Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial

dan ekonomi (WHO). Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek pada

dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial.

Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga kesehatan jiwa

merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan (Hidayati &

Widodo, 2014). Menurut Khamida (2013) kesehatan jiwa merupakan kondisi

emosional, psikologis dan sosial yang sehat serta mampu beradaptasi dari

stressor yang ditandai dengan perilaku, koping dan emosi yang adaptif. Jika

seseorang tidak berhasil beradaptasi dan koping tidak adaptif serta bersikap

negatif terhadap diri sendiri dan orang lain dapat mengakibatkan gangguan

jiwa.

Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif individu berupa

perubahan fungsi psikologis atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma

lokal dan budaya setempat yang menyebabkan timbulnya penderitaan dan

hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya (Putri dkk, 2012). Berdasarkan

data Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi gangguan jiwa berat pada

penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di Daerah

Istimewa Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah dan

1
2

terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2 %). Prevalensi

gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 %. Provinsi dengan

prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa

Tenggara Timur.

Menurut data statistik direktorat kesehatan jiwa, klien gangguan jiwa

paling besar adalah skizofrenia, yaitu sebesar 70% (Depkes, 2008). Skizofrenia

merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang sering ditemukan. Menurut

Faisal (2008) dalam Prabowo (2014) skizofrenia merupakan kepribadian yang

terpecah, antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Penderita skizofrenia

mengalami gangguan emosi, pikiran dan perilaku sehingga lebih tinggi

mengalami perilaku kekerasan (Sudiatmika dkk, 2013). Data statistik RSUD

Banyumas dari bulan Januari sampai bulan Juni 2015 didapatkan data bahwa

yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 2218 kasus dimana presentasi

halusinasi yaitu sebesar 40%, risiko bunuh diri 27,8%, perilaku kekerasan

27,5%, isolasi sosial 3%, harga diri rendah 2%, dan lain –lain 6%. Dari data

tersebut perilaku kekerasan menduduki peringkat ke tiga dari 5 kasus yang

ada.

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang

diekspresikan dengan melakukan ancaman yang dapat mencederai diri

sendiri, orang lain, atau merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Sulistiowati

dkk (2014) menyatakan perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman

dan panik yang terjadi akibat adanya stressor. Perilaku kekerasan dilakukan
3

karena ketidakmampuan dalam melakukan koping terhadap stress,

ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk mengidentifikasi

stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan untuk

melakukan perilaku maladaptif (Volavka & Citrome, 2011 dalam Setiawan

dkk, 2015). Tanda dan gejala yang ditemui pada klien perilaku kekerasan yaitu

pandangan tajam, muka merah dan tegang, bicara kasar, suara tinggi, merusak

barang dan tidak memiliki kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan

(Muhith, 2015).

Upaya untuk menurunkan tanda gejala pada klien perilaku kekerasan

dapat dilakukan menggunakan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.

Terapi farmakologi adalah terapi dengan menggunakan obat-obatan sehingga

dapat mengendalikan ketegangan, kecemasan dan agitasi pada klien perilaku

kekerasan. Namun jika obat-obatan dikonsumsi dalam jangka waktu yang

panjang dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan. Terapi

modalitas adalah salah satu terapi non farmakologi untuk klien gangguan jiwa

yang tidak menimbulkan efek samping. Terapi ini bertujuan mengubah

perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif sehingga klien dapat

bersosialisasi dengan masyarakat sekitar (Kusumawati dan Hartono, 2011).

Menurut Prabowo (2014) jenis-jenis terapi modalitas untuk klien perilaku

kekerasan antara lain terapi individu, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi

keluarga, terapi biologis, dan terapi aktivitas kelompok. Fauziah (2009) dalam

Putri dkk (2012) menyatakan terapi perilaku kognitif dapat meningkatkan

kemampuan kognitif pada klien perilaku kekerasan untuk mengatasi masalah


4

mental baik emosi, perilaku dan sosial. Terapi kognitif yang dapat mengatasi

masalah-masalah yang dialami oleh klien perilaku kekerasan adalah Rational

Emotive Behaviour Therapy (REBT).

REBT adalah suatu metode untuk memahami dan mengatasi emosi dan

perilaku pada klien perilaku kekerasan. Tujuannya adalah untuk mengurangi

keyakinan tidak rasional dan menguatkan keyakinan rasional sehingga dapat

menyelesaikan masalahnya. Terapi ini efektif bagi anak-anak dan orang

dewasa yang sedang marah dan agresif (Putri dkk, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Putri, Keliat, dan Nasution (2012) yang

berjudul peningkatan respon kognitif dan sosial melalui Rational Emotive

Behaviour Therapy pada klien perilaku kekerasan menunjukkan adanya

perubahan yang bermakna pada respon klien perilaku kekerasan antara

sebelum mendapatkan REBT dengan setelah mendapatkan REBT. Perubahan

yang terjadi adalah pada respon kognitif dan sosial terjadi peningkatan

bermakna, sedangkan pada respon emosi dan perilaku terjadi penurunan

secara bermakna.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk

meningkatkan kemampuan mengontrol masalah mental baik emosi, perilaku

dan pikiran pada klien perilaku kekerasan perlu diterapkan Rational Emotive

Behaviour Therapy (REBT). Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat

masalah ini dalam pembuatan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan

Keperawatan pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan dengan Rational

Emotive Behaviour Therapy (REBT) di RSUD Banyumas”


5

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien yang mengalami Resiko Perilaku

Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) di RSUD

Banyumas?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Resiko

Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

di RSUD Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami

Resiko Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour

Therapy (REBT) di RSUD Banyumas.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami Resiko

Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) di RSUD Banyumas.

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami

Resiko Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour

Therapy (REBT) di RSUD Banyumas.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami

Resiko Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour

Therapy (REBT) di RSUD Banyumas.


6

e. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Resiko Perilaku

Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) di

RSUD Banyumas.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

informasi dan pemecahan masalah keperawatan jiwa tentang asuhan

keperawatan pada klien resiko perilaku kekerasan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam keperawatan

yaitu sebagai panduan dalam mengelola kasus pada klien resiko

perilaku kekerasan.

b. Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan pada klien resiko perilaku kekerasan sehingga dapat

membantu meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi pendidikan

dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dalam

mengelola kasus pada klien resiko perilaku kekerasan.


7

d. Bagi Klien

Diharapkan dapat memberikan sarana untuk menambah pengetahuan

tentang perawatan gangguan jiwa pada klien yang mengalami resiko

perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai