Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA KLIEN SEPSIS DI ICU RSUD HAJI


PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

Anita Tuto Lengaring


NIM.P27820720

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI NERS
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Sepsis di Ruang ICU RSUD Haji Provinsi Jawa Timur
yang dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober s.d 04 November 2023 telah disahkan
sebagai laporan Praktek Klinik Keperawatan Kritis Semester VII di Ruang ICU RSUD
Haji Provinsi Jawa Timur Atas Nama Kurniatin Hasanah dengan NIM P27820720070.
LANDASAN TEORI MEDIS
SEPSIS

A. DEFINISI
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>380C atau takikardi; asidosis metabolik;
biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh
infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain
untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya
terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ- organ.
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau
hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental.
Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di
bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam
meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau, tekanan arterial
rata-rata ≥70 mmHg. (Dhiana,2017)

B. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus,atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme
kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia
coli,Staphylococcus aureus,dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus,
Klebsiella, dan Pseudomonas. Juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme
penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normaldari host terhadap infeksi.
(Vienna,2021)
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolate
yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum,
urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses
oleh kultur. (Vienna,2021)
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien- pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama,
terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien- pasien AIDS, terapi medis
(misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
pemasangan kateter), dan ventilasimekanis. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian
manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. (Vienna,2021)
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Apendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan kedalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima
kasus,infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
Terdapat beberapa pasien penyakit infeksi yang dirawat dirumah sakit beresiko
lebih tinggi mengalami kondisi ini. Faktor- faktor yang menyebabkan dapat memicu
terjadinya sepsis diantaranya adalah:
1. Berusia kurang dari satu tahun, terlebih bayi lahir secara premature atau ibunya
terkena infeksi saat hamil.
2. Berusia lebih dari 75 tahun.
3. Memilki penyakit diabetes atau sirosis (kerusakan hati).
4. Pasien rawat inap di ICU.
5. Memiliki system ilmu yang lemah seperti mereka yang melalui pengobatan
kemoterapi atau yang baru melakukan Transplantasi organ tubuh.
6. Baru melahirkan atau mengalami keguguran.
7. Memiliki luka atau cedera misalnya luka bakar.
8. Memiliki alat invasive, misalnya kateter intravena atau selang pernapasan.

B.1 Faktor risiko pada bayi baru lahir


Sepsis neonatal terjadi Ketika bayi mengalami infeksi aliran darah pada awal-
awal bulan kehidupannya. Kondisi ini dibagi berdasarkan waktu infeksi,apakah infeksi
tertularselama proses kelahiran atau setelah kelahiran.
a. Berat badan lahir rendah dan bayi prematur lebih rentan terhadap kondisi ini
karena system kekebalan tubuhnya yang belum matang.
b. Kondisis ini masih menjadi penyebab utama kematian pada bayi. Namun dengan
diagnosis dan perawatan dini, bayi tidak akan mengalami masalah Kesehatan
lain.
B.2 Faktor risiko pada lansia
Mengingat system imun tubuh manusia menurun seiring bertambahnya umur,
lansia juga bisa mengalami infeksi ini. Selain itu, penyakit kronis, seperti diabetes,
penyakit ginjal, kanker, tekanan darah tinggi, dan HIV, umumnya ditemukan pada
mereka yang mengalami sepsis.
Jenis infeksi paling umum yamg menyebabkan kondisi tersebut pada lansia
adalah masalah pernapasan, seperti pneumonia, atau genitourinary, seperti infeksi
saluran kemih. Infeksi lain dapat terjadi dengan kulit yang terinfeksi karena luka
tekannan atau robeknya kulit. Kebinggunan atau disorientasi adalah gejala umum yang
harus diperhatikan Ketika mengidentifikasi infeksi pada manula.

C. TANDA DAN GEJALA


Berdasarkan tingkat keparahan gejalanya, sepsis dapat dibagi menjadi gejala
sepsis, sepsis parah dan syok septik
1. Gejala Sepsis
Pada awalnya sepsis akan memasuki tahap Systemic Inflamatory Response Syndrome
(SIRS). Gejala awal sepsis ditandai dengan dua atau lebih gangguan Kesehatan
termasuk:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Hipotermia (suhu badan terlalu rendah)
d. Denyut nadi terlalu cepat
e. Frekuensi naps terlalu cepat
f. Perubahan jumlah leukosit darah
Secara medis tanda-tanda pasien yang mengalami sepsis dapat diketahui melalui :
 Tekanan darah sistolik kurang atau sama dengan 100 mmHg
 Laju pernapasan lebih tinggi atau sama dengan 22 napas permenit
 Suhu tubuh diatas 38,3°C atau di bawah 36°C
2. Gejala Sepsis Parah
Jika infeksi di aliran darah terus dibiarkan,kerusakan organ mungkin terjadi. Ini
karena infeksi yang terjadi membuat organ kekurangan suplai oksigen. Pada
kondisi ini, tingkat keparahan gejala sepsis akan lebih serius hingga
membutuhkan penanganan medis. Gejalanya antara lain:
a. Bercak dan ruam merah
b. Kulit berubah warna
c. Produksi urine berkurang drastic
d. Perubahan mendadak dalam status kejiwaan
e. Berkurangnya jumlah trombosit
f. Sulit bernapas
g. Detak jantung abnormal
h. Sakit perut
i. Ketidaksadaran
j. Kelemahan ekstrem
3. Gejala Syok sepstik
Kondisi yang lebih parah bisa berkembang menjadi syok septik yang dapat
menyebabkan kematian. Syok septik menunjukan adanya gangguan serius pada
system peredaran darah dan metabolisme sel-sel tubuh. Kondisi ini utamanya di
tandai dengan tekanan darah yang menurun. Menurut Mayo Clinic, beberapa
gejala dan tanda-tanda syok sepsit antara lain:
a. Tekana darah sangat rendah hingga harus mengkonsusmsi obat untuk
menjaga tekanan darah lebih tinggi dari atau satu sama lain dengan 65
mmHg.
b. Tingginya kadar asam laktat dalam darah (serum Laktat) setelah menerima
penggantian cairan yang memadai. Memiliki terlalu banyak asam dalam
darah berarti sel-sel anda tidak menggunakan oksigen dengan baik.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk mendiagnosis sepsis dan mengidentifikasi keparahan infeksi
membutuhkan tes sebagai berikut:
1. Cek tekanan darah; Menilai kondisi umum pasien apakah terdapat tanda-tanda
yamg mengarah pada sepsis dan syok sepsis.
2. Cek pernapasaan; Laju pernapasaan yang lebih cepat dari 22 tarikan napas
permenit bisa menjadi tanda dari ketidakstabilan hemodinamika yang
disebabkan oleh sepis.
3. Skala Glasgow
4. Tes Darah; Mengecek fungsi organ ginjal dan hati, mendeteksi adatidaknya
infeksi, faktor pengumpalan darah, dan ketidakseimbangan elektrolit
5. Tes saturasi oksigen; Untuk mengecek kadar oksigen dalam darah
6. Tes urine; dapat dilakukan dengan urinalisis dan kultur urine
7. Metode penctraan; Dilakukan dengan foto thoraks, USG, MRI atau CT scan
untuk mendeteksi gangguan pada organ dalam

E. PENATALAKSANAAN
1) Perawatan supportif
Mempertahankan suhu tubuh normal, menstabilkan status kardiopolmunary,
memperbaiki hipoglikemia dan mencegah perdarahan.
Perawatan supportif meliputi (Datta, 2017):
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature
b. Cairan IV, jika perfusi jelek: normal saline dengan 10ml/kg selama 5-10 menit. Dosis
sama 1-2x selama 30-45 menit berikutnya Jika terus memburuk dextrose 10% 2ml/kg
dilanjutkan sampai 2 kali.
c. Terapi Oz jika neonatus distress pernafasan,apnea
d. Vit K1 mg IM: cegah perdarahan
e. Makanan enteral dihindari
2) Terapi Pengobatan
Prinsip: mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum
dengan pemberian cairan IV termasuk nutrisi dan monitor pemberian antibiotik. Pilihan
obat ampicilin, gentamcyn kloramfenikol, eritromisin/ sefalosporin atau obat lain hasil
tes resistensi (Sangayu,2012)
PATHWAY
B2

B6

B5

B3 B1 B4
LANDASAN TEORI ASKEP
SEPSIS

A. PENGKAJIAN
a) Identitas Klien
Jenis kelamin dengan sepsis mendapatkan bahwa laki-laki lebih rentan
terkena sepsis. Laki-laki cenderung mengalami infeksi di paru, sedangkan
perempuan cenderung mengalami infeksi saluran kencing. Penyebab tersering
untuk sepsis ialah infeksi paru. (Rezha, 2016) Penderita sepsis didominasi oleh usia
tua dengan angka kematian sepsis yang sangat tinggi (65,7%) (Kandao, 2018).
Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkait sepsis di
segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai
44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih
cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan
remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras Hispanik
sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk meninggal karena
penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok
umur. (Yessica, 2018)
b) Pemeriksaan Fisik
1.B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sepsis biasanya terlihat sesak,
frekuensi melebihi normal, pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi yaitu bentuk dada
dan gerakan pernapasan, palpasi yaitu gerakan dinding toraks anterior/ekskrusi
pernapasan, diarahkan dari otot-otot pernapasan, perkusi klien disertai komplikasi,
biasanya di dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru, dan
auskultasi pada klien sepsis di dapatkan bunyi napas melemah.
2. B2 (Blood)
Pada klien dengan sepsis pengkajian yang di dapat meliputi: Inspeksi
didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, palpasi yaitu denyut nadi perifer
melemah karena vasodilatasi perifer , perkusi batas jantung mengalami pergeseran
karena proses curah jantung yang abnormal dan menyebabkan kardiomegali,
auskultasi yaitu tekanan darah di bawah normal.
3. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis akan tetapi klien dengan sepsis yang
berat sering terjadi penurunan kesadaran, di dapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, pasien tidak sadar atau
penurunan kesadaran, karena sepsis timbul ketika klien mengalami penyakit berat.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Klien dengan sepsis biasanya proses infeksi dalam tubuh yang belum di
identifikasi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, mual dan muntah, sampai
terjadi penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Meliputi pengkajian terhadap aktivitas dengan gejala kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tak teratur.
Tanda yang dapat dikenali adalah takikardia dan dispnea pada saat
istirahat/aktivitas. Higiene: kesulitan melakukan tugas perawatan diri
(Muttaqin, 2014).
c) Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan
hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/μl,
trombositopeni <150.000/μl (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil muda
meningkat >1500/µl, rasio neutrofil imatur: total >0,2. Adanya reaktan fase akut
yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan sedang
didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte
colonystimulating factor), sitokin IL-1B, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).
 Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis).
serta uji resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi,
dianjurkan dilakukan pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun,
klinis sakit tampak makin berat dan kultur darah positif.
 Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
 Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta
urin.
 Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolitm (natrium, kalium)
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas
indikasi, dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretografi
dialakukan atas indikasi.

B. DIAGNOSA
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan ditandai
dengan dispnea (D.0005)
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi atau inflamasi ditandai dengan suhu tidak stabil demam atau hipotermia
(D.0130)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau
vena ditandai dengan akral teraba dingin,kulit berubah warna keabu-abuan
(D.0009)
4. Risiko syok dibuktikan dengan sepsis (D.0039)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan toleransi minum yang buruk ditandai
dengan muntah, diare, kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop (D.0019)
6. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (D.0142)
C. INTERVENSI
No Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
Hasil Keperawatan
1. Pola nafas Tujuan: Manajemen jalan napas
tidak efektif Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan Tindakan  Pantau pola napas
dengan keperawatan selama  Pantau bunyi napas
depresi pusat 30 menit diharapkan tambahan
pernafasan pola napas membaik  Pantau dahak (jumlah,
ditandai Kriteria hasil: warna, aroma)
dengan a. Dispnea menurun Terapeutik:
dispnea b. Frekuensi napas  Mempertahankan kepatenan
(D.0005) membaik jalan napas
c. Kedalam napas  Posisikan semi fowler atau
membaik fowler
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
 Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik, jika
perlu
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan Tindakan Observasi:
dengan keperawatan 6 jam  Identifikasi penyebab
kerusakan diharapkan hipertermia (mis: dehidrasi,
kontrol suhu termoregulasi terpapar lingkungan panas,
sekunder membaik dengan penggunaan inkubator)
akibat infeksi Kriteria Hasil:  Monitor suhu tubuh
atau inflamasi a. Suhu tubuh dalam  Monitor kadar elektrolit
ditandai batas normal (36C-  Monitor haluaran urin
dengan suhu 37C)  Monitor komplikasi akibat
tidak stabil b. Nadi dan Frekuensi hipertermia
demam atau napas dalam batas Terapeutik:
hipotermia normal (60 – 100
 Sediakan lingkungan yang
(D.0130) x/menit)
dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi:
berhubungan selama 10 menit  Periksa sirkulasi perifer
dengan diharapkan perfusi (mis: nadi perifer, edema,
penurunan perifer membaik pengisian kapiler, warna,
aliran arteri dengan Kriteria Hasil: suhu, ankle-brachial index)
dan atau vena a. Denyut nadi perifer  Identifikasi faktor risiko
ditandai meningkat gangguan sirkulasi (mis:
dengan akral b. Tekanan darah diabetes, perokok, orang
teraba membaik tua, hipertensi, dan kadar
dingin,kulit c. Turgor Kulit kolesterol tinggi)
berubah membaik  Monitor panas, kemerahan,
warna keabu- d.Kulit pucat nyeri, atau bengkak pada
abuan menurun ekstremitas
(D.0009) Terapeutik
 Hindari pemasangan infus,
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis:
rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).
4 Risiko syok Setelah dilakukan Pencegahan Syok
dibuktikan tindakan keperawatan Observasi
dengan sepsis selama 10 menit  Monitor kekuatan nadi,
(D.0039) diharapkan tingkat frekuensi nadi, frekuensi
syok menurun dengan napas.
kriteria hasil:  Monitor saturasi
a. Frekuensi nadi  Monitor status cairan
membaik  Monitor Tingkat kesadaran
b. Saturasi oksigen Terapeutik
membaik  Berikan oksigen untuk
c. Warna kulit saturasi
membaik
 Pasang kateter untuk
d. Frekuensi napas
mengetahui produksi urine
membaik.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV
 Kolaborasi tranfusi darah
dan antiinflamasi, jika perlu

D. IMPLEMENTASI
Implementasi atau tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun. Bedasarkan rencana keperawatan yang dibuat, maka
pelaksanaan dari diagnosa masing-masing sebagai berikut:
a. Memantau frekuensi napas
b. Mematau suhu tubuh
c. Pengecekan darah untuk mengetahui leoukosit

E. EVALUASI
Evalusi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan.
Evalusai dibuat untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan:
a. Tidak terjadinya dipneu
b. Tidak terjadinya hipertermi
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK dan AH Lichtmann. 2005. Imunologi Seluler dan Molekuler. edisi ke- 5.
Filadelfia: Elsevier Saunders. Hal: 295-343.
Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A, Hotchkiss
RS.2007. Berbagai Pemicu Kematian Sel pada Sepsis: Reseptor Kematian dan
Apoptosis yang Dimediasi Mitokondria. FASEB J.21(3): 708-19
Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of
NationalSymposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI.
Hal: 74-81
Gatot I. 2008. Peran Sitokin dalam Patobiologi Sepsis. Prosiding Simposium
Nasional: Forum SEPSIS Indonesia Kedua. Surakarta:PETRI, hal: 114- 117.
Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis,
penatalaksanaan).Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4
Hotckiss RS dan Irene EK. 2003. Patofisiologi dan Pengobatan Sepsis. 348: 138-
150.
Remick Dirjen. 2007. Patofisiologi Sepsis. Jurnal Patologi Amerika.170: 1435-1444.
Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., dan Alfred Ayala. 2007.
Jalur Apoptosis sebagai Target Terapi pada Sepsis. Target Narkoba Saat Ini. 8(4): 493-500
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai