Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN AKALASIA ESOFAGUS

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFENISI
Akalasia (kardiospasme atau megaesofagus) adalah: Kegagalan
relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada persimpangan bagian yang
satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esofagogaster untuk
mengendur pada waktu menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion pada
organ itu. (kamus saku kedokteran Dorland, 2007)
Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplet sfingter esofagus
bawah sebagai respons terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi
fungsional esofagus yang menyebabkan esofagus lebih proksimal mengalami
dilatasi. (buku ajar patologi robbins, 2007)
Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis
korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah(SEB)
yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna
pada waktu menelan makanan. (buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, 2006)
Jika akalasia menjadi berat, esofagus tidak bisa mengosongkan
makanan yag ditelan ke dalam lambung untuk beberapa jam, padahal waktu
normal adalah beberpa detik. Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun
esofagus menjadi sangat besar bahkan bisa menampung 1 liter makanan,
yang kemudian menjadi busuk infeksius selama periode yang lama dari
stasis esofagus.
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Mulut
Mulut atau rongga oral adalah jalan masuk menuju system
pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal
pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) terletak di antara gigi dan bibir,
serta pipi sebagai batas luarnya. Organ oral utama dibatasi gigi dan gusi
di bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah di bagian
bawah, dan orofaring di bagian belakang.
2. Bibir
Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan
ikat. Organ ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.
a. Permukaan luar bibir dilapisi kulit yang mengandung folikel
rambut, kelenjar keringat, serta kelenjar sebasea.
b. Area transisional memiliki epidermis transparan. Bagian ini
tampak merah karena dilewati oleh banyak kapiler yang dapat
terlihat.
c. Permukaan dalam bibir adalah membrane mukosa. Bagian
frenulum labia melekatkan membrane mukosa pada gusi di garis
tengah.
3. Pipi
Pipi mengandung otot buksinator maksikasi. Lapisan epitel pipi
merupakan subjek abrasi dan sel secara konstan terlepas untuk kemudian
diganti dengan sel-sel baru yang membelah dengan cepat.
4. Lidah
Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah
berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan,
untuk pengecapan, dan dalam produksi wicara.
a. Otot-otot ekstrinsik lidah berawal pada tulang dan jaringan di luar
lidah serta berfungsi dalam pergerakan lidah secara keseluruhan.
b. Otot-otot intrinsik lidah memiliki serabut yang menghadap ke berbagai
arah untuk membentuk sudut satu sama lain, ini memberikan mobilitas
yang besar pada lidah.
c. Papila adalah elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat pada
permukaan dorsal lidah. Papila-papila ini menyebabkan tekstur lidah
menjadi kasar.
1. Papila fungiformis dan papilla sirkumvalata memiliki kuncup-
kuncup pengecap.
2. Sekresi berair dari kelenjar Von Ebner, terletak di otot lidah,
bercampur dengan makanan pada permukaan lidah dan
membantu pengecapan rasa.
d. Tonsil-tonsil lingua adalah agregasi jaringan limfoid pada sepertiga
bagian belakang lidah.
5. Kelenjar saliva
Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Saliva
terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang
mengandung mukus.
Ada tiga pasang kelenjar saliva, yaitu:
1) Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva terbesar, terletak agak ke bawah
dan di depan telinga dan membuka melalui duktus parotid
(Stensen) menuju suatu elevasi kecil (papilla) yang terletak berhadapa
dengan gigi molar kedua pada kedua sisi.
2) Kelenjar submaksilar (submandibular) kurang lebih sebesar kacang
kenari dan terletak di permukaan dalam pada mandibula serta
membuka melalui duktus Wharton menuju ke dasar mulut pada kedua
sisi frenulum lingua.
3) Kelenjar sublingual terletak di dasar mulut dan membuka
melalui duktus sublingual kecil menuju ke dasar mulut.
Saliva terutama terdiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan
mengandung enzim amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida,
bikarbonat, dan kalium), juga sekresi mukus yang lebih kental dan lebih
sedikit yang mengandung glikoprotein (musin), ion, dan air.
Saliva memiliki fungsi sebagai berikut.
1) Saliva melarutkan makanan secara kimia untuk pengecapan rasa.
2) Saliva melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat ditelan.
Saliva juga memberikan kelembaban pada bibir dan lidah.
3) Amilase pada saliva mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan
maltosa.
4) Zat buangan seperti asam urat dan urea serta berbagai zat lain seperti
obat, virus, dan logam diekskresi ke dalam saliva.
5) Zat antibakteri dan antibody dalam saliva berfungsi untuk
membersihkan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral
serta mencegah keruakan gigi.
Kendali saraf pada sekresi saliva.
1) Aliran saliva dapat dipicu melalui stimulus psikis (pikiran akan
makanan), mekanis (keberadaan makanan), atau kimiawi (jenis
makanan).
2) Stimulus dibawa melalui serabut aferen dalam saraf cranial V, VII,IX,
dan X menuju nuklei salivatori inferior dan superior dalam medulla.
Semua kelenjar saliva dipersarafi serabut simpatis dan parasimpatis.
3) Volume dan komposisi saliva bervariasi sesuai jenis stimulus dan jenis
inervasinya (system simpatis atau parasimpatis).
a. Stimulus parasimpatis mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
dan sekresi serosa yang banyak sekali.
b. Stimulus simpatis mengakibatkan vasokontrinksi pembuluh darah
dan sekresi mukus yang lebih kental dan lengket.
c. Pada manusia normal, saliva yang disekresi permenit adalah
sebanyak 1ml. Saliva yang disekresi dapat mencapai 1 L sampai
1,5 L dalam 24 jam.
6. Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan
maksila.Fungsi gigi. Gigi berfungsi dalam proses mastikasi
(pengunyahan). Makanan yang masuk dalam mulut dipotong menjadi
bagian-bagian kecil dan bercampur dengansaliva untuk membentuk bolus
makanan yang dapat ditelan.
Anatomi gigi
1) Setiap lengkung barisan gigi pada rahang membentuk lengkung
gigi. Lengkung bagian atas lebih besar dari bagian bawah sehingga
gigi-gigi atas secara normal akan menutup gigi bawah.
2) Manusia memiliki 2 susunan gigi ; gigi primer (desiduous, gigi
susu) dan gigi sekunder (permanen).
a. Gigi primer dalam setengah lengkung gigi (dimulai dariruang
antara dua gigi depan) terdiri dari 2gigi seri, satu taring dan
dua graham, untuk total keseluruhan 20 gigi.
b. Gigi sekunder mulai keluar pada usia 5 sampai 6 tahun.
Setengah dari lengkung gigi terdiri dari 2gigi seri, satu taring,
dua remolar dan tiga geraham, untuk total keseluruhan 32
buah. Geraham ketiga disebut gigi bungsu.
3) Komponen gigi
a. Mahkota adalah bagian gigi yang terlihat. Satu sampai tiga
akar yang tertanam terdir dari bagian gigi yang tertanam ke
dalam prosesus (kantong) alveolar tulang rahang.
b. Mahkota dan akar beertemu pada leher yang diselubungi
gingival (gusi).
c. Membran periodontal merupakan jaringan ikat yang melapisi
kantong alveolar dan melekatpada sementum di akar.
Membran ini menahan gigi di rahang.
d. Rongga pulpa dalam mahkota melebar ke dalam saluran akar,
berisi pulpa gigi yang mengandung pembuluh darah dan saraf.
Saluran akar membuka ke tulang melalui foramen apical.
e. Dentin menyelubungi rongga pulpa dan membentuk bagian
terbesar gigi. Dentin pada mahkota gigi tertutup oleh email dan
di bagian akar oleh sementum. Email terdiri dari 97% bahan
anorganik (terutama kalsium fosfat) dan merupakan zat
terkeras dalam tubuh. Zat ini berfungsi untuk melindungi,tetapi
dapat tererosi oleh enzim dan asam yang diproduksi bakteri
mulut dan mengakibatkan karies gigi. Fluoride dalam air
minum atau yang sengaja dikenakan pada gigi dapat
memperkuat email.
7. Faring

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.


Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Ada tiga pembagian faring,
yaitu:
Epifaring (nasofaring), Mesofaring (orofaring), Hipofaring (faringofaring)
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar
limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior
=bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi
dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.

8. Esofagus
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus
mienterik Auerbach yang terletak di antara otot longitudinal dan otot
sirkular sepanjang esophagus
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas
adalah upper esophageal sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin
otot yang membentuk bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus
dengan tenggorokan. Sfingter ini selalu menutup untuk mencegah
makanan dari bagian utama esofagus masuk ke dalam tenggorokan.
Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari esofagus, suatu
saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian fungsional yang
ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter esophagus
bawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus dan
lambung. Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup
untuk mencegah makanan dan asam lambung untuk kembali
naik/regurgitasi ke dalam badan esofagus. Sfingter bagian atas akan
berelaksasi pada proses menelan agar makanan dan saliva dapat masuk ke
dalam bagian atas dari badan esofagus. Kemudian, otot dari esofagus
bagian atas yang terletak di bawah sfingter berkontraksi, menekan
makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.
Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik ini akan membawa
makanan dan saliva untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang
peristaltik ini sampai pada sfingter bawah, maka akan membuka dan
makanan masuk ke dalam lambung. Esofagus berfungsi membawa
makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster melalui suatu proses menelan,
dimana akan terjadi pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan
konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase yaitu :
1. Fase oral
Makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak pada
dorsum lidah menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dinding
posterior faring terangkat.
2. Fase pharyngeal
Terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan taring bergerak ke
atas oleh karena kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring, m.
Thyroid dan m. Palatofaring, aditus laring tertutup oleh epiglotis dan
sfingter laring.
3. Fase oesophageal
Fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan kedistal oleh
karena relaksasi m. Krikofaring, di akhir fase sfingter
esophagusbawah terbuka dan tertutup kembali saat makanan sudah
lewat.
- Mekanisme Menelan

1. Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana
makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan
rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari
pergerakan volunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan
esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat
untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan
menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai
ke lambung.
Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua
lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal
(gelombang peristaltik primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan
yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai cardia lebih cepat
dari gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala
di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan
gelombang peristaltik primer.
2. Neurofisiologi Menelan
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase
faringeal dan fase esophageal.
a. Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke
belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan
volunter lidah.
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus
makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum
mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap
untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke
faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi
meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi
menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke
posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum
sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan
dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring.
b. Fase Faringeal
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring
terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea.
Kemudian bolus melewati epiglotis menuju faring bagian bawah
dan memasuki esofagus.
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus
faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera
timbul. Fase Esofageal terjadi gelombang peristaltik pada
esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian
distal, kemudian menuju lambung.
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa
disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal
yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring.
Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot
longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti
oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons
akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut
saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot
longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan
gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke
distal esofagus.
3. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat
turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20
detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat
dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk
merangsang gelombang peristaltik primer.
C. ETILOGI
Dasar penyebab akalasia adalah kegagalan koordinasi relaksasi
esophagus bagian distal disertai peristalsis esophagus yang tidak efektif
berdilatasi. Hasil penelitian menunjukkan kelainan persarafan parasimpatis
berupa hilangnya sel ganglion di dalam pleksus Auerbach yang juga disebut
pleksus mienterikus.
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat
bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan
pengaturan neurologis. Beberkita dapat mengetahui teori yang berkembang
berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau kedua-
duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
1. Akalasia primer,(yang paling sering ditemukan). Penyebab yang
jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik
yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak
dan ganglia mienterikus pada esofagus. Disamping itu, faktor
keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
2. Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat
disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia
atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas.
Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau
pascavagotomi.
Gambaran klinis:
No. Tanda gejala Primer Sekunder
Ringan sampai berat Sedang sampai
1. Disfagia
( >1 tahun) berat (< 6 bulan)
2. Regurgitasi Sedang sampai berat Ringan
3. Berat badan menurun Ringan (5 kg) Berat (15 kg)
Ringan sampai
4. Nyeri dada Jarang
sedang
5. Komplikasi paru Sedang Jarang

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik


diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang
esofagus pars torakal. Dari beberkita dapat mengetahui data disebutkan bahwa
faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah
kemungkinan penyebab dari akalasia.

a. TeoriGenetik
Temuan kasus akalasia pada beberkita dapat mengetahui orang dalam satu
keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan
secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi
penderita akalasia.
b. Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis,
clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio
dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik
esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang
paling kuat mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi.
Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-
satunya bagian saluran pencernaan dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel
skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak
perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor
neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan
hubungan antara measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.
c. Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun kita dapat akalasia diambil dari beberkita dapat
mengetahui somber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus
esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit
autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui
berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberkita
dapat mengetahui kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus
mienterikus.
d. Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan
proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit
Parkinson dan depresi.
D. PATOFISIOLOGI
Kontraksi dan relaksasi sfingter esophagus bagian bawah diatur oleh
neutransmitter penghambat seperti nitrit oxide.
1. Obstruksi pada sambungan esophagus dan lambung akibat peningkatan
sfingter esophagus bawah (SEB) istirahat jauh diatas normal dan
gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna.
2. Peristaltik esophagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik
dan dilatasi 2/3 bagian bawah korpus esophagus.
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS
Ada tanda-tanda utama dari penyakit akalasia, yaitu:
1. Disfagia (sukar menelan)
klien mengalami disfagia atau sukar menelan baik untuk makanan padat
maupun cair. Sifat pada permulaan hilang timbul yang dapat terjadi selama
bertahun-tahun sebelum diagnosis diketahui secara jelas. Letak obstruksi
biasanya dirasakan pada retrosternal bagian bawah.
2. Regurgitasi
Kilen mengalami regurgitasi atau aliran kembali. Hal ini berhubungan
dengan posisi klien (seperti saat berbaring) dan sering terjadi pada malam
hari karena adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar.
Namun, ciri khasnya adalah klien tidak merasa asam ataupun pahit.
3. Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya
odinofagia(nyeri menelan).
Namun, jika penyakit ini sudah berlangsung lama akan terjadi kenaikan
berat badan karena pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan akan
meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan sfingter
esofagus bagian bawah (SEB).
4. Gejala yang menyertai gejala utama, seperti nyeri di dada. Gejala ini
dialami sekitar 30% kasus tetapi tidak begitu dirasakan oleh klien. Sifat
nyeri dengan lokasi substernal dan biasanya dirasakan apabila meminum
air dingin. Hal ini merupakan akibat komplikasi retensi makanan dalam
bentuk batuk dan pneumonia aspirasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-
gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan
gambaran air fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan
esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi
pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang
abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau
esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like
appearance.
2. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan kita dapat
semua pasien akalasia oleh karena beberkita dapat mengetahui alasan yaitu
kita dapat menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya,
kita dapat melihat sebab dari obstruksi, dan kita dapat memastikan ada
tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen
esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan
dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus
berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis
aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan
melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat
masuk ke lambung dengan mudah.
3. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya kita dapat mem'lai fungsi motorik esofagus dengan
melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus.
Pemeriksaan ini kita dapat memperlihatkan kelainan motilitas secara-
kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan
pipa kita dapat pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada
akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter
esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas
peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan
istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas
adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan
peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan
sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi
relaksasi sfingter pada waktu menelan.
4. Film dada
Pelebaran esophagus yang disebabkan tetahannya ini maknan akan
memperlihatkan gmabaran mediastinum yang melebar. Udara yang
berkurang pada lamung menghasilkan gelembung udara yang berjumlan
sedikit atau tidak ada samasekali. Aspirasi kealam paru dapat
menyebabkan berbagai perubahan dibagian basal Penelanan barium,
menunjukan dilatasu esophagus yang berukuran besar dan berliku,
biasanya disertai adanya resdiu makanan yang tertahan. Terdapat aktifitans
peristaltic yang buruk disertai penyempitan sambungan esofagograstit
akibat kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah.
Pada esofagografi terdapat penyempitan daerah batas esofagogaster
dan dilatasi bagian proksimalnya. Jika proses akalasia sudah lama, bentuk
esophagus berubah menjadi berkelok dan akhirnya berbentuk huruf S.
Dengan pemeriksaan esofagoskopi dapat disingkirkan kelainan
penyempitan karena struktur atau keganasan.
Pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding esophagus sehingga
pengukuran tekanan didalam lumen esophagus dengan manometri sangat
menentukan diagnosis. Tekanan di dalam sfingter esofagogaster meninggi
dan tekanan didalam lumen esophagus lebih tinggi daripada tekanan
didalam lambung.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik
esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan
memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan
operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
3. Terapi NonBedah
a. Terapi Medikasi
1) Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat
digunakan kita dapat menghambat pelepasan asetilkolin pada
bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan
mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan
inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi
dengan memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam
dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum
dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas
squamocolumnar junction.
Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas
proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke
dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100
unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL kita dapat diinjeksikan
pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang
sama 1 bulan kemudian kita dapat mendapatkan hasil yang
maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian
terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak
merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini
selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberkita dapat
mengetahui kali penyuntikan dua setengah tahun
kemudian.Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan
reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang
selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi
ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa
menjalani dilatasi atau pembedahan.

2) Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama
selama bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian
gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan
serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase
keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun
menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberkita
dapat mengetahui kali dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar
5%.
Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi
kita dapat penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan
dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal
reflux yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal
dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan
miotomi Heller.
3) Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan kita dapat achalasia termasuk obat-
obat oral, pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus
bagian bawah (dilation), operasi kita dapat memotong sphincter
(esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox)
kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi
tekanan didalam sphincter esophagus bagian bawah kita dapat
mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esophagus
kedalam lambung.
Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter
esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat
yang disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan
calcium-channel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan
verapamil (Calan). Meskipun beberkita dapat mengetahui pasien-
pasien dengan achalasia, terutama pada awal penyakit,
mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obat-obat,
kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral
mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan
bukan jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak
pasien-pasien mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.
b. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication
adalah suatu prosedur pilihan kita dapat akalasia esofagus. Operasi ini
terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter
esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang
diikuti oleh partial fundoplication kita dapat mencegah refluks. Pasien
dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas
sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi
gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif
adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat
baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan
yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam
penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani
terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau
pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi)
Tujuan utama penatalaksanaannya adalah menurunkan tahanan
sfingter esophagus bagian bawah terhadap bolus makanan dan hal ini
dapat dicapai dengan cara dilatasi balon dan bedah
esofagomiomotomi.Diet dan obat-obatan kita dapat menghilangkan
atau mengurangi kontraksi sfingter esophagus dan otot polos dinding
esophagus dianjurkan pada tahap awal penyakit. Tindakan ini biasanya
disertai dengan dilatasi. Tujuan melakukan dilatasi ialah membuat
sfingter esophagus bagian terbuka dan otot-ototnya rusak.
Toksin botolinum adalah toksin yang bekerja menghambat
pengeluaran asetilkolin di prasinaps pada serabut syaraf sehingga dapat
menurunkan tonus otot sfingter esophagus. Meskipun demikian, terapi
ini hanya berhasil pada dua pertiga pasien. Selain itu pula, botolinum
hanya efektif kita dapat jangka pendek dan oleh karena itu, harus
dilakukan penyuntikan berulang.
Dilatasi dilakukan dengan dilatators yang terdiri atas sonde
dengan balon yang dapat diisi dengan udara atau air bertekanan
dengan tinggi sehingga otot sirkuler teregang dan robek. Dilatasi ini
harus diulang sewaktu timbul gejala kembali. Hasil pengobatan dengan
cara ini berhasil memuaskan pada 65% kasus; pada kurang dari 1%
timbul koplikasi perforasi.
Bedah esofagomiotomi terdiri atas memotong otot esophagus
pada arah sumbu esophagus sepanjang sfingter bawah, diluar mukosa.
Hasil operasi ini cukup memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai