Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN SEPSIS


DI RUANG NICU RSUP DR. SARDJITO

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:
Wulan Fitrianingrum
22/516340/KU/24768

PROGRAM NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN SEPSIS
A. PENGERTIAN SEPSIS
Sepsis adalah suatu kondisi yang jarang terjadi namun sangat berbahaya. Kondisi
ini terjadi akibat peradangan yang disebabkan oleh infeksi. Sepsis merupakan kondisi
serius karena dapat menyebabkan kegagalan organ vital tubuh seperti paru-paru dan
ginjal. Kondisi ini terjadi ketika tubuh mendeteksi adanya infeksi dan merespons dengan
peradangan. Peradangan tersebut kemudian menyebabkan pembekuan darah yang
menghambat aliran darah di arteri. Akibatnya, organ vital dalam tubuh tidak
mendapatkan nutrisi dan oksigen yang diperlukan. Pada kasus yang parah, sepsis dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis. Keadaan ini disebut sebagai syok
septik, yang bisa berakibat fatal, termasuk kematian. (Kemenkes, 2023)
Sepsis terjadi sebagai respons serius tubuh terhadap infeksi. Beberapa infeksi
yang sering menyebabkan sepsis meliputi pneumonia (infeksi paru-paru), infeksi saluran
kemih, infeksi kulit, dan infeksi saluran pencernaan. Beberapa jenis bakteri yang sering
diidentifikasi dalam infeksi yang berubah menjadi sepsis adalah Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, dan beberapa jenis Streptococcus. Pada dasarnya, sepsis dapat
menyerang siapa saja. Namun, beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi, seperti:
- Orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti penderita HIV/AIDS.
- Orang yang menjalani terapi autoimun.
- Penderita diabetes, meningitis kronis, pneumonia, usus buntu, atau infeksi saluran
kemih.
- Orang yang pernah menjalani pembedahan invasif.
Beberapa tanda sepsis yang dapat dikenali antara lain:
 Kebingungan atau kehilangan arah.
 Kesulitan bernapas atau bernapas dengan cepat.
 Detak jantung yang cepat.
 Demam, menggigil, atau merasa sangat dingin.
 Nyeri atau rasa tidak nyaman yang parah.
 Kulit lembap atau berkeringat.
 Produksi urin yang berkurang.
Syok septik dapat diidentifikasi melalui kondisi sepsis yang parah dengan tekanan
darah yang sangat rendah dan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan melalui infus.
Pada kasus syok septik, kemungkinan kematian mencapai 50%. (Kemenkes, 2023)
Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi, saat patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Rangkaian patofisiologi sepsis didasari terjadinya inflamasi sistemik yang melibatkan
berbagai mediator inflamasi. Terjadinya gangguan pada sistem koaglukosasi juga sangat
berperan dalam timbulnya berbagai komplikasi yang disebabkan oleh sepsis. Komplikasi
yang ditimbulkan oleh sepsis dapat berupa systemic inflammatory response syndrome
(SIRS), disseminated intravascular coaglukosation (DIC), renjatan septik dan gagal multi
organ.
Dalam praktik klinis, sering terjadi kendala pada aspek diagnosis sepsis. Hasil
kultur darah baru bisa didapatkan klinisi setelah beberapa hari perawatan, sedangkan
terapi empirik antimikroba perlu segera diberikan. Kultur hanya menunjukkan hasil
positif pada 30-50% sampel. Pada pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes
melitus, penyakit ginjal kronik, imunokompromais, serta pasien usia lanjut seringkali
manifestasi klinis sepsis tidak tampak, sehingga sepsis seringkali lolos terdiagnosis.
Ketelitian dan pengalaman klinisi sangat diperlukan dalam rangka diagnosis dan terapi
sepsis. (Kemenkes, 2017)

Sepsis neonatus adalah infeksi bakteri yang menyerang bayi dalam 28 hari
pertama setelah kelahiran. Penyakit ini adalah salah satu penyebab kematian utama bayi
baru lahir di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Penyebab utama sepsis
neonatus adalah bakteri yang masuk ke dalam tubuh bayi. Beberapa sumber infeksi
meliputi:
- Saluran Kelahiran: Bayi dapat terinfeksi saat melalui saluran kelahiran ibu yang
terinfeksi, seperti Streptococcus grup B atau Escherichia coli.
- Lingkungan Rumah Sakit: Bakteri di rumah sakit, seperti Staphylococcus aureus,
dapat menyebabkan sepsis pada bayi, terutama jika bayi prematur atau memiliki
gangguan kesehatan lainnya.
- Dari Ibu ke Bayi: Infeksi dapat ditularkan dari ibu ke bayi melalui plasenta atau saat
menyusui. Riwayat infeksi saluran kemih, demam, HIV/AIDS dari ibu (Kemenkes,
2023).
Gejala sepsis nenatus diantaranya adalah
 Demam atau Hipotermia (ketidakstabilan suhu tubuh): Bayi mungkin mengalami
suhu tubuh yang lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
 Lemas letargi: Bayi mungkin tampak lesu, tidak aktif, atau sulit dibangunkan.
 Kesulitan Bernapas: Napas bayi mungkin cepat atau dangkal.
 Pucat atau Sianosis: Kulit bayi bisa tampak pucat atau biru.
 Tidak Mau Menyusu: Bayi mungkin menolak ASI atau susu formula.
 Kuning pada Kulit: Dikenal juga sebagai ikterus, bisa menjadi tanda infeksi
(Kemenkes, 2023).
B. JENIS-JENIS SEPSIS
Berdasarkan waktu terinfeksinya, sepsis neonatorum pada bayi terbagi menjadi dua, yaitu
(Adrian, 2020):
1. Infeksi terjadi saat persalinan (early onset)
Sepsis neonatorum yang terjadi setelah persalinan disebabkan oleh infeksi bakteri
yang berasal dari tubuh ibu, seperti Group B Streptococcus (GBS), E.coli, dan
Staphylococcus. Infeksi ini dapat terjadi dalam waktu singkat, yaitu 24–72 jam
setelah persalinan. Selain bakteri, virus herpes simpleks (HSV) atau virus lainnya
juga bisa menyebabkan infeksi parah pada bayi yang baru lahir. Risiko sepsis
neonatorum jenis ini lebih tinggi jika bayi lahir prematur, infeksi plasenta dan air
ketuban, serta lahir dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini lebih dari 18 jam
sebelum persalinan.
2. Infeksi terjadi setelah persalinan (late onset)
Terjadi dalam jangka waktu 4–90 hari setelah bayi lahir. Kuman penyebab infeksi
ini sering kali berasal dari lingkungan, misalnya Staphylococcus aureus, Klebsiella,
dan Pseudomonas. Selain bakteri, jamur Candida juga dapat menyebabkan sepsis
pada bayi. Risiko terjangkit sepsis neonatorum tipe ini akan meningkat apabila bayi
menginap di rumah sakit dalam jangka waktu yang panjang, terlahir prematur, atau
terlahir dengan berat badan rendah (Adrian, 2020).
C. PATOFISIOLOGI SEPSIS
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri Gram negatif (60-70% kasus).
Staphylococci, pneumococci, streptococci, dan bakteri Gram positif lain lebih jarang
menimbulkan sepsis dengan angka kejadian antara 20-40% dari seluruh angka kejadian
sepsis. Jamur oportunistik, virus, atau protozoa juga dilaporkan dapat menimbulkan
sepsis dengan kekerapan lebih jarang.
Terdapatnya lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein yang merupakan
komponen utama dari membran terluar bakteri gram negatif berpengaruh terhadap
stimulasi pengeluaran mediator proinflamasi, kemudian menyebabkan terjadi inflamasi
sistemik dan jaringan. Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel kuman dilaporkan
juga dapat menstimulasi pelepasan sitokin, juga berperan penting dalam proses agregasi
trombosit. (Kemenkes, 2017)
Patogenesis sepsis diawali dengan adanya fokus infeksi jaringan sebagai
bakteriemia sekunder. Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif dan bakteri
gram positif. Bakteri gram negatif akan menstimulasi toksin dengan Lipopolisakaraida
(LPS) dan bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
Lipopolysaccharide binding protein (LBP). LBP yang berada dalam darah penderita akan
bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Reseptor) sebagai reseptor
transmembran dengan perantaraan reseptor CD14+ dan makrofag yang mengekspresikan
sebagai imunomodulator. Bila penyebabnya bakteri gram positif, maka eksotoksin akan
dikeluarkan. Eksotoksin, parasit dan virus dapat berperan sebagai superantigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell
yang ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC).
Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4 (Limfosit
Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor) (Lardo, 2012).
Proses dari tubuh selanjutnya adalah peran limfosit T mengeluarkan substansi Th1
yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu : IFN , IL-2 dan GM-CSF (Granulocyte
macrophage colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5,
IL-6 dan IL-10. IFN  merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF α yang
merupakan sitokin proinflamatori dan meningkat pada keadaan sepsis. Beberapa
penelitian sebelumnya mengungkapkan, peningkatan TNF α dan IL-1  berkorelasi
dengan tingkat keparahan penyakit terhadap kematian, tetapi disisi lain IL-2 dan TNF α
selain merupakan reaksi terhadap sepsis, dapat pula merusak endotel pembuluh darah. IL-
1  sebagai imunoregulator utama memiliki efek terhadap sel endotelial termasuk
didalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspressi
intracelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1). Sehingga netrofil yang telah tersensitisasi
oleh GM CSF akan mudah mengadakan adhesi, interaksi endotel dengan neutrofil.
Rangkaian lebih lanjut adalah : Adhesi netrofil dan endotel menstimulasi lisosim
menyebabkan dinding endotel lisis. Superoksidan dan radikal bebas yang dibawa netrofil
mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria dan siklus GMPs sehingga endotel menjadi
nekrosis dengan akibat kerusakan pembuluh darah yang diakhiri dengan terjadinya
gangguan vaskuler leak).
Menurut pendapat Bone dan Cohen pada kondisi tersebut sudah terjadi kelainan
organ multipel yang disebabkan oleh infeksi, inflamasi sistemik, sitokin mediator,
trombosis dan koagulasi pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan syok septik dan
berakhir dengan kematian. Pasien dengan kerusakan lebih dari tiga organ memiliki angka
kematian sangat tinggi. Dalam suatu penelitian, angka kematian syok septik adalah 72 %
dan 50 % penderita meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam, 30 % - 80 % penderita
dengan syok septik menderita ARDS (adult respiratory distress syndrome). Yang perlu
menjadi perhatian adalah penderita immunocompromise seperti diabetes melitus, sirosis
hati, gagal ginjal kronik dan usia lanjut. Kondisi tersebut lebih mudah menderita sepsis
dan umumnya sering terjadi komplikasi yang berat yaitu syok septik dan berakhir dengan
kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan
IL 10 sebagai sebagai sitokin anti inflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN  ,
TNF α dan fungsi APC. IL -10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan.
Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis
dapat dicegah (Lardo, 2012)
D. KOMPLIKASI SEPSIS
Sepsis dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang serius dan bahkan
mengancam nyawa. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat sepsis meliputi:
1. Syok septik: Syok septik adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara drastis
dan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan melalui infus. Ini adalah komplikasi
yang paling serius dan mengancam nyawa dalam sepsis.
2. Gagal organ: Sepsis dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti
paru-paru, ginjal, hati, jantung, atau otak. Akibatnya, organ-organ ini tidak dapat
berfungsi dengan baik atau bahkan mengalami kegagalan total.
3. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS): ARDS adalah komplikasi yang terjadi
ketika paru-paru mengalami kerusakan parah dan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Ini mengakibatkan kesulitan bernapas dan kekurangan oksigen dalam tubuh.
4. Gangguan pembekuan darah: Sepsis dapat mempengaruhi proses pembekuan darah,
yang dapat mengakibatkan pembekuan darah yang berlebihan atau koagulopati
diseminata intravaskular (DIC), di mana darah sulit membeku dan dapat
menyebabkan pendarahan atau gumpalan darah yang berbahaya.
5. Kehilangan anggota tubuh: Dalam kasus yang ekstrem, sepsis yang parah dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas dan nekrosis (kematian jaringan), yang
mungkin memerlukan amputasi anggota tubuh yang terinfeksi.
6. Gangguan mental dan neurologis: Sepsis dapat mempengaruhi fungsi otak dan sistem
saraf, menyebabkan gangguan kognitif, kebingungan, gangguan memori, atau bahkan
koma.
7. Gangguan ginjal: Sepsis dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan menyebabkan
gagal ginjal akut. Dalam beberapa kasus, dialisis atau transplantasi ginjal mungkin
diperlukan.
8. Gangguan jantung: Sepsis dapat menyebabkan peradangan pada jantung dan
mempengaruhi fungsi jantung, termasuk gagal jantung (Kemenkes, 2023).
E. PENATALKSANAAN MEDIS
Pemberian antibiotik merupakan salah satu terapi utama yang harus diberikan
pada kasus infeksi bakteri. Antibiotik didefinisikan sebagai suatu substansi yang
dihasilkan dari berbagai jenis mikroorganisme seperti jamur dan bakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Era antibiotik modern dimulai
dengan ditemukan sulfanilamid pada tahun 1937 dan penisilin pada tahun 1941.
Seiring tingginya angka kejadian infeksi maka penggunaan antibiotik menjadi luas.
Pemberian antibiotik tidak rasional merupakan suatu faktor risiko tersendiri bagi
munculnya karakteristik bakteri baru. Dalam penggunaan antibiotik rasional, terdapat
3 aspek yang saling berkaitan erat, yaitu (Kemenkes, 2017):
1. Aspek antibiotik
Perlu diperhatikan aspek farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
Efek farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Sementara itu, pada aspek farmakodinamik antibiotik dibagi menjadi dua, yaitu:
antibiotik yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
mikroorganisme) dan antibiotik yang bersifat bakterisidal (membunuh
mikroorganisme).
2. Aspek pejamu
Beberapa aspek pejamu yang perlu diperhatikan dalam pemberian
antibiotik antara lain derajat infeksi intensitas infeksi, tempat infeksi, usia, berat
badan, faktor genetik dan penyakit komorbid, status imun, kehamilan atau laktasi,
riwayat alergi dan faktor sosial ekonomi. Adanya berbagai komorbid pada pejamu
seringkali juga menyebabkan menurunnya efikasi dan adekuasi terapi antibiotik,
sehingga juga merupakan sebuah faktor risiko terjadi resistensi antibiotik. Hal
yang perlu diperhatikan pada aspek pejamu adalah sebagai berikut:
a. Kelompok pejamu dengan status imun rendah (faktor risiko internal), antara
lain adalah:
o Pasien dengan penyakit kronik, seperti diabetes melitus, penyakit
ginjal kronik, sirosis hati, dan sebagainya.
o Pasien dengan penyakit keganasan.
o Pasien dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
o Pasien malnutrisi.
o Pasien geriatri (lanjut usia).
b. Kelompok pejamu dari lingkungan rentan infeksi (faktor eksternal), antara
lain:
o Pasien dirawat inap di rumah sakit dalam waktulama.
o Pasien menjalani rawat inap di ruang perawatan intensif.
o Pasien dengan instrumentasi/pengguna peralatan kedokteran, seperti
dialisis peritoneal, kateter urin, trakeostomi, dan sebagainya.
o Pasien sosial ekonomi rendah dari komunitas higiene buruk.
o Kelompok individu di komunitas yang tinggal bersama dengan pasien
terinfeksi bakteri.
3. Aspek bakteri
Bakteri penyebab infeksi merupakan faktor penting dipertimbangkan untuk
menentukan terapi kausatif. Studi epidemiologi mengenai pola sensitivitas dan
resistensi bakteri merupakan hal sangat penting dilakukan guna kebijakan
pemberian terapi antibiotik empiris. Terapi antibiotik perlu diberikan segera
setelah diagnosis sepsis ditegakkan dengan menggunakan strategi deeskalasi,
yaitu dimulai dengan pemberian antibiotik empiris kemudian disesuaikan atau
dihentikan sesuai dengan respons klinis atau hasil kultur. Terapi antibiotik empiris
yakni pemberian antibiotik spektrum luas dapat diberikan baik secara tunggal
maupun kombinasi, dapat memiliki spektrum terhadap berbagai kemungkinan
kuman penyebab berdasarkan sindrom klinis dan pola kuman yang telah
dikumpulkan sebelumnya (antibiogram). Contoh antibiotik spektrum luas untuk
terapi empiris adalah golongan karbapenem, sefalosporin generasi 4, piperacilin
tazobactam. Obat-obat tersebut dapat diberikan secara tunggal atau
dikombinasikan dengan golongan kuinolon anti-pseudomonas (siprofloksasin,
levofloksasin) atau aminoglikosida. Antibiotik yang bersifat bakterisiostatik tetap
dapat digunakan, tergantung pada infeksi penyebab sepsis. Contoh: makrolida
dapat diberikan pada pasien sepsis yang disebabkan pneumonia atipikal.
Antibiotik empiris diberikan dosis optimal sesuai dengan panduan, dengan
memperhatikan fungsi organ, keamanan dan ketersediaan. Antibiotik perlu
diberikan minimal selama 7 hari (Kemenkes, 2017).

Bila bayi menderita sepsis neonatorum, pengobatan harus dimulai secepat


mungkin. Bayi dengan sepsis neonatorum perlu mendapat perawatan dan evaluasi
ketat di rumah sakit. Tak jarang, bayi yang terkena sepsis neonatorum perlu
menjalani perawatan di ruang ICU bayi atau NICU.
Selama dirawat di rumah sakit, bayi yang terkena sepsis neonatorum akan
diberikan antibiotik dan dipantau ketat oleh dokter. Pemberian antibiotik dapat
dilakukan selama 7–10 hari, jika tidak ditemukan pertumbuhan kuman pada
pemeriksaan kultur darah atau cairan otak.
Jika ditemukan bakteri dalam pemeriksaan oleh dokter anak, antibiotik
dapat diberikan hingga 3 minggu. Sementara itu, jika sepsis neonatorum
disebabkan oleh virus HSV, bayi akan diberi obat antivirus acyclovir.
Selain diberi obat-obatan, dokter juga akan memantau tanda-tanda vital
dan tekanan darah bayi, serta melakukan pemeriksaan darah lengkap. Jika suhu
tubuh bayi tidak stabil, ia bisa dimasukkan ke dalam inkubator.
Sepsis neonatorium adalah kondisi serius dan masih menjadi salah satu
penyebab utama kematian pada bayi. Oleh karena itu, ibu perlu melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin ke dokter atau bidan
Selain itu, pastikan ibu dibantu oleh tenaga kesehatan yang profesional
saat menjalani persalinan. Dengan pemeriksaan dan penanganan sedini mungkin,
bayi akan tercegah dari risiko sepsis neonatorum (Adrian, 2020).
F. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
- Risiko Syok
- Ketidakefektifan pola nafas
- Risiko infeksi
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Risiko Syok (00205) Keparahan Syok Sepsis (0421) Pencegahan Syok
Definisi: rentan mengalami Indikator A T - Monitor terhadap adanya
ketidakcukupan aliran darah ke Penurunan tekanan 1 5 respon kompensasi awal
jaringan tubuh, yang dapat darah syok
mengakibatkan disfungsi seluler Meningkatnya suhu 1 5 - Monitor terhadap adanya
yang mengancam nyawa, yang tubuh tanda respon sindroma
dapat mengganggu kesehatan Penurunan kesadaran 1 5 inflamasi sistemik
Kondisi terkait: Meningkatnya laju nafas 1 5 - Monitor terhadap tanda
- Hipotensi 1 : berat awal reaksi alergi
- Hypovolemia 5 : tidak ada - Monitor terhadap tanda
- Hipoksemia awal penurunan fungsi
- Hipoksia jantung
- Infeksi - Monitor kemungkinan
- Sepsis penyebab kehilangan cairan
- Sindrom respon inflamasi - Monitor kondisi
sistemik (SIRS)
2. Ketidakefektifan pola nafas Status pernafasan (0415) Terapi oksigen (3320)
(00032) Indikator A T - Bersihkan mulut, hidung,
Definisi: inspirasi dan atau Frekuensi pernapasan 1 5 dan sekresi dengan tepat
ekspirasi yang tidak memberi Kepatenan jalan nafas 1 5 - Pertahankan kepatenan jalan
ventilasi adekuat Saturasi oksigen 1 5 nafas
Batasan karakteristik : Retraksi dinding dada 1 5 - Monitor status respirasi dan
- Pola napas abnormal Penggunaan otot bantu 1 5 oksigenasi
- Bradypnea pernafasan - Beri posisi ventilasi
- Dispnea 1 : sangat berat maksimal
- Cuping hidung 5 : tidak ada - Amati tanda-tanda
- Otot bantu pernapasan hipoventilasi
Faktor berhubungan : - Monitor efektivitas terapi
- Hhiperventilasi oksigen dengan tepat
- Keletihan
- Nyeri
Kondisi terkait :
- Sindrom hipoventilasi
- Imaturitas neurologis
- Gangguan muskuloskeletal
3. Risiko infeksi (00004) Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540)
Definisi: rentan pada invasi dan Indikator A T Aktivitas:
multiplikasi organisme patogenik Kemerahan 1 5 - Bersihkan lingkungan
yang dapat mengganggu kesehatan Nyeri 1 5 dengan baik
Faktor risiko : Konjungtivitas 1 5 - Batasi jumlah pengunjung
- Kesulitan mengelola Peningkatan jumlah sel 1 5 - Ajarkan pasien dan keluarga
perawatan luka darah putih cuci tangan yang benar
- Kerusakan integritas kulit Letargi 1 5 - Jaga lingkungan aseptik
- Kurang hygiene lingkungan Hilang nafsu makan 1 5 yang benar
- Kurang pengetahuan Sakit kepala 1 5 - Dorong intake cairan yang
menghindari pajanan 1: berat sesuai
patogen 5: tidak ada - Ajarkan cara batuk yang
Kondisi terkait: benar
- Ajarkan pasien dan keluarga
- Pecah ketuban lambat tanda gejala infeksi yang
- Pecah ketuban dini harus diperhatikan
- Anemia
- Prose persalinan
H. DAFTAR PUSTAKA
Adrian, K. (2020). Mengenal sepsis neonatorium, infeksi darah pada bayi baru lahir.
Bulechek, Gloria M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam.
Indonesia: Moco Media.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2018-2020. Philadelphia: NANDA International
Kementerian kesehatan RI. (2017). Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata
laksanan sepsis.
Kementerian kesehatan RI. (2023). Sepsis.
Kementerian kesehatan RI. (2023). Sepsis neonatus.
Lardo, S. (2012). Diagnosis dan penatalaksanaan sepsis.
Moorhead, Sue. (2016). Nursing Outcomes Clasification (NOC) Edisi Kelima. Indonesia:
Moco Media

Anda mungkin juga menyukai