KONSEP MEDIS
1.1. Definisi
infeksi. Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
(Rukmasari, 2014).
Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap
infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang
tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih
rendah, imunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum
sembuh. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) kondisinya lebih berat sehingga
sepsis lebih sering ditemukan pada BBLR. Selain itu, infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di Rumah Sakit. Ini dapat terjadi karena bayi
terpajan pada kuman yang berasal dari orang lain karena bayi tidak memiliki
imunitas terhadap kuman tersebut. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Bakteri
merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari
jamur, virus, atau parasit. Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan
disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relatif tinggi.
Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru, otak, saluran
kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko terjadinya sepsis antara lain usia sangat
muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan dan diabetes
sepsis, sangat tergantung pada usia dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri.
Salmonella sp, Klebsiella sp. Tahun 1985-1990 Pseudomonas Sp, Klebsiella Sp,
1.3. Prognosis
sepsis neonatorum adalah baik apabila diagnosis dilakukan secara dini dan terapi
yang diberikan secara tepat. Angka kematian dapat meningkat apabila manifestasi
klinis dan faktor risiko sepsis neonatorum tidak teridentifikasi secara baik. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum mencapai dua sampai empat kali lebih tinggi
pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan (Chan dkk., 2011).
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan
gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang menderita sepsis: (Rukmasari,
2014)
Hipertermi atau hipotermi atau bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak
pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia, laju endap darah mikro
serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan
drainase atau hasil isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya
sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan basil posistif dengan kuman
yang sama. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan antara lain pemeriksaan
1.5. Klasifikasi
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal
(Anderson-Berry, 2014).
yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya
diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara vertikal
karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran
bayi. Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000
kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008). Sepsis
neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang berasal dari
lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi semacam ini
disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi
1.6. Patofisiologi
netrofil, sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan
dan tidak tergantung penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif
sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non
spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS
terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat
mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat
mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator
sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),
tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution,
2008).
minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi
neonatus. Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam
Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita
penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,
dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal
atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat
intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari
bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan
saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang mengandung
Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat
pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina
akan menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin
(infeksi transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses
neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama
saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini
dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain
perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan
late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun
demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis
1.7. Komplikasi
c. Gagal Hati
e. Komplikasi kardiovaskular
1.8. Penatalaksanaan
neonatorum. Penentuan jenis kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan
waktu lama, sehingga pemberian antibiotik secara empiris dapat segera dilakukan
ditemukan dan resistensi kuman. Jenis antibiotik dapat segera disesuaikan setelah
didapatkan hasil biakan darah, sesuai kuman penyebab dan pola resistensinya
penderita yang disebabkan oleh kuman Gram Positif, dianjurkan selama 10-14
hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram Negatif dianjurkan selama 2-3
2.1. Pengkajian
amnionitis).
c. Regurgitasi
a. Hipertermia
b. Pernapasan mendengkur
d. Pucat
f. Hipotensi
g. Dehidrasi
h. Sianosis
diare
j. Pada kulit terdapat ruam, petekiae, pustula dengan lesi atau herpes.
b. Bilirubin
c. Protein aktif C
d. Imunoglobulin IgM
pus dari lesi, feses dan urine, analisis cairan serebrospinal, pemeiksaan
c. Resiko infeksi
(Kusuma, 2015)
2.3. Intervensi Keperawatan