Anda di halaman 1dari 15

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak

Oleh
Apriliani Yuva Kusuma Sari Dewi, S.Kep
NIM. PB1801012

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
JANUARI 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Sepsis adalah respons inflamasi sistemik tubuh terhadap infeksi. Respon
inflmasi sistemik tersebut disebut sebagai systemic inflammatory response
syndrome (SIRS), terjadi akibat dari cedera klinis yang berat misalnya trauma,
luka bakar, pangkreatitis, infeksi dan sebagainya. Oleh karena itu, sepsis
ditegakkan bila curiga atau terbuktu bacteremia pada pasien dengan SIRS. SIRS
minimal memenuhi 2 dari 4 kriteria sebagai berikut: suhu tubuh >38°C atau
<36°C; frekuensi nadi >90 kali/menit, frekuensi napas >20kali/menit atau PaCO 2
<32mmHg; jumlah hitung leukosit >12.000/mm 3, atau <4.000/mm3, atau jumlah
neutofil batang >10% (Tanto, 2016).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi
sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang
terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok
(Norwitz, 2010).
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38°C atau <36°C); takikardial
asidois metabolik; biasanya disertai dengan asidosis respiratorik terkompensasi
dan takipneu; dan peningakatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis
juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur (Runge MS, 2009).
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi (Chen et al, 2009). Dalam perjalannya sepsis dapat menjadi sepsis berat,
syok septic, hingga menjadi multiple organ dysfunction syndrome/ MODS berikut
definisi menurut Bone (1992).
Istilah Definsi
SIRS Minimal memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:
minimal memenuhi 2 dari 4 kriteria sebagai
berikut: suhu tubuh >38°C atau <36°C;
frekuensi nadi >90 kali/menit, frekuensi napas
>20kali/menit atau PaCO2 <32mmHg; jumlah
hitung leukosit >12.000/mm3, atau
<4.000/mm , atau jumlah neutofil batang
3

>10%
Sepsis SIRS dengan penemuan atau kecurigaan
bacteremia
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi organ, hipotensi atau
hipoperfusi. Kriteria ini juga mencakup sepsis
dengan asidosis laktat, oliguria (keluaran urin
<0,5 mL/KgBB/jam selama >2jam meski telah
diberi resusitasi cairan secara adekuat), acute
lung injury (ALI) dengan PaO2/FiO2 <200
(bila tidak ada pneumonia atau FiO2/PaO2
<250 (bila ada keterlibatan pneumonia),
kreatinin serum >2.0mg/dL, bilirubin >2mg,
hitung trombosit <1000.000/mm3, keagulopati
(INR >1.5).
Syok septik Sepsis dengan kelainan hipensi yang tidak
membaik dengan resusitasi cairan awal
Multiple Organ Dysfunction Adanya gangguan fungsi organ-organ tubuh
Syndrome (MODS) secara akut sehingga homeostatis yang tidak
dapat dipertahankan tanpa intervensi.

B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi (Caterino JM, 2012).
Sepsis disebabkan oleh respon imunitas yang dipicu oleh infeksi bakteri,
jamur, parasite atau virus. Infeksi dapat berasal dari dalam rumah sakit
(nosocomial), atau lingkungan (community acquired). Data dari beberapa studi
memperlihatkan mikroorganisme penyebab infeksi tersering adalah
Staphylococcus, diikuti oleh Streptococcus dan infeksi jamur, terutama spesis
Candida (Turner D, 2016).
Moss et al (2012) memaparkan penyebab umum sepsis pada orang sehat
sebagai berikut:
Sumber Lokasi Mikroorganisme
Kulit Syaphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci
lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negative bentuk batang
lainnya
Saluran pernapasan Streptococcus pneumonia
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neisseria gonorrhea, anaerob

C. Manifestasi Klinis
Ikatan Dokter Anak Indonesia mempublikasikan pedoman nasional
diagnosis dan tata laksana sepsis anak pada tahun 2016, memaparkan secara klinis
respon inflamasi pada pasien dengan sepsi dapat berupa sebagai berikut: demam
(suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipermia (suhu inti <36°C);
takikardia (peningkatan denyut jantung sesuai usia tanpa adanya stimulus
ekternal, obat kronis, atau nyeri, atau peningkatan denyut jantung yang tidak
dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam; bradikardia (penurunan denyut
jantung sesuai usia tanpa adanya stimulus bagal ekternal, beta-bloker, atau
penyakit jantung kongenital atau penurunan denyut jantung yang tidak dapat
dijelaksan selama lebih dari 0,5jam; takipneu (peningkatan frekuensi napas)
(Wulandari, 2017).
Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu
demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah
jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin”
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan
manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan
infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini
(Caterino JM, 2012).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi,
dan takipnea. Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi,
demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, petekie,
nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan
artritis (8%). Infeksi menjadi keluhan utama pada pasien (Hinds et al, 2012).

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar
fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan
PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah
neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi
neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi
bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang menandakan
perburukan sepsis.
2. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri.
Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan
serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi.
3. EKG
Pemeriksaan EKG dapat menujukkan segmen ST dan gelombang T dan
distritmia menyerupai infark miokard.
4. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi
organisme penyebab sepsis. Kultur darah positif atau apus gram dari buffy
coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme.
(Garna HH, 2012)

E. Patofisiologi
Sepsis menggambarkan suatu sindrom klini kompleks yang timbul saat
system imunitas penjamu teraktifasi terhadap infeksi. Molekul patogen
mengaktifan system kekebalan tubuh, melepaskan mediator inflamasi dan
memicu pelepasan sitokin yang penting dalam eliminasi patogen. Sitokin
proinflamasi, seperti TNF, IL-1, interferon gamma (IFN-γ) bekerja membantu sel
dalam menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Dengan demikian,
proses eliminasi lebih efektif, sekaligus memicu pelepasan sitokin anti inflamasi,
seperti interleukin-1 receptor antagonis (IL-1 ra), IL-4 dan IL-10. Sitokin anti
inflamasi berperan menghentikan proses inflamasi dengan memodulasi,
koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan (mekanisme umpan
balik). Sitokin pro-inflamasi juga berperan dalam perlepasan nitrogen monoksida
(nitric oxide, NO) yang penting dalam eliminasi patogen, tetapi efek NO lainnya
adalah vasodilatasi vaskuler. Pada keadaan sepsis, produksi NO yang berlebih
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan menyebabkan syok septik.
Ketika system imun tidak efektif mengeliminasi antigen, proses inflamasi
menjadi tidak terkendali dan menyebabkan kegagalan system organ. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bone yang menyatakan bahwa kerusakan
oragan multiple tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat dari inflamasi sistemik
dengan sitokin sebagai mediator (Cinel I; 2009, Wulandari; 2017).
F. Pathway
Bakteri gram negative, bakteri gram positif, jamur, parasite dan virus masuk ke tubuh

Infasi bakteri dan kontaminasi sistemik

Infeksi

Disfungsi dan kerusakan endotel dan difungsi organ multiple

Sepsis → ↓Sistem imun → Resiko Infeksi

Pelepasan endotoksin

Sistem kardivaskuler ↓ ekstrasi O2 ke jaringan kegagalan mikrosirkulasi merangsang


↓ ↓ ke otot jantung sintesis dan
Disfungsi hipoksia sel ↓ pelepasan
Mikrosirkulasi ↓ iskemik otot zat pirogen
↓ ↑frekuensi napas ↓ leukosit
Kegagalan respon untuk meningkatkan pompa jantung tidak ↓
Terhadap ↑ O2 intake O2 adekuat zat pirogen
↓ ↓ ↓ beredar ke
↓ saturasi oksigen sesak darah
Penurunan
↓ ↓ ↓
Curah
Pelepasan NO terganggu sistem aktivasi pr-
Ketidakefe Jantung
↓ gastrointersinal ostagladin
ktifan Pola
Vasodilatasi kapiler ↓ ↓
Napas
↓ hipoglikemia mempengaruhi
Maldistrubusi darah ↓ hipotalamus
↓ kerusakan neuron ↓
Hiperfusi jaringan ↓ set poin suhu
↓ kejang hipotalamus ↑
↓ ↓
Resiko Syok
Resiko Cidera ↑suhu tubuh

Hipertermia

Kejang

Resiko Cidera
G. Penatalaksanaan Medis
Tanto (2016) memaparkan manajemen sepsis harus dilakukan sesegera mungkin
dalam periode emas (golden hours) 6 jam pertama. Secara ringkas, strategi terapi
sepsis mencakup tiga hal sebagai berikut:
1. Resusitasi awal dan kontrol infeksi
Resusitasi cairan dalam 6 jam pertama, resusitasi menggunakan cairan
fisiologis, baik kristaloid (NaCl, Ringer Laktat) maupun koloid minimal
30mL/kgBB cepat selama 30 menit dengan prinsip fluid challenge
techniques. Catatan khusu diberikan pada pasien yang beresiko Acute Lung
Injury/ Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) cairan harus dibatasi
serta dilakukan peninggian posisi tungkai secara pasif sewaktu melakukan
fluid challenge test. Albumin boleh diberikan setelah pasien mendapatkan
cairan kristaloid dalam jumlah yang adekuat.
Pemberian antibiotic diberikan sesuai etiologi berdasarkan hasil kultur darah.
Sambil menunggu hasil kultur, beriakn antibiotic intravena secara empiris
dalam jam pertama, sesuai dengan lokasi dan sumber infeksi.
2. Terapi dukungan hemodinamik
Pemberian afen casopresosr untuk menjaga tekanan arteri rerata (MAP)
≥65mmHg dan inotropic diberikan pada pasien dengan disfungsi
miokardium (peninggian tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang
rendah). Pemberian korikosteroid diberikan hidrokortison intravena hanya
diberikan pada pasien dewasa dengan syok septik. Kortikosteroid tidak boleh
digunakan untuk mengobati sepsis tanpa adanya kejadian syok, kecuali ada
riwayat penyakit endokrin atau pemakaian steroid sebelumnya.
3. Terapi suportif lainnya
Terapi suportif lainya sebagai berikut: tranfusi darah, kontol glikemikm,
profilaksis teromosis vena dalam, profilaksis ulkus strs, dan melakukan
manajemen nutrisi dengan memprioritaskan rute oral atau enteral dengan
menhindari pemberian nutrisi kalori tinggi pada minggu pertama.
H. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang
perlu dikaji sebagai berikut:
1. Sosial ekonomi
2. Riwayat perawatan antenatal
3. Ada/tidaknya ketuban pecah dini
4. Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
5. Riwayat persalinan dikamar bersalin atau ruang operasi
6. Riwayat penyakit menular seksual misalnya sifilis, herpes, atau gonorea dan
yang lainnya
7. Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit
infeksi sepserti TOKSO, rubella, toksemia gravidarum dan amnionitis.
Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik yang
biasanya ditemukan pada anak dengan dignosa sepsis sebagai berikut: letargi,
tidak mau minum/reflek hisap lemah, regurgitasi, peka rangsang, pucat, hipotoni,
hiprefleksi, gerakan putar mata, BB berkurang melebihi penurunan berat badan
secara fisiologis, sianosis, gejala traktus gastrointestinal (muntah, distensi
abdomen atau diare), hipotermi, pernapasan mendengkur bardipnea atau apneu,
kulit lembab dan dingin, pengisian kembali kapiler lambat, hipotensi, dehidrasi,
dan pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustule dengan lesi atau herpes.
Pemeriksaan diagnostic juga perlu dilakukan untuk mendukung data klinis
pada anak yang didiagnosa sepsis. Pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar
fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan
PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah
neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi
neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi
bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang menandakan
perburukan sepsis.
2. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri.
Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan
serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi.
3. EKG
Pemeriksaan EKG dapat menujukkan segmen ST dan gelombang T dan
distritmia menyerupai infark miokard.
4. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi
organisme penyebab sepsis. Kultur darah positif atau apus gram dari buffy
coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme.
(Garna HH, 2012)

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan diagnosa sepsis sebagai
berikut:
1. Hipertermia
2. Penurunan Curah Jantung
3. Ketidakefektifan Pola Napas
4. Resiko Syok
5. Resiko Infeksi
6. Resiko Cidera
(Nanda, 2018)
J. Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Hipertermia Asuhan keperawatan yang Perawatan Demam
diberikan kepada pasien - Pantau suhu dan
selama …x24 jam untuk tanda-tanda vital
keseimbangan suhu tubuh, lainnya
dengan kriteria hasil: - Monitor warna kulit
- Hipertermia ringan dan suhu
- Tidak ada peningkatan - Monitor asupan dan
suhu tubuh keluaran
- Tidak ada dehidrasi - Berikan cairan IV
- Nadi dan tingkat - Berikan oksigen,
pernapasan tidak yang sesuai
terganggu - Kompres pada lipatan
- Tidak ada perubahan paha dan aksila
warna kulit - Kolaborasi
pemberian obat

Penurunan Curah Jantung Asuhan keperawatan yang Manajemen Asam Basa:


diberikan kepada pasien Asidosis Metabolik
selama …x24 jam untuk - Monitor pola napas
kecukupan darah dalam - Monitor intake dan
yang dipompakan output
kejantung, dengan kriteria - Monitor manifestasi
hasil: saluran penceraan
- Nadi dalam kisaran - Sediakan nutrisi yang
normal adekuat bagi pasien
- Keseimbangan intake - Kolaborasi
dan output dalam 24 pemberian obat
jam sesuai yagn
- Tidak ada edema paru diresepkan
- Tidak ada mual - Siapkan tindakan
- Dyspnea pada saat untuk pecegahan
istirahat ringan kejang
- Tidak ada sianosis dan
penurunan kesadaran

Ketidakefektifan Pola Asuhan keperawatan yang Manajemen Jalan Napas


Napas diberikan kepada pasien - Auskulatasi suara
selama …x24 jam untuk napas
efektivitas pola napas, - Monitor status
dengan kriteria hasil: pernapasan dan
- Frekuensi pernapasan oksigenasi
dalam kisaran normal - Posisikan untuk
- Suara auskulatasi napas meringankan sesak
dalam kisaran normal napas
- Saturasi oksigen dalam - Kelola oksigen
kisaran normal - Kelola nebulizer
- Tidak ada testraksi ultrasonic
dinding dada - Kolaborasi
- Tidak ada suara napas pemberian obat-
tambahan obatan
- TIdak ada akumulasi
sputum

Resiko Syok Asuhan keperawatan yang - Monitor terhadap


diberikan kepada pasien adanya rspon
selama …x24 jam untuk kompensasi awal
mencegah terjadinya syok, syok
dengan kriteria hasil: - Monitor status
- Nadi lemah dan halus sirkulasli
ringan - Monitor tekanan
- Tidak ada peningkatan oksimetri
lajunnapas - Monitor suhu dan
- Sesak napas ringan status respirasi
- Peningkatan suhu tubuh - Monitor berat badan
ringan - Monitor hasil
- Tidak ada menggigil laboratorium
- Akral hangat - Periksa urin terhadap
- Kulit kemerahan ringan adanya darah dan
- Tidak ada mual muntah protein
- Tidak ada penurunan - Posisikan pasien
tingkat kesadaran dalam posisi supine,
- Tidak ada asidosis dengan posisi kaki
metabolik ditinggikan dengan
kepala dan bahu
ditinggikan sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan IV
dan oral
- Beriakn PRC, FFP
atau platelet sesuai
kebutuhan
- Berikan oksigen
- Ajarkan keluarga
factor pemicu syok,
tanda dan gejala
syok, dan langkah
yang harus
dilakukank terhadap
timbulnya gejala syok
Resiko Infeksi Asuhan keperawatan yang Kontrol Infeksi
diberikan kepada pasien - Batasi jumlah
selama …x24 jam untuk pengunjung
mengontrol infeksi, dengan - Cuci tangan sebelum
kriteria hasil: dan sesuatan kegiatan
- Tidak ada demam perawatan pasien
- Kestabilan suhu - Gunakan sabun
- Hilang nafus makan antimikroba untuk
ringan mencuci tangan yang
- Tidak ada lethargy sesuai
- Tidak ada peningkatan - Pastikan penganan
sel darah putih aseptic dari semua
saluran IV
- Tingkatkan intake
nutrisi yagn tepat
- Ajarkan cara cuci
tangan
- Ajarkan keluarga
mengenai bagaimana
menhindari infeksi
- Ajarkan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkan kepada
penyedian perawatan
kesehatan
- Kolaborasi
pemberian terapi
antibiotic yang tepat

Resiko Cidera Asuhan keperawatan yang Manajemen Kejang


diberikan kepada pasien - Monitor tanda-tanda
selama …x24 jam untuk cital
mencegah terjadinya cidera, - Monitor status
dengan kriteria hasil: neurologis
- Menggambarkan factor - Catat lama kejang
yang memicu kejang - Catat karakateristik
- Menggunakan obat- kejang
obatan sesuai resep - Pertahankan jalan
dokter napas
- Mencegah factor risiko/ - Balikkan badan klien
pemicu kejang ke satu sisi
- Terbebas dari injuri - Pandu gerekan klien
- Menjalankan tindakan untuk mencegah
yang aman di terjadinya cidera
lingkungan - Longgarkan pasien
- Tetap di sisi klien
selama klien
mengalami kejang
- Berikan oksigen
dengan benar
- Pasang IV line
dengan benar
- Kolaboarasi
pemberian obat
dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Butcher, Dochterman & Wagner. 2016. Nursing Interventions


Classification (NIC). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd.
Caterino JM, Kahan S. 2012. Master Plan Kedaruratan Medik. Indonesia: Binarupa
Aksara Publisher.
Chen et al. 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. Jakarta: Interna Publishing.
Garna H. 2012. Buku Ajar Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Moorhead, Johnson, Maas & Swason. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC).
Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd
Moss, P.J., Langmead, Preston, Hinds, C.J., Watson, D., Pearse R.M. 2012. Kumar
and Clark’s Clinical Medicine. Edisi 8. Spanyol: Saunders Elseiver.
Nanda. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC.
Runge MS, Greganti MA. 2009. Netter’s Internal Medicine. Edisi 2. Philadelphia
USA: Saunders Elsevier.
Tanto, Chris, Liwang F, Hanifati S. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta:
Media Aescupalius.
Turner D, Cheifetz I. Shock. 2016. Dalam: Kliegman R, Stanton B, Geme J, Schor N,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 20. Philadelphia: Elsevier.
Wulandari, A., Martuti S., Pudjiastuti. 2017. Perkembangan Diagnosis Sepsis pada
Anak. Sari Pediatri Jurnal. 19,4.

Anda mungkin juga menyukai