Anda di halaman 1dari 5

I.

Definisi Sepsis
Berdasarkan konsensus American College of Chest Physician dan Society of
Critical Care Medicine (ACCP/SCCM Consensus Conference) tahun 1992, sepsis
didefinisikan sebagai respon inflamasi sistemik karena infeksi (Bone et al, 1992; Bone,
1991).
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat dan syok septik adalah
masalah kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang setiap
tahunnya. Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang
disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi. Syok
Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah
sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari
ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg). (Nguyen BH dkk,2006). Kriteria untuk diagnosis
sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American College of
Chest Physician and Society of Critical Care Medicine Consensus. Istilah Sepsis menurut
konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang
disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme
penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi. Sepsis pada luka
didefinisikan sebagai suatu kondisi dengan dijumpainya 10 bakteri atau lebih per-gram
jaringan. Bakteri tersebut menginvasi ke jaringan sekitar secara progresif yang kemudian
berkembang menjadi reaksi sistemik (Hotchkiss and Karl, 2003). Baik respon imun
maupun karakteristik infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme mempunyai
pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan
kegagalan fungsi organ primer terjadi ketika respon tubuh terhadap infeksi tidak cukup
kuat. Permasalahan sepsis yang paling besar terletak pada karakteristik dari
mikroorganisme, seperti beratnya infeksi yang diakibatkannya serta adanya super antigen
maupun agen toksik lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun fagositosis (Russell,
2006).
Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan
Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991. (Bone et al, 1992; Vincent et al, 2009)

Istilah Kriteria
Infeksi Respon inflamasi akibat adanya miroorganisme yang secara normal
pada jaringan tersebut seharusnya steril.

Bakteremia Adanya bakteri hidup dalam darah.


SIRS Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencangkup 2 atau lebih
keadaan berikut:
 Temperatur > 38 0C atau < 360C
 Laju Nadi > 90x/ menit
 Hiperventilasi dengan laju nafas > 20x/ menit atau CO2 arterial
kurang dari 32 mmHg
 Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau < 4000 sel/ uL
Sepsis SIRS dengan adanya infeksi (diduga atau sudah terbukti)
Sepsis Berat Sepsis dengan disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi (tekanan
(Severe Sepsis) sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan >40 mmHg dari keadaan
sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang
lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis
laktat, oligouria atau perubahan akut status mental.
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.

Multiple Organ MODS ialah disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan
Dysfunction intervensi untuk mempertahankan homeostasis.
Syndrome
(MODS)

II. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah menghilangkan sumber infeksi, memperbaiki dan
mengembalikan perfusi jaringan, memperbaiki dan mempertahankan fungsi ventrikel dan
upaya suportif lain. Penanganan renjatan septik terdiri atas langkah-langkah :
1. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan merupakan lini pertama dari penatalaksanaan sepsis. Resusitasi cairan
ini dapat menggunakan cairan kristaloid atau koloid (Kreimmer and Peter, 1998).
Sampai saat ini belum didapatkan bukti bahwa salah satu jenis cairan tersebut lebih
baik dibandingkan yang lain. Kristaloid membutuhkan jumlah cairan yang lebih baik
dibandingkan yang lain. Kristaloid membutuhkan jumlah cairan yang lebih banyak (dua
sampai tiga kali) dibandingkan koloid dalam memberikan efek hemodinamik dan dapat
menyebabkan edema perifer (Kvetan et al, 1998).
2. Oksigenisasi dan bantuan ventilasi
Oksigen harus diberikan pada penderita sepsis terutama syok septik. Bila syok septik
menetap selama 24-48 jam perlu dipertimbangkan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik (Astiz and Rackow, 1998; Kvetan et al, 1998). Pada sindrom gagal napas
(ARDS = Acute/Adult Respiratory Distress Syndrome) sebagai komplikasi dari sepsis
diberikan bantuan ventilasi dengan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) untuk
mencegah kolaps alveoli (Wheeler and Bernard, 1999).

3. Antibiotika
Semua sumber infeksi harus dihilangkan. Pemilihan antibiotika tidak perlu menunggu
hasil biakan kuman dan pada awalnya diberikan antibiotika spektrum luas. Pemilihan
antibiotika ditentukan oleh lokasi dan hasil yang terbaik secara empirik dari dugaan
kuman penyebab (best guess). Bila sumber infeksi tidak jelas, semua dugaan bakteri
yang dapat menimbulkan sepsis harus dilenyapkan: bakteri Gram negatif, Gram positif,
anaerob dan pada hal tertentu dipikirkan pula jamur sistemik.
Panduan pemilihan antibiotika pada sepsis :
a. Pengobatan awal aminoglikosid ditambah salah satu sefalosporin generasi ke-3
(seftriakson, sefotaksim, sefoperazon atau seftazidim), tikarsilin-asamklavulanat,
imipenem-cilastatin
b. Bila dicurigai MRSA (Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus): ditambah
vankomisin, rifampisin
c. Infeksi intraabdominal ditambah metronidazol atau klindamisin untuk kuman
anaerob
d. Infeksi saluran kemih
e. Neutropenia : monoterapi dengan seftazidim, imipenem/meropenem

4. Vasoaktif dan inotropic


Vasoaktif dan inotropik diberikan pada syok septik setelah resusitasi cairan adekuat.
Noradrenalin (norepinefrin) dan dopamin dapat diberikan dan perlu dipertimbangkan
ditambah dengan dobutamin. Pada penderita dengan takiaritmia noradrenalin lebih baik
dibandingkan dengan dopamin, selain itu dapat diberikan fenilefrin. Pemakaian dopamin
dosis rendah tidak didapatkan bukti kuat akan memperbaiki fungsi ginjal. Adrenalin
walaupun dapat meningkatkan tekanan darah tidak dianjurkan karena akan
menyebabkan gangguan pada perfusi splanknik dan metabolisme jaringan termasuk
meningkatkan produksi asam laktat.

5. Nutrisi
Dukungan nutrisi diperlukan pada penderita sepsis karena mempunyai kebutuhan kalori
dan protein yang tinggi. Saat ini masih terjadi perdebatan mengenai kapan dimulai
nutrisi enteral, komposisi dan jumlah yang diberikan. Nutrisi enteral dapat ditunda untuk
beberapa saat sampai keadaan stabil (misal : 1-2 hari), keuntungan pemberian nutrisi
enteral antara lain dapat dipertahankan buffer pH lambung dan mukosa usus,
menghindari translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi dan menghindari pemakaian
kateter nutrisi parenteral yang akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi baru
(Wheeler and Bernard, 1999).

6. Bantuan suportif lain


Transfusi darah harus dipertimbangkan pada Hb < 8,0 g/ dl dan diusahakan
dipertahankan antara 8,0-10,0 g/dl. Belum didapatkan bukti bahwa Hb > 10 g/dl akan
memperbaiki konsumsi oksigen pada penderita dengan renjatan septik. Perlu
diperhatikan bahwa resusitasi cairan akan menyebabkan hemodilusi, pemberian transfusi
sel darah merah akan meningkatkan viskositas darah yang akan mengganggu
mikrosirkulasi aliran darah pada penderita sepsis dan risiko karena transfusi seperti
reaksi transfusi dan infeksi (Kvetan et al, 1998)
Koreksi gangguan asam basa dan regulasi gula darah perlu dipertimbangkan
terutama bila terdapat gangguan asam basa yang berat dan hiperglikemia atau
hipoglikemia (Kvetan et al, 1998). Pemberian profilaksis terhadap stress ulcer dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton diindikasikan pada penderita
dengan risiko tinggi, seperti yang sedang menggunakan ventilator dan tidak dapat
diberikan nutrisi secara enteral (Wheeler and Bernard, 1999). Heparin biasa dan heparin
dosis rendah dapat diberikan bila tidak terdapat kontraindikasi untuk pencegahan
terjadinya trombosis vena dalam (Wheeler and Bernard, 1999).
.
Daftar Pustaka

Astiz,M.E. andRackow,E.C.,1998.Septic shock.Lancet, 351, pp.1501-5.

Bone, R.C., 1991. Critical evaluation of new agents for the treatment of sepsis. JAMA,
266, pp. 1686-91

Bone et al. Definition for sepsis and organ failure and guidelines for the use of
innovative therapy for sepsis. Chest [Internet]. 1992. [cited 2012 December 24];
101(6): 1644-55, Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1303622

Hotchkiss, R. S., Karl I. E. 2003. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J
Med 348(2): 138-50.

Kreimmer, U. and Peter, K., 1998. Strategies of volume therapy in sepsis and systemic
inflammatory syndrome. Kidney International, 64, pp.75-9

Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.

Russell, J.A. 2006. Management of sepsis. N Engl J Med 355(16): 1699-713.

Wheeler, A.P., Bernard, G.R. 1999. Treating patient with severe sepsis. The New
England Journal of Medicine. Vol. 40: 207-215.

Anda mungkin juga menyukai