Anda di halaman 1dari 62

SEMINAR KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHPADA NY.IDENGAN

ILEUS PARALITIKDI RUANGLAIKA WARAKA RSUD

BAHTERAMASPROVINSI SULAWESI TENGGARA

TAHUN 2019

OLEH:

WIWIN, S.Kep
NIM:

INSTITUT TEKNOLOGIDANKESEHATAN AVICENNA


FAKULTASILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAMSTUDIPROFESI NERS
KENDARI
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesionalyang

merupakanbagianintegraldaripelayanankesehatanyang didasarkanilmudan

kiatkeperawatanyang mencakup pelayananbio-psiko-sosiodan spiritualyang

komprehensif serta ditujukankepada individu, keluargasertamasyarakatbaik

yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human

scienceandhumancareandcaringmenyangkutupayamemperlakukanklien secara

manusiawidanutuhsebagaimanusiayangberbeda darimanusialainnya

dankitaketahuimanusiaterdiridariberbagaisistemyang saling menunjang,di

antarasistemtersebutadalah sistemneurobehavior (Potter&Perry,2006).

Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut

menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. (Iin Inayah,

2004)

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosis ileus.

Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap

tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif

tanpa hernia yang di rawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Departemen

Kesehatan RI, 2010).

Menurut data dinkes kesehatan sulawesi tenggara tahun 2018 angka

kunjungan penderita penyakit saluran pencernaan mencapai 360,247 dan pada


tahun 2019 mencapai 296.765 menempatiurutan ketiga yang mempengaruhi

keadaan kesehatan (Dinkes sultra 2019)

Berdasarkan data dari rekam medis rumah sakit umum bahtramas

provinsi sulawesi tenggara ditemukan data pada pasien yang mengalami ileus

paralitik tahun 2018-2019 mengalamai peningkatan dari tahun ketahun, yaitu

kasus rawat inap 60 kasus yang terdiri dari 38 perempuan dan 22 terdiri dari

laki-laki pada tahun 2018. Dan pada tahun 2019 mengalami peningkatan

yaitu sebanyak 97 kasus yang terdiri dari 49 perempuan dan 48 terdiri dari

laki-laki.

Dampak dari penyakit ileus ini dapat menimbulkan berbagai masalah

kesehatan salah satunya gangguan elektrolit dan metabolik misalnya

hipoglikemia, hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, hiposmolalitas.

Dengan melihat kasus tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi

perawata dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar meliputi

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan secara

kompherensif dengan menggunakan sebuah pendekatan yaitu pendekatan

proses keperawatan yang dimana kita sebagai perawat memberikan

pendidikan kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan klien, memeriksa

kondisi kesehatan klien, memberikan terapi atau obat-obatan yang tepat dan

sesuai dengan jangka waktu tertentu untuk mengobati penyebab dasar dan

dalam perawatan diri klien secara optimal. Peneliti melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis ileus paralitik di ruang

Laika waraka interna lt. II RSU Bahtramas provini sulawesi tenggara,


sehingga muncul penmtingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi

klien dengan ileus paralitik yang di rawat diruang Laika waraka interna lt.II

RSU Bahtramas provinsi sulawesi tenggara.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan dengan ileus

paralitikadalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatanp ada Ny.I dengan ileus

paralitik diruang Laika waraka interna lt.II RSU Bahtramas provinsi

sulawesi tenggara tahun 2019

2. Tujuan Khusus

2.1 Mampu melakukan pengkajian pada Ny.I dengan ileus paralitik di

ruang laika waraka interna lt.II RSU Bahtramas provinsi sulawesi

tenggara tahun 2019.

2.2 Mampu menegakkan diagnosis keperawatan sesuai prioritas pada Ny.I

dengan ileus paralitik di ruang laika waraka interna lt.II RSU

Bahtramas provinsi sulawesi tenggaratahun 2019.

2.3 Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.I dengan

ileus paralitik di ruang laika waraka interna lt.II RSU Bahtramas

provinsi sulawesi tenggara tahun 2019.

2.4 Mampu melaksanakan implementasi pada Ny. I dengan ileus paralitik

di ruang laika waraka interna lt.II RSU Bahtramas provinsi sulawesi

tenggara tahun 2019.


2.5 Mampu melaksanakan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ny. I

dengan ileus paralitik di ruang laika waraka interna lt.II RSU

Bahtramas provinsi sulawesi tenggara tahun 2019.

C. Manfaat

Adapun manfaat penelitian darilaporanseminar kasus akhir ini yaitu :

1. Bagi RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dapat memberikan masukan kepada pihak rumah sakit khususnya

pada tenaga keperawatan agar mampu memberikan pelayanan dan asuhan

keperawatan pada pasien dengan ileus paralitik secara maksimal dan

kompherensif.

2. Bagi Institusi/ Pendidikan

Hasil studi kasus ini dapat dijadikan bahan bacaan dan menambah

referensi kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

ileus paralitik

3. Bagi Masyarakat

Hasil studi kasus ini bgi masyarakat khususnya yang mengalami atau

menderita ileus paralitik dapat lebih waspada terhadap kesehatan pada

kesehatan keluarga serta dapat mengenal ciri-ciri serta tanda dan gejala

ileus paralitik

4. Bagi Mahasiswa

Sebagai pengalaman nyata dalam menerapkan asuhan keperawatan pada

pasien dengan ileus paralitik dan sebagai bahan bacaan untuk menambah
pengetahuan khususnya teman-teman mahasiswa jurusan keperawatan

program studi D-III keperawatan, dan Profesi ners,


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Anatomi Fisiologi

Gambar Anatomi Usus Manusia. Sumber:http://www.google.co.id

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal.

Panjang usus halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian

tengah dan rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8

cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai

menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum

dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai

jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya

ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai

Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus

adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan


ileum terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga

perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus halus

diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah

tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup

illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus

halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran

sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks

sekum.

Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar

dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan

parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai

rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama

yaitu mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai

kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior

abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Omentum

majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva

tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen.

Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang

membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus

merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan

bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum

suspensorium hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .


Gambar struktur usus halus. Sumber: http://www.google.co.id

Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut

serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut

serabut sirkuler. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic

usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan

mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan

kelenjar yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa

membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes

atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai

sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-

jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus

halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan

yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan

luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-

menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.

Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan

absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses


pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja

berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai

dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase

lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam

duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang

menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih

sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi

empedu dari hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan

lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase

pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat,

lemak dan protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe

untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit

dan vitamin. Walaupun banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus

namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu.

Absorbsi gula, asam amino dan lemak hampir selesai pada saat kimus

mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi

dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin

D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan

bantuan garan-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air

diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung

dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang

membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang


dikeluarkan kantung empedu kedalam duodenum untuk membantu

pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk

kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam

empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu.

2. Definisi

Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut

menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. (Iin

Inayah, 2004)

Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf

otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak

mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi

otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis

seperti penyakit Parkinson. (Mansjoer, 2011)

Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung

distensi usus karena usus tidak bergerak (mengalami motilitas), pasien

tidak dapat buang air besar. (Person, 2006)

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik

adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang yang biasanya timbul

mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat

bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat

buang air besar. (Syamsuhidayat, 2005)


3. Etiologi

Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah

abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan

risiko terjadinya ileus, di antaranya (Behm, 2003) sebagai berikut:

3.1. Sepsis

3.2. Obat-obatan (misalnya: opioid, antasid,coumarin, amitriptyline,

chlorpromazine).

3.3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia,

hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).

3.4. Infark miokard

3.5. Pneumonia

3.6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina).

3.7. Bilier dan ginjal kolik.

3.8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.

3.9. Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.

3.10. Hematoma retroperitonel.

4. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah

sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh

penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi

paralitik dimana paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada

obstruksi mekanis peristaltic mula-mula diperkuat, kemudian intermiten,

dan akhirnya hilang.


Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tegang oleh

cairan dan gas 170% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan

intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus

ke darah. Oleh karena itu sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran

cerna setiap hari, tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan

intra sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas

kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel

yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal,

syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan,

asidosis metabolic dan kematian bila tidak dikoreksi.

5. Manifestasi Klinik

Gejala awal biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti

gelombang dan bersifat kolik. Pasien dapat mengeluarkan darah dan

mukus, tetapi bukan material fekal dan tidak terdapat flatus. Terjadi

muntah. Pola ini adalah karakter yang sering muncul.

Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya

menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah, dan isi usus terdorong

ke depan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum, maka muntah fekal

dapat terjadi. Pertama, pasien memuntahkan isi lambung, kemudian isi

duodenum dan jejunum yang mengandung empedu, dan akhirnya dengan

disertai nyeri paroksisme, pasien memuntahkan isi ileum yaitu suatu

bahan mirip fekal yang berwarna lebih gelap.

(Brunner & Suddarth.2002,hlm 1121)


6. Komplikasi

Komplikasi dari ileus menurut Brunner & suddart, (2015) antara lain:

6.1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga

peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada

intra abdomen.

6.2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu

lama pada organ intra abdomen.

6.3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani

dengan baik dan cepat.

6.4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan

volume plasma.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada ileus paralitik menurut doenggoes 2000 :

7.1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen.

7.2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab

(batu empedu, volvulus, hernia).

7.3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal

dari gas atau cairan dalam usus.

7.4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit

dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan

kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.

7.5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting

untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.


8. Penatalaksanaan Medis

8.1. Pengobatan dan terapi medis:

8.1.1. Pemberian obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi

8.1.2. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

8.1.3. Obat-obatan relaksan untuk mengatasi spasme otot

8.1.4. Bedrest

8.2. Konservatif

Laparatomi adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal

peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan

guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal,

mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparotomi


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Diagnosa keperawatan dihasilkan melalui hasil pengkajian yang

merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan

masyarakat tentang masalah aktual dan potensial, di mana berdasarkan

pendidikan dan pengalamannya, perawatan secara ankotabilitas dapat

memberikan informasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status

kesehatan klien (Nuratif & kusuma 2015).

Pengumpulan data merupakan upaya untukmengumpulkan data-

data yang digunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang

dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan kulturdari

klien, data yang berhubungan dengan masalah klien serta data tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan klien seperti

data tentang keluarga dan lingkungan yang ada (Hidayat, 2017). Adapaun

data yang dikumpulkan sebagai berikut :

1.1. Biodata

Biodata adalah pengumpulan data tentang identifikasi pasien dan

keluarga (penanggung jawab) yang mencakup : nama, umur, jenis,

kelamin, agama, suku, bangsa, status perkawinan, alamat, pekerjaan,

pendidikan, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.


1.2. Riwayat Kesehatan

1.2.1. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan

pengkajian, sehingga minta pertolongan. Pada umumnya klien

dengan pre dan post ileus adalah nyeri (Boedhiartono,2016).

1.2.2. Riwayat Keluhan Utama

Menggambarkan keadaan kesehatan klien sejak keluhan

pertama kali dirasakan sehingga saat dilakukan pengkajian

dengan menggunakan analisa metode PQRST. PQRST

merupakan salah satu dari teknik membaca yang dikenalkan

oleh thomas, ellen lamar, robinson dan H. Alam dalam buku

mereka yang bertajuk “Invroving Reading In Class”. Nama

PQRST merupakan sebuah singkatan, kepanjangan yaitu :

1.2.2.1. Paliatif /Provokatif : Apa yang menyebabkan

timbulnya keluhan.

1.2.2.2. Qualitative/quantitative : Bagaimana keluhan di

rasakan oleh klien, apaka hilang, timbul atau terus-

menerus (menetap)

1.2.2.3. Region/radiasi : Didaerah mana gejala dirasakan

1.2.2.4. Skala : seberapa keparahan yang dirasakan klien

dengan memakai skala numeric 1-10


1.2.2.5. Timming : Kapan keluhan timbul, sekaligus faktor

yang memperberat dan memperingan keluhan

1.2.3. Riwayat kesehatan dahulu

Pada riwayat kesehatan dahulu pernakah klien menderita

penyakit yang sama atau apakah klien pernah mengalami

penyakit yang berat atau penyakit tertentu yang

memungkinkan atau berpengaruh pada kesehatan.

1.2.4. Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu ditanyakan adalah apakah ada anggota keluarga

yang menderita riwayat penyakit hipertensi, penyakit menular,

keganasan, atrisia ileum, dan jejenum ( juliardiansyah, 2013)

1.3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dari melihat keaadan, pemeriksan

tanda-tanda vital, pengkajian sistem tubuh dengan teknik pemeriksaan

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi terhadap sebagaian sistem

tubuh. Secara umum data yang dapat di kumpulkan pada klien ileus

paralitik adalah (Doengoes, 2013):

1.3.1. Aktivity Daily life

Gejala: anoreksia,mual/muntah, penurunan berat badan, tidak

toleran terhadap diet/sensitif mis. buah segar/sayur

produk susu, makanan berlemak


Tanda : penrunan lemak subkutan/masa otot. Kelemahan, tonus

otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa puca,

luka, inflamasi rongga mulut.

1.3.2. Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)

1.3.3. Eliminasi

Gejala : Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus

karena peristaltic usus menurun/ berhenti.

Tanda : Perubahan warna urine dan feces

1.3.4. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia, mual/muntah dan haus terus memerus

Tanda: Muntah berwarna dan fekal, membran mukosa

1.3.5. Istirahat

Gejala : Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan

muntah. Kelemahan, kelelahan, cepat leleh, insomnia,

dan merasa gelisah.

1.3.6. Aktivitas

Gejala : Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat

dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan

aktivitas.

1.3.7. Personal Hygine

Gejala : Klien tidak mampu merawat dirinya, bau badan


1.3.8. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen/ distensi

(Marilynn E.Doenges Mary Frances Moohouse Alice


C.Geissler thn.2002, hlm.472)

1.3.9. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi,

dan perkusi, yaitu : Inspeksi Perut distensi dapat ditemukan

kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan

skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada

Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis.

Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi

sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor,

invaginasi, hernia, rectal toucher.

1.3.10. Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada

Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak

mata normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau

tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau tidak,

sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi

terhadap otot cahaya baik atau tidak, Sistem Pendengaran

Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga.

1.3.11. Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal,

ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.

❖ Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit


❖ Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak

peningkatan tekanan intrakranial

❖ Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah

bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.

❖ Sistem Urogenital Warna BAK

❖ Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit,

keadaan kulit, keadaan rambut.

1.3.12. Palpasi

❖ Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah

epigastrium

❖ Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler

❖ Sistem Integumen Ptechiae

1.3.13. Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi.

Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai

hilang.

1.3.14. Perkusi

Hipertimpani

1.4. Pemeriksaan Penunjang

1.4.1. Pemeriksaan sinar-x : otot polos menunjukan kuantitas

abnormal dari gas dan cairan dalam usus dan menunjukan

adanya udara di diagfragma dan terjadi perforasi usus.

1.4.2. Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap akan

menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume

plasma dan kemungkinan infeksi

1.4.3. Therapy
❖ Intravenous Fluids dan electrolyte
❖ Terapi Na+,K+,komponen darah.
❖ Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan
intertisial.
❖ Dekrose dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan
intraselelur
❖ Analgesik bila terjadi nyeri.
2. Pathway
Predisposisi pasca
operatif bedah
Predisposisi sistemik meliputi, sepsis,obat-
obatan,gangguan elektrolit dan metabolik
infark mlokard, pneumonia,trauma biller
dan ginjal kolik,cidera kepala dan ,prosedur
ILEUS
bedah saraf, inflamasi intra abdomen dan
peritonitis refrope ritoneal
Hipomotilitas (kelumpuhan)
intestinal

Ketidakmampu Hilangnya kemampuan


Gangguan
an absorbsi intestinal dalam pasase
gastriontestinal
material feses

Penurunan Mual muntah konstipasi


intake cairan

hipovolemia Kehilangan cairan Asupan nutrisi


dan elektrolit
Tidak adekuat

Resiko syok Resiko Defisit nutrisi


(hipovolemik) ketidakseimbangan
elektrolit
Nyeri
Distensi Respon lokal
abdomen saraf terhadap
intervensi

ansietas Kecemasan
Respon psikologis
pemenuhan
misinterprestasi
kebutuhan
keperwatan dan
3. Diagnosa Keperawat n informasi

3.1. Nyeri akut berhubungan dengan

3.2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.

(Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Hlm 627)

3.3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

mencerna makanan

(Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Hlm 654

3.4. Konstipasi berhubungan dengan motilitas gastrointestinal

(Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Hlm 655)


4. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 SDKI hipovolemia

Kode (SDKI)/ Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

Nyeri akut a. Tingkat nyeri (L.08066) (L.08238) Manajemen Nyeri


Definisi : sensori yang tidak
b. Kontrol nyeri (L.08063) 1.Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan dan pengalaman
Kriteria hasil: komprehensif termasuk
emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau 1.Mampu mengontrol nyeri (tahu lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualit
menggambarkan adanya
penyebab nyeri,mampu menggunakan as dan faktor prepisipitasi
kerusakan(Asosiasi studi nyeri
tekhnik nonfarmakologi untuk 2.Observasi reaksi nonverbal dari
internasional):serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari ringan sampai mengurangi nyeri,mencari bantuan) ketidaknyamanan
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
2.Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3.Gunakan teknik komunikasi terapeutik
yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan dengan menggunakan manajemen nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri

3.Mampu mengenali nyeri pasien


Batasan karateristik : (skala,intensitas,frekuensi dan tanda 4.Kaji kultur yang mempengaruhi respon
1. Laporan secara verbal atau non verbal
nyeri) nyeri
2. Fakta dan observasi
3. Posisi antalgic untuk menghindari 4.Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 5.Evaluasi pengalaman nyeri masa

nyeri berkurang lampau


4. Gerakan melindungi
5.Tanda vital dalam rentan normal 6.Evaluasi bersama pasien dan tim
5. Tingkah laku berhati-hati
6. Muka topeng kesehatan lain tentang ketidakefektifan
7. Gangguan tidur (mata sayu,tampak kontrol nyeri masa lampau
capek,sulit atau gerakan kacau
7.Bantu pasien dan keluarga untuk
mengyeringai)
8. Terfokus pada diri sendiri mencari dan menemukan dukungan
9. Fokus menyempit (penurunan persepsi
8. kontrol lingkungan yang dapat
waktu, kerusakan proses berpikir,
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan
penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan) pencahayaan dan kebisingan
10. Tingkah laku distraksi, contoh: jalan-
9.kurangi faktor prespitasi nyeri
jalan menemui orang lain dan
10. pilih dan lakukan penanganan nyeri
/atauaktivitas, aktivitas berulang-
ulang) (farmakologi, non farmakologi dan
11. Respon autonom (seperti diaphoresis,
interpersonal)
perubahan nafas, nada, dan dilatasi
pupil 11. kaji tipe dan sumber nyeri untuk

12. Perubahan autonomic dalam tonus menentukan intervensi


otot(mungkin dalam rentang dari
12. anjurkan tentang non farmakologi
lemah kekaku)
13. Tingkah laku ekspresif (contoh 13. berikan anagetik untuk

:gelisah,merintih, menangis, menguranginyeri


wasapada, iritabel,nafas
14. evaluasi keefektifan kontrol nyeri
panjang/berkeluh kesah)
14. Perubahan dalam nafsu makan dan 15. tingkatkan istrahat

minum 16. kolaborasikan dengan dokter jika ada

keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

17. monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri
Hipovolemia Status cairan

Definisi: penurunan volume cairan Keseimbangan cairan

intravaskuler, interstiel, dan atau

intraseluler
5. Implementasi

Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya

adalah mencatat intervensi yang telah di lakukan dan evaluasi respon

klien, hal ini dilakukan karena pencacatan akan lebih akurat bila

dilakukan saat intervensi masih segar dalam ingatan (deswani,2014)

Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah di tetapkan, kegiatan meliputi pengumpulan

data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

pelaksana tindakan, serta menilai data yang baru (potter & perry, 2014)

6. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan, namun,

evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan.

Evaluasi mengacuh pada penelitian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap

ini, perawat menentukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan

dapat hasil atau gagal (alfaro-levevre, 1994 dalam deswani, 2014)

Pada tahap evaluasi perawat dapat menemukan reaksi klien

terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan

apakah sasaran dari rencana keperawatan dasar mendukung proses

evaluasi. Selain itu juga dapat menetapkan kembali informasi baruyang di

tunjukan oleh klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa

keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan (yura dan walsh, 1968,

dalam deswani, 2014)


BAB III TINJAUAN

KASUS

Dalam bab ini penulis membahas asuhan keperawatan pada klien dengan

pansitopenia. Penulis menerapkan teori proses keperawatan meliputi pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, penentuan intervensi,(rencana) keperawatan,

melakukan implementasi keperawatan dan lihat perkembangan klien dengan

evaluasi keperawatan.penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

ileus paralitik. Diruang laika waraka interna Lt.II RSU Bahtramas Provinsi

sulawesi tenggara selama 4 hari, pada tanggal 23-27 oktober 2019.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian

data. Metode yang penulis gunakan di dalam pengkajian adalah dengan

menggunakan metode wawancara, observasi dan melakukan pemeriksaan fisik

serta sumber data adalah klien dan keluarganya, tim kesehatan lainnya yang

berhubungan dengan kasus ini. Dalam penentuan diagnosa disesuaikan dengan

data yang diperoleh saat melakukan pengkajian, kemudian penyusunan

rencana/intervensi keperawatan ditunjukan untuk mengatasi masalah diagnosa

yang di tentukan, tindakannya di wujudkan saat melakukan proses implementasi,

dimana implementasi di laksanakan berdasarkan rencana keperawatan yang sudah

diuraikan dalam intervensi, dan langka terakhir melakukan evaluasi untuk melihat

perkembangan.

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis mengadakan pengkajian secara

sistematis sesuai data yang di butuhkan, meliputi :


A. Pengkajia

1. IdentitasKlien

1.1. pasien

➢ No. RM : 36 31 39

➢ Diagnosamedis : Ileus paralitik

➢ Tgl Masuk : 20 Oktober 2019, pukul09.12 WITA

➢ Tgl Pengkajian : 23 Oktober2019, pukul09.30 WITA

➢ Nama : Ny.I

➢ Umur : 22 Tahun

➢ Jenis kelamin : Perempuan

➢ Pendidikan : SD

➢ Pekerjaan : IRT

➢ Status Perkawinan : Kawin

➢ Agama : Islam

➢ Suku : Jawa

➢ Alamat : DesaLawoila

➢ SumberInformasi : Pasien, suami, Keluarga, RekamMedik

➢ Penanggung jawab

Nama : Tn. A

Hubungan dengan pasien : Suami


2. Riwayat Keluarga

ccGenogram

? ? ? 57 ? ? 50

30 2 18

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Tinggal serumah

: Klien

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

GenerasiI : Tidak ditemukan kondisi yang sama dengan kondisi pasien


GenerasiII : Tidak ditemukan kondisi yang sama pada orang tua pasien
GenerasiIII : Pasienmengalamitraumaservikaldantidakditemukan
kondisiyangsamapadasaudarakandungpasien.
3. Status Kesehatan

3.1. Status kesehatan saat ini

3.1.1. Keluhan utama saat masuk rumah sakit dan saat ini :

Klien masuk rumah sakit tanggal 20 oktober 2019 dengan

keluhan mual dan muntah serta nyeri sakit perut yang hebat

disertai dengan kondisi klien yang melemah dan klien

mengatakan sudah tidak BAB kurang lebih 1minggu

Keluhan pada saat pengkajian : Klien mengatakan nyeri

pada daerah perut seperti terlilit, dan makin terasa nyeri pada

saat klien melakukan aktivitas atau bergerak dan nyeri yang

dirasakan nyeri hilang timbul dengan skala 6, klien

mengatakan takut dan cemas dengan kondisinya sekarang,

serta klien mengatakan tidak BAB kurang lebih1minggu

lamanya, klien nampak menangis serta lemas di sertai dengan

ekspresi menahan rasa sakit dengan posisi tangan menggegam

bagian perut

3.1.2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini :

Klien masuk rumah sakit bahtramas pada tanggal 20 oktober

2019 dan mendapatkan penangan pertama diruang IGD dengan

keluhan mual dan muntah serta nyeri pada daerah perut dengan

kondisi klien yang lemas. Pada saat pengkajian dilakukan pada

tanggal 23 oktober 2019 diruang perawatan klien mengatakan

nyeri seperti terlilit ketika melakukan aktivitas dengan skala


nyeri 6, serta klien mengatakan tidak BAB selama kurang

lebih 1 minggu, klien mengungkapkan bahwa merasa cemas

dan takut dengan penyakitnya yang tidak mengalami

perubahan. Klien nampak mengeluh dengan kondisinya

sekarang. Klien nampak menangis, dan klien merasa cemas

dengan kondisinya saat ini klien mengatakan sulit tidur karena

nyerinya.

3.1.3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Keluarga klien mengatakan klien langsungdi bawah ke RSU

Bahtramas serta dilakukan perawatan dan pengobatan di ruang

IGD dan di ruangan laika waraka interna lt.II RSU Bahtramas

3.2. Status kesehatan saat ini

3.2.1. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan pernah menderita penyakit gastritis

3.2.2. Pernah di rawat

Klien mengatakan tidak pernah di rawat dirumah sakit

sebelumnya

3.2.3. Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan

dan obat-obatan

3.2.4. Riwayat Transfusi

Klien mengatakan bahwa tidak pernah melakukan trnasfusi

darah
3.1.5. Kebiasaan

Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak mempunyai

kebiasaan yang menyimpang

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita penyakit

yang samadengan klien.

5. Diagnosa Medis dan Terapi

5.1. Diagnosa Medis : ileus paralitik

5.2. Therapy yang diberikan pada tanggal 23 oktober 2019

5.2.1. IVFD Tangan kiri 20Tpm RL

5.2.2. IVFD tangan kanan D5 % 500cc/24jam/drips

5.2.3. IVFD Aminifluid 500cc/24jam/drips

5.2.4. Tramadol 1amp/drips/8jam

5.2.5. Inj. Ceftriaxone1gr/12jam/iv

5.2.6. Inj.Ketorolac 30mg/8jam/iv

5.2.7. Inj. Pantoprazole 40mg/24jam

5.2.8. Vit c.+ Neurosambe/drips/hari

6. Pola Fungsi Kesehatan

6.1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

Sebelum sakit Klien mengatakan sebelum masuk RS ia

tidak terlalu memperhatiakn kesehatannya dan ia mengira hanya

sakit perut biasa akibat terlambat makan dan membeli obat magh

di apotik, klien mengatakan kesehatan sangatlah penting dan sakit


itu sangatlah tidak nyaman dan tidak enak. Saat sakit klien

mengatakan harus mengikuti pengobatan arahan dokter.

6.2. Nutrisi/metabolik

6.2.1. Makan

Sebelum sakit klien mengatakan makan 2-3x sehari

dengan menu nasi dan lauk serta sayur dengan porsi

sedang dan makanandi habiskan.saat sakit klien hanyadi

beri makan bubur saring

Sebelum sakit berat badan klien : 50 kg, tinggi badan

153cm, saat sakit berat badan 49 kg, tinggi badan 153cm,

IMT :

6.2.2. Sebelum sakit klien mengatakan minum 7-8gelas sehari

saat sakit klien mengatakan minum air 8-9 gelas.

6.2.3. Pola eliminasi

Sebelum sakit klien mengatakan tidak ada gangguan

BAK dan frekuensi 3-5x sehari dan berwarna kuning

jernih, dan selama klien sakit mengatakan 3x dalam

sehari

Klien mengatakan tidak ada masalah dan keluhan serta

gangguan BAB sebelum sakit dan frekuensi 1x sehari,

klien mengatakan tidak BAB kurang lebih 1 minggu dan

sudah BAB dengan konsistensi BAB cair dan tidak ada

ampas.
6.3. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien saat di rawat di rumah sakit semua di bantu oleh

keluarganya

6.4. Oksigenasi

Tampak klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan

(oksigen)

6.5. Pola tidur dan istirahat

Sebelum sakit : Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak

mengalami susah tidur terutama pada malam hari di mana klien

biasa tidur 8 jam setiap harinya

Selama sakit : klien mengatakan agak sulit untuk memulai tidur

karena klien sangat terganggu dengan nyeri pada perut yang ia

rasakan kadang tidurnya 4-5jam sehari

6.6. Pola kognitif-perseptual

Klien mengatakan ia ingin segera sembuh dan sebaiknya ingin

cepat pulang dari RS, klien juga mengatakan tidak sabar untuk

kembali menjalankan aktivitasnya

6.7. Pola persepsi diri/konsep diri

Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari penyakitnya

dan nampak bingung klien ingin mengetahui informasi tentang

penyakitnya tetapi sekarang yang terpenting ia ingin cepat

sembuh dan memulai beraktivitas seperti biasanya


6.8. Pola seksual dan produksi

Klien seorang perempuan yang sudah menikah dan belum

memiliki anak

6.9. Pola peran-hubungan

Klien mengatakan selama sakit keluarga dan suaminya yang

selalu menjaganya di RS dan ada beberapa keluarga yang selalu

datang menjenguknya setiap hari dan hubungan antara klien dan

keluarganya sangat baik dan erat.

6.10. Pola keyakinan-nilai

Klien beragama islam dan klien tidak yakin bahwa penyakitnya

ini masih bisa di sembuhkan dan klien berpasrah serta berserah

diri kepada allah swt untuk kelanjutannya.

7. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien lemah dengan tingkat kesadaran sadar

sepenuhnya (composmentis)

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 120/80mmhg Nadi : 100x/menit

Suhu : 36,5○C Pernapasan : 24x/menit

7.1. Kulit, rambut dan kuku

Distribusi rambut pasien tampak lebat, rambut berwarna

hitam,tidak terdapat lesi, kulit kepala bersih, warna kulit

kemerahan, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada oedem warna

kuku pink.
7.2. Kepala dan leher

Bentuk kepala pasien simetris anatara kiri dan kanan dan tidak

ada tampak lesi, serta tidak ada deviasi trakea dan peembesaran

pada kelenjar tiroid.

7.3. Mata dan telinga

Klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan tidak memakai

kaca mata serta pupil klien nampak isokor, konjugtivita klien

nampak anemis dan sclera tidak ikterus serta klien tidak

mengalami gangguan pendengarandan tidak menggunakan alat

bantu pendengaran

7.4. Sistem Pernapasan

7.4.1. Inspeksi

Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur

Dan tidak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan

7.4.2. Palpasi

Pada saat palpasi tidak ada nyeri tekan dan taktil premitus

Getaran antara kedua lapang paru sama

7.4.3. Perkusi

Suara perkusi resonan dan tidak ada penumpukan cairan

7.4.4. Auskultasi

Suara nafas vesikuler dan tidak terdapat bunyi tambahan

7.5. Sistem kardiovaskuler

Klien tidak mengalami nyeri dada dan palpitasi


7.5.1. Inspeksi

Tidak nampak ada pembesaran vena jugularis dan bentuk

dada simetris anatara kiri dan kanan serta tidak ada sianosis

7.5.2. Palpasi

Tidak terdapat nyeri tekan dan ictus tidak teraba, dan pada

saat diuji CRT < 3 detik

7.5.3. Perkusi

Suara perkusi pekak

7.5.4. Auskultasi

Bj1 Bj2 murni, (lup dup),iramajantung teratur dan tidak ada

bunyi tambahan

7.6. Sistem gastrointestinal

7.6.1. Inspeksi

Mulut klien nampak bersih, tidak terdapat karies gigi,

terdapat terdapat lesi pada bagian abdomen

7.6.2. Auskultasi

Bising usus 4x/menit, dan peristaltik usus 4x/menit

7.6.3. Perkusi

Suara perkusi perut pekak pada perut

7.6.4. Palpasi

Terdapat nyeri tekan pada perut,serta tidak ada pemeriksaan

hepar
7.7. Sistem urinarius

7.7.1. Inspeksi

Nampak kateter tidak terpasang

7.7.2. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada bagian perut bagian bawah dan

pada daerah pinggang

7.8. Sistem reproduksi

Tidak ada keluhan dan tidak dilakukan pengkajian

7.9. Sistem saraf

GCS : 15 Eye: 4 Verbal : 5 Motorik: 6

7.10. Sistem muskuloskeletal

7.10.1. Inspeksi

Tidak ada hambatan pergerakan sendi, tidak ada

deformitas dan fraktur.

7.10.2. Palpasi

Tidak ada nyeri otot/persendian, tahan terhadap tekanan,

kekuatan otot 5 pada esktermitas bawah dan pada

ekstermitas atas 5. dimana klien dapat menggerakan otot

dengan tahanan yang baik

7.11. Sistem imun

Klien nampak lemah dan klien mengalami kelemahan


8. Pemeriksaan penunjang

8.1. Data laboratorium pemeriksaan darah

Tanggal 21 oktober

Tabel.

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Unit

WBC 17.84 4.00-1.0.0 103/ul

RBC 3.74 4.00-6.00 106/ml

HGB 9.3 12.00-16.00 g/dl

HCT 28.8 37.00-48.0 %

MCV 77.0 80.-97.0 fL

MCH 24.9 26-33.5 Pg

MCHC 32.3 31.5-35.0 Pg

PLT 280 150-400 103/ul

RDW-SD 43.1 37.0-54.0 fL

RDW-CV 16.1 10.0-15.0 %

PDW 9.4 10.0-18.0 fL

NEUT 14.99 1.50-7.00 103/ul

LYMPH 0.60 1.00-3.70 103/ul

Creatine 0.8 19-44 Mg/dl

Glukosa sewaktu 74 70-180 Mg/dl

SGOT/AST 20 <31 U/L

SGPT 38 <31 U/L

Ureum 54 15-40 Mg/dl

8.2. Pemeriksaan radiologi

Foto BNO Abdomen ileus paralitik


B. Diagnosa Keperawatan

1. Klasifikasi data

Data Subjektif Data objektif

❖ Klien mengatakan nyeri pada ❖ Keadaan umum lemah

daerah perut
❖ Klien nampak menangis

P : nyeri pada perut ❖ Klien nampak cemas

Q : seperti terlitit ❖ Klien nampak gelisah

R : daerah perut ❖ Nampak posisi tangan klien

menggenggam bagian perut


S:6
❖ Skala nyeri 6
T : hilang timbul
❖ Peristaltik usus 4x/menit
❖ Klien mengatakan takut dan
❖ Nampak nyeri tekan pada
cemas dengan kondisinya saat
daerah perut
ini

❖ Klien nampak bingung dan


❖ Klien megatakan tidak BAB
mengeluh tentang
krang lebih 1 minggu
kondisinya saat ini
❖ Klien mengatakan sulit untuk
❖ Tanda-tanda vital
memulai tidur karena klien

sangat terganggu dengan nyeri TD : 120/80

pada perutnya
❖ Klien mengatakan tidur hanya N : 102x/menit

4-5 jam sehari


S : 36.50C

RR : 24x/menit

2. Analisa Data

No Analisa Data Masalah

1 DS : Nyeri akut

❖ Klien mengatakan nyeri pada (D.0077)


daerah perut

P : Nyeri pada perut

Q : seperti terlilit

R : daerah perut

S:6

T : hilang timbul

DO

❖ Keadaan umum lemah

❖ Klien nampak menangis


❖ Klien nampak gelisah

❖ Nampak posisi tangan klien

menggenggam bagian perut

❖ Skala 6

❖ Nampak nyeri tekan pada daerah

Perut

❖ Tanda-

tanda vital :

TD : 120/80mmhg

N : 102x/menit

S : 36.50C

RR : 24x/menit

DS Gangguan pola tidur

❖ Klien mengatakan sulit untuk (D.0055)


memulai tidur karena klien sangat

terganggu dengan nyeri di perutnya


❖ Klien mengatakan waktu tidurnya

4-5 jam sehari

DO

❖ Klien nampak gelisah

❖ Keadaan umum lemah

❖ Klien nampak menangis

❖ Nampak nyeri tekan pada daerah

perut

❖ Skala nyeri 6

3 DS Konstipasi (D.0049)

❖ Klien mengatakan tidak BAB

kurang lebih 1 minggu

DO

❖ Klien nampak gelisah

❖ Peristaltik usus 4x/menit

❖ Nampak nyeri tekan pada bagian

perut
4 DS Ansietas (D.0080)

❖ Klien mengatakan takut dan cemas

dengan kondisinya saat ini

DO

❖ Klien nampak cemas

❖ Keadaan umum lemah

❖ Klien nampak bingung dan

mengeluh dengan kondisinya saat

ini

❖ Tanda-tanda vital

TD : 120/80mmhg

N : 102x/menit

S : 36.5 0 C

RR : 24x/menit
3. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)

3.1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis di tandai

dengan :

DS :

❖ Klien mengatakan nyeri pada daerah perut

P : nyeri pada perut

Q : seperti terlilit

R : daerah perut

S:6

T : hilang timbul

DO :

❖ Keadaan umum lemah

❖ Klien nampak menangis

❖ Klien nampak gelisah

❖ Nampak posisi tangan klien menggenggam bagian perut

❖ Tanda-tanda vital

TD : 120/80mmhg

N : 102x/menit

S : 36.50c

RR : 24x/menit
3.2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kontrol tidur ditandai

dengan :

DS :

❖ Klien mengatakan sulit untuk memulai tidur karena klien sangat

terganggu dengan nyeri pada perut

❖ Klien mengatakan waktu tidurnya 4-5 jam sehari

DO :

❖ Klien nampak gelisah

❖ Klien nampak menangis

❖ Nampak nyeri tekan pada daerah perut

❖ Skala nyeri 6

3.3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motolitas gastrointestinal

di tandai dengan :

DS :

❖ Klien mengatakan tidak BAB kurang lebih 1 minggu

DO :

❖ Klien nampak gelisah

❖ Peristaltik usus 4x/menit

❖ Nampak nyeri tekan pada daerah perut

3.4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri ditandai

dengan :

DS :

❖ Klien mengatakan takut dan cemas dengan kondisinya saat ini


DO :

❖ Keadaan umum lemah

❖ Klien nampak cemas

❖ Klien nampak gelisah

❖ Klien nampak bingung

❖ Tanda-tanda :

TD : 120/80 mmhg

N : 102x/menit

S : 36.50c

RR : 24x/menit
4. Pathway kasus

Predisposisi sistemik meliputiSepsis, obat-obatan,


gangguan elektrolit dan metabolik infark miokard,
pneumonia, trauma biller dan ginjal kolik,
cidera kepala dan prosedur bedah, saraf, inflamasi
intra abdomen dan peritonitis reftrope ritoneal

ILEUS

Hipomotolitas (kelumpuhan
intestinal

Hilangnya kemampuan
intestinal dalam pasase
material feses

MK : Konstipasi

MK : Nyeri Distensi Respon lokal


akut abdomen saraf terhadap
intervensi

MK : Gangguan pola tidur

Kecemasan Respon
MK :
pemenuhan psikologis mis
Ansietas
informasi interprestasi
keperawatan dan
pengobatan
C. Intervensi Keperawatan

Tabel

Rencana Keperawatan

Tanggal Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana tindakan


(SLKI) (SIKI)

23/10/2019 Nyeri akut (D.0077) berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri ( I.08238)
dengan agen pencedera fisiologis keperawatan di harapkan :
ditandai dengan : 1. kaji nyeri secara komphrensif
(L.08006) Tingkat nyeri
DS : menurun dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil :
➢ Klien mengatakan nyeri pada 3. Identifikasi respon myeri non
daerah perut ✓ Keluhan nyeri menurun verbal
P : nyeri pada perut ✓ Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
Q : seperti terlilit ✓ Meringis menurun
ringan
✓ Frekuensi nadi membaik
R : daerah perut 5. Ajarkan teknik relaksasi nafas
✓ Tekanan darah membaik dalam untuk mengurangi nyeri
S:6
✓ Pola tidur membaik 6. Anjurkan klien untuk
T : hilang timbul
menggunakan teknik relaksasi
nafas dalam untuk mengurangi
DO : (L.08063) Konttrol nyeri nyeri
meningkat dengan kriteria
➢ Keadaan umum lemah hasil : 7. Fasilitasi istrahat dan tidur
➢ Klien nampak menangis ✓ Melaporkan nyeri 8. Observasi tanda-tanda vital
➢ Klien nampak gelisah terkontrol meningkat
9. Jelaskan apa penyebab dan
➢ Nampak posisi tangan klien ✓ Kemampuan mengenali pemicu nyeri
menggenggam bagian perut penyebab nyeri meningkat
10. Anjurkan penggunaan
➢ Skala : 6 ✓ Kemampauan analgesik secara tepat
menggunakan teknik non
➢ Nampak nyeri tekan pada farmakologis meningkat
daerah perut
✓ Keluhan nyeri menurun
➢ Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 MMHG
N : 102x/menit

S : 36.50c
RR : 24x/menit

23/10/2019 Gangguan pola tidur (D.0055) Setelah dilakukan asuhan Dukngan tidur ( I.05174)
berhubungan dengan kontrol tidur keperawatan di harapkan :
di tandai dengan 1. Identifikasi pola aktivitas tidur
(L.05045) Pola tidur
DS : membaik dengan kriteria 2. Identifikasi faktor penganggu
hasil : tidur (fisik dan/atau psikologis)
❖ klien mengatakan sulit untuk
memulai tidur karena klien ✓ Keluhan sering tidur 3. Modifikasi lingkungan
sangat terganggu dengan nyeri
✓ Keluhan sering terjaga 4. Batasi waktu tidur siang
pada perutnya
✓ Keluhan tidak puas tidur
❖ klien mengatakan waktu 5. Lakukan prosedur untuk
tidurnya 4-5 jam sehari ✓ Keluhan pola tidur meningkatkan kenyamanan
berubah
DO :
✓ Keluhan istirahat tidak
❖ Klien nampak gelisah cukup
❖ Klien nampak menangis
❖ Nampak nyeri tekan pada
perut klien
❖ Skala nyeri 6

23/10/2019 Konstipasi (D.0049) berhubungan Setelah dilakukan asuhan


dengan penurunan motolitas keperawatan di harapkan : Manajemen eliminasi fekal
gastrointestinal di tandai dengan:
(L.04033) Eliminasi fekal (I.04151)
DS : membaik dengan kriteria 1. Monitor tanda dan gejala
hasil : konstipasi
❖ Klien mengatakan tidak BAB
kurang lebih 1 minggu ✓ Keluhan defekasi lama
dan sulit 2. Berikan air hangat setelah
DO : makan
✓ Distensi abdomen
❖ Klien nampak gelisah 3. Jelaskan jenis makanan yang
✓ Nyeri abdomen membantu meningkatkan
❖ Peristaltik usus 4x/menit
✓ Peristaltik usus keteraturan peristaltik usus
❖ Nampak nyeri tekan pada
perut 4. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
23/10/2019 Ansietas (D.0080) berhubngan Setelah dilakukan asuhan Terapi relaksasi (I.09326)
dengan ancaman terhadap konsep keperawatan di harapkan :
diri di tandai dengan : 1. Identifikasi teknik relaksasi
(L.09093) tingkat ansietas yang pernah efektif digunukan
DS : menurun dengan kriteria
hasil : 2. Periksa ketegangan otot,
❖ Klien mengatakan takut dan frekuensi nadi, tekanan darah,
cemas dengan kondisinya saat ✓ Verbalisasi kebingungan dan suhu sebelum sesudah
ini latihan
✓ Verbalisasi khawatir
DO : akibat kondisi yang di 3. Monitor respon terhadap terapi
hadapi relaksasi
❖ Keadaan umum lemah
✓ Perilaku gelisah
❖ Klien nampak cemas 4. Gunakan pakaian longgar
5. Anjurkan mengambil posisi
❖ Klien nampak bingung ✓ Frekuensi nadi nyaman
❖ Tanda-tanda vital : 6. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
TD : 120/80 mmhg
dipilih
N : 102x/menit

S : 36.50c
RR : 24x/menit
D. Implementasi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA NY.I

DENGAN ILEUS PARALITIK DI RUANG

LAIKA WARAKA INTERNA

RSU BAHTRAMAS

Nama : Ny.I

No.RM :

Umur : 22 Tahun

Hari/Tanggal : Rabu, 23 oktober 2019

Tabel

Implementasi Keperawatan 23 oktober 2019

Jam Tindakan Keperawatan Diagnosa Paraf


Keperawatan
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini penulis membahas tentang laporan kasus yang telah di uraikan

pada sebelumnya yaitu tentang asuhan keperawatan pada Ny.I dengan ileus

paralitik diruang laika waraka interna Lt.II RSU Bahteramas Provinsi sulawesi

tenggara. Dalam hal ini penulis membahas tentang sejauh mana kesenjangan

anatara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yaitu terdiri dari pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan diagnosa keperawatan,

implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan. Selain itu faktor

pendukung dan penghambat juga di paparkan penulis guna mengatasi masalah

selama penyusunan laporan kasus pada Ny.I dengan ileus paralitik diruang

laika waraka interna Lt.II RSU Bahteramas provinsi sulawesi tenggara. Asuhan

keperawatan ini di lakukan dari tanggal 23-27 oktober 2019

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,

verifikasi dan komunikasi tentang data klien. Fase proses keperawatan ini

mencakup dua langkah yaitu data dari sumber prmer (klien), dan sumber-

sekunder ( keluarga dan tenaga kesehatan) dan analis data sebagai dasar

untuk diagnosa keperawatan (bandman 1995 dalam potter & pery, 2015).

Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan data dasar tentang

kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik


kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang di lakukan (potter & perry,

2015).

Pengkajian di lakukan tanggal 23-27 oktober 2019 pada Ny. I umur 22

tahun. Ny I masuk rumah sakit tanggal 20 oktober 2019 dengan diagnosa

medis ileus paralitik, Klien masuk rumah sakit tanggal 20 oktober 2019

dengan keluhan mual dan muntah serta nyeri sakit perut yang hebat disertai

dengan kondisi klien yang melemah dan klien mengatakan sudah tidak BAB

kurang lebih 1minggu, Klien mengatakan nyeri pada daerah perut seperti

terlilit, dan makin terasa nyeri pada saat klien melakukan aktivitas atau

bergerak dan nyeri yang dirasakan nyeri hilang timbul dengan skala 6, klien

mengatakan takut dan cemas dengan kondisinya sekarang, serta klien

mengatakan tidak BAB kurang lebih1minggu lamanya, klien nampak

menangis serta lemas di sertai dengan ekspresi menahan rasa sakit dengan

posisi tangan bagian perut

Anda mungkin juga menyukai