Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai nanah,

di suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh

terhadap benda asing (Mansjoer A, 2005)

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi

bakteri. Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali

dengan proses yang disebut peradangan (Bambang, 2005)

Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi

nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di

mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu

komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare,

2001)

B. Anatomi dan fisiologi

1. Mulut (oris)

Proses pencernaan pertama kali terjadi di dalam rongga mulut. Rongga

mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang rahang dan
langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi, serta

sebelah bawah oleh rahang bawah.

a. Rongga Mulut(Cavum Oris)

Rongga mulut merupakan awal dari saluran pencernaan makanan.

Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk

membantu pencernaan makanan

b. Gigi(dentis)
Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan

menjadi partikel yang kecil-kecil. Gigi tertanam pada rahang dan diperkuat

oleh gusi. Bagian-bagian gigi adalah sebagai berikut

1) Mahkota Gigi

Bagian ini dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat dentin (tulang

gigi). Lapisan email mengandung zat yang sangat keras, berwarna putih

kekuningan, dan mengilap. Email mengandung banyak garam kalsium.

2) Tulang Gigi

Tulang gigi terletak di bawah lapisan email. Tulang gigi meliputi dua

bagian, yaitu leher gigi dan akar gigi. Bagian tulang gigi yang dikelilingi

gusi disebut leher gigi, sedangkan tulang gigi yang tertanam dalam tulang

rahang disebut akar gigi. Akar gigi melekat pada dinding tulang rahang

dengan perantara semen.

3) Rongga gigi

Rongga gigi berada di bagian dalam gigi. Di dalam rongga gigi

terdapat pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf.oleh karena itu,

rongga gigi sangat peka terhadap rangsangan panas dan dingin.

menurut bentuknya, gigi dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

a) Gigi seri (incisivus/I), berfungsi untuk memotong-motong makanan.


b) Gigi taring (caninus/ C), berfungsi untuk merobek-robek makanan.

c) Gigi geraham depan (Premolare/ P), berfungsi untuk menghaluskan

makanan.

d) Gigi geraham belakang (Molare/ M), berfungsi untuk menghaluskan

makanan.

Pada manusia, ada dua generasi gigi sehingga dinamakan bersifat

diphydont. Generasi gigi tersebut adalah gigi susu dan gigi permanen. Gigi

susu adalah gigi yang dimiliki oleh anak berusia 1-6 tahun. Jumlahnya 20

buah. Sedangkan gigi permanen dimiliki oleh anak di atas 6 tahun,

jumlahnya 32 buah.

2. Lidah (lingua)
Lidah membentuk lantai dari rongga mulut. Bagian belakang otot-

otot lidah melekat pada tulang hyoid. Lidah tersiri dari 2 jenis otot, yaiyu:

(1) Otot ekstrinsik yang berorigo di luar lidah, insersi di lidah.

(2) Otot instrinsik yang berorigo dan insersi di dalam lidah.

Kerja otot lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian, yaitu: radiks

lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), apeks lingua

(ujung lidah). Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni

dalam hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut, membantu

dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan membantu dalam

berbicara.

Sebagai indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan sel

saraf perasa (papila). ada tiga bentuk papila, yaitu:

1) Papila fungiformis, berbentuk seperti jamur, terletak di bagian sisi

lidah dan ujung lidah.

2) Papila filiformis, berbentuk benang-benang halus, terletak di 2/3

bagian depan lidah.

3) Papila serkumvalata, berbentuk bundar, terletak menyusun seperti

huruf V terbalik di bagian belakang lidah.

Lidah memiliki 10.000 saraf perasa, tapi hanya dapat mendeteksi 4

sensasi rasa: manis, asam, pahit, dan asin.


3. Kelenjar Ludah

Makanan dicerna secara mekanis dengan bantuan gigi, secara

kimiawi dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar

ludah. Kelenjar ludah mengandung menghasilkan saliva. Saliva

mengandung enzim ptyalin atu amylase yang berfungsi mengubah zat

tepung atau amilum menjadi zat gula atau maltosa.

Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:

1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga. Kelenjar ini menghasilkan

saliva berbentuk cair yang disebut serosa. Kelenjar paotis merupakan

kelenjar terbesar bermuara di pipi sebelah dalam berhadapan dengan

geraham kedua.

2) Kelenjar submandibularis / submaksilaris, terletak di bawah rahang

bawah.

3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.


Kelenjar submandibularis dan sublingualis menghasilkan air dan

lender yang disebut Iseromucus. Kedua kelenjar tersebut bermuara di tepi

lidah.

C. Etiologi

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses

melalui beberapa cara antara lain:

1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum

yang tidak steril

2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain

3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak

menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses

akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi

2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang

3. Terdapat gangguan sisitem kekebalan.

Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001),

abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan didaerah mandibula yang

pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering

mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini

sering menyebabkan sumbatan jalan napas.

Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas harus segera

dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan

eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada

tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak

ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva (Selulitis

submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika do sis tinggi

untuk kuman aerob dan anaerob. Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh,

termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan

didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.

D. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada

lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa

berupa :

1. Nyeri

2. Nyeri tekan

3. Teraba hangat
4. Pembengakakan

5. Kemerahan

6. Demam

pada penelitian lee dkk di korea, melaporkan gejala klinis yang spesifik
pada kasus 158 kasus infeksi leher dalam, yaitu keluhan leher bemgkak, sakit
pada leher, demam, panas dingin, sulit bernafas, nafas berbau, disfagia, dan
trismus.

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi

benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika

abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit

diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala

seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan

infeksi keseluruh tubuh.

Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai

pembengkakan di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.

E. Patofisiologi

Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi

infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meniggalkan rongga yang berisi jaringan

dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh

dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang

membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong

jaringan pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas.

Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih

lanjut jka suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam

tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

(www.medicastre.com.2004).

F. Pencegahan

Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan

anaerob harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam

asksi lokal untuk abses yang dangkal dan teriokalisasi atau eksplorasi dalam

narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling

berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien

dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.

Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah

dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya.kadang abses menghilang secara

perlahan karena tubuh menghancurkan. infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-

sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses

bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,

sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia Antibiotik biasanya diberikan

setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.

Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh

lainnya.

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah

dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita

abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah

putih. Untuk menetukan ukuran dan lokasi abses dalam bisa dilkukan

pemeriksaan rontgen,USG, CT, Scan, atau MR.


WOC ABSES MANDIBULA
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ABSES MANDIBULA

A. Pengkajian.

Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai dengan

respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawacara,

observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual.

Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada

kasus abses mandibula adalah sebagai berikut :

1. Aktifitas/istirahat

Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera

(trauma).

2. Sirkulasi

Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,

hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego

Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami

gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status

mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot

aksesoris.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

10. Prioritas keperawatan

a. Mengurangi ansietas dan trauma emosional

b. Menyediakan keamanan fisik

c. Mencegah komplikasi

d. Meredakan rasa sakit

e. Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan

f. Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan,

prognosis dan kebutuhan pengobatan

11. Tujuan pemulangan

a. Pasien menghadapi situasi yang ada secara realistis

b. Cidera dicegah

c. Komplikasi dicegah/diminimalkan

d. Rasa sakit dihilangkan/dikontrol

e. Luka sembuh/fungsi organ berkembang ke arah normal


f. Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapeutik

dipahami

Sedangkan menurut Dr. Rahajeng, (2006) pengkajian pada Abses Mandibula,

adalah:

a. Keadaan umum: lemah, lesu, malaise, demam

b. Pemeriksaan Ekstra oral : asimetri wajah, tanda radang jelas, fluktuasi

(+), tepi rahang teraba

c. Pemeriksaan intra oral: Periodontitis akut, muccobuccal fold, fluktuasi (-)

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut T. Heather Herdman, et.al (2007), diagnosa keperawatan pada

pasien dengan abses mandibula adalah:

a. Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi

Menurut Carpenito (2000) nyeri akut adalah keadaan dimana individu

melaporkan dan mengalami adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau

sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.

b. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.

Menurut Carpenito (2000) Hipertermi adalah keadaan dimana seorang

individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus
menerus lebih tinggi dari 37,5°C peroral atau 38,°C per rektal karena faktor–

faktor eksternal.

c. Kerusakan Intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.

Menurut Carpenito (2000) kerusakan integritas kulit adalah suatu

keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami

kerusakan jaringan epidermis dan dermis.

Sedangkan menurut Doenges, (2001) diagnosa keperawatan yang

muncul pada klien dengan infeksi rongga mulut adalah:

a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan post

operasi. Menurut Carpenito (2000) defisit volume cairan dan elektrolit adalah

Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau

beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, interstisial atau intravaskuler.

b. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi

pembedahan. Menurut Carpenito (2000) nyeri akut adalah keadaan dimana

individu melaporkan dan mengalami adanya rasa ketidaknyamanan yang

hebab atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya

pertahanan tubuh. Menurut Carpenito (2000) resiko terhadap infeksi adalah

keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau
oportunis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari sumber-sumber

endogen atau eksogen.

d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak

mampuan menelan makanan, nyeri area rahang. Menurut Carpenito (2000)

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan suatu keadaan dimana individu yang

tidak mengalami puasa atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan

atau yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan

luka operasi. Menurut Carpenito (2000) perubahan pola tidur adalah keadaan

di mana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam

kuantitas atau kualitas pola tidurnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman

atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya

f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan di area

mulut. Menurut Carpenito (2000) Gangguan komunikasi verbal adalah

keadaan dimana seorang individu mengalami, atau dapat mengalami

penurunan kemampuan atau ketidakmampuan untuk berbicara tetapi dapat

mengerti orang.

g. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu

anggota tubuh. Menurut Carpenito (2000) gangguan gambaran diri adalah

suatu keadaan dimana individu mengalami atau beresiko untuk mengalami

gangguan dalam cara pencerapan citra diri seseorang.


DAFTAR PUSTAKA

Harrison. (1999). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris :

kurt J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13.

jakarta : EGC.

Siregar, R,S.(2004). Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi

2. Jakarta:EGC

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare.( 2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-

Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa

Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,.

Anda mungkin juga menyukai