Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia Ani berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya atau buntutnya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus imperforata. Atresia ani atau
anus imperforate dapat disebabkan karena kelainan ini terjadi karena kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi
atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, gangguan
organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
berkaitan dengan sindrom down, atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu
bagaimana penyakit atresia ani pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penyakit atresia ani
pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus:
Untuk mengetahui bagaimana penanganan penyakit atresia ani pada
anak.

1
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai penyakit atresia ani pada anak.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi
keperawatan universitas jambi.

3. Bagi Ilmu Keperawatan


Sebagai bahan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
yang berkaitan dengan penyakit atresia ani pada anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia
ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber
Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa
Yunani, A artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah
kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan
kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya
saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam -
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

3
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar : Susunan Saluran Pencernaan (Syaifuddin, 2006).

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :

1. Mulut

4
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan
yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di
antara gusi, gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut
yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum
mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan
faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-
lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris
mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung
mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :

a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas


tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang
maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang
palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum
lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan
menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah
kanan

5
dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke
tonsil.

2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh
selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke
seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal
lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua
(ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat
epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada
waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua)
terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf
pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang
terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah
digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua
terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini
terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika
sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis,
submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk
suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan
makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga
mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak

6
mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas
dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan
rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari
bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian
ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan
bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan
pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke
bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan
makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan
dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis
lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa
membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu
yang sama jalan udara ditutup sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan
tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari
faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung.
Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan

7
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot
melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang
longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan
tulang punggung. Setelah melalui thorak menembus
diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam
tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg.
Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah
kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama :
permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah
diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati
mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika
dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah
pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler
setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar
sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari
lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati.
Fungsi hati :

a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan


yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk
disekresi dalam empedu dan urine.

8
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk
dalam sistem retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran
yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah
epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa,
menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang
makan. Bila melihat makanan dan mencium bau makanan
maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan
merangsang sekresi lambung karena kerja saraf
menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan
dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi
getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi
seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung :
1. Menampung makanan, menghancurkan dan
menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung dan getah lambung.
2. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam
amino (albumin dan pepton).

9
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan
makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan
membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga
menjaddi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan
susu dan membentuk kasein dari kasinogen
(kasinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak
menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah
lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput
pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di
dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus
pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya
dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis
pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri
menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari
sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan
absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot
melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M.
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)).

10
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya
berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu
pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah
dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal,
pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat
bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran
dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari
dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan
lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan
melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler
darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk
mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-
saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25
cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit
disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara
saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum
melalui

11
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak,
dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase
yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida,
dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-
kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m.
Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang ±
23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan
sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula
baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam
kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m,
lebarnya 5- 6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.

12
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai
cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah
kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di
bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut
fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari
ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi
masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi
usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis
masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan
terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke
dalam rongga abdomen.

15. Kolon transversum


Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden,
berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian
kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis
sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
13
17. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden,
berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
18. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian
kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis
sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
19. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon
desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri,
bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
20. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak
dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis.
Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses
sementara.
21. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar).
Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut
kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

14
2.3 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

2.4 Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
1. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital
2. Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya
3. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

15
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus
urinarius
Path Way

16
2.5 Manifestasi Klinik
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)

2.7 Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).

17
2.8 Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur
pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir,
kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas
dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit
anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan
hemostratau skapel.

b. Pengobatan
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan).
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3
bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

18
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba
di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.

2.10 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Biodata klien
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4. Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5. Riwayat sosial
Hubungan sosial
6. Pemeriksaan fisik

19
B. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.

Dx Post Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder
dari kolostomi.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

C. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion
Tujuan :
Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria Hasil :
1. untuk Penurunan distensi abdomen.
2. untuk Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya
distensi

Dx. 2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya


intake, muntah

20
Tujuan :
Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1. untuk Output urin 1-2 ml/kg/jam
2. untuk Capillary refill 3-5 detik
3. untuk Turgor kulit baik
4. untuk Membrane mukosa lembab

Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan :
Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
untuk Klien tidak cemas
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi
dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan
kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

21
b. Diagnosa Post Operasi
Dx 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi.
Tujuan :
Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.


Tujuan :
Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori
tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

D. Evaluasi

Pre Operasi Post operasi


1. Tidak terjadi konstipasi 1. Kerusakan integritas kulit tidak
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
terjadi 2. Klien memiliki pengetahuan
3. Lemas berkurang perawatan di rumah

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.

3.2 Saran
3.1.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan
materi atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan
mahasiswa khususnya mengenai stroke.
3.1.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi
pendidikan khususnya prodi Keperawatan Universitas Jambi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri
Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta :
EGC
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah
Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby

24

Anda mungkin juga menyukai