Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa kelainan
konginetal dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2
kelainan yang memiliki angka yang cukup sigifikan yakni down syndrome (5-10%), dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran kemih
yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi jangka
panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan parut
dianastomosis), masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training,
inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula
(karena ketegangan, diare, pembedahan, dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi
dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan
sesuai program, dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Atresia Ani pada Anak?
2. Apa etiologi Atresia Ani pada Anak?
3. Apa tanda dan gejala Atresia Ani pada Anak?
4. Bagaimana patofisiologi Atresia Ani pada Anak?
5. Apa diagnosa keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak?

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Atresia Ani pada Anak
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi Atresia Ani pada Anak
3. Untuk mengetahui dan memahami tanda & gejala Atresia Ani pada Anak
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi Atresia Ani pada Anak
5. Untuk mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan yang tepat Atresia Ani pada
Anak
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan yang tepat Atresia Ani pada Anak

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah
metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan Atresia Ani itu sendiri.
3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertuutpnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).Atresia ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna,
2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distalanus atau
tertutupnya anus secaraabnormal (Suradi, 2001).Atresia ani atau anus imperforata adalah
tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan
pembentukan lubang anus kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum (Purwanto, 2001).
Klasifikasi Atresian Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Pasien bida diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkatotot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3
4

3. Anomali tinggi/ supralevator


Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistulagenitourinarius –retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan).Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.

B. Anatomi dan Fisiologi

Susuna saluran pencernaan terdiri dari :


1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian
yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi,
bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang
bersambung dengan faring.
5

Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya


terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).Otot orbikularis oris menutupi
bibir.Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan
ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang
terdiri dari 2 tulang palatum.
2) Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak
di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan
fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan
dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke
tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah
ini dapat digerakkan ke seluruh arah.Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua
(pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung
lidah).Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas.Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting
pengecap atau ujung saraf pengecap.Frenulum lingua merupakan selaput lendir
yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas
nampak selaput lendir.Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum
lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir.Pada pertengahan flika
sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula
sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap
dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus).Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan
6

pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan
ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.Tekak
terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bahian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian
inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis
masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan
mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan
udara ditutup sementara.
4. Esophagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di
bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir
(mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot
memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg.Letaknya di bagian atas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan
utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati
mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk
ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena,
akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis
dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
7

a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di
suatu tempat dalam tubuh.

b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu
dan urine.

c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.

d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem


retikuloendotelium

e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.

6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah
kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang.
Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan
rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang
disebut sekresi getah lambung.Getah lambung di halangi oleh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa
takut.
Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
2) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
8

4) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam


lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
7. Pancreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa.
Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen
dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas,
merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di
depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri
menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6
m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi
hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di
dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M.
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam
usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh
limfe di sebelah dalam permukaan vili usus.Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh
darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.Karena vili keluar
dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang
diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke
dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk
mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut
papilla vateri.Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
9

Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus


koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan
lipase.Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian
atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m.
Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas.Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang
yang bernama orifisium ileosekalis.Orifisium ini diperkuat oleh sfingter
ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini
yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali
ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendesn
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas
dari ileum ke bawah hati.Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini
disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
10

beberapa isi usus.Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke


dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum.Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.
15. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid.
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
18. Rectum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis.
Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh
sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam
rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan
rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya
berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan
ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
11

C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % -
30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra
dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
12

obstruksi.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru
lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
E. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium.Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula.Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina)
dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.Sedang pada bayi laki-laki dapat
terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
F. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Brtz, 2002)
13

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka.Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan.Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar
dan pada otot-otot untuk berkembang.Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
14

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITASPASIEN
Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis.

2. RIWAYATKESEHATAN

a. Keluhan Utama : Distensiabdomen


b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak
bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalamurin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48
jam pertamakelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota
keluarga yanglain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresiaani

3. POLA FUNGSIKESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasatentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan

b. Pola aktifitas kesehatan/latihan

Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.

14
15

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilitas ditempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan .

Keterangan :

0 :Mandiri

1 : Dengan menggunakan alatbantu

2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain

3 : Dengan bantuan orang lain dan alatbantu

4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas

c. Polaistirahat/tidur

Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain

d. Pola nutrisimetabolik

Klien hanya minum ASI atau susu kaleng

e. Pola eliminasi

Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium

f. Pola kognitifperseptual

Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik


pada orang lain

g. Pola konsepdiri

1) Identitas diri : belum bisa dikaji

2) Ideal diri : belum bisa dikaji

3) Gambaran diri : belum bisadikaji


16

4) Peran diri : belum bisa dikaji

5) Hargadiri : belum bisa dikaji

h. Pola seksual Reproduksi

Klien masih bayi dan belum menikah

i. Pola nilai dan kepercayaan

Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan

j. Pola peranhubungan

Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri

k. Pola koping

Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah
17

4. PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin
dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

a. Tanda-tandavital

Nadi : 110X/menit.

Respirasi : 32X/menit.

Suhu axila :37ºCelsius.

b. Pemeriksaan Head-to-Toe

1) Kepala

Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.

2) Mata

Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva,


tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak
agak pucat.

3) Hidung

Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

4) Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak


macroglosus, tidak cheilochisis.

5) Telinga

Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago


berbentuk sempurna

6) Leher

Tidak ada webbed neck.


18

7) Thorak

Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal

8) Jantung

Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

9) Abdomen

Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak


termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus

10) Getalia

Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
11) Anus

Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-


kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar
peristaltic.
12) Ektrimitas atas danbawah

Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun


kaki dan kukunya tampak agak pucat
13) Punggung

Tidak ada penonjolan spina gifid

14) PemeriksaanReflek

a. Suching+

b. Rooting+

c. Moro+

d. Grip+

e. Plantar+
19

5. DIAGNOSAKEPERAWATAN

a. Dx preoperasi
1) Konstipasi berhubungan denganaganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedurperawatan.

b. Dx Post Operasi

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma sarafjaringan.

2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.

3) Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedurpembedahan.

4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.


20

B. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Diagnosa PreOperasi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan enema 1. Evaluasi bowel


b/d ganglion tindakan atau irigasi rectal meningkatkan
keperawatan sesuaiorder kenyaman padaanak
selama 1x 24 jam 2. Kaji bising usus 2. Meyakinkan
Klien mampu dan abdomen berfungsinyausus
mempertahankan setiap 4 jam
pola eliminasi 3. Ukur lingkar 3. Pengukuran
BAB dengan abdomen lingkar abdomen
teratur membantu
KH : Penurunan mndeteksi trjadinya
distensi distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
kekurangan tindakan outputcairan mengidentifikasi
volume keperawatan status cairanklien
cairan b/d selama 1x 24 jam 2. Lakukan 2. Mencegah
menurunnya Klien dapat pemasangan infus dehidrasi
intake, mempertahankan dan berikan cairan
muntah keseimbangan IV
3. Mengetahui
cairan 3. ObservasiTTV
kehilangan cairan
KH: Output urin
melalui suhu tubuh
1-2
yang tinggi
ml/kg/jam, capill
ary refill 3-5
4. Monitor status
detik, trgor kulit 4. Mengetahui tanda-
hidrasi (kelembaban
baik,membrane tandadehidrasi
membran mukosa,
mukosa lembab
nadiadekuat,
21

takanan darah
ortostatik)

3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang tua


orang tua tindakan istilah yg mengerti kondisi
b/d kurang keperawatan dimengerti tentang klien
pengetahuan selama 1x 24 jam anatomi dan
tentang Kecemasan orang fisiologi saluran
penyakit tua dapat pencernaannormal.
dan berkurang 2. Gunakan alat, 2. Pengetahuan
prosedur KH: Klien tidak media dan gambar tersebut diharapkan
perawatan lemas Beri jadwal studi dapat membantu
diagnosa pada menurunkan
orangtua kecemasan
3. Beriinformasi 3. Membantu
pada orang tua mengurangi
tentangoperasi kecemasanklien
kolostomi

b. Diagnosa postoprasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas tindakan pada tempattidur perlukaan pada
kulit b/d keperawatan selama kulit
kolostomi. 1 x 24 jam 2. Jaga kebersihan 2. Menjaga
diharapkan kulit agar tetap ketahanankulit
integritas kulit bersih dankering
dapatdikontrol. 3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui
KH : - temperatur adanyakemerahan adanya tanda
jaringan dalam kerusakan
batas normal, jaringankulit
sensasi dalam batas 4. Menjaga
4. Oleskan
normal, elastisitas kelembaban
lotion/baby oil
dalam batas normal, kulit
pada daerah yang
22

hidrasi dalam bats tertekan


normal, pigmentasi 5. Menjaga
5. Monitor status
dalam batas normal, keadekuatan
nutrisi klien
perfusi jaringan nutrisi guna
baik. penyembuhan
luka

2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tandadan 1. mengetahui


infeksi b/d tindakan gejala infeksi tanda infeksi
prosedur keperawatan selama sistemik danlokal lebih dini
pembedaha 1 x 24 jam 2. Batasipengunjung 2. menghindari
n diharapkan klien kontaminasi
bebas dari tanda- daripengunjung
tanda infeksi 3. mencegah
KH : bebas dari 3. Pertahankan penyebabinfeks
tanda dan gejala teknik cairan
infeksi asepsis pada klien
yangberesiko
4. mengetahui
4. Inspeksi kondisi
kebersihan luka
luka/insisibedah
dan tanda
infeksi
5. Gejala infeksi
5. Ajarkan keluarga dapat di deteksi
klien tentang lebih dini
tanda dan gejala 6. Gejala infeksi
infeksi dapat segera
6. Laporkan teratasi
kecurigaaninfeksi
23

C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

a. post opersi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


Konstipasi b/d 1. Enema atau irigasi rectalsesuai
ganglion order
2. Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkarabdomen
Resiko 1. Memonitor intake – outputcairan
kekurangan
2. Memasanginfus
volume cairan
3. MengobservasiTTV
b/d
menurunnya 4. Memonitor status hidrasi
intake, muntah (kelembaban membran mukosa,nadi
adekuat, takanan darah ortostatik)
Cemas orang 1. Menjelaskan dengan istilah yg
tua b/d kurang dimengerti tentang anatomi dan
pengetahuan fisiologi saluran pencernaannormal.
tentang 2. Menggunakan alat, media dan
penyakit dan gambar
prosedur 2. Memberi jadwal studidiagnosa
perawatan pada orangtua
3. Memberi informasi padaorang

tua tentang operasi kolostomi


24

b. Diagnosa PostOprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


Gangguan 1. Menghindarkan kerutan pada
integritas kulit tempat tidur
b/d kolostomi. 2. Menjaga kebersihan kulitagar
tetap bersih dankering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oilpada

daerah yang tertekan

5. Memantau status nutrisi klien


Resiko infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala
b/d prosedur infeksi sistemik danlokal
pembedahan 2. Membatasipengunjung

3. Mempertahankan teknik cairan


asepsis pada klien yangberesiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejalainfeksi
6. Melaporkan kecurigaaninfeksi
25

D. CATATAN PERKEMBANGAN
a. Diagnosa Preoprasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Konstipasi b/d S : Klien mampu mempertahankan
ganglion pola eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi abdomen menurun
A : Diagnosa keperawatan konstipasi
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko S : Klien dapat mempertahankan
kekurangan keseimbangan cairan
volume cairan O : Output urin 1-2
b/d ml/kg/jam, capillary refill 3-5
menurunnya detik, turgor kulit baik, membrane
intake, muntah mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan Resiko
kekurangan volume cairan teratasi
P : Intervensi dihentikan
25 Cemas orang S : orang tua mengatakan sudah tidak
tus b/d cemas
kursang O : klien tampak tidak lemas
pengetahuan A : Diagnosa keperawatan Cemas
tentang orangtua Teratasi
penyakit dan P : Intervensi dihentikan
prosedur
26

b. Diagnosa PostOprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


Gangguan S : integritas kulit klien dapat
integritas kulit terkontrol
b/d kolostomi. O : Temperatur jaringan dalam batas
normal, sensasi dalam batas normal,
elastisitas dalam batas normal,
hidrasi dalam batas normal,
pigmentasi dalam batas normal,
perfusi jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi S : Klien sudah tidak mengalami
b/d prosedur infeksi
pembedahan O : tanda gejala infeksi tidak ada
A : Diagnosa Keperawatan Resiko
infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan
27

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.Atresia ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,
2002).
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu Anal stenosis, Membranosus atresia, Anal agenesis
Rectal atresia. Anatomi dan fisiologi terdiri dari Mulut, lidah, faring, esophagus, hati, lambung,
pancreas, usus halus, duodenum, jejenum dan ileum, usus besar, sekum, kolon asenden, apendiks
(usus buntu), kolon transversum, kolon sigmoid, rectum dan anus. Komplikasi atresia ania yaitu
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan, Obstruksi intestinal, Kerusakan uretra akibat prosedur
pembedahan dan komplikasi jangka panjang.
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan Karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus dan Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.Penatalaksanaan
dalam tindakan atresia ani yaitu Pembuatan kolostomi, PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty),
Tutup kolostomi. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :Pemeriksaan radiologis, Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT
Scan, Pyelografi intra vena, Pemeriksaan fisik rectum, Rontgenogram abdomen dan pelvis.

27
28

Daftar Pustaka

Unimus. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gd l
heldanilag-5416-2-babii.pdf (diunduh pada tanggal 19 Agustus
2019)

Academia. Askep_ pada_ pasien_ Atresia_ Ani.


https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_AT
RESIA_ANI ( diunduh pada tanggal 19 Agustus 2019)

Academia. Askep_ Atresia_ Ani_ Pada_ Anak.


https://www.academia.edu/10125487/ASKEP_ATRESIA_ANI_P
ADA_ANAK ( diunduh pada tanggal 19 Agustus 2019)

Anda mungkin juga menyukai