Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DENGAN

DIARE AKUT

LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE AKUT PADA ANAK
A. PENGERTIAN
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi
lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa
lendir dan darah (Alimul H, 2006).
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekuwensi defekasi
(lebih dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g per hari) dan
perubahan konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari Depkes RI (2005).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4
kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
Menurut Syaifuddin, (2003), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.
a) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam di
tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli
oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang
terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi

2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di sebelah
belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun
atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih
kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak)
terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Lidah dibagi atas 3 bagian
yaitu: Radiks Lingua = pangkal lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah
dan Apek Lingua + ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang
terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-
puting pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan
selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-
tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus
wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar ludah
bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di bawah tulang
rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar
sublingualis) yang terdapat di sebelah depan di bawah lidah.
Di bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di
sebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah
(saliva). Di sekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu
kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan dari telinga di antara
prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus
stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut
melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak di
bawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni
bermuara di rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar
ludah didasari oleh saraf-saraf tak sadar.
d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis, oshitoid
dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk anyaman
bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M
genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan
tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan
kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung
kedepan, menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk
esofagus ke dalam lambung adalah kardia.
d. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fudus
uteri.

e. Intestinum minor ( usus halus )


Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus
halus terdiri dari :
1) Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m.sirkuler)
2) Otot memanjang (m. Longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu:
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya
kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan
gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama di
hancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun sepanjang
dinding usus halus.
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang
berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi
sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum.
Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai oleh pleksus
mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan- pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi
yang sangat kuat pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi
dapat menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf”
merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus
halus dalam beberapa menit. Intesinum minor terdiri dari :
a) Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang membuktikan di sebut papila vateri. Pada
papila veteri ini bermuara saluran empedu (duktus koledukus ) dan
saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 –
5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk
kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum
yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan
dengan seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama
orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas
melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan
absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat
memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang vili di
lapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam
hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam
pencernaan.
f. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar
dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur
ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati membengkak ke kiri,
lengkungan ini di sebut Fleksura hepatika, di lanjutkan sebagai kolon
transversum.
3) Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir
seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur
dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung
bawahnya berhubung dengan rectum.
Fungsi kolon: Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan
menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2
macam:
1. Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot
polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak
terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.
2. Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus
besar yang mendorong feses ke arah anus.
g. Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os
koksigis.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak di antara pelvis, dindingnya di
perkuat oleh 3 sfingter:
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) Sfingter Ani Eksternus
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1) Kontraksi kolon desenden
2) Kontraksi reflek rectum
3) Kontraksi reflek sigmoid
4) Relaksasi sfingter ani

C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang
disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang
dikelompokan sebagai berikut:
1. Infeksi
 Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
 Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
 Parasit
 Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
 Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
2. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :
 Keracunan bahan-bahan kimia
 Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a. Jazad renik, Algae
b. Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids, dll
6. Sebab-sebab lain: faktor lingkungan dan perilaku, psikologi: rasa takut dan cemas
D. KLASIFIKASI
1. Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi
sedang, diare dengan dehidrasi ringan
2. Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
3. Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

E. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:

1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah


2. Suhu tubuh meninggi/demam
3. Feces encer, berlendir atau berdarah
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5. Anus lecet
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Anoreksia
8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11. Keram abdominal
12. Mual dan muntah
13. Lemah
14. Pucat
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

F. PATOFISIOLOGI DAN PATOFLOW


Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya
timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar
glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera diatasi klien akan meninggal.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan
parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak
biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau
imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat
lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½
lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat
terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses
selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari
lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau
insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare
sekretori. Elekrolit feses Na, K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas
feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi
2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm.
Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,
propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat.
Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap
seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya
menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu
diare osmotic.
f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan
rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda
asam.
g. Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC, protrombin
time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,
VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan
darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal,
apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin
time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin
sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi
akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
h. Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum
VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary
thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
i. Diare Factitia
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan
NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap
penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya
Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat
Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak
dapat dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat
dijelaskan yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac
spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi
terhadap absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi
lesi pada usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk
colitus mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis
anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui
segala sesuatu yang terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan
flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis
yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit.
Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian
diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil
selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging
jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat
mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau
enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma
atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD.
Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan
malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi
duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,
Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong
dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test
Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus halus
bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal
rendah kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral.
False positif terjadi pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan
penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test
Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans
laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah
pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi lactase
atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan
Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi Pancreas
1) Schiling Test
Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana
pada insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label
yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda.
CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi
pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas
Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau sekretin
atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan
pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat
atau enzim pancreas spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat
atau enzim pancreas setelah distimulasi menunjukkan insufisiensi
pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau
jejunum proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan
kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan
pertumbuhan bakteri.

H. PENATALAKSANAAN
Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare
akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium
50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau
air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk
pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah
dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
a)   Belum ada dehidrasi
Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b)   Dehidrasi ringan
1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
c)    Dehidrasi sedang
1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
d)   Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :
Memberikan asi.
1. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
2. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu.
3. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh.
4. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin,
tepung beras, dll)
 Obat anti sekresi.
 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
I. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi, seperti:
1. Dehidrasi
 Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
 Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
 Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein
J. DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddart. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Ed 12. Jakarta: EGC

Carpenitto.LJ. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 7.


Jakarta: EGC

Markum.AH. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Mubarak, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam
Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan
Keluarga. Jakarta: Sagung Seto

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai