Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam akibat penjalaran berbagai
sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher tergantung ruang mana yang terlibat.Secara anatomi daerah
potensial leher dalam merupakan daerah yang sangat komplek. Pengetahuan anatomi fasia dan ruang-ruang potensial leher secara baik, serta
penyebab abses leher dalam secara mutlak diperlukan untuk memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang ade
kuat(Fachruddin D, 2007).
Gejala dan tanda klinis abses leher dalam tergantung ruang leher dalam yang terinfeksi dan secara umum sama dengan gejala infeksi pada
umumnya yaitu, demam, nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi. Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan
membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam.
Abses leher dalam dapat menjadi suatu komplikasi yang serius yang mengakibatkan obstruksi jalan napas,kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis,
dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna yang berakhir pada kematian (Fachruddin D,2007).
Gejala klinis dari abses leher dalam pada 147 kasus didapatkan: bengkak pada leher 87%, trismus 53%, disfagia 45%, dan odinofagia
29,3%. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat (Abshirini H et
al.,2010).Etiologi infeksi di daerah leher dapat beraneka ragam. Infeksi tonsil (45%), infeksi gigi (43%),dan penyalahgunaan narkoba suntikan
(12%) adalah penyebab paling sering abses leher dalam (Parhiscar A, HarEl G,2001).Kuman penyebab abses leher dalam biasanya terdiri dari
campuran kumanaerob, anaerob maupun fakultatif anaerob. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman
anaerob Bacterioides atau kuman campuran(Fachruddin D,2007).
Asmar dikutip Murray et al,mendapatkan kultur dari abses retrofaring 90 % mengandung kuman aerob,dan 50 % pasien ditemukan kuman
anaerob (Baba Y et al.,2009).Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina
Ludovici (Ludwig’s angina). Di departemen THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama 1 tahun terakhir (Oktober 2009 sampai
September 2010) didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%) kasus, abses
parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus. Infeksi kepala dan leher
yang mengancam jiwa ini sudah jarang terjadi sejak diperkenalkannya antibiotik dan angka kematiannya menjadi lebih rendah. Disamping itu,
higiene mulut yang meningkat juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70% infeksi leher dalam berasal dari penyebaran infeksi di
faring dan tonsil ke parafaring. Saat ini infeksi leher dalam lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, dan infeksi gigi pada orang dewasa
(Paparella: Volume III: Head and Neck, 1991).Pemberian antibiotik diperlukan untuk terapi yang adekuat, disamping melakukan drainase abses
secara optimal walaupun
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi bakteri.Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair,
yang dikenal sebagai nanah, di suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing (Mansjoer
A, 2005). Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan (Bambang, 2005).
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah
abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001)
B. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain:
1.Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
3.Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit
atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
C. Patofisiologi
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga
tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisis rongga
tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh
maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa :
1.Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada
penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan ukuran dan lokasi abses dalam
bisa dilkukan pemeriksaan rontgen,USG, CT, Scan, atau MR.
G. Penatalaksanaan
Menurut FKUI antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat
dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan
tanda infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang abses
menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan
benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki
aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.
BAB III
1.Pengkajian Keperawatan
Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada kasus abses mandibula menurut Doenges, (2001) adalah sebagai
berikut :
a. Aktifitas/istirahat
b.Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c.Integritas ego
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
f. Pernafasan
2. Dignosa keperawatan
a.Nyeri Akut
b.Hipertermi
c.Ansietas
1. Intervensi Keperawatan
-
Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
- Barikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Edisi 13.
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt
NANDA, 2015
NIC, 2005
NOC2005
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2005
and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica