Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

KONSEP MEDIS

1.1. Definisi

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-

threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap

infeksi. Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan

gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis

neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantu, tanpa

pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam

(Rukmasari, 2014).

Sepsis neonatorum merupakan penyebab kematian utama pada neonatus.

Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap

infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang

tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih

rendah, imunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum

sembuh. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) kondisinya lebih berat sehingga

sepsis lebih sering ditemukan pada BBLR. Selain itu, infeksi lebih sering

ditemukan pada bayi yang lahir di Rumah Sakit. Ini dapat terjadi karena bayi

terpajan pada kuman yang berasal dari orang lain karena bayi tidak memiliki

imunitas terhadap kuman tersebut. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga

meningkatkan resiko terjadinya sepsis karena tindakan invasif meningkatkan

resiko terjadinya infeksi nasokomial (Rukmasari, 2014).


1.2. Etiologi

Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Bakteri

merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari

jamur, virus, atau parasit. Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan

disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relatif tinggi.

Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru, otak, saluran

kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko terjadinya sepsis antara lain usia sangat

muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan dan diabetes

melitus, trauma, atau luka bakar mayor. Mikroorganisme patogen penyebab

sepsis, sangat tergantung pada usia dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri.

Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus

merupakan patogen penyebab sepsis neonatorum awitan dini tersering, dimana S.

aureus, Streptococcus pneumonia dan Streptococcus pyogenes menjadi patogen

penyebab sepsis neonatorum awitan lambat tersering (Khan, 2012).

Di Indonesia sendiri, menurut data RSCM/FKUI pada tahun 1975-1980

Salmonella sp, Klebsiella sp. Tahun 1985-1990 Pseudomonas Sp, Klebsiella Sp,

E. Coli. Tahun 1995-2003 Acinetobacter Sp, Enterobacter Sp, Pseudomonas Sp,

Serratia Sp, E. Coli (Aminullah et al, 2010).

1.3. Prognosis

Prognosis sepsis neonatorum tergantung diagnosis dan terapi. Prognosis

sepsis neonatorum adalah baik apabila diagnosis dilakukan secara dini dan terapi

yang diberikan secara tepat. Angka kematian dapat meningkat apabila manifestasi

klinis dan faktor risiko sepsis neonatorum tidak teridentifikasi secara baik. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum mencapai dua sampai empat kali lebih tinggi

pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan (Chan dkk., 2011).

1.4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak

spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan

gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang menderita sepsis: (Rukmasari,

2014)

a. Tanda dan Gejala Umum

Hipertermi atau hipotermi atau bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak

ada dan tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba.

b. Tanda dan Gejala pada Saluran Pernapasan

Dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernapasan, merintih,

mengorok, dan pernapasan cuping hidung.

c. Tanda dan Gejala pada Sistem Kardiovaskuler

Hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis.

d. Tanda dan Gejala pada Saluran Cerna

Distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, muntah, diare.

e. Tanda dan Gejala pada Sistem Saraf Pusat

Reflek moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior

menonjol, pernapasan tidak teratur.

f. Tanda dan Gejala Hematologi

Tampak pucat, ikterus, ptekiae, purpura, perdarahan, splenomegali.


Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan tes resistensi, dapat

digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil

pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia, laju endap darah mikro

tinggi, dan trombositopenia. Biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan

serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan

drainase atau hasil isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya

sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan basil posistif dengan kuman

yang sama. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan antara lain pemeriksaan

protein reaktif C, IgM dan IgA, pewarnaan gram (Rukmasari, 2014).

1.5. Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan

menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal

sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)

(Anderson-Berry, 2014).

Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal

yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya

diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara vertikal

karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran

bayi. Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000

kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008). Sepsis

neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang berasal dari

lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi semacam ini
disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi

karena kuman nasokomial (Aminullah, 2010).

1.6. Patofisiologi

Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek

antara mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada

sepsis, melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel

netrofil, sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan

fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum.

Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk

menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme

penyebabnya, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum sama

dan tidak tergantung penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif

dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding

sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non

spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS

terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat

reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi (Hapsari, 2009).

Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi

dengan pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin

proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) α,

interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8

mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat

mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator
sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),

prostaglandin, dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai

tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution,

2008).

Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi

bakteri intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10

minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi

selama kehamilan. Peningkatan kadar Ig M merupakan indikasi adanya infeksi

neonatus. Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam

kandungan/pranatal, saat persalinan/intranatal, atau setelah lahir/pascanatal.

Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita

penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,

Rubella, Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara

hematogen melewati plasental ke fetus (Nasution, 2008).

Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi

dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal

atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat

intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari

bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan

amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis. Neonatus terinfeksi

saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang mengandung

lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang berakibat pneumonia.

Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat
pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina

akan menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin

(infeksi transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses

persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of

neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama

setelah lahir (Hapsari, 2009).

Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari

lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan,

saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini

dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain

perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan

late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun

demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis

tersebut tidak banyak berbeda (Hapsari, 2009).

1.7. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada keadaan sepsis antara

lain: (Hapsari, 2009)

a. Gagal ginjal akut

b. Sindrom Distres Pernafasan Akut (ARDS)

c. Gagal Hati

d. Disseminated Intravascular Coagulation

e. Komplikasi kardiovaskular
1.8. Penatalaksanaan

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis

neonatorum. Penentuan jenis kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan

waktu lama, sehingga pemberian antibiotik secara empiris dapat segera dilakukan

untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian antibiotik

empiris tersebut harus memperhatikan pola kuman penyebab tersering yang

ditemukan dan resistensi kuman. Jenis antibiotik dapat segera disesuaikan setelah

didapatkan hasil biakan darah, sesuai kuman penyebab dan pola resistensinya

(Simonsen dkk., 2014).

Lama pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada

penderita yang disebabkan oleh kuman Gram Positif, dianjurkan selama 10-14

hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram Negatif dianjurkan selama 2-3

minggu (Polin, 2012).


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data. Yang

perlu dikaji adalah:

a. Status sosial-ekonomi, riwayat perawatan antenatal, ada/tidaknya ketuban

pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).

b. Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain.

c. Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes

klamidia, gonorea, dll).

d. Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit

infeksi (misal toksoplasmosis, rubella, toksemia gravidarum, dan

amnionitis).

Pada pemeriksaan fisik, data yang akan ditemukan meliputi:

a. Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)

b. Tidak mau minum atau refleks mengisap lemah

c. Regurgitasi

d. Peka rangsang, pucat

e. Hipoteri dan hiporefleksi

f. Gerakan putar mata

g. Berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis.

h. Hipotermi, dan tampak ikterus

Data lain yang mungkin ditemukan adalah:

a. Hipertermia
b. Pernapasan mendengkur

c. Bradipnea atau apnea. 15. kulit lembab dan dingin

d. Pucat

e. Pengisian kembali kapiler lambat

f. Hipotensi

g. Dehidrasi

h. Sianosis

i. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau

diare

j. Pada kulit terdapat ruam, petekiae, pustula dengan lesi atau herpes.

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah:

a. Kadar gula darah serum

b. Bilirubin

c. Protein aktif C

d. Imunoglobulin IgM

e. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah, apusan hidung, umbilikus, telinga,

pus dari lesi, feses dan urine, analisis cairan serebrospinal, pemeiksaan

darah tepi dan jumlah leukosit.

2.2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

c. Resiko infeksi

(Kusuma, 2015)
2.3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Ketidakefektifan pola napas Tujuan: Vutal sign status 1) Kaji perubahan nafas
Kriteria Hasil: 2) Pantau denyut jantung
Tanda-tanda vital dalam
3) Sediakan oksigen lembab
rentang normal (tekanan darah,dan hangat
ndi, pernafasan). 4) Sediakan ventilasi mekanik
5) Isap lender, bersihkan jalan
nafas
6) Pantau analisa gas darah
7) Cegah penanganan
berlebihan
Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan : 1) Kaji intoleran terhadap
kurang dari kebutuhan tubuh Memelihara kebutuhan nutrisi minuman.
bayi berat badan bayi tidak 2) Hitung kebutuhan minum
turun, menunjukkan kenaikan bayi
berat badan. 3) Ukur masukan dan
keluaran
4) Timbang berat badan setiap
hari.
5) Catat perilaku makan dan
aktivitas secara adekuat
6) Pantau koordinasi refleks
mengisap dan menelan.
7) Ukur berat jenis urine.
8) Berikan minuman yang
adekuat dengan cara
pemberian sesuai kondisi
9) Pantau distensi abdomen
(residu lambung).
Resiko infeksi Tujuan : 1) Kaji bayi yang memiliki
1) Mengenali secara dini bayi resiko menderita infeksi
yang mempunyai resiko meliputi:
menderita infeksi a. Kecil untuk masa
2) Mencegah dan kehamilan, besar untuk
meminimalkan infeksi dan masa kehamilan,
pengaruhnya. prematur
b. Nilai Apgar dibawah
normal.
c. Bayi mengalami
tindakan operasi.
d. Epidemi infeksi di
bangsal bayi dengan
kuman E. Coli dan
streptokokus.
e. Bayi yang mengalami
prosedur invasif.
f. Kaji riwayat ibu, status
sosial ekonomi, flora
vagina, ketuban pecah
dini, dan infeksi yang
diderita ibu.
2) Kaji adanya tanda infeksi
meliputi suhu tubuh yang
tidak stabil, apnea, ikterus,
refleks mengisap kurang,
minum sedikit, distensi
abdomen, letargi atau
iritabilitas.
3) Kaji tanda infeksi yang
berhubungan dengan sistem
organ, apnea, takipnea,
sianosis, syok, hipotermia,
hipertermia, letargi,
hipotoni, hipertoni, ikterus,
ubun-ubun cembung,
muntah, diare.
4) Kaji hasil pemeriksaan
laboratorium.
5) Dapatkan sampel untuk
pemeriksaan kultur.
6) Berikan cairan dan nutrisi
yang dibutuhkan melalui
infus intravena sesuai berat
badan, usia dan kondisi.
7) Pantau tanda vital secara
berkelanjutan.
8) Berikan antibiotik sesuai
pesanan.
9) Siapkan dan berikan cairan
plasma segar intravena
sesuai pesanan.
10) Siapkan untuk transfusi
tukar dengan packed cell
darah merah atas indikasi
sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

Chan T, Gu F. (2011). Early diagnosis of sepsis using serum biomarkers. Expert


Rev Mol Diagn.
Kusuma, a. H. (2015). Nanda NIC NOC Jilid 3. Jogyakarta: MediAction.

Rukmasari. E. A. (2014). Asuhan Keperawatan pada Bayi Sepsis Neonatorium.


Pemerintah Kabupaten Garut Akademi Keperawatan (AKPER).
Simmons ML, Durham SH, Carter CW. (2012). Pharmacological management of
pediatric patient with sepsis. AACN Adv Crit Care.

Anda mungkin juga menyukai