Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ABSES MANDIBULA

Untuk memenuhi laporan praktik Keperawatan Medikal Bedah IV


Periode 26 Februari 2017 – 3 Maret 2017
Ruang 20 RSSA Malang

Oleh :
Ningrum Wahyu Setyowati
NIM. 1401100020

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN MALANG
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MALANG
2017
ABSES MANDIBULA

A. PENGERTIAN
Abses (abscessus) merupakan kumpulan nanah (netroful yang teah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri
atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, ata jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/
perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan
gejala berupa kantung berisi nanah (Siregar, 2004).
Abses juga dapat dikatakan sebagai rongga abnormal yang berada di bagian tubuh,
ketidakabnormalan di bagian tubuh disebabkan karena adnya pengumpulan nanah di rongga
itu akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abss biasanya
terdiri atas sel yang telah cidera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut
terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik yang mencair (Siregar, 2004).
Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah leher. Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan
timbul bengkak-bengkak yang keras, dimana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar,
sehingga untuk mengeluarkan nanh tersebut harus dibantu operasi pembukaan abses
(Smeltzer dan Bare, 2002).

B. ETIOLOGI
Bakteri penyebab abses yang tersering adalah Staphylococus Aureus. Suatu infeksi
bakteri dapat menyebabkan abses melalui beberapa cara:
1) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2) Bakteri yang menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya abses akan meningkat jika:
1) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3) Terdapat gangguan sistem kekebalan
Abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula yang pada
perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas
dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan
napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas harus segera dilakukan
trakeostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara
tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat
segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva
(Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi
untuk kuman aerob dan anaerob (Siregar, 2004).

C. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian
sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah
putih yang mati inilah yang membentuk nanah.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suatu abses pecah
di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar ke dalam tubuh maupun di bawah permukaan
kulit, tergantung kepada lokasi abses (Smeltzer dan Bare, 2002.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1) Nyeri
2) Nyeri tekan
3) Teraba hangat
4) Pembengkakan
5) Kemerahan
6) Demam
7) Suau abses ynag terbentuk dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Jika abses
akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali tumbuh lebih besar.
Abses dalam mungkin lebih menyebarluaskan infeksi keseluruh tubuh.
8) Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
a) Luka terbuka atau tertutup
b) Organ/ jaringan terinfeksi
c) Massa eksudat
d) Peradangan
e) Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f) Rasa sakit dan apabila dipalpasi akan terasa fluktuatif

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk menguatkan diagnosa abses adalah dengan cara pemeriksaan:
1) Hasil pemeriksaan leukosit menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan eontgen, USG, CT
Scan, atau MRI

F. KOMPLIKASI
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari abses mandibula menurut Siregar
(2004) adalah:
1) Kehilangan gigi
2) Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis wajah dan
Ludwig’s angina
3) Penyebaran infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan osteomyelitis mandibula
atau maksila
4) Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral,
endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.

G. PENATALAKSAAN
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) penatalaksaan pada penderita abses mandibula
dapat dilakukan dengan:
1) Penatalaksanaan Medis
a) Drainase abses menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih lunak.
Apabila menimbulkan resiko tinggi, misalnya pada are-area kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan
luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid,
tergantung letak dan luas abses.
b) Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Stapylococus Aureus,
antibiotik antistafilococus seperti flucloxacin atau dicloxacin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Stapylococus Aureus Resisten Methicilin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjaadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain seperti
clindamycin, trimethorprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.

2) Penatalaksaan Keperawatan
1) Monitor dan pertahankan status pernafasan pasien (airway and breathing)
2) Rawat luka dengan prinsip steril
3) Kontrol lingkungan yang baik untuk menghindari penambahan infeksi
4) Penuhi kebutuhan ADL pasien

H. ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Dongos (2000), asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan
abses mandibula dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
b. Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan
b) Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
d) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan
menelan makanan, nyeri area rahang 
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan luka
operasi
f) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan di area
mulut
3) Intervensi dan Rasional
a) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui tingkat
klien dan lokasinya skala nyeri yang dialami
klien
2. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan 2. Dapat mengindikasi rasa
takikardia, hipertensi dan sakit akut dan
peningkatan pernafasan, bahkan ketidaknyamanan.
jika pasien menyangkal adanya
rasa sakit
3. Dorong penggunaan teknik 3. Lepaskan tegangan
relaksasi, misalnya latihan nafas emosional dan otot:
dalam, bimbingan imajinasi, tingkatkan perasaan kontrol
visualisasi. yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
4. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, 4. Mungkin mengurangi rasa
semi-fowler; miring. sakit dan meningkatkan
sirkulasi. Posisi semi-fowler
dapat mengurangi tekanan
otot abdominal dan otot
punggung arthritis,
sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
5. Berikan lingkungan yang tenang. 5. Agar klien dapat beristirahat,
karena kurang tidur / istirahat
dapat meningkatkan persepsi
nyeri dan kemampuan koping
menurun.
6. Kolaborsi obat sesuai petunjuk . 6. Analgesik IV akan dengan
(analgesik IV) segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan
penghilangan yang lebih
efektif dengan obat dosis
kecil. Pemberian IM akan
memakan waktu lebih lama
dan keefektifannya
bergantung kepada tingkat
dan absorbsi sirkulasi.
b) Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.

Intervensi Rasional
1. Observasi saat timbulnya 1. Untuk mengidentifikasi pola
demam. demam
2. Observasi tanda–tanda vital 2. Tanda-tanda vital merupakan
setiap 3 jam/lebih sering. acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
3. Berikan penjelasan kepada 3. Keterlibatan keluarga sangat
pasien/keluarga tentang hal–hal berarti dalam proses
yang dapat dilakukan untuk penyembuhan pasien dirumah
mengatasi demam dan sakit.
menganjurkan pasien/ keluarga
untuk kooperatif.
4. Berikan penjelasan tentang 4. Penjelasan tentang kondisi
penyebab demam atau pasien dapat membantu
peningkatan suhu tubuh. pasien/keluarga mengurangi
kecemasan yang timbul.
5. Anjurkan pasien untuk banyak 5. Peningkatan suhu tubuh
minum kurang lebih 2,5 Liter/24 mengakibatkan penguapan
jam dan jelaskan manfaatnya tubuh meningkat sehingga
bagi pasien. perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak
6. Berikan kompres hangat (pada 6. Kompres hangat dapat
daerah axilla dan dahi). merangsang kerja hipotalamus
untuk menstabilkan suhu
tubuh.
7. Kolaborasi berikan terapi cairan 7. Pemberian cairan bagi pasien
intravena dan obat–obatan sangat penting bagi pasien
sesuai dengan program dokter. dengan suhu tubuh tinggi.
Pemberian cairan merupakan
wewenang dokter sehingga
perawat perlu berkolaborasi
dalam hal ini.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.

Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda peradangan, 1. Untuk mengidentifikasi
demam, kemerahan, bengkak da adanya tanda-tanda infeksi
cairan yang keluar. secara dini.
2. Perhatikan peningkatan suhu, 2. Dengan adanya infeksi /
demam menggigil. sepsis membutuhkan evaluasi
pengobatan.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Menurunkan resiko
melakukan tindakan terjadinya infeksi
nosokomial.
4. Pertahanan luka aseptik, 4. Melindungi pasien dari
pertahankan balutan kering. kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan
basah bertindak sebagai
sumbu retrograd, menyerap
kontaminan eksternal.
5. Anjurkan klien untuk menjaga 5. Untuk mencegah terjadinya
area infeksi kontaminasi atau infeksi.
6. Periksa kulit untuk memeriksa 6. Gangguan pada integritas
adanya infeksi yang terjadi. kulit atau dekat dengan lokasi
operasi adalah sumber
kontaminasi luka.
Menggunting / bercukur
secara berhati-hati adalah
imperatif untuk mencegah
abrasi dan penorehan pada
kulit.
7. Kolaborasi berikan antibiotik 7. Dapat diberikan secara
sesuai petunjuk profilaksis bila dicurigai
terjadinya infeksi
d) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan, nyeri area rahang.

Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan mual, tidak napsu 1. Dengan mengalami keluhan
makan, dan muntah yang dialami pasien dapat membantu
pasien. intervensi selanjutnya.
2. Pemberian makanan yang mudah 2. Membantu mengurangi
ditelan seperti: bubur, tim, dan kelelahan pasien dan
hidangkan selagi masih hangat. meningkatkan asupan
makanan karena mudah
ditelan.
3. Pemberian makanan dalam porsi 3. Untuk menghindari mual dan
kecil dengan frekuensi sering. muntah.
4. Pantau masukan dan keluaran. 4. Memberikan deteksi dini
adanya ketidak seimbangan
kebutuhan nutrisi.
5. Timbang berat badan setiap hari. 5. Penimbangan berat badan
yang tepat dapat mendeteksi
status gizi klien.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi. 6. Membantu dalam membuat
rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.

e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan
luka operasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan sebelum dan 1. Untuk mengetahui kebiasaan
sesudah tidur. klien sebelum dan sesudah
tidur untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Ciptakan lingkungan aman dan 2. Agar klien dapat beristirahat
tenang. dengan tenang.
3. Batasi pengunjung. 3. Agar  klien tidak terganggu.
4. Rapikan tempat tidur klien. 4. Agar tidur klien merasa
nyaman.
5. Atur posisi yang nyaman saat 5. Agar klien merasa nyaman
beristirahat beristirahat
f) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan di
area mulut. 

Intervensi Rasional
1. Kaji tipe/ derajat disfungsi, 1. Membantu menentukan
seperti pasien tidak tampak daerah dan derajat kerusakan
memahami kata atau mengalami cerebral yang terjadi dalam
kesulitan berbicara atau membuat kesulitan pasien dalam
pengertian sendiri. beberapa atau seluruh tahap
proses komunikasi.
2. Berikan metode alternatif, seperti 2. Memberi komunikasi tentang
menulis di papan tulis. Berikan kebutuhan berdasarkan
petunjuk visual (gerakan tangan, dengan keadaan/ defisit yang
gambar-gambar, daftar mendasarinya.
kebutuhan, demonstrasi).
3. Bicaralah dengan nada normal 3. Tidak perlu merusak
dan hindari percakapan yang pendengaran pasien dan
cepat. Berikan pasien jarak waktu meninggikan suara dapat
untuk berespon. Bicaralah tanpa menimbulkan marah pasien/
tekanan terhadap sebuah respon. menyebabkan kepedihan.
4. Kolaborasi: konsultasi 4. Pengkajian secara individual
dengan/rujuk kepada ahli terapi kemampuan bicara dan
wicara. sensori, motorik dan kognitif
untuk mengidentifikasi
kekurangan kebutuhan terapi
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, M.E., Marly, F.M., & Alice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasar Diagnosa Medis
& Nanda (North American Nursing Diagnosa Association) NIC-NOC. Jogjakarta:
Medi Action.
Siregar, R,S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai