Anda di halaman 1dari 28

9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS

1. Defenisi

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada usus halus

dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Wijayaningsih , 2013).

Demam Thypoid, enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella Thipy secara

klinis ditandai dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, disertai gangguan

pencernaan dalam berbagai bentuk dan gangguan kesadaran dalam berbagai

tingkat (Kunoli F,2014).

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh Salmonella Typosa (Nugroho T, 2012).

2. Etiologi

Demam thypoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella

yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang

terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab

penyakit, baik ketika sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Salmonella

tiphy, basil gram negatife, begerak dengan rambut getar, tidak berspora.

Memounyai beberapa macam antigen, yaitu antigen somatic (O) dari

oligosokarida, antigen flagelar (F) yang terdiri dari protein dan antigen selubung
10

(K). Mempunyai mekromolekular lipopolisakarida komplek yang membentuk

lapisan luar dinding sel yang dinamakan endotoksin. (Wijayaningsih, 2013).

3. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan (Wijaya & Putri, 2015)


11

b. Fisiologi

Struktur pencernaan :

1). Mulut

Mulut atau oris adalah permulaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :

1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,

bibir dan pipi.

2. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi

sisinya oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis, disebelah

belakang bersambung dengan faring.

Selaput lender mulut ditutupi epitalium yang berlapis di bawahnya

terletak kelenjar – kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput

ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung ahkir

saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh selaput lendir

(mukosa). Otot oribikularis oris menutupi bibir, levator anguli oris

mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. Didalam

rongga mulut terdapat geligi, kelenjar ludah dan lidah. Dan fungsi

masing-masing organ tersebut sebagai berikut :

a. Geligi fungsinya untuk memotong dan memutuskan makanan

melalui gigi

b. Lidah fungsinya untuk mengaduk makanan, membentuk suara,

sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.

c. Kelenjar ludah fungsinya untuk menghasilkan kelenjar parotis,

submaksilaris, sublingualis.
12

2). Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esophagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disisni terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang

rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas

bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan

lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut

dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari bagian superior (bagian yang sama tinggi dengan

hidung), bagian media (bagian yang sama dengan mulut), dan bagian

inferior (bagian yang sama tinggi dengan laring), bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak

dengan ruang gendang telinga. Adapun fungsi faring adalah menutup

laring pada saat menelan makanan melalui epiglottis (Wijaya & Putri,

2015).

3). Esofagus

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan

lambung, panjangnya berkisar 25 Cm, mulai dari faring sampai pintu

masuk kardak dibawah lambung. Lapisan sub mukosa, lapisan otot

melingkar srikuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Fungsi dari


13

esophagus adalah menghubungkan tekak dengan lambung sehingga

makanan dapat masuk kedalam lambung (Wijaya & Putri, 2015).

4). Lambung

Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran saluran yang

dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung

terdiri dari bagiann atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus

melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pancreas

dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri. Beberapa fungsi

lambung antara lain :

a. Menampung makanan, menghancurkan makanan dan menghaluskan

makanan oleh peristaltik lambung

b. Mengubah peptin menjadi asam amino

c. Mengubah kasein menjadi protein susu

d. Memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah

lambung

5). Usus halus

Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem

pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada

sekum panjangnya 6m, merupakan saluran paling panjang tempat proses

pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus

halus yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.
14

sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal) dan lapisan serosa

(sebelah luar).

Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi usus besar.

Terbagi dalam beberapa bagian yaitu :

a. Duodenum adalah : usus yang disebut juga usus 12 jari, yang

memepunyai panjang 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung

kekeiri, pada lengkungan ini berbentuk pangkreas. Pamngkreas juga

menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi

di sakarida.

b. Bagian atas adalah (jejenum) dengan panjang 23 m dan ileum dengan

panjang 4-5 m.

Fungsi usus halus yaitu :

1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui

kapiler-kapiler darah dan saluran limfe.

2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

3. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang

menyempurnakan makanan :

1). Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik

2). Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.

a. Laktase mengubah lactase menjadi monosakarida.

b. Maltosa mengubah maltora menjadi monosakarida.

c. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida .


15

6. Usus besar

Usus besar atau intestinum mayor panjangnya kurang lebih ½ meter,

lebarnya 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : tersebut

lendir, lapisan otot melingkar, lapisan, lapisan otot memanjang, jaringan

ikat, funsgsi usus besar adalah menyerap makanan tempat tinggal bakteri

koli tempat feses. Adapun fungsi dari usus besar adalah menyerap air dan

mineral didalam makanan.

a. Sekum

Dibawah sekum terdapat appendiks vermipornis yang berbentuk

seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6

cm.

b. Kolon asendens

Panjangnya 13 cm, terletak sebelah kanan, membujur keatas dari

ileum kebawah hati.

c. Appendiks :

Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,

mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan

dapat dilewati oleh beberapa isi usus.

d. Kolon transpersum :

Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolom assendens

sampai kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan

terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.


16

e. Kolon desendens :

Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri

membujur dari bawah dan fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri,

bersambung dengan kolom sigmoid.

f. Kolom sigmoid :

Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam

rongga felvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung

bawahnya berhubungan dengan rectum.

g. Rektum

Terletak dibawah kolong sigmoid yang menghubungkan intestinum

mayor dengan anus, terletak dalam rongga felvis didepan os sekrum

dan os cogsigis.

h. Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar felvis, dindingnya

diperkuat oleh 3 sfingter :

1. Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut

kehendak.

2. Sfingter lepator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

3. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak

(Wijaya & Putri, 2015)


17

4. Patofisiologi

Salmonella Thyposa

Masuk dalam saluran


pencernaan

Masuk usus halus

Berkembang biak

Memasuki aliran darah sistemik

Masuk ke kelenjar Tukak Perdarahan Masuk ke hati dan Kurang


limfoid usus halus perforasi limfe informasi

Hepatoma
Nutrisi kurangnya Inflamasi - Ancaman - Pernyataan
masukan konsep diri masalah
- Ketakutan Spasme otot - Konsep
- Demam - Perubahan
- Bunyi usus pada dinding ketakutan
- Suhu tubuh fungsi sistem
hiperaktif perut
tinggi pencernaan
- Tonus otot
buruk Peningkatan - Keluhan nyeri
- Anoreksia Kurang
suhu tubuh - Meringis
- Mual / muntah pengetahuan
Ansietas
- Bedrest Nyeri
Gangguan - Cepat lelah
pemenuhan - Gelisah
kebutuhan nutrisi
kurang dari Intoleransi
kebutuhan aktivitas

Skema 2.1 . Patofisiologi (Doenges M, 2015)


18

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada

orang dewasa. Masa tunas 0-20 hari yang tersingkat 4 hari terjadi melalui

makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaaan tidak enak badan,

lesu nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang,

menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah :

1. Demam

Pada tiap kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris

remittmen dan suhu tidak tinggi kembali selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari. Biasanya turun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus

berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga (Kunoli F, 2014).

2. Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah,

lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang

disertai tremor, pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung

(Kunoli F, 2014).

3. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu

apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali

penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping


19

gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan

anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena

embolibasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama

demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak

besar. (Kunoli F, 2014)

6. Komplikasi

Dapat terjadi pada usus halus. Umumnya jarang terjadi, tetapi bila terjadi

sering fatal.

1. Perdarahan usus.

Jika perdarahan banyak terjadi melena dan dapat disertai nyeri perut.

2. Perporasi usus

Timbul biasanya pada minggu ke 3 atau setelah minggu ke 3 dan terjadi

pada distal ileum. Perporasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga perineum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto

rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3. Peritonitis

Biasanya menyertai perporasi tetapi dapat terjadi tanpa perporasi usus

ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang dan nyeri tekan.


20

Komplikasi diluar usus halus, yaitu :

Terjadi koma lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu meningitis, kolestitis,

ensefalopati dan lain-lain. Terjadi infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

(Kunoli F,2014)

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leucopenia, lomfositosis relatif dan aneosiniflia pada

permulaan sakit, mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

b. Pemeriksaan sumsum tulang belakang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis, pemeriksaan ini tidak

termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana.

c. Pemeriksaan widal

Dasar pemeiksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita

dicampur suspense antigen O. titer terhadap antigen H tidak diperlukan

untuk diagnosa karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau

bila pasien telah lama sembih. Pemeriksaan widal tidak selalu positif

semua karena keadaan sebagai berikut :

1. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya agglutinin normal, karena

infeksi basil coli pathogen pada usus.

2. Pada neonates, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.

3. Terdapatnya infeksi silang dengan Rickettsia.


21

4. Akibat immunisasi secara alamiah karena masuknya basil per oral pada

keadaan infeksi subklinis. (Doenges M, 2015)

8. Penatalaksanaan

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam thypoid harus

dianggap dan diperlukan sebagai pasien demam thypoid dan diberikan pengobatan

sebagai berikut :

1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreaksia.

3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal

kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi dan

juga boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.

4. Makanan harus mengandung cukup cairan, klori dan tinggi protein. Bahan

makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang dan

tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaraan pasien

menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan

nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.

5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak serasi dapat

diberikan obat lain seperti kotrimoksazol.

6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya bila

terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena

( Wijayaningsih, 2013)
22

B. LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah

Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare

Merasa gelisah dan ansietas

Pembatasan aktivitas / kerja sehubungan dengan efek

Proses Penyakit

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses

Inflamasi, dan nyeri)

Kemerahan, area ekimosis ( kekurangan vitamin K )

TD : Hipotensi, termasuk postural

Kulit / membrane mukosa : Turgor buruk, kering, lidah

pecah- pecah (dehidrasi / malnutrisi)

c. Integritas Ego

Gejala : Asietas, ketakutan, emosi kesal, misalnya, perasaan tak

berdaya / tak ada harapan

Faktor stress akut / kronis, misalnya, hubungan dengan

dengan Keluarga / pekerjaan, pengobatan yang mahal

Faktor budaya-peningkatan prevalensi pada populasi


23

Yahudi

Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi

d. Eliminasi

Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau

BerairEpisode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang

timbul,

Sering tidak dapat dikontrol (sebanyak 20-30 kali

defekasi/hari).

Perasaan dorongan / kram ( tenesmus ) ; defekasi berdarah/

pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses

Perdarahan per rectal

Riwayat batu ginjal ( dehidrasi )

Tanda : Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik atau adanya

peristaltik yang dapat dilihat

Hemoroid, fisual anal 25 %, fitula perianal (lebih sering

pada Crohn)

e. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual / muntah

Penurunan berat badan

Tidak toleran terhadap diet / sensitive. Buah segar / sayur

Produk susu, makanan berlemak

Tanda : Penurunan lemak subkutan / massa otot


24

Kelemahan, tonus otot dan turgo kulit buruk

Membran mukosa pucat ; luka. Inflamasi rongga mulut

f. Higiene

Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri

Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin

Bau badan

g. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri / nyeri tekan pada kuadran kiri bawah

( mungkin hilang dengan defekasi )

Titik nyeri berpindah, nyeri tekan ( arthritis )

Tanda : Nyeri tekan abdomen / distensi

h. Keamanan

Gejala : Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis

Artritis (memperburuk gejala dengan eksaserbasi penyakit

usus)

Peningkatan suhu 39,40C (eksaserbasi akut)

Penglihatan kabur

Alergi terhadap makanan / produk (susu mengeluarkan

histamin

Kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi)

Tanda : Lesi kulit mungkin ada, misalnya eritema nodusum

(meningkat), Nyeri tekan, kemerahan dan membengkak)

pada tangan, muka, pioderma gangrenosa (lesi tekan perulen /


25

lepuh dengan dengan batas keuangan) pada paha, kaki, dan mata

kaki

Ankilosa spondilitis

Uveitis, konjungtivitis / iritis

i. Seksualitas

Gejala : Frekuensi menurun / menghindari aktivitas seksual

j. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi

Ketidakmampuan aktif dalam sosial

k. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus

Pertumbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :

7,1 hari

Rencana Pemulangan : Bantuan dengan program diet,

program obat, dukungan psikologis (Doenges M, 2015)

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Contoh feses ( pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama

kemajuan penyakit ) : Terutama yang mengandung mukosa, darah, pus,

dan organisme khususnya hi stilytica (tahap aktif).

b. Protokosigmoidoskopi : Memperlihatkan ulkus, edema, heperemia, dan

inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan sub mukosa ). Area yang
26

menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada

85% bagian pada pasien ini.

c. Sitologi dan biopsy rectal : Membedakan antara proses infeksi dan

karsinoma (terjadi 10-20 kali sering daripada populasi umum). Perubahan

neoplastik dapatdideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut

abses lapisan bawah.

d. Kolonoskopi : mengidentifikasi adesi, perubahan lumen, dinding,

(menyempit/ tak teratur), menunjukan obstruksi usus.

e. Darah lengkap : Dapat menunjukkan anemia hiperkomik (penyakit aktif

umum terjadi sehubungan dengan kehilangan darah dan kekurangan besi),

leokositosis dapat terjadi , khusus nya pada kasus berat atau komplikasi

dan pada pasien dengan terapi steroid.

f. Kadar besi serum : Rendah karena kehilangan darah.

g. Masa protombin : memanjang pada kasus berat karena gangguan factor

VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.

h. ESR: meningkatnya karena beratnya penyakit.

i. Trombositosis : dapat terjadi karena proses inflamasi.

j. Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.

k. Kadar albumin : penurunan karena kehilangan protein palasma / gangguan

fungsi hati.

l. Alkalin fosfataase : Meningkat, juga dengan kolesterol serum dan

hipoproteinemia, menjukkan gangguan fungsi hati ( mis, kolangitis,

sirosis)
27

m. Sumsum tulang : menurun secara umum pada tipe berat / setelah proses

inflamasi panjang (Doenges M, 2015)

3. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan nutrisi / cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kurangnnya masukan nutrisi / cairan ditandai dengan anoreksia,

mual,muntah

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan usus halus

ditandai dengan bedrest,cepat lelah,gelisah

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik ditandai dengan meringis

d. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis / rangsang simpatis (proses

inflamasi) ditandai dengan ketakutan, perubahan sistem pencernaan

e. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi di tandai dengan pernyataan salah

Diagnosa Keperawatan I

Perubahan nutrisi / cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kurangnnya masukan nutrisi / cairan ditandai dengan anoreksia, mual,muntah

Tujuan : Mempertahankan berat badan stabil atau menunjukan

kemajuan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan

nilai laboratorium normal.


28

Kriteria Hasil : Bebas dari malnutrisi.

Menyatakan pemahaman perubahan fungsi.

Mengidentifikasi intervensi / perilaku yang perlu untuk

mempertahankan berat badan.

Tabel 2.1 Intervensi dan rasioanl diagnosa 1(Doengoes,2015)


Intervensi Rasional
a. Berikan makanan lunak yang a. Untuk meningkatkan kualitas intake
disertai suplemen nutrisi nutrisi.

b. Awasi toleransi terhadap masukan b. Komplikasi paralitik ileus,


cairan dan makanan, catat distensi obstruasi, pengosongan lambung
abdomen, laporkan peningkatan lambat dan dilatasi gaster dapat
nyeri / kram, mual / muntah. terjadi.

c. Berikan perawatan perawatan oral c. Mencegah ketidaknyamanan mulut


teratur, termasuk minyak bibir. kering dan bibir pecah disebabkan
oleh pembatasan cairan.
d. Catat berat badan saat masuk dan
bandingkan dengan saat d. Memberikan informasi tentang
berikutnya. keadekuatan masukan diet atau
penentuan kebutuhan nutrisi.
e. Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan e. Menambah motivasi pasien agar
penyakit. mau makan.

Kolaborasi dengan dokter


f. Inf Dex / glukosa, NaCl
f. Untuk menambah memenuhi
kebutuhan nutrisi.
29

Diagnosa Keperawatan 2

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan usus halus ditandai

dengan bedrest,cepat lelah,gelisah

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal

Tabel 2.2 Intervensi dan rasioanl diagnosa II (Doengoes, 2015)


Intervensi Rasional

a. Observasi vital sign, perhatikan a. Suhu 38,9 oC menunjukan proses


menggigil / dioferesis. penyakit infeksius akut pola demam
dapat membantu dalam diagnosis.

b. Pantau suhu lingkungan, batasi b. Suhu dengan / jumlah selimut harus


/tambahan klien tempat tidur diubah untuk mempertahankan
sesuai indikasi. suhu mendekati normal.

c. Berikan kompres mandi hangat c. Dapat membantu mengurangi


atau hindari penggunaan alkohol. demam.

d. Anjurkan untuk banyak minum.


d. Efektif dalam menurunkan suhu
e. Monitor suhu sesering mungkin tubuh.

e. suhu , C menunjukkan proses


penyakit infeksi akut.
f. Monitor warna dan suhu kulit
f. Menjaga suhu dan menghindari
panas yang berkaitan dengan
penyakit. d. Monitor tekanan darah,

Kolaborasi dengan dokter


g. Berikan antiperetik sesuai indikasi.

Diagnosa keperawatan 3
30

Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik ditandai dengan meringis

Tujuan : Menyatakan pemahaman situasi atau factor resiko dan program

pengobatan individu.

Kriteria Hasil : Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali

melakukan aktivitas.

Tabel 2.3 Intervensi dan rasioanl diagnosa III


Intervensi Rasional

a. Kaji nyeri, catat lokasi dan a. Mencoba untuk mentoleransi nyeri


intensitas (skala 0-10). daripada meminta analgesik.

b. Dorong pasien untuk melaporkan b. Nyeri kolik hilang timbul pada


nyeri penyakit Chron. Nyeri sebelum
defekasi sering terjadi pada
keadaan umum dengan tiba-tiba,
c. Biarkan pasien mengambil posisi dimana dapat berat dan terus
yang nyaman pada waktu tidur atau menerus.
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat
di tempat tidur sesuai indikasi c. Efektif untuk menghilangkan nyeri

d. Kaji laporan kram abdomen atau


nyeri, catat lokasi, lamanya,
intensitas, ( skala 0-10 ). Selidiki
dan laporan perubahan d. Pada penyakit berat, tirah baring
karakteristik nyeri. mungkin diperlukan untuk
membatasi nyeri atau cedera sendi
e. Berikan masase yang lembut dan
ajarkan senam rematik
e. Mengurangi nyeri
Kolaborasi dengan dokter
f. Berikan analgetik sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 4

Ansietas berhubungan dengan factor psikologis / rangsang simpatis (proses

inflamasi) ditandai dengan ketakutan, perubahan sistem pencernaan


31

Tujuan : Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat

menerimanya.

Kriteria hasil : Menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas

sampai tingkat dapat ditangani.

Tabel 2.4 Intervensi dan rasioanl diagnosa IV (Doengoes,2015)


Intervensi Rasional

a. Catat petunjuk perilaku mis, a. Indikator derajat ansietas / stress mis,


gelisah, peka rangsang, menolak, pasien merasa dapat tidak terkontrol
kurang kontak mata, perilaku di rumah, kerja / masalah pribadi.
menarik perhatian. Stres dapat terjadi sebagai akibat
gejala fisik kondisi. Juga reaksi lain.

b. Dorong menyatakan perasaan. b. Membuat hubungan teraupetik.


Berikan umpan balik. Membantu pasien / orang terdekat
dalam mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress.

c. Berikan lingkungan tenang dan c. Memindahkan pasien dari stres luar


istirahat. meningkatkan relaksasi, membantu
menurunkan ansietas.

d. Berusah memahami keadaan klien d. Memberi rasa nyaman pada klien

e. Berikan informasi tentang diagnosa, e. Menambah Pengetahuan klien


prognosis dan tindakan
f. Mengetahui tingkat ansietas klien
f. Kaji tingkat ansietas dan reaksi
fisik pada tingkat ansieta

Diagnosa Keperawatan 5

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi di tandai dengan pernyataan salah


32

Tujuan

Menunjukan pemahaman akan proses penyakit.

Kriteria Hasil

a. Memulai pemahaman gaya hidup

b. Ikut serta dalam program pengobatan

Tabel 2.5 Intervensi dan rasioanl diagnosa V(Doengoes,2015)


Intervensi Rasional

a. Tinjauan proses penyakit dan a. Memberikan pengetahuan dasar


harapan masa depan. dimana pasien dapat membuat
pilihan.

b. Berikan informasi mengenai b. Meningkatkan pemahaman dan


terapi obat-obatan, interaksi meningkatkan kerjasama dalam
efek samping dan pentingnya penyembuhan dan mengurangi
ketaatan pada program. terjadinya komplikasi.

c. Diskusikan kebutuhan untuk c. Perlu untuk penyembuhan


kemasukan nutrisional yang optimal kesejahteraan umum.
tepat dan seimbang.

d. Tinjauan perlunya kesehatan d. Membatu mengontrol


pribadi dan kesehatan pemajanan lingkungan dengan
lingkungan. mengurangi jumlah bakteri
pathogen.
e. Dorong periode istrahat
adekuat dengan aktivitas. e. Mencegah kepenatan,
penghematan energi dan
meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi dengan dokter

f. Berikan obat antiseptic f. Untuk menurunkan demam dan


meningkatkan kenyamanan.
33

Diagnosa Keperawatan 6

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses penyakit bedrest total dan

kelemahan umum.

Tujuan

Menyatakan pemahaman situasi atau faktor resiko dan program pengobatan

individu.

Kriteria Hasil

Menunjukkan tehknik / perilaku yang menumpukkan yang menampilkan

kembali.

Tabel 2.6 Intervensi dan rasioanl diagnosa VI (Doengoes,2015)


Intervensi Rasional

a. Tingkatkan tirah baring. Berikan a. Meningkatkan istirhat dan


lingkungan tenang, batasi ketenangan, menyediakan energy
pengunjung sesuai keperluan. yang digunakan untuk
penyembuhan.

b. Ubah posisi degan sering, berikan b. Meminimalkan tekanan pada area


perawatan kulit yang baik. tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan.

c. Lakukan tugas dengan cepat dan c. Memungkinkan periode tambahan


sesuai toleransi. istirahat tanpa gangguan.

d. Dorong penggunaan tehknik d. Meningkatkan relaksasi untuk


manajemen stres contoh memusatkan kembali perhatian dan
34

bimbingan imajinasi, berikan dapat meningkatkan koping.


aktivitas hiburan.
e. Menghindari pemaksaan
e. Bantu klien untuk menggunakan energy aktivitas
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Adji.(2020). Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan


Kejadian Demam Tifoid. Dibuka pada website :
https://www.google.com/search?q=(Pangestu+Budhi+Inggrid
%2C+Adji+2020+jurnal+demam+thypoid&oq=(Pangestu+Budhi+Inggrid
%2C+Adji+2020+jurnal+demam+thypoid&aqs=chrome..69i57.9345j0j4&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8. Diakses pada tanggal 01 Maret 2022.
35

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2015). Rencana Asuhan


Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Firmansyah.(2021). Studi Kasus Implementasi Evidence-Based Nursing: Water


Tepid Sponge Bath Untuk Menurunkan Demam Pasien Tifoid. Dibuka pada
website : https://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/article/view/579. Diakses
pada tanggal 06 Maret 2022.
Kunoli, F. J. (2014). Asuhan keperawatan penyakit tropis. Jakarta: Trans Info
Media.

Nugroho, T. (2012). Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit


dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nuruzzaman.(2015). Analisis RISIKO Kejadian Demam TIFOID Berdasarkan


Kebersihan DIRI DAN Kebiasaan JAJAN DI Rumah. Dibuka pada
website : https://media.neliti.com/media/publications/76557-ID-none.pdf.
Diakses pada tanggal 05 Maret 2022.

Puspita dkk,.(2019). Evaluation Of Antibiotic Treatment Of Tyhoid Fever In


Garut Regency January-December 2017. Dibuka pada website :
https://journal.uniga.ac.id/index.php/JFB/article/download/657/624. Diakses
pada tanggal 03 Maret 2022.

Rahimi (2021). Efektivitas sabun antiseptik dalam menghambat pertumbuhan


Salmonella typhi.
Dibuka  pada website :
http://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/JPMS/article/download/1788/1367

Rahmat W.(2019). Demam Tifoid Dengan Komplikasi Sepsis : Pengertian,


Epidemiologi, Patogenesis, Dan Sebuah Laporan Kasus. Dibuka pada
website : http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/view/15250.
Diakses pada tanggal 07 Maret 2022.

Sembiring.(2020). Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Pencegahan Dan


Perawatan Penyakit Typus Abdominalis Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2019. Diakses pada tanggal 08 Maret 2022.

Wijayaningsih, Kartika Sari 2013, Asuhan keperawatan anak, CV. Trans Info
Media : Jakarta.

Wijaya & Putri.2015.Kmb 2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha


Medika
36

Wariki W.(2017). Hubungan Higiene Perorangan Danaspek Sosial Ekonomi


Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Rumah Sakit Tk.Iii R.W.
Mongisidi Manado. Dibuka pada website : https://adoc.pub/-fakultas-
kesehatan-masyarakat-universitas-sam-ratulangi-
man677ac4ef5bc8181a4b770afd16fa052533108.html. Diakses pada tanggal
07 Maret 2022.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5432773/

Anda mungkin juga menyukai