Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS

SYOK SEPSIS DI RUANGAN ICU RS SILOAM KUPANG

NAMA : ELISABETH TAHAPARY


NIM : 23111027

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG 2023/2024
A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Definisi baru untuk sepsis dan syok septik oleh SCCM/ ESICM dalam
konsensus internasional ke-3 (Sepsis-3) pada tahun 2016. Sepsis didefinisikan
sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa, disebabkan oleh
ketidakmampuan respon pejamu terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat
diidentifikasi sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi yang
dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related) organ failure assessment
(SOFA) ≥2 (Singer, 2016).
Penekanan pada disfungsi organ yang mengancam jiwa konsisten dengan
pandangan bahwa cacat seluler mendasari kelainan fisiologik dan biokimia
sistem organ spesifik. Skor SOFA ≥2 mencerminkan risiko mortalitas rata-
rata 10% untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tersangka infeksi.
Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah
dan selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis
dengan disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi
laktat darah >2 mmol/L (>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat. Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%
(Singer, 2016).
Syok septik adalah invasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini.
Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam
kehidupan (Brunner & Suddarth, 2016).
2. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) syok septic diakibatkan oleh
serangkaian peristiwa hemodinamik dan metabolic yang dicetuskan oleh
serangan mikroba, serta yang penting lagi adalah oleh system pertahanan
tubuh. Sepsis dan syok septic dapat disebabkan oleh gejala serangan
mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi bakteri aerobic dan an aerobic terutama
yang disebabkan oleh:
a. Bakteri gram negative seperti Escheria coli, Klebsiella sp, Pseudomonassp,
Bacteroides sp, dan Proteus sp. Bakteri gram negative mengandung
lipopolisakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepas dan
masuk kedalam aliran darah, endotoksin menghasilkan beragam perubhan-
perubahan biokimia yang meugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis
lainnya yang menunjang syok septic.
b. Organisme gram positif seperti: Stafilokokus. Streptokokus, dan Pneunmokokus
juga terlibat dalam timbulnya sepsis.
c. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan untuk
mengerahkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
d. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah kepada timbulnya
syok sepsis dan syok septik.

3. Manifestasi klinik
Menurut Brunner & Suddarth (2016) manifestasi klinik dari syok septik adalah,
yaitu:
1. Manifestasi Kardiovaskular.
a) Perubahan Sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah
rendahnya vaskuler sistemik ( TVS ), sebagian besar karena
vasodilatasi yang terjadi sekunder terhadap efek-efek berbagai
mediator ( Seperti ; prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin ).
Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume intravascular menembus membrane yang bocor dengan
demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam respon
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung ( CJ )
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat (Brunner &
Suddarth, 2016)
b) Perubahan Miokardial
Kinerja miokardial tertekan dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi
ventrikuler dan kerusakan kontraktilitas juga terkena.Terganggunya
fungsi jantung adalah keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan
oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat yang menurunkan
responsivitas terhadap katekolamin (Brunner & Suddarth, 2016).
2. Manifestasi Pulmonal
Endotoksin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak
langsung respon pulmonal awal adalah bronkokontriksi. Mengakibatkan
pada hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan neutropil
teraktivasi dan mengilfiltrasi jaringan pulmonal dan vaskuler,
menyebabkan akumulasi air ekstra vaskuler paru-paru. Neutropil yang
teraktivasi diketahui menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah
integritas sel-sel
parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabilitas. Dengan
terkumpulnya cairan pada interstitium, komplians pulmonal berkurang,
terjadi kerusakan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia (Brunner &
Suddarth, 2016).
3. Manifestasi Hematologi
Bakteri atau toksin menyebabkan aktivasi komplemen karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan lebih buruk ketimbang
melindungi. Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamin merangsang vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, keadaan ini menimbulkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstitial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada septic
karena endotoksin serta secara tidak langsung menyebabkan agregasi
platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan –bahan vasoaktif.
Platelet yang teragragasi menimbulkan sumbatan aliran darah dan
melemahkan metabolisme selular dan mengaktivasi koagulasi, selanjutnya
menipisnya factor-faktor penggumpalan (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Manifestasi Metabolik
Hiperglikemia sering sering ditemui pada awal syok karena
pningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi
pengambilan glukosa ke dalam sel. Dengan berkembangnya syok terjadi
hipoglikemia karena persediaan glikogen menipis dan suplai protein dan
lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic
tubuh. Pemecahan protein terjadi pada syok septic dan ditunjukan oleh
tingginya ekskresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam
amino karena disfungsi metaboliknya dan selanjutnya terakumulasi dalam
aliran darah. Dengan keadaan syok yang berkembang terus, jaringan
adipose dipecah (lipolisis) untuk menyediakn lipid bagi hepar untuk
memproduksi energi. Metabolisme lipid ini menghasilkan keton, yang
kemudian digunakan dalam siklus kreb dengan demikian menyebabkan
peningkatan
pembentukan laktat. Pengaruh kekacauan metabolic ini
menjadikan sel menjadi sangat kekurangan energi (Brunner &
Suddarth, 2016).
4. Patofisiologi
Sepsis timbul akibat respon pejamu terhadap infeksi, yang diarahkan
untuk mengeliminasi patogen. Patogen memiliki mekanisme atau faktor
virulensi yang bervariasi sehingga memungkinkan patogen untuk bertahan
dalam tubuh pejamu dan menyebabkan penyakit. Faktor virulensi
menyebabkan patogen mampu menghambat fagositosis, memfasilitasi adhesi
ke sel atau jaringan pejamu, meningkatkan survival intrasel setelah difagosit,
dan merusak jaringan melalui produksi toksin dan enzim ekstrasel (Mahon &
Mahlen, 2015)
Beberapa patogen berkemampuan untuk bertahan dan memperbanyak
diri dalam sel fagosit setelah difagosit, dengan cara mencegah fusi fagosom
dan lisosom (fagolisosom), bertahan terhadap efek dari isi lisosom, atau
keluar dari fagosom ke dalam sitoplasma. Sebagai contoh, Mycobacterium
tuberculosis dan Legionella pneumophila mencegah pembentukan
fagolisosom, Mycobacterium leprae menginaktivasi reactive oxygen species
(ROS) dan nitrogen species, dan Listeria monocytogenes merusak membran
fagosom dan keluar ke sitoplasma (Mahon & Mahlen, 2015).
Kemampuan patogen untuk menghasilkan eksotoksin diproduksi
terutama oleh bakteri Gram positif, dan disekresi ke lingkungan ekstrasel
bakteri sehingga daat berinteraksi dengan sel pejamu dan mengganggu
metabolisme normalnya. Toksin Vibrio cholerae menyebabkan peningkatan
cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada sel epitel usus, sehingga
terjadi diare karena hipersekresi klorida dan air. Di satu sisi, endotoksin
diproduksi oleh bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri Gram negatif
memroduksi lipopolisakarida (LPS) yang menyusun membran luar bakteri
dan terdiri atas 3 regio, yaitu polisakarida spesifik-O, polisakarida inti, dan
lipid A. Aktivitas toksin dari endotoksin terdapat pada lipid A. Paparan
terhadap endotoksin dapat menyebabkan efek yang sistemik, seperti
perubahan tekanan darah dan suhu tubuh, abnormalitas koagulasi, penurunan
jumlah sel leukosit dan trombosit yang bersirkulasi, perdarahan, gangguan
sistem imun, dan akhirnya kematian (Mahon & Mahlen, 2015).
5. Pathway

Mikroorganisme (Bacteri gram negatif)

Masuk tubuh manusia

Respon imun

Aktivasi berbagai mediator kimiawi

SYOK SEPTIK

Endotoksin basil gram negatif


B1 B3 B5 B6
O2 dalam Gangguan metabolisme
Ketidakmampuan B2 darah oksidatif cerebral Gangguan saraf simpatis Pasokan O2 ke
sel untuk berkurang & parasimpatis jaringan otot skelet
menggunakan O2 tidak mencukupi
Kontraktilitas Hypoxia &
B4 Demand Peristaltik Peristaltik
Berkurangnya jantung ↓ iskemi pada
glukosa ↑ usus ↓ usus ↓ Demand
O2 di paru otak
Pernapasan Aliran darah CO ↓ glukosa ↑
Pemecahan Distended Diare
cepat / RR ↑ perifer glikogen
GFR ↓ Ketidakefektifan abdomen, Anaerob
terganggu menjadi
Perfusi Jaringan gangguan glukosa
glukosa Resiko
Dyspnea Oliguria, Otak absorbsi
Cyanosis, Ketidakseimbangan Asam
akral dingin Anuria Elektrolit
Hiperglikemia lactat ↑
Ketidakefektifan Pola Nafas
Hipoglikemia
Ketidakefektifan Gangguan Ketidakseimbangan Tonus otot ↓
Perfusi Jaringan rasa nyaman nutrisi kurang dari
Perifer kebutuhan tubuh Gangguan
Penurunan Intoleransi
Curah Aktivitas mobilitas
Jantung Gangguan Eliminasi Urine
Resiko
Cedera
6. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) komplikasi syok septik, yaitu:
1) Meningitis
2) Hipoglikemi
3) Aasidosis
4) Gagal ginjal
5) Disfungsi miokard
6) Perdarahan intra cranial
7) Icterus
8) Gagal hati
9) Disfungsi system saraf pusat
10) Kematian
11) Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Brunner & Suddarth (2016) pemeriksaan diagnostik dari syok
septik, yaitu:
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang
paling efektif. Ujung jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan
untuk memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara
memasukannya.
2. SDP Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpindah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan
(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT
mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati
/ sirkulasi toksin / status syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
7. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
8. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
9. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan
infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
10. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.
8. Penatalaksanaan medis
Pengobatan terbaru syok septic mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum
dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk
meningkatkan ketahanan hidup pasien. Preparat sefalosporin ditambah amino
glikosida diresepkan pada awalnya. Kombinasi ini akan memberikan
cangkupan antibiotic sebagaian organism gram negative dan beberapa gram
positif. Saat laporan sensitifitas dan kultur tiba, antibiotik diganti dengan
antibiotic yang secra lebih spesifik ditargetkan pada organisme penginfeksi
dan kurang toksin untuk pasien (Brunner & Suddarth, 2016).
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari
dari awitan syok. Pemberian makan enteral lebih dipilih daripada parenteral
kecuali terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal. (Brunner &
Suddarth, 2016).
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum dan septikemia neonatus merupakan
istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respon terhadap infeksi
pada bayi baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah secara
tepat, yaitu, apakah harus dibatasi berdasarkan pad infeksi bakteri, biakan
darah positif, atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan yang cukup banyak
mengenai definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis. Hal
ini merupakan akibat dari ledakan informasi mengenai patogenesis sepsis dan
ketersediaannya zat baru untuk terapi potensial (Brunner & Suddarth, 2016).
Pada orang dewasa, istilah sindrom respons radang sistemik (SIRS)
digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis yang ditandai oleh 2 atau
lebih hal berikut ini: (1) demam atau hipotermia, (2) takikardia, (3) takipnea,
dan (4) kelainan sel darah putih (leukosit) atau peningkatan frekuensi bentuk-
bentuk imatur. SIRS dapat merupakan akibat dari trauma, syok hemoragik,
atau sebab-sebab iskhemia lain, pankreatitis atau jejas imunologis. Bila hal ini
merupakan akibat dari infeksi, keadaan ini disebut sepsis. Kriteria ini belum
ditegakkan pada bayi dan anak-anak, dan tidak mungkin dapat diterapkan
pada bayi baru lahir. Meskipun demikian, konsep sepsis sebagai sindrom
yang disebabkan oleh akibat infeksi metabolik dan hemodinamik terasa
masuk akal dan penting. (Brunner & Suddarth, 2016).
Di masa mendatang, definisi sepsis pada bayi baru lahir dan anak akan
menjadi lebih tepat. Saat ini, kriteria sepsis neonatorum harus mencakup
adanya infeksi pada bayi baru lahir yang menderita penyakit sistemik serius
yang tidak ada penjelasan non-infeksi dan patofisiologi abnormalnya. Sakit
sistemik serius pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh asfiksia perinatal,
penyakit saluran pernafasan, penyakit jantung, metabolik, neurologis, atau
hematologis. Sepsis menempati bagian kecil dari semua infeksi neonatus.
Bakteri dan Candida merupakan agen etiologi yang paling sering, namun
virus dan kadang-kadang protozoa, dapat juga menyebabkan sepsis. Biakan
darah mungkin negatif, menambah kesulitan dalam menegakkan infeksi
secara etiologi. Akhirnya, infeksi dengan atau tanpa sepsis dapat muncul
secara bersamaan dengan penyakit non-infeksius pada bayi baru lahir, anak,
atau orang dewasa (Brunner & Suddarth, 2016).
B. Asuhan keperawatan dengan syok septik
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
1) Identitas klien yang harus dikaji yaitu nama, jenis kelamin,
umur,alamat, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Pengkajian primer
1) Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
3) Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok.
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU (Alert, Verbal,
Pain, Unrespons).
5) Exposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu
angkat celana pasien ke arah lutut dan periksa apakah ada luka atau
cidera, terutama luka pada bagian tengkuk atau leher belakang.
c) Pengkajian sekunder
1) Promosi Kesehatan, kaji kesehatan umum klien, alasan masuk
rumah sakit, dan riwayat keluhan utama klien, riwayat penyakit
masa lalu, riwayat pengobatan masa lalu, kemampuan mengontrol
kesehatan, faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
kesehatan, riwayat pengobatan sekarang.
2) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, indeks
massa tubuh) biochemical (data laboratorium yang abnormal ),
clinical (tanda-tanda klinis integumen, anemia), diet (meliputi
jenis, frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan selama di
RS), energi (kemampuan beraktivitas selama dirawat), faktor
(penyebab masalah), Penilaian Status Gizi, polaasupan cairan,
jumlah intake dan output, penilaian status cairan (balance cairan),
pemeriksaan abdomen.
3) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat kandung
kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem gastrointestinal
(konstipasi dan faktor penyebab, pola eliminasi).
4) Aktivitas dan istirahat, mengkaji kebutuha istirahat/tidur, aktivitas,
respon jantung, pulmonary respon, sirkulasi, riwayat hipertensi,
kelainan katup, bedah jantung, endocarditis, anemia, bengkak pada
kaki, asites, takikardi disritmia, atrial fibrilasi, prematur ventrikular
contraction, bunyi jantung s3, abnormal sistolik dan diastolik,
murmur, peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis, pucat,
ronchi, hepatomegaly.
5) Persepsi diri
6) Peranan hubungan, mengkaji pola interaksi dengan orang lain atau
kedekatan dengan anggota keluarga.
7) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah atau
disfungsi sesksual.
8) Mekanisme koping atau toleransi stress
9) Nilai-nilai kepercayaan
10) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autommune, tanda-
tanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/komplikasi
(akibat tirah baring, proses perawatan, jatuh, obat-obatan, dan
penatalaksaan terhadap penyakit)
11) Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang dirasakan (PQRST),
rasa tidak nyaman lainnya serta gejala yang menyertai.
12) Pertumbuhan dan perkembangan.
2. Diagnosa keperawatan
Keperawatan yang Mungkin Muncul sesuai SDKI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
jantung
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi
3. Rencana Keperawtan
DIAGNOSA
N SLKI SIKI
O KEPERAWATAN
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan
Management sirkulasi
jantung berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
Observasi
dengan diharapkan resiko penurunan
1. Identifikasi tanda/gejala
kontraktilitas jantung curah jantung pasien dapat primer penurunan curah
jantung (meliputi: dispnea,
berkurang dengan kriteria hasil
kelelahan, edema, ortopnea,
Status Sirkulasi PND, peningkatan CVP).
1. Tekanan darah sistolik 2. Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah
membaik
jantung (meliputi:
2. Tekanan darah diastolik peningkatan berat badan,
membaik hepatomegaly, distensi vena
3. Tekanan nadi membaik jugularis, palpitasi, ronkhi
4. Kekuatan nadi basah, oliguria, batuk, kulit
meningkat pucat)
5. Edema perifer menurun 3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
6. Saturasi oksigen
ortostatik, jika perlu)
meningkat
7. Asites menurun 4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit,
enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermitten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress, jika
perlu
6. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2 Hambatan pertukarangas Setelah dilakukan tindakan
Manajemen jalan napas (I.01011)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
observasi:
perubahan ventilasi diharapkan pertukaran gas
1. Monitor pola napas (frekuensi,
perfusi pasien efektif dengan kriteria kedalaman, dan usaha napas).
hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
(mis.gurgling, mengi, wheezing,
Pertukaran Gas : ronkhi kering).
1. Sianosis membaik 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2. Dispnea meningkat
Terapeutik
3. Pola napas membaik
1. Posisikan semi fowler.
4. Takikardi membaik
2. Berikan minum hangat.
5. PO2 membaik
3. Berikan oksigen.
Edukasi:
1. Ajarkan teknik batuk
efekti.f
Kolaborasi:
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik.
DAFTAR PUSTAKA

Angus DC, van der Poll T. (2013). Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med.
p. 369:840-51.
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Jawad I, Luksic I, Snorri, Rafnsson B. (2012). Assessing available information on
the burden of sepsis: global estimates of incidence, prevalence, and mortality.
J of Glob Health. 2(1):1-9.
Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. (2006).
Duration of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is
the critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care
Med;34:1589-96. 4. Hotchkiss RS, Moldawer.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. (2003).
2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International sepsis definitions
conference. Intensive Care Med; 29:530-8.
Mahon CR, Mahlen S. (2015). Host-parasite interaction. In: Mahon CR, Lehman
DC, Manuselis G, editors. Textbook of Diagnostic Microbiology (5th ed).
Missouri: Saunders Elsevier; p. 23-46
Mayr FB, Yende S, Angus DC. (2014). Epidemiology of severe sepsis.
Virulence;5(1):4-11.
Munford RS. (2008). Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Baunwalda E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s
Principle of Internal Medicine (17th ed). New York: Mc Graw Hill, p. 1695-
702.
NANDA-1. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
EGC: Jakarta
Purwanto S. Diana, Astrawinata D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis
dan Syok Septik. Jurnal Biomedik (JBM). 10(3), 143-151.
https://doi.org/10.35790/jbm.10.3.2018.21979.
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M,
et al. (2016). The third international consensus definitions for sepsis and
septic shock (sepsis-3). JAMA; 315:801-10.

Anda mungkin juga menyukai