Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah keadaan yang tidak normal, baik yang

berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut ditandai

dengan ketegangan, histeria, rasa lemah, takut, tidak mampu mencapai tujuan,

dan pikiran-pikiran buruk. Faktor-faktor gangguan jiwa meliputi gangguan

kognisi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran, kesadaran,

orientasi, kemauan, emosi, dan psikomotor (Kusumawati, 2011, p.83).

Menurut data World Health Organization (WHO) (2016) terdapat 35

juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena

Skizofrenia, dan 47,5 juta orang terkena dimensia (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016). Prevalensi gangguan jiwa berat atau Skizofrenia

pada penduduk Indonesia adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di

DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi di

Jawa Tengah adalah 2,3 per mil. Berdasarkan data tersebut Skizofrenia

menduduki peringkat ke empat dari empat masalah kesehatan terbesar yang ada

di dunia dan Jawa Tengah termasuk provinsi terbanyak jumlah Skizofrenia

(Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi

klien, cara berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosial (Yosep, 2014, p. 217).

Menurut Prabowo (2014, p.22) Skizofrenia adalah kepribadian yang terpecah

1
2

antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Penyebab Skizofrenia meliputi faktor

psikososial dan lingkungan. Wuryaningsih, E.W. (2013) menyatakan bahwa

masalah yang sering muncul pada klien Skizofrenia adalah perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami

perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan dan orang lain

(Yosep, 2014, p.251). Menurut Damaiyanti (2014, p.95) perilaku kekerasan

adalah bentuk perilaku yang bertujuan melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis. Penyebab perilaku kekerasan meliputi faktor predisposisi dan

presipitasi (Kusumawati, 2011). Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu

marah, pandangan mata tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering

memaksakan kehendak, merampas makanan dan memukul. Perilaku kekerasan

dapat menyebabkan risiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan (Prabowo, 2014, p.143). Klien perilaku kekerasan dapat ditangani

dengan menggunakan terapi yang meliputi terapi farmakologi, psikoterapi dan

terapi modalitas. Dari berbagai macam terapi tersebut terapi modalitas adalah

terapi yang paling sedikit menimbulkan efek samping (Kusumawati, 2011,

p.130).

Terapi modalitas adalah terapi non-farmakologis untuk memperbaiki

klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat

sekitar. Tujuan dari terapi modalitas adalah klien dapat terus bekerja dan tetap

berinteraksi dengan keluarga, teman dan sistem pendukung yang ada ketika

menjalani terapi (Nasir & Muhith, 2011, p.253). Contoh terapi modalitas yaitu

pendidikan kesehatan, terapi somatik, restrain, terapi derivat tidur, terapi


3

aktivitas kelompok, dan terapi okupasi (Kusumawati, 2011, p.192). Perilaku

kekerasan merupakan masalah keperawatan yang dilibatkan dalam terapi

akivitas kelompok (Kusumawati, 2011, p. 203).

Terapi aktivitas kelompok adalah upaya untuk memfasilitasi

psikoterapis terhadap klien pada waktu yang sama untuk membantu dan

meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota (Kusumawati, 2011, p.

203). Fokus terapi aktivitas kelompok adalah orientasi realita, sosialisasi,

stimulasi persepsi, stimulasi sensori dan penyaluran energi (Damaiyanti, 2014,

p. 204). Klien perilaku kekerasan menggunakan fokus terapi aktivitas kelompok

berupa penyaluran energi untuk menyalurkan emosi secara konstruktif

(Kusumawati, 2011, p. 203). Penyaluran energi tersebut dapat menggunakan

senam aerobik low impact. Senam aerobik low impact merupakan senam

dengan mengandalkan penyaluran energi dan penyerapan oksigen yang

berimbang sehingga dapat meningkatkan endorphin yang memiliki efek

relaksan serta dapat mengurangi risiko kekerasan secara efektif (Kirana, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Gordon (2010) menyatakan bahwa

olahraga senam aerobik low impact selama 30 menit dengan frekuensi 3 kali

seminggu mampu meningkatkan ukuran hipokampus dan kemampuan short-

term memory pada penderita Skizofrenia. Penelitian Purnamasari, Made,

Sukawana, Wayan, Suarnatha, dan Ketut (2013) yang berjudul pengaruh senam

aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita

di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar menunjukkan terjadi penurunan tingkat

depresi yang cukup signifikan (Kirana, 2014). Hasil penelitian ini sejalan
4

dengan penelitian yang dilakukan oleh Akhmad, Handoyo, dan Setiono (2011)

yang berjudul pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap skor

agression self-control pada klien dengan risiko perilaku kekerasan di ruang

Sakura Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas menunjukkan terjadi

peningkatan skor agression self-control pada klien dengan risiko perilaku

kekerasan di Ruang Sakura RSUD Banyumas. Kirana (2014) juga mendapatkan

hasil yang sejalan pada penelitian yang berjudul efektifitas senam aerobik low

impact terhadap aggression self-control pada klien dengan risiko perilaku

kekerasan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan Provinsi Riau.

Data statistik RSUD Banyumas dari bulan Januari sampai bulan Juni

2015 didapatkan data bahwa yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 2218

kasus dimana presentasi halusinasi yaitu sebesar 40%, risiko bunuh diri 27,8%,

perilaku kekerasan 27,5%, isolasi sosial 3%, harga diri rendah 2%, dan lain –

lain 6%. Dari data tersebut perilaku kekerasan menduduki peringkat ke tiga

dari 5 kasus yang ada.

Berdasarkan uraian di atas untuk mencegah kekambuhan pada klien

dengan riwayat perilaku kekerasan, penulis tertarik membuat karya tulis ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan

dengan Penyaluran Energi : Senam Aerobik Low Impact”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Risiko Perilaku

Kekerasan dengan Penyaluran Energi : Senam Aerobik Low Impact?


5

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini, yaitu:

1. Tujuan Umum

Menggambarkan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Risiko Perilaku

Kekerasan dengan Penyaluran Energi : Senam Aerobik Low Impact.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan dan

tindakan yang dilakukan untuk mengatasi klien risiko perilaku

kekerasan dengan penyaluran energi : senam aerobik low impact, serta

evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan pemecahan masalah.

b. Menganalisis atau membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan,

perencanaan, tindakan dan evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk

mengatasi klien risiko perilaku kekerasan dengan penyaluran energi:

senam aerobik low impact.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Klien dan Keluarga

Menambah pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam perawatan klien

risiko perilaku kekerasan di rumah.

2. Bagi Institusi

Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa Prodi Keperawatan

Purwokerto dalam pengelolaan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien


6

Risiko Perilaku Kekerasan dengan Penyaluran Energi: Senam Aerobik Low

Impact.

3. Bagi Rumah Sakit/ Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai panduan dalam pengelolaan Asuhan Keperawatan

Jiwa pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan Penyaluran Energi :

Senam Aerobik Low Impact.

4. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan kepada penulis dan dapat dijadikan

pertimbangan dalam pemberian Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien

Risiko Perilaku Kekerasan dengan Penyaluran Energi: Senam Aerobik Low

Impact.

Anda mungkin juga menyukai