Fokus Kesejahteraan Anak.
Fisher, S. (2010). Violence Against Women and Natural Disasters: Findings From
Post-Tsunami Sri Lanka. Violence Against Women, 16(8), 902–918.
https://doi.org/10.1177/1077801210377649.
Garcia-ortega, I., Kutcher, S., Abel, W., Alleyne, S., Baboolal, N., & Chehil, S.
(2012). Support for Vulnerable Groups Following a Disaster. In Mental
Health and Psychosocial Support in Disaster Situations in the Caribbean
(pp. 73–88).
25
26
Klynman, Y., Kouppari, N., & Mukhier, M., (Eds.). 2007. World Disaster Report
2007: Focus on Discrimination. Geneva, Switzerland: International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
Powers, R., & Daily, E., (Eds.). 2010. International Disaster Nursing. Cambridge,
UK: The World Association for Disaster and Emergency Medicine &
Cambridge University Press.