Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

CRITICAL REVIEW EVIDANCE BASED

Pada bab ini penulis akan melakukan telaah jurnal terhadap tiga jurnal

berdasarkan PICO, ketiga jurnal tersebut antara lain:

A. Jurnal I Judul : Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi

Pernapasan Pasien TBParu Di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah

Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013. Penulis jurnal : Sasono Mardiono

Analisa PICO

1. Patient and clinical problem (P)

Dilakukan pada pasien TB Paru yang dirawat selama bulan Mei

2013 yang berjumlah 32 responden. Didapat hasil observasi bahwa

sebagian besar pasien TB Paru belum bisa melakukan batuk efektif

dikarenakan tidak pernah dilakukannya latihan batuk efektif. Latihan batuk

efektif merupakan salah satu upaya atau intervensi yang dilakukan oleh

perawat (Somantri, 2008).

2. Intervention (I)

Batuk efektif: merupakan suatu metode batuk dengan benar,

dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan

dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.

a. Peralatan

Peralatan yang perlu disiapkan yaitu kertas tissue, bengkok,

perlak/alas, sputum pot berisi desinfektan dan air minum hangat.

135
a. Prosedur pelaksanaan

1) Tahap pra interaksi: mengecek program terapi, mencuci tangan dan

menyiapkan alat –alat.

2) Tahap orientasi: memberikan salam dan sapa nama pasien,menjelaskan

tujuan dan prosedur pelaksanaan serta menanyakan persetujuan/

kesiapan pasien .

3) Tahap kerja: menjaga privacy pasien, mempersiapkan pasien, meminta

pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di abdomen,

melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui

hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup), meminta pasien

merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada

punggung), meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan,

meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat

mulut, bibir seperti meniup), meminta pasien merasakan

mengempisnya abdomen dan kontraksi dari otot, memasang

perlak/alas dan bengkok (dipangkuan pasien bila duduk atau di dekat

mulut bila tidur miring), meminta pasien untuk melakukan nafas dalam

2 kali , yang ke-3: inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat,

menampung lender dalam sputum pot serta merapikan pasien.

4) Tahap evaluasi : melakukan evaluasi tindakan, berpamitan dengan

klien, mencuci tangan dan mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan.

Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang

menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang

136
bertujuan: merangsang terbukanya system kolateral, meningkatkan

distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru, memfasilitasi pembersihan

saluran napas (jenkins, 1996). Batuk Yang tidak efektif menyebabkan: 1)

kolaps saluran nafas, 2) ruptur dinding alveoli, 3) pneumothorak.

3. Comparator (C)

Penelitian ini melakukan batuk efektif pada pasien yang berada di

rawat inap paru Rumah sakit Palembang karena sesuai observasi yang

didapat bahwa sebagian besar pasien TB Paru belum bisa melakukan batuk

efektif dikarenakan tidak pernah dilakukannya latihan batuk efektif. Hasil

penelitian ini didapatkan rata-rata frekuensi pernafasan sebelum

melakukan batuk efektif yaitu 23,37 kali permenit. Dan setelah melakukan

batuk efektif rata- rata frekuensi pernafasan yaitu 19,81 kali permenit, ada

perbedaaan signifikan antara frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah

tindakan latihan batuk efektif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pranowo

(2012), membuktikan bahwa latihan batuk efektif sangat efektif dalam

pengeluaran sputum dan membantu membersihkan secret pada jalan nafas

serta mampu mengatasi sesak nafas pada pasien TB paru di ruang rawat

inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudusda didukung juga oleh hasil

penelitian Septherisa (2012) yang membuktikan bahwa adanya efektifitas

latihan batuk efektif dalam peningkatan sekresi mucus dan membantu

mengatasi sesak nafas pada klien Asma Bronkial d I IRNA Penyakit

Dalam Teratai Rumah Sakit AK. Gani (Septherisa, 2012).

137
4. Outcome (O)

Setelah diberikan tindakan batuk efektif dalam waktu 1x24 jam

diharapkan pasien mengalami peningkatan bersihan jalan napas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 32 responden, maka

dapat disimpulkan hasil penelitian yang didapatkan dari 32 responden rata-

rata frekuensi pernapasan sebelum melakukan batuk efektif yaitu 23,37

kali per menit sebagian besar frekuensi pernapasannya cepat. Dan hasil

penelitian yang didapatkan dari 32 responden rata-rata frekuensi

pernapasan setelah melakukan batuk efektif yaitu 19,81 kali per menit

sebagian besar frekuensi pernapasannya normal. Ada perbedaaan yang

signifikan antara frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah tindakan

latihan batuk efektif.

B. Jurnal II Judul : pengaruh terapi standar dan nutrisi tambahan terhadap fungsi

fisik dan antropometri penderita tuberkulosis paru Penulis jurnal : Budi

Setiawan, Ernawati, Herni suprapti

Analisa PICO

1. Patient and clinical problem (P)

Dilakukan pada pasien TB Paru yang dirawat dirumah sakit paru

surabaya berjumlah 59 responden yang dibagi secara acak menjadi dua

kelompok yaitu kelompok perlakuan yang menerima nutrisi tambahan

dengan kelompok kontrol yang tidak menerima apa-apa. Didapat hasil

bahwa ada perbedaan bermakana pada perubahan parameter proxy fungsi

fisik pada kelompok kontrol dan perlakuan, namun tidak terdapat

138
perbedaan yang bermakna pada perubahan lingkar lengan atas.

Intervention (I)

Pemberian nutrisi tambahan dari tempe sebanyak 150 gr dikukus

setiap hari yang diberikan kepada penderita TB paru bisa menambah

peningkatan kekuatan genggam tangan dan penambahan perubahan IMT

tetapi tidak bisa dapat menghasilkan perubahan pada LILA paasien

penderita TB paru :

a. Peralatan

Peralatan yang perlu disiapkan yaitu tempe yang telah dikukus,

sendok, segelas air putih bengkok

b. Prosedur pelaksanaan

1) Tahap pra interaksi: mengecek program terapi diit, mencuci tangan

dan menyiapkan alat –alat.

2) Tahap orientasi: memberikan salam dan sapa nama pasien,

menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan serta menanyakan

persetujuan/ kesiapan pasien .

3) Tahap kerja: menjaga privacy pasien, mempersiapkan pasien,

meminta pasien mencoba tempe yang telah dikukus sebanyak 150

gr dan diberikan kepada pasien.

4) Tahap evaluasi : melakukan evaluasi tindakan, berpamitan dengan

klien, mencuci tangan dan mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan.

139
2. Comparator (C)

Penelitian ini melakukan terapi dan nutrisi tambahan terhadap

fungsi fisik pada pasien yang berada di Rumah sakit paru Surabaya. Hasil

penelitian ini didapatkan pemberian makanan tambahan tempe sebanyak

150 gr yang dikukus setiap hari yang diberika kepada penderita TB paru

aktif selama 4 minggu menunjukan peningkatan perubahan kekuatan

genggam tangan dengan kelompok kontrol dan perlakuan (3,16 ± 0,83 vs

4,50 ± 1,47 P < 0,05) dan penambahan IMT (0,33 ± 0,15 vs 0,47 ± 0,16 P

< 0,05), tetapi tidak dapat menghasilkan perubahan lingkar lengan atas

pada pasien TB paru.

Menutur paton, 2004 Nutrisi tambahan ternyata dapat

mempercepat pemulihan status gizi dan mengembalikan fungsi fisik lebih

cepat dalam fase awal pengobatan TB, sedangkan menurut sinclair, 2011

dari artikel sistematis yang teerbari dari cochrance menunjukkan bawah

suplementasi makronutrien pada penderita TB aktif dapat menghasilkan

peningkatan berat badan dan meningkatkan fungsi fisik.

3. Outcome (O)

Setelah diberikan asupan makanan tempe yang dikukus sebanyak

150 gr setiap hari dalam waktu 4x24 jam diharapkan pasien mengalami

peningkatan berat badan dn kekuatan fisik. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan pada 59 responden, yang dibagi menjadi dua kelompok

yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dapat disimpulkan

ada perbedaan dalam perubahan fungsi fisik pasien kelompok kontrol

dengan kelompok pelaku (3,16 ± 0,83 vs 4,50 ± 1,47) dan perubahan

140
status nutrisi (0,33 ± 0,15 vs 0,47 ± 0,16) namun tidak ada perbedaan yang

terdapat pada LILA pasien (0,83 ± 0,31 vs 0,93 ± 0,31) pada pasien TB

paru.

C. Jurnal III Judul : tingkat pengetahuan TB paru mempengaruhi penggunaan

masker pada penderita TB paru. Penulis jurnal : christina yuliastuti, nur

wachida novita, siti narsih

Analisa PICO

1. Patient and clinical problem (P)

Dilakukan pada orang yang menjaga (keluarga) pasien TB Paru

diruang paru rumkital Dr. Ramelan surabaya selama 11 -20 juni 2013 yang

berjumlah 28 responden. Didapat hasil observasi bahwa sebagian besar

keluarga atau yang menjga pasien TB Paru tidak menggunakan masker

bahkan terdapat anak kecil yang berada diruangan pasien TB tidak

menggunakan masker, penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan

mereka tentang penyakit TB paru dan penularannya.

2. Intervention (I)

Penggunaan masker merupakan uatu metode yang sangat penting

untuk mengatasi timbulnya peningkatan jumlah kasus TB paru akibat

penularan dari pasien kepada orang lain (individu sehat), sehingga

perlunya seseorang mendapatkan informasi tentang TB dan

pencegahannya.

a. Peralatan

Peralatan yang perlu disiapkan yaitu masker wajah dan lefleat tentang

TB paru

141
b. Prosedur pelaksanaan

5) Tahap pra interaksi: mencuci tangan dan menyiapkan alat –alat.

6) Tahap orientasi: memberikan salam dan sapa nama pasien,menjelaskan

tujuan dan prosedur pelaksanaan serta menanyakan persetujuan/

kesiapan pasien .

7) Tahap kerja: menjaga privacy pasien, mempersiapkan pasien, meminta

waktu pasien untuk penyuluhan dan cara peragaan penggunaan masker

wajah yang benar terhadap pasien dan keluarga yang menjaga pasien

selama dirawat. Gunakan masker sebaik mungkin, dengan cara

sebelum memakai masker sebaiknya cuci tangan terlebih dahulu,

setelah itu gunakan masker yang sisi bagian hijaunya keluar, posisikan

kawat yang ada pada masker pas di tulang hidung kita setelah itu ikat

tali masker dengan benar.

8) Tahap evaluasi : melakukan evaluasi tindakan, berpamitan dengan

klien, mencuci tangan dan mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan.

Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang

menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang

bertujuan: merangsang terbukanya system kolateral, meningkatkan

distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru, memfasilitasi pembersihan

saluran napas (jenkins, 1996). Batuk Yang tidak efektif menyebabkan: 1)

kolaps saluran nafas, 2) ruptur dinding alveoli, 3) pneumothorak.

142
3. Comparator (C)

Penelitian ini melakukan tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

TB paru dalam menggunakan masker untuk mencegah terjadinya

penularan pada individu yang sehat, sehingga mendapatkan hasil

penelitian dimana terdapat hubungan pengetahuan tentang TB paru dngan

penggunaan masker, sehingga diharapkan bagi perawat di ruangan dapat

memberikan pendidikan keehatan tentang TB paru dan upaya pencegahan

penularannya dengan menggunakan masker

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widoyono

(2012), membuktikan bahwa faktor pencegahan penularan menitik

beratkan pada penanggulangan aktor resiko penyakit seperti lingkungan

dan perilaku, perilaku seseorang merupakan akumulasi dari pengetahuan

dan sikap terhadap kesehatan, tingkat pengetahuan TB paru mempengaruhi

penggunaan masker pada keluarga atau yang menjaga pasien TB paru di

ruang paru rumkital Dr. Ramelan surabaya).

4. Outcome (O)

Setelah diberikan penyuluhan tentang TB paru dalam waktu 3x24

jam diharapkan pasien mengalami peningkatan tentang pengetahuannya

dalam mengenali penyakit TB paru. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan pada 28 responden, yang menggunakan kuesioner tentang TB

paru maka dapat disimpulkan hasil penelitian yang didapatkan dari 28

responden 50% menunjukan pengetahuan yang kurang dan 57,1% tidak

menggunakan masker saat menjaga pasien. Sehingga perawat di ruangan

dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang TB paru pada

143
penggunjung dan keluarga yang menjaga pasien TB paru upaya untuk

pencegahan penularan TB paru dengan menggunakan masker

144

Anda mungkin juga menyukai