NIM :2201031035
6
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sepsis Neonatorum
Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) adalah infeksi aliran darah yang bersifat
invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah,
cairan sum-sum tulang atau air kemih yang terjadi pada bulan pertama kehidupan
(Kosim, 2014). Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians/
definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan penyakit
anak (Cunningham et al., 2012).Istilah atau definisi tersebut antara lain (Kosim,
2014):
Respons Syndrome - SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit.
kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain
c. Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun telah
d. Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi
mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih
organ tubuh.
7
2. Faktor risiko
Menurut Kosim (2014), pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokkan
menjadi:
a. Faktor Ibu:
3) Korioamnionitis.
b. Faktor Bayi:
1) Asfiksia perinatal.
4) Kelainan bawaan.
Semua faktor di atas sering dijumpai dalam praktik sehari-hari dan sampai saat ini
masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan
Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu Sepsis Neonatorum
Awitan Dini (SNAD) dan Sepsis Neonatorum Awitan Lanjut (SNAL). Pada awitan
dini kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari).
Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu
selama
8
persalinan atau kelahiran. Berlainan dengan kelompok awitan dini, penderita awitan
bayi setelah hari ke-3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan
perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam
Sanglah Denpasar didominasi oleh bakteri gram negative (68,3%), terbanyak adalah
Sertatia marcescens (23,5%). Bakteri gram positif didapatkan proporsi sebesar 31,7%
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan
tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan
diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,
penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses
9
penyakit infeksi (misalnya infeksi TORCH = Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo
mikroorganisme karena telah terlindungi oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta,
selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.
jalan yaitu salah satunya pada ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina
akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke
dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan
meningkat apabila ketuban pecah lebih dari 18-24 jam (Kosim, 2014).
a. Sepsis dini : terjadi pada 0-3 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intra partum, atau melalui
saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal.
mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asendens
dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya
khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi kemudian teraspirasi oleh
janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan.
10
mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat
terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit,
nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini
mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak
dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka
kematian tinggi. Insiden syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan
b. Sepsis lambat : umumnya terjadi setelah bayi berumur 4 hari atau lebih mudah
menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri penyebab sepsis dan meningitis,
termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar
memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-
20%namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi,
hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu,
diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala
sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL.
Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi
berat pada BBL. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat
dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam
11
a. Faktor risiko
b. Gambaran klinik
c. Pemeriksaan penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah
satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis
pasien. Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita
pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan
atau kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut
sepsis neonatal. Berlainan dengan sepsis awitan dini, pada pasien awitan lambat,
infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien (Kosim,
2014).
akhir- akhir ini dalam menentukan diagnosis dini sepsis adalah pemeriksaan
lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar di Inggris,
pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium untuk
kemampuan pula untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatal (Kosim, 2014).
lengkap, hitung jenis, dan biakan darah. Pada umumnya ditemukan peningkatan
leukosit yang didominasi oleh sel PMN, penurunan leukosit (<5000/μL), leukositosis
12
<1500).Saat ini beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda klinis yang
sesuai dengan infeksi disertai nilai CRP >10 mg/dl cukup untuk menegakkan
diagnosis sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat pada sepsis neonatorum.
Sebaliknya, untuk menentukan kriteria standar yang seragam pada sepsis, beberapa
peneliti menggabungkan antara nilai CRP>10 mg/dl dengan rasio neutrofil imatur
terhadap netrofil total (IT ratio) ≥0,25 sebagai kriteria untuk pemberian antibiotic
ditemukan diklinik tadi. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi
kuman. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai
sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negative (Kosim,
2014).
syok dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan
13
3. Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time memanjang,
transfusi neutrofil.
4. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri Fenobarbital (20mg/kg loading dose)
ditandai dengan ekskresi urin turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya
asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah
bayi baru lahir, dan kemoprofilaksis intrapartum selektif nampak dapat menurunkan
tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bayi baru lahir. Pencegahan infeksi
nosokomial neonatus ini kompleks dan meliputi mencuci tangan 2 menit sebelum
memastikan pakaian perawat dan residen bersih. Jumlah staf perawat yang cukup,
14
3. Pohon Masalah Infeksi bakteri, virus, dan jamur
Sistem Muskuloskeletal Sistem Pencernaan Sistem Imunitas Sistem Kardiovaskuler Sistem Pernapasan Sistem Endokrin
Proses inflamasi Risiko terjadi Transmisi antibodi- Proses inflamasi Aliran darah kapiler Septikimia dan
perforasi lambung plasenta terganggu ke paru terganggu Viremia
Pelepasan mediator Pelepasan mediator
kimia Lambung tidak dapat kimia Perubahan
Penurunan imunitas Melepaskan IL-1 dan
mencerna dengan pada neonatus membran kapiler prostaglandin
Vasodilatasi adekuat Vasodilatasi alveolar
pembuluh darah pembuluh darah Dyspnea
Risiko Infeksi Perubahan set point
Terjadi penumpukan hipotalamus anterior
Terjadi hipoksia jaringan Berisiko terjadinya Pola napas tidak
susu dalam lambung
anastomosis arteri vena efektif
Kelemahan otot Mencul reflek refluks Termoregulasi
Aliran darah rendah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah tidak efektif
Gg. Mobilitas Fisik
Mual-muntah
↓ konsentrasi Hb Hipoglikemia Hipotermia Hipertermia
Defisit Nutrisi
Perfusi Perifer Tidak Peningkatan kebutuhan
Pengolahan glukosa ↑
Efektif metabolisme
Risiko Gg.
Petumbuhan
4. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, suku/bangsa,
status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah
sakit, dan tanggal pengkajian.
1. Nama dan jenis kelamin
Sepsis bisa terjadi pada anak laki-laki dan perempuan.
2. Umur dan tanggal lahir
Sepsis lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih muda dan anak dengan
komorbiditas yang mengakibatkan keadaan defisiensi imunitas, seperti
keganasan, transplantasi, penyakit kronis, dan kelainan jantung bawaan.
b. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa medik Sepsis
2. Keluhan Utama
Demam dan tampak lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Hipertermia, tampak lemas dan tampak sakit. Selain itu, tampak dispnea
dan terdapat retraksi dinding dada.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan.
2. Pola Eliminasi
Klien dengan sepsis biasanya mengalami gejala traktus gastrointestinal (diare,
distensi abdomen dan muntah)
3. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien bergantung total dan klien tampak lemas.
4. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan sepsis kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena
klien dispnea
5. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan sepsis biasanya masih tetap sadar
atau sampai kehilangan kesadaran.
16
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien dalam kondisi compos mentis sampai koma, lemah, gelisah, suhu tubuh
meningkat.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan sepsis juga sama dengan klien lainnya pemeriksaan TTV
meliputi pemeriksaan nadi, pola pernapasan, dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
dibagian kepala.
b) Mata
Inspeksi : anemis (+). Klien tampak pucat
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada
kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga, terdapat pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, lidah kotor
Palpasi : tidak ada masalah.
Auskultasi : terdapat suara mengorok dan merintih
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada
Inspeksi : terdapat tarikan dinding dada, pernafasan tidak teratur
Palpasi : dada simetris , tidak ada lesi
17
h) Abdomen
Inspeksi : Hepatomegali
Palpasi : terdapat distensi abdomen,
i) Ekstremitas
Klien tampak lemas
j) Kulit dan kuku
Kulit lembab dan dingin, klien sianosis, CRT> 2 detik, terdapat ruam dan
ptekie pustula dan lesi atau herpes.
k) Keadaan lokal
Klien bisa saja koma, Hipotensi, hipertermia (jarang) atau hipotermia
(umum), takikardia, bradikardi, kejang, pernafasan tidak teratur.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
b. Hipertermia
c. Defisit nutrisi
d. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
e. Risiko gangguan pertumbuhan
f. Perfusi perifer tidak efektif
g. Risiko infeksi
h. Gangguan mobilitas fisik
18
6. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipertermia Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x Manajemen Hipertermia (I.15506)
(D.0130) 24 jam maka hipertermia dapat diatasi kriteria Observasi
hasil : 1. monitor suhu tubuh
Termoregulasi (L.14134) 2. Identifikasi penyebab hipertermia
1. Kejang menurun Terapeutik
2. Takikardi membaik 3. longgarkan pakaian klien
3. Suhu tubuh membaik 4. berikan cairan oral
4. Suhu kulit membaik Kolaborasi
5. Tidak pucat 5. berikan cairan dan elektrolit intravena
6. kolaborasi pemberian antipiretik
2. Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
efektif (D.0005) x 24 jam diharapkan pola napas membaik 1. Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas
Pola Napas (L.01004) 3. Monitor sputum
1. Dispnea menurun 4. Identifikasi kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu napas menurun 5. Posisikan sniffing position
3. Pernapasan cuping hidung menurun 6. Berikan terapi oksigen
4. Frekuensi napas membaik. Pemantaun Respirasi ( I. 01014)
1. Identifikasi pernafasan
2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman nafas
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Monitor nilai AGD
5. Monitor TTV
Terapi Oksigen
(I.01026)
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Berikan terapi oksigen yang sesuai
3. Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Nutrisi I.03119 hal 200
(D.0019) 24 jam diharapkan defisit nutrisi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi makanan yang disukai
1. Diare membaik 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang OGT
2. Berat badan membaik 4. Monitor asupan makanan
3. Nafsu makan membaik 5. Monitor berat badan
4. IMT normal 6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Kolaborasi
11. 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
4. Risiko gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 Manajemen Nutrisi (1.03119)
Pertumbuhan x 24 jam diharapkan risiko ganguan 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0107) pertumbuhan membaik dengan kriteria hasil : 2. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Status Pertumbuhan (L.10102) 3. monitor asupan makanan
1. BB sesuai usia 4. monitor berat badan
2. Kecepatan pertambahan berat badan 5. Monitor pemeriksaan laboratorium
3. IMT normal 6. kolaborasi dengan ahli gizi.
4. Asupan nutrisi membaik
5. Perfusi perifer tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Tranfusi darah (I.02089)
efektif (D.0009) 24 jam diharapkan perfusi perifer tidak efektif Observasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
Perusi perifer (L.02011) tranfusi
1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Monitor reaksi selama tranfusi
2. Warna kulit pucat menurun Terapeutik
2. Pengisian kapiler membaik 3. Lakukan pengecekan ganda pada label darah
3. Akral membaik 4. Periksa kepatenan akses intravena
5. Berikan NaCl 0,9% 50-100 ml sebelum tranfusi
6. Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x Pencegahan Infeksi (I. 14539)
(D.0142) 24 jam diharapkan perfusi resiko infeksi dapat Observasi
teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Tingkat infeksi (L.14137) sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Bengkak menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Kadar sel darah putih membaik 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi
DAFTAR PUSTAKA
22