BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa kelainan
konginetal dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2
kelainan yang memiliki angka yang cukup sigifikan yakni down syndrome (5-10%), dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran kemih
yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi jangka
panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan parut
dianastomosis), masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training,
inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula
(karena ketegangan, diare, pembedahan, dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi
dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan
sesuai program, dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Atresia Ani pada Anak?
2. Apa etiologi Atresia Ani pada Anak?
3. Apa tanda dan gejala Atresia Ani pada Anak?
4. Bagaimana patofisiologi Atresia Ani pada Anak?
5. Apa diagnosa keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak?
1
2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Atresia Ani pada Anak
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi Atresia Ani pada Anak
3. Untuk mengetahui dan memahami tanda & gejala Atresia Ani pada Anak
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi Atresia Ani pada Anak
5. Untuk mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan yang tepat Atresia Ani pada
Anak
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah
metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan Atresia Ani itu sendiri.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertuutpnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).Atresia ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna,
2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distalanus atau
tertutupnya anus secaraabnormal (Suradi, 2001).Atresia ani atau anus imperforata adalah
tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan
pembentukan lubang anus kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum (Purwanto, 2001).
Klasifikasi Atresian Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Pasien bida diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkatotot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3
4
pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan
ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.Tekak
terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bahian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian
inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis
masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan
mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan
udara ditutup sementara.
4. Esophagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di
bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir
(mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot
memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg.Letaknya di bagian atas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan
utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati
mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk
ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena,
akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis
dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
7
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di
suatu tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu
dan urine.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah
kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang.
Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan
rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang
disebut sekresi getah lambung.Getah lambung di halangi oleh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa
takut.
Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
2) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
8
C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % -
30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra
dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
12
obstruksi.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru
lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
E. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium.Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula.Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina)
dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.Sedang pada bayi laki-laki dapat
terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
F. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Brtz, 2002)
13
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka.Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan.Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar
dan pada otot-otot untuk berkembang.Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITASPASIEN
Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis.
2. RIWAYATKESEHATAN
3. POLA FUNGSIKESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasatentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.
14
15
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilitas ditempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan .
Keterangan :
0 :Mandiri
c. Polaistirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisimetabolik
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitifperseptual
g. Pola konsepdiri
j. Pola peranhubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah
17
4. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin
dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
a. Tanda-tandavital
Nadi : 110X/menit.
Respirasi : 32X/menit.
b. Pemeriksaan Head-to-Toe
1) Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.
2) Mata
3) Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
4) Mulut
5) Telinga
6) Leher
7) Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
8) Jantung
9) Abdomen
10) Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
11) Anus
14) PemeriksaanReflek
a. Suching+
b. Rooting+
c. Moro+
d. Grip+
e. Plantar+
19
5. DIAGNOSAKEPERAWATAN
a. Dx preoperasi
1) Konstipasi berhubungan denganaganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedurperawatan.
b. Dx Post Operasi
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa PreOperasi
takanan darah
ortostatik)
b. Diagnosa postoprasi
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
a. post opersi
b. Diagnosa PostOprasi
D. CATATAN PERKEMBANGAN
a. Diagnosa Preoprasi
b. Diagnosa PostOprasi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.Atresia ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,
2002).
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu Anal stenosis, Membranosus atresia, Anal agenesis
Rectal atresia. Anatomi dan fisiologi terdiri dari Mulut, lidah, faring, esophagus, hati, lambung,
pancreas, usus halus, duodenum, jejenum dan ileum, usus besar, sekum, kolon asenden, apendiks
(usus buntu), kolon transversum, kolon sigmoid, rectum dan anus. Komplikasi atresia ania yaitu
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan, Obstruksi intestinal, Kerusakan uretra akibat prosedur
pembedahan dan komplikasi jangka panjang.
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan Karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus dan Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.Penatalaksanaan
dalam tindakan atresia ani yaitu Pembuatan kolostomi, PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty),
Tutup kolostomi. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :Pemeriksaan radiologis, Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT
Scan, Pyelografi intra vena, Pemeriksaan fisik rectum, Rontgenogram abdomen dan pelvis.
27
28
Daftar Pustaka
Unimus. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gd l
heldanilag-5416-2-babii.pdf (diunduh pada tanggal 19 Agustus
2019)