Anda di halaman 1dari 23

A.

Pengertian

Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh

dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering

menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai

dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif yang

disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Meski telah terjadi peningkatan

kecanggihan dari terapi antibiotik, insiden syok septik ini terus meningkat

selama 50 tahun terakhir, dengan angka kematian berkisar antara 40% sampai

90% (Rice,1991a dalam Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002). Syok

Septik adalah penyebab kematian utama dalam unit perawatan intensif (Bone,

dkk., 1992 dalam

Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002)

1
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas

yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma,

syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah

sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus

abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.

B. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis

Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang

diketahui infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga

berada pada risiko terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin

dan diawasi. Pada keadaan tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda :

1. Demam

2. Takikardia (>90 denyut/menit)

3. Takipnea (>20 kali/menit)

4. Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk

a. Perubahan status mental

b. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri

c. Peningkatan kadar laktat

d. Haluaran urine (<30ml/jam)

5. PaCO2 < 32 mmHg

6. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3

Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila

dikaitkan dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena

2
yang dini, penggantian cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen

esensial dalam penatalaksanaan pasien ini.

Pada pasien lansia, septik syok mungkin dimanifestasikan sebagai

tanpa ketidaknormalan atau tanda klinik yang membingungkan. Septik syok

dapat diperkirakan pada lansia yang menunjukkan konfusi yang tidak dapat

dijelaskan, takipnea atau hipotensi (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).

Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan

dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin <

0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi).

Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal,

mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal,

dan tekanan nadi yang melebar.

C. Penyebab

Invasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk

menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan

ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan yang disebut

syok septik. Beberapa organisme dapat mendatangkan respons yang lebih kuat

daripada yang lain. Pada pasien rawat inap, organisme gram negatif (mis.

Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, dan spesies Serratia, Pseudomonas

aeruginosa, spesies Proteus, Neisseria meningitidis, Bacteroides fragilis)

sering dikaitkan dengan syok septik dari pada organisme gram positif (misa. S.

Aureus, Streptococcus pneumoniae).

3
Organisme yang menyerang aliran darah selain endotoksin

(komponendinding sel dari organisme gram negatif) atau eksotoksin (toksin

yang dihasilkan oleh S. Aureus dan organisme lain). Reaksi sistem immun

terhadap toksin yang dikenali ini adalah kompleks dan bervariasi di antara

organisme yang berbeda (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi,

meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan

virus (Linda D.U, 2006)

D. Patofisiologi

Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok septik adalah

bakteri gram-negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti bakteri

gram positif dan virus juga dapat menyebabkan syok septik. Ketika

mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan respon

imun. Respons imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi

yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan

permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler,

dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang

mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini

menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena

perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan

kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya

hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler

4
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat

sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan

oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk

menggunakan oksigen karena toksin kuman.

Syok septik terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama, disebut

sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah

jantung dan vasodilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan

kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat.

Haluaran urine dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status

gastrointestinal mungkin terganggu seperti yang dibuktikan oleh mual,

muntah, atau diare.

Fase lanjut, disebut sebagai fase “dingin”atau hipodinamik, yang

ditandai oleh curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang

mencerminkan upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang

disebabkan oleh kehilangan volume intravaskular melalui kapiler. Pada fase

ini tekanan darah pasien turun, dan kulit dingin serta pucat. Suhu tubuh

mungkin normal atau dibawah normal. Frekuensi jantung dan pernapasan

tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan

organ multipel (Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002).

E. Pemeriksaan Penunjang

Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum. Pantau kadar darah (kadar

antibiotik, BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin, jumlah sel darah putih,

Rontgen.

5
Gambaran Hasil laboratorium :

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Hiperglikemia > 120 mg/dl

Peningkatan Plasma C-reaktif protein

Peningkatan plasma procalcitonin.

Serum laktat > 1 mMol/L

Creatinin > 0,5 mg/dl

INR > 1,5

APTT > 60

Trombosit < 100.000/mm3

Total bilirubin > 4 mg/dl

Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

6
6
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan

resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara

intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat.

Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi

cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan

kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral

(CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi

urin >0,5 ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi

Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat

disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi

maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat

keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan

curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan

menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke

jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,

mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang

mengalami iskemia.

Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya

meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen

dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.

8
2. Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian

cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu

dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis

respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan

darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan

ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu

diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena

jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.

Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai

tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin

perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan

perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu

misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan

dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik

teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih

mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah

secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90

mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8

mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8

mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat

9
digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8

mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase

(amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat

Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau

serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki

keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal

Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan

hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).

Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi

substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan

hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan

bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,

cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan

pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan

secara parenteral.

7. Kortikosteroid

Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi

insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan

keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali

10
selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan

mortalitas dibanding kontrol.

(Chen dan Pohan, 2007).

H. Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan

yang berkepanjangan

2. Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus

kapiler karena hipoksia

3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)

4. Perdarahan usus

5. Gagal hati

6. Gagal jantung

7. Kematian

I. Pengkajian

1. Data Fokus Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas Klien

Meliputi nama, No. RM, usia, status perkawinan, pekerjaan, agama,

pendidikan, suku, alamat rumah, sumber biaya, tanggal masuk RS,

diagnosa medis.

Identitas penanggungjawab

Meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pendidikan, dan

alamat.

11
b. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik

difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami

dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri

pasien.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di

anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity,

region, radiaton, severity scale dan time.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat pada masa sebelumnya. Pengkajian riwayat

ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang

dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya. Biasanya sebelumnya

mempunyai penyakit infeksi seperti pneumonia, dan lain-lain.

d) Riwayat Penyakit Keluarga

Genogram atau penyakit yang pernah diderita oleh anggota

keluarga yang mejadi faktor resiko, 3 generasi.

e) Riwayat psikososial dan spiritual

(1) Support sistem terdiri dari dukungan keluarga, lingkungan,

fasilitas kesehatan terhadap penyakitnya, mengkaji dampak

penyakit pasien pada keluarga dalam hal perawatan di

12
rumah, perubahan hubungan, masalah keuangan,

keterbatasan waktu dan masalah-masalah dalam keluarga.

(2) Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial sebelum dan

saat sakit.

(3) Sistem nilai kepercayaan sebelum dan saat sakit.

f) Lingkungan

Kaji lingkungan rumah dan pekerjaan dari kebersihan, polusi

dan bahaya.

g) Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit

Riwayat gizi dikaji untuk mengkaji asupan diet dan intoleransi

terhadap makanan serta makanan yang disukai. Kaji pola cairan,

pola eliminasi, insensible water loss, pola personal hygiene, pola

istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan, pola kebiasaan yang

mempengaruhi kesehatan.

J. Pemeriksaan fisik

Kaji keadaan umum dan kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,

TB/BB sebelum masuk RS dan saat di rawat di RS.

Airway

1. Yakinkan kepatenan jalan napas

2. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)

3. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan

4. Bawa segera mungkin ke ICU

13
Breathing

1. Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang

signifikan

2. Kaji saturasi oksigen

3. Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan

asidosis

4. Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask

5. Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada

6. Periksa foto thorak

Circulation

1. Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan

2. Monitoring tekanan darah, tekanan darah

3. Periksa waktu pengisian kapiler

4. Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar

5. Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel

6. Pasang kateter

7. Lakukan pemeriksaan darah lengkap

8. Siapkan untuk pemeriksaan kultur

9. Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang

dari 36oc

10. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum

11. Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

14
Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal

sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan

menggunakan AVPU. Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat

suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan

Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan

fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka

pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:

Penurunan fungsi ginjal

Penurunan fungsi jantung

Hyposia

Asidosis

Gangguan pembekuan

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) – tanda cardinal oedema

pulmonal.

Pemeriksaan fisik :

1) Sistem penglihatan : kaji posisi mata, kelopak mata, pergerakan bola mata,

konjungtiva, kornea, sklera, pupil, adanya penurunan lapang pandang,

penglihatan kabur, tanda-tanda radang, pemakaian alat bantu lihat dan

keluhan lain.

15
2) Sistem pendengaran : kaji kesimetrisan, serumen, tanda radang, cairan

telinga, fungsi pendengaran, pemakaian alat bantu, hasil test garpu tala.

3) Sistem wicara : kaji kesulitan atau gangguan bicara.

4) Sistem pernafasan : kaji jalan nafas, RR biasanya meningkat, irama,

kedalaman, suara nafas, batuk, penggunaan otot dan alat bantu nafas.

5) Sistem kardiovaskuler : kaji sirkulasi perifer (nadi (biasanya takikardia),

distensi vena jugularis, temperatur kulit biasanya dingin atau hipertemik,

warna kulit biasanya pucat, CRT, flebitis, varises, edema), sirkulasi jantung

(bunyi jantung, kelainan jantung, palpitasi, gemetaran, kesemutan, nyeri

dada, ictus cordis, kardiomegali, hipertensi).

6) Sistem neurologi : kaji GCS, gangguan neurologis nervus I sampai XII,

pemeriksaan reflek, kekuatan otot, spasme otot dan kebas/kesemutan.

7) Sistem pencernaan : kaji keadaan mulut, kesulitan menelan, muntah, nyeri

daerah perut, bising usus, massa pada abdomen, ukur lingkar perut, asites,

palpasi dan perkusi hepar, gaster; nyeri tekan, nyeri lepas, pemasangan

colostomi, pemasangan NGT.

8) Sistem imunologi : kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening.

9) Sistem endokrin : kaji nafas bebau keton, luka, exopthalmus, tremor,

pembesaran kelenjar thyroid, tanda peningkatan gula darah.

10)Sistem urogenital : kaji distensi kandung kemih, nyeri tekan, nyeri perkusi,

urine, penggunaan kateter dan keadaan genital. (jika sudah terjadi

kegagalan organ multipel yang menyerang ginjal biasanya nyeri pada

ginjal pada saat di palpasi dan perkusi)

16
11) Sistem integumen : kaji keadaan rambut, kuku, kulit.

12)Sistem muskuloskeletal : kaji keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang

gerak dan adanya kontraktur, kaji bagaimana pasien berfungsi, bergerak

dan berjalan; beradaptasi terhadap kelemahan atau palisis, tonus

otot/kekuatan otot.

K. Analisa Data

No. Symptom Etiologi Problem


1. DS : Infeksi masif oleh Gangguan
 Dispnea mikroorganisme : bakteri gram Pertukaran Gas
 Sakit kepala pada saat negatif/ bakteri gram positif/
bangun tidur virus
 Gangguan penglihatan
Pelepasan Endotoksin
DO :
 GDA tidak normal
Dilatasi arteriol/venula
 PH arteri tidak normal
 Ketidaknormalan
Vasodilatasi kapiler
frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan Permeabilitas kapiler meningkat
 Warna kulit tidak

17
normal Perpindahan eksudat plasma ke
 Gelisah intertisial
 Takikardia
 Napas cuping hidung
Oedema Ruang kapiler Alveoli

Penurunan Difusi O 2

Gangguan Pertukaran Gas

2. DS: perubahan sensasi Infeksi masif oleh Ketidakefektifan


mikroorganisme : bakteri gram Perfusi Jaringan
negatif/ bakteri gram positif/ Perifer
DO:
virus
- Daerah perifer pucat /
sianosis, Pelepasan Endotoksin
- Pengisian kapiler > 3
Dilatasi arteriol/venula
detik,
- Daerah perifer dingin Vasodilatasi kapiler
- Perubahan tekanan
Permeabilitas kapiler meningkat
darah pada ekstremitas
- Nadi arteri lemah
Perpindahan eksudat plasma ke
- Edema intertisial
- Perubahan suhu kulit
- Nadi lemah atau tidak Oedema Ruang kapiler Alveoli

teraba
Penurunan Difusi O 2

Gangguan Pertukaran Gas

Penurunan Saturasi O 2

Hipoksia jaringan

Ketidakefektifan Perfusi

18
Jaringan Perifer

3. DS : - Infeksi masif oleh Risiko


DO : mikroorganisme : bakteri gram Hipovolemia
- Pengisian kapiler negatif/ bakteri gram positif/
lambat virus
- pucat pada bagian
yang terkena. Pelepasan Endotoksin
- Penurunan/tak ada
nadi pada bagian Dilatasi arteriol/venula

distal yang cedera.


- Akral dingin Tekanan darah turun

Venous return turun

Stoke volume turun

Penurunan curah jantung

Kehilangan volume
intravaskular melalui kapiler

Risiko hipovolemia

4. DS :- Infeksi masif oleh Risiko Penurunan


mikroorganisme : bakteri gram Curah Jantung
DO : negatif/ bakteri gram positif/
 Gangguan frekuensi virus
dan irama jantung
 Gangguan preload : Pelepasan Endotoksin
edema, keletihan,
kenaikan BB. Dilatasi arteriol/venula
 Gangguan afterload :
Tekanan darah turun
kulit dingin dan
berkeringat, denyut

19
perifer menurun, Venous return turun
perubahan warna kulit.
 Gangguan
Stoke volume turun
kontraktilitas : batuk,
bunyi crackle Risiko penurunan curah jantung
 Perilaku/emosi :
ansietas, gelisah
5. Faktor Risiko : Infeksi masif oleh Risiko Infeksi
- Penyakit kronis mikroorganisme
- Penekanan sistem imun
- Ketidakadekuatan Port de’entri kuman
imunitas dapatan
Pertahanan primer/sekunder
- Pertahan primer tidak
tidak adekuat
adekuat (kerusakan
kulit, trauma jaringan, Risiko Infeksi
gangguan peristaltik)
- Pertahanan lapis kedua
tidak memadai
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Pengetahuan yang kurang
untuk menghindari
pajanan patogen
- Prosedur In vasif
- Malnutrisi
- Imonusupresi
- Kerusakan jaringan
- Trauma

20
21
148. DAFTAR

PUSTAKA

149.

150. Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam

Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,

Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp:

187-9

151. Sole, et al (2006). Introduction to critical care nursing. 4th Ed. St. Louis:

Elsevier.

152. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah

Brunner & Suddarth Vol.1 dan 3. Ed.8. Jakarta: EGC.

153. Wilkinson, Judith M. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan :

Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Ed.9. Jakarta :

EGC.

154.

155.

156.
157.

158.

159.

160.

38

Anda mungkin juga menyukai