Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN SEPSIS NEONATORUM RUMAH SAKIT DAERAH RUANG PERIN


dr. SOEBANDI
KABUPATEN JEMBER

NAMA : BAGUS ZULFANNA ADITYA ARVEO

NIM :2201031035

PROGRAM STUDI NERS UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH JEMBER
2022

6
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sepsis Neonatorum

1. Definisi sepsis neonatorum

Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) adalah infeksi aliran darah yang bersifat

invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah,

cairan sum-sum tulang atau air kemih yang terjadi pada bulan pertama kehidupan

(Kosim, 2014). Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians/

Society of Critical Care Medicine(ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan

definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan penyakit

anak (Cunningham et al., 2012).Istilah atau definisi tersebut antara lain (Kosim,

2014):

a. Sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

Respons Syndrome - SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur,

ataupun parasit.

b. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ

kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain

(seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).

c. Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun telah

mendapatkan cairan adekuat.

d. Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi

mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih

organ tubuh.

7
2. Faktor risiko

Menurut Kosim (2014), pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokkan

menjadi:

a. Faktor Ibu:

1) Persalinan dan kelahiran kurang bulan.

2) Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.

3) Korioamnionitis.

4) Demam intrapartum pada ibu (≥38,4oC).

5) Infeksi saluran kencing pada ibu.

6) Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu yang rendah.

b. Faktor Bayi:

1) Asfiksia perinatal.

2) Berat badan lahir rendah.

3) Bayi kurang bulan.

4) Kelainan bawaan.

Semua faktor di atas sering dijumpai dalam praktik sehari-hari dan sampai saat ini

masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor

penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan

dalam dekade terakhir ini (Kosim, 2014).

3. Klasifikasi sepsis neonatorum

Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu Sepsis Neonatorum

Awitan Dini (SNAD) dan Sepsis Neonatorum Awitan Lanjut (SNAL). Pada awitan

dini kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari).

Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu

selama

8
persalinan atau kelahiran. Berlainan dengan kelompok awitan dini, penderita awitan

lambat terjadi disebabkan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan di sekitar

bayi setelah hari ke-3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan

transmisi horizontal dan termasuk didalamnya ada infeksi nosokomial. Selain

perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam

kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis, gambaran klinis ataupun

penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan

sepsisnya dikenal dengan cascade sepsis (Kosim, 2014).

4. Etiologi sepsis neonatorum

Mikroorganisme penyebab sepsis: organisme penyebab sepsis primer berbeda

dengan sepsis nosokomial.Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Group B

(GBS), bakteri usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria

monocytogenes,Stafilokokus,Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), bakteri

anaerob, dan Haemophilus influenzae. Bakteri penyebab sepsis neonatorum di RSUP

Sanglah Denpasar didominasi oleh bakteri gram negative (68,3%), terbanyak adalah

Sertatia marcescens (23,5%). Bakteri gram positif didapatkan proporsi sebesar 31,7%

terdiri dari Staphylococcus coagulase positive (16,4%), Staphylococcus coagulase

negative (10,2%) dan Strepcococcus viridans (4,6%) (Kardana, 2011).

5. Manifestasi klinis sepsis neonatorum

Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan

tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan

diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,

penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses

9
penyakit infeksi (misalnya infeksi TORCH = Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo

Virus, Herpes) (Kardana, 2011).

6. Patofisiologi sepsis neonatorum

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi

mikroorganisme karena telah terlindungi oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta,

selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.

Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai

jalan yaitu salah satunya pada ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina

akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke

dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan

ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan

meningkat apabila ketuban pecah lebih dari 18-24 jam (Kosim, 2014).

Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan

dalam (Kardana, 2011):

a. Sepsis dini : terjadi pada 0-3 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih

mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intra partum, atau melalui

saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal.

Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti Treponema, Virus, Listeria dan Candida,

transmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya

mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban,

mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asendens

dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya

khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi kemudian teraspirasi oleh

janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan.

Adanya vernix atau

10
mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat

terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit,

nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini

mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak

dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka

kematian tinggi. Insiden syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan

morbiditas kecacatan saraf.

b. Sepsis lambat : umumnya terjadi setelah bayi berumur 4 hari atau lebih mudah

menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri penyebab sepsis dan meningitis,

termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar

manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di sini transmisi horizontal

memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-

20%namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi,

disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.

7. Diagnosis sepsis neonatorum

Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan

prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan

hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu,

diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala

sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL.

Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi

berat pada BBL. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat

dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam

menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain (Kosim, 2014):

11
a. Faktor risiko

b. Gambaran klinik

c. Pemeriksaan penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah

satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis

pasien. Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita

pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan

atau kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut

sepsis neonatal. Berlainan dengan sepsis awitan dini, pada pasien awitan lambat,

infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien (Kosim,

2014).

Diagnosis dini sepsis merupakan faktor penentu dalam keberhasilan

penatalaksanaan sepsis neonatal (Kosim, 2014).Salah satu upaya yang dilakukan

akhir- akhir ini dalam menentukan diagnosis dini sepsis adalah pemeriksaan

biomolekuler. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu

lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar di Inggris,

pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium untuk

mendeteksi kuman tertentu antara lain N.meningitidis dan S.pneumoniae. Selain

manfaat untuk deteksi dini, Polymerase Chain Reaction (PCR) mempunyai

kemampuan pula untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatal (Kosim, 2014).

8. Pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum

Pemeriksaan laboratorium neonatus tersangka sepsis awitan dari darah perifer

lengkap, hitung jenis, dan biakan darah. Pada umumnya ditemukan peningkatan

leukosit yang didominasi oleh sel PMN, penurunan leukosit (<5000/μL), leukositosis

(>30.000/μL), trombositopenia (<100.000/μL), dan neutropenia absolut (PMN

12
<1500).Saat ini beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda klinis yang

sesuai dengan infeksi disertai nilai CRP >10 mg/dl cukup untuk menegakkan

diagnosis sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat pada sepsis neonatorum.

Sebaliknya, untuk menentukan kriteria standar yang seragam pada sepsis, beberapa

peneliti menggabungkan antara nilai CRP>10 mg/dl dengan rasio neutrofil imatur

terhadap netrofil total (IT ratio) ≥0,25 sebagai kriteria untuk pemberian antibiotic

meskipun belum ditemukan gejala sepsis (Kosim, 2014).

9. Penatalaksanaan sepsis neonatorum

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal.

Pemberian antibiotika empiris harus memperhatikan pola kuman penyebab tersering

ditemukan diklinik tadi. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi

kuman. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai

disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya (Kosim, 2014).

Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik

kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang

mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai

sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negative (Kosim,

2014).

a. Tatalaksana Komplikasi (Kardana, 2011):

1. Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan

pemberian oksigen atau kemudian dengan ventilator.

2. Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah

syok dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan

darah). Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin.

13
3. Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time memanjang,

tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan FFP 10 ml/kg, vit K, suspensi

trombosit, dan kemungkinan transfusi tukar. Apabila terjadi neutropenia, diberikan

transfusi neutrofil.

4. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri Fenobarbital (20mg/kg loading dose)

dan monitor timbulnya Syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon (SIADH),

ditandai dengan ekskresi urin turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya

berat jenis urin dan osmolaritas.

5. Metabolik: monitor dan terapi hipoglikemia dan hiperglikemia. Koreksi

asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah

berkembang sangat pesat dengan ditemukannya berbagai jenis globulin hiperimun,

antibodi monoklonal untuk patogen spesifik penyebab sepsis neonatal.

10. Pencegahan sepsis neonatorum

Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai menderita

korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan, persalinan yang cepat bagi

bayi baru lahir, dan kemoprofilaksis intrapartum selektif nampak dapat menurunkan

tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bayi baru lahir. Pencegahan infeksi

nosokomial neonatus ini kompleks dan meliputi mencuci tangan 2 menit sebelum

memasuki ruangan perawatan, 15 detik mencuci tangan selang setiap penderita,

memastikan pakaian perawat dan residen bersih. Jumlah staf perawat yang cukup,

penghindaran keadaan penuh sesak (Behrman, 2015).

14
3. Pohon Masalah Infeksi bakteri, virus, dan jamur

Faktor risiko ibu Penularan patogen dari Faktor risiko anak


lingkungan sekitar
Pecahnya ketuban yang Bakteriuria yang tidak Kolonisasi Premature BBLC
berkepanjangan >18 diobati selama masa bakteri seperti
jam kehamilan GBS
SEPSIS
Peningkatan kemungkinan Transmisi langsung
penularan bakteri ke janin selama persalinan

Tranmisi ventrikel dari seluran Kontaminai air Bakterimia


kelamin bagian bawah ke uterus ketuban janin

Sistem Muskuloskeletal Sistem Pencernaan Sistem Imunitas Sistem Kardiovaskuler Sistem Pernapasan Sistem Endokrin

Proses inflamasi Risiko terjadi Transmisi antibodi- Proses inflamasi Aliran darah kapiler Septikimia dan
perforasi lambung plasenta terganggu ke paru terganggu Viremia
Pelepasan mediator Pelepasan mediator
kimia Lambung tidak dapat kimia Perubahan
Penurunan imunitas Melepaskan IL-1 dan
mencerna dengan pada neonatus membran kapiler prostaglandin
Vasodilatasi adekuat Vasodilatasi alveolar
pembuluh darah pembuluh darah Dyspnea
Risiko Infeksi Perubahan set point
Terjadi penumpukan hipotalamus anterior
Terjadi hipoksia jaringan Berisiko terjadinya Pola napas tidak
susu dalam lambung
anastomosis arteri vena efektif
Kelemahan otot Mencul reflek refluks Termoregulasi
Aliran darah rendah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah tidak efektif
Gg. Mobilitas Fisik
Mual-muntah
↓ konsentrasi Hb Hipoglikemia Hipotermia Hipertermia
Defisit Nutrisi
Perfusi Perifer Tidak Peningkatan kebutuhan
Pengolahan glukosa ↑
Efektif metabolisme
Risiko Gg.
Petumbuhan
4. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, suku/bangsa,
status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah
sakit, dan tanggal pengkajian.
1. Nama dan jenis kelamin
Sepsis bisa terjadi pada anak laki-laki dan perempuan.
2. Umur dan tanggal lahir
Sepsis lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih muda dan anak dengan
komorbiditas yang mengakibatkan keadaan defisiensi imunitas, seperti
keganasan, transplantasi, penyakit kronis, dan kelainan jantung bawaan.

b. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa medik Sepsis
2. Keluhan Utama
Demam dan tampak lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Hipertermia, tampak lemas dan tampak sakit. Selain itu, tampak dispnea
dan terdapat retraksi dinding dada.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan.
2. Pola Eliminasi
Klien dengan sepsis biasanya mengalami gejala traktus gastrointestinal (diare,
distensi abdomen dan muntah)
3. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien bergantung total dan klien tampak lemas.
4. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan sepsis kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena
klien dispnea
5. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan sepsis biasanya masih tetap sadar
atau sampai kehilangan kesadaran.

16
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien dalam kondisi compos mentis sampai koma, lemah, gelisah, suhu tubuh
meningkat.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan sepsis juga sama dengan klien lainnya pemeriksaan TTV
meliputi pemeriksaan nadi, pola pernapasan, dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
dibagian kepala.
b) Mata
Inspeksi : anemis (+). Klien tampak pucat
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada
kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga, terdapat pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, lidah kotor
Palpasi : tidak ada masalah.
Auskultasi : terdapat suara mengorok dan merintih
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada
Inspeksi : terdapat tarikan dinding dada, pernafasan tidak teratur
Palpasi : dada simetris , tidak ada lesi
17
h) Abdomen
Inspeksi : Hepatomegali
Palpasi : terdapat distensi abdomen,
i) Ekstremitas
Klien tampak lemas
j) Kulit dan kuku
Kulit lembab dan dingin, klien sianosis, CRT> 2 detik, terdapat ruam dan
ptekie pustula dan lesi atau herpes.
k) Keadaan lokal
Klien bisa saja koma, Hipotensi, hipertermia (jarang) atau hipotermia
(umum), takikardia, bradikardi, kejang, pernafasan tidak teratur.

5. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
b. Hipertermia
c. Defisit nutrisi
d. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
e. Risiko gangguan pertumbuhan
f. Perfusi perifer tidak efektif
g. Risiko infeksi
h. Gangguan mobilitas fisik

18
6. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipertermia Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x Manajemen Hipertermia (I.15506)
(D.0130) 24 jam maka hipertermia dapat diatasi kriteria Observasi
hasil : 1. monitor suhu tubuh
Termoregulasi (L.14134) 2. Identifikasi penyebab hipertermia
1. Kejang menurun Terapeutik
2. Takikardi membaik 3. longgarkan pakaian klien
3. Suhu tubuh membaik 4. berikan cairan oral
4. Suhu kulit membaik Kolaborasi
5. Tidak pucat 5. berikan cairan dan elektrolit intravena
6. kolaborasi pemberian antipiretik
2. Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
efektif (D.0005) x 24 jam diharapkan pola napas membaik 1. Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas
Pola Napas (L.01004) 3. Monitor sputum
1. Dispnea menurun 4. Identifikasi kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu napas menurun 5. Posisikan sniffing position
3. Pernapasan cuping hidung menurun 6. Berikan terapi oksigen
4. Frekuensi napas membaik. Pemantaun Respirasi ( I. 01014)
1. Identifikasi pernafasan
2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman nafas
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Monitor nilai AGD
5. Monitor TTV
Terapi Oksigen
(I.01026)
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Berikan terapi oksigen yang sesuai
3. Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Nutrisi I.03119 hal 200
(D.0019) 24 jam diharapkan defisit nutrisi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi makanan yang disukai
1. Diare membaik 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang OGT
2. Berat badan membaik 4. Monitor asupan makanan
3. Nafsu makan membaik 5. Monitor berat badan
4. IMT normal 6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Kolaborasi
11. 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
4. Risiko gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 Manajemen Nutrisi (1.03119)
Pertumbuhan x 24 jam diharapkan risiko ganguan 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0107) pertumbuhan membaik dengan kriteria hasil : 2. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Status Pertumbuhan (L.10102) 3. monitor asupan makanan
1. BB sesuai usia 4. monitor berat badan
2. Kecepatan pertambahan berat badan 5. Monitor pemeriksaan laboratorium
3. IMT normal 6. kolaborasi dengan ahli gizi.
4. Asupan nutrisi membaik
5. Perfusi perifer tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Tranfusi darah (I.02089)
efektif (D.0009) 24 jam diharapkan perfusi perifer tidak efektif Observasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
Perusi perifer (L.02011) tranfusi
1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Monitor reaksi selama tranfusi
2. Warna kulit pucat menurun Terapeutik
2. Pengisian kapiler membaik 3. Lakukan pengecekan ganda pada label darah
3. Akral membaik 4. Periksa kepatenan akses intravena
5. Berikan NaCl 0,9% 50-100 ml sebelum tranfusi
6. Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Pencegahan Infeksi (I. 14539)
(D.0142) 24 jam diharapkan perfusi resiko infeksi dapat Observasi
teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Tingkat infeksi (L.14137) sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Bengkak menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Kadar sel darah putih membaik 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Achadi E. L. “Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia.” Rakerkesnas, Banten:


Kementrian Kesehatan RI, 13 Februari 2019.
Arisqan, F. S. 2021. Analisis Faktor Risiko Sepsis Neonatorium di Indonesia. Jurnal
Medika Hutama. 2(2): 469-474.
Butalova, Y. Y., Maltabarova, N. A., Zhumabayey, M. B., Li, T. A., dan Ivanova, M. P.
2020. Modern Diagnostics of Sepsis and Septic Shock in Children. Maced J Med
Sci. 8(F): 218-225.
Pairunan. Runtunuwu. Praevilia. 2016. Hubungan Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap
Pada Anakdengan Sepsis. Jurnal e-Clinic. 4(1):76-81.
Peshimam, N., dan Nadel, Simon. 2021. Sepsis in Children: State-of- the-Art
Treatment. Ther Adv Infectious Dis. (8): 1-11.
Rezeki, S., Hadinegoro, Alex, C., dan fatah. 2016. Konsensus Diagnosis Dan Tata
Laksana Sepsis Pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Siahaan, A. E., Silaen, J. C., dan Simanjuntak, L. J. Gambaran Profil Hematologi dalam
24 jam Pertama pada Pasien Sepsis di Unit Neonatus RSUD dr. Pirngadi Medan
tahun 2017-2018.
Surahmi. 2016. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) yang
Langsung Diperiksa dengan Ditunda Selama 1 Jam dan 2 Jam di Rumah Sakit
Santa Anna Kota Kendari. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kendari.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan Perawat Nasional Indonesia.
World Health Organization. WHO Sepsis Technical Expert Meeting. 2018. Wulandari,
dan Anindita, S. M. P. Perkembangan Diagnosis Sepsis pada Anak. Sari Pediatri.
19(4): 237-244.
Yustika, G., Jalaluddin, S., dan Annisha, F. H. 2020. Analisis Parameter Leukosit dalam
Diagnosis Awal Sepsis Neonatorum Awitan Dini Di Rsia Ananda Makassar.
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 13(2): 204-214. NJM. 6(2): 44-48.

22

Anda mungkin juga menyukai