Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang
kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir
(mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan
tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang yang
merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses
terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung
lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang
berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau
ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua
terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir.
Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan
glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan,
3. Faring
(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe
yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan
rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar
lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan
laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara
masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang
dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral
melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan
menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara.
4. Esofagus
± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari
dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan
beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan
bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak
di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan
membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena
hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan
Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat
dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan
mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang
sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding
lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi
oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa
takut.
Fungsi lambung :
pepton).
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan
pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian
dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini,
letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling
panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam
permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot
yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh
epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan
lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke
dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami
beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah
jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah
ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden
usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang,
jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga
disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah
bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu
keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks
tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak
horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks
bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam
rongga abdomen.
kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf “S” , ujung bawahnya berhubungan dengan
rektum.
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia
luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :
gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga
anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak
ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
E. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium.
Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai
fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang
pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra
F. Komplikasi
2. Obstruksi intestinal
G. Penatalaksanaan
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan
mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.
I. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang
meliputi :
dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi.
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
k. Pola Keyakinan
ibadah.
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus
tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
J. Fokus Intervensi
1. Pre Operasi
2. Post Operasi
dirumah.
Intervensi keperawatan :
1. Pre Operasi
Intervensi :
d. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.
b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
C. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
dilakukan.
c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
2. Post Operasi
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian.
Intervensi :
c. Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi saat
menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada
saat menelan.
Interversi :
b. Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun
anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah
dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
1. Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di
rumah.
2. Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.
Intervensi :
b. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami oleh
neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung terdiagnosis pada bayi, walaupun
beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau dewasa muda (Izadi M, 2007)
GEJALA
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonatus Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi
dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama,
kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam).
Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium
dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi,
atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang
akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah (Kessman, 2008)
b. Periode anak-anak Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada
beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak
(Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis,
gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding
abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi
usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat
mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).
TANDA
1. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi
2. Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.
3. Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen
4. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang padat/ketat, dan
biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk.
5. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung
dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis
(Kessman, 2008; Lakhsmi, 2008)
Faktor genetik dikelompokkan menjadi tiga jenis meliputi kelainan mutasi gen tunggal,
aberasi kromosom dan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan).
Sementara faktor non-genetik/lingkungan terdiri dari penggunaan obat-obatan selama
hamil terutama pada trimester pertama (teratogen), paparan bahan kimia dan asap rokok,
infeksi dan penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan
bentuk dan fungsi pada bayi yang dilahirkan.
Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi menjadi
Hirschsprung segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid dan
Hirschsprung segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (Browne, et al., 2008).
Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit Hirschprung ada empat jenis yaitu :
Pemeriksaan Penunjang
1. pemeriksaan fisik
2. radiologi
3. dan laboratorium
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, pada pemeriksaan rektum
ditemukan adanya kelemahan sfingter internal dan tidak adanya feses, diikuti oleh pelepasan gas
dan feses yang eksplosif dan tiba-tiba tetapi peningkatan ukuran rektum hanya berlangsung
sementara. Sedangkan pada pemeriksaan radiologi dengan barium enema diperoleh hasil adanya
zona transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik distal. Sementara pada
pemeriksaan laboratorium dengan cara biopsi rektal didapatkan tidak adanya sel ganglion. Selain
pemeriksaan fisik, radiologis dan laboratorium jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
patologi klinik dengan biopsi usus pada saat operasi untuk menentukan lokasi usus dimana sel
ganglion dimulai (Ashwill & James, 2007; Browne et al., 2008)
a) Pengkajian
Data yang dapat ditemukan pada pengkajian meliputi riwayat keterlambatan pengeluaran
mekonium dalam 48 jam pertama setelah lahir, muntah berwarna empedu, adanya konstipasi,
distensi abdomen, nafsu makan berkurang atau anak tidak mau minum ASI, tidak adanya sel
ganglia pada pemeriksaan biposi rectal, pemeriksaan barium enema menunjukkan hasil adanya
zona transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik, dapat disertai enterokolitis.
b) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pre operasi antara lain:
Dx I: Konstipasi
Hasil yang diharapkan: anak dapat buang air besar normal melalui kolostomi atau enema.
Intervensi:
1. Kaji adanya konstipasi: durasi, pemahaman orang tua tentang konstipasi, konsistensi
feses, adakah penyakit lain
a) Pengkajian
Integritas dan fungsi stoma meliputi warna stoma; kolaps atau retraksi, adakah
perubahan; laserasi stoma; perdarahan, jika iya dimana dan berapa jumlahnya; kondisi
kulit periostoma; jumlah, warna dan konsistensi cairan stoma.
b) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada post op kolostomi antara lain:
Hasil yang diharapkan: daerah kolostomi bersih dan bebas dari eksudat, kemerahan atau
drainase; daerah kolostomi utuh tanpa perdarahan atau iritasi kulit (Doenges, Moorhouse, &
Geissler 2000).
Intervensi: