SKIZOFRENIA
A. Definisi
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang berat dan yang mana
dapat memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosial dikarenakan adanya gangguan perilaku atau psikologis
yang kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan menunjukan
menifestasi klinik yang bervariasi. Biasanya tidak mengacu pada
kepribadian ganda, dimana identitas hadir secara terpisah. (Asuhan
Keperawatan Jiwa Stuart, 2016 & Melinda Hermann, 2008)
B. Etiologi
Stuart (2016) membagi gejala skizofrenia menjadi 2 yaitu:
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa factor predisposisi skizofrenia yaitu :
a. Biologis
Respon neurobiologis yang maladaptif karena abnormalnya
perkembangan system saraf dapat dibuktikan dalam beberapa
penenlitian yaitu sebgai berikut :
Lesi area frontal, temporal dan limbik yang menyebabkan
perubahan pada perilaku psikotik.
Zat kimia otak yang berkaitan dengan skizofrenia. Ada
beberepa contoh zat kimia ota yaitu seperti dopamine
neurotransmitter yang berlebihan, dan tidak seimbang terutama
pada serotonin serta system reseptor dopamine yang
bermasalah.
Gen dalam keluarga yang juga berpengaruh besar dalam gejala
skizofrenia, seperti halnya kembar identic yang dibesarkan
dengan terpisahpun memiliki angka kejadian skizofrenia yang
lebih tinggi dari pada sudara kandung yang tidak kembar atau
identik.
b. Psikologis
Penyebab dari factor ini yaitu lebih menyalahkan keluarga dan
menyebabkan keluarga kurang percaya dengan tenaga kesehatan
jiwa professional.
c. Sosial Budaya
Penyebab dari skizofrenia dari sosail budaya ini yaitu penumpukan
stress dan gangguan lain, tetapi penyebab ini bukan dari penyebab
utama.
2. Faktor Pencetus
Ada bebrapa faktor pencetus dari skizofrenia yaitu :
a. Biologis
Gangguan pada komunikasi, abnormalitas pada mekanisme otak
yang apat mengakibatkan ketidakmampuan seorang menanggapi
stimulus secara selektif merupakan respon neurobiologis
maladaptive yang diakibatkan oleh stressor biologis.
b. Lingkungan
Gangguan perilaku dapat disebabkan pula oleh ambang toleransi
terhadapa stress ang secara biologis berinteraksi terhadap stressor
lingkungan.
c. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering
menimbulkan penyakit baru, biasanya pemicu akan muncul dari
berbagai hal seperti contoh yaitu lingkungan, kesehatan, sikap dan
individu.
C. Manifestasi
Beberapa pasien sebelum didiagnosis skizofrenia mempunyai gangguan
kepribadian skizoid, ambang, anti sosial atau skizotipa. Ada beberapa
gejala yang terlihat dari pasien skizofrenia seperti :
1. Gangguan proses pikir
Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka
sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis.
Ada beberapa tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu
asosiasi longgar : pasien biasanya mengalami ide sering tidak
menyambung. Misalkan ide tersebut dapat melompat dari satu
topik ke topik lain dan tidak berhubungan sehingga
membingungkan pendengar.
Pemasukan informasi berlebihan arus pikir pasien secara terus-
menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki
informasi yang tidak relevan.
Neologisme: pasien menciptakan kata kata baru (yang bagi mereka
mungkin mengandung arti simbolik)
Terhambat pembicaraan: tiba-tiba berhenti (sering pada
pertengahan kalimat dan disambung kembali beberapa saat (atau
beberapa menit) kemudian, biasanya dengan topik yang lain. Hal
ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Biasanya pikiran
pikiran lain masuk ke dalam ide pasien. Perhatian pasien sering
sangat mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat
Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka
berdasarkan bunyi kata-kata yang haru saja diucapkan dan bukan
isi pikirannya
Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang
baru saja diucapkan oleh seseorang
Konkritisasi: pasien dengan 1Q rata normal atau lebih tinggi
kemampuan berpikir abstraknya sampe burak
Alogia: pasien berbicara sangat sed tetapi bukan disebabkan oleh
tiste yang disengaja (miskin pembica atan dapat berbicara dalam
jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disampaikan (miskin
isi pembicara
Tangensialitas: pasien secara menjawab pertanyaan dan tak sampai
ke tujuan serta tak berhubungan
Inkoheren atan "word salad": pembicaraan pasien sangat tidak
terorganisa hampir tidak bisa dimengerti dan mirip dengan afasia
reseptif. Simtom pembicaraan disorganisasi derajat ringan, sering
ditemu. Simtom yang berat dapat menyebabkan tidak efektifnya
komunikasi. Pembicaraan atau pikiran disorganisasi yang derajat
tidak berat dapat terjadi selama fase prodromal atau residual
skizofrenia.
2. Gangguan emosi
Pada pasien skozofrenia da[at memperlihatkan emosi yang berpindah-
pindah yaitu dari emosi sati uke emosi lain dalam jangka waktu yang
singkat. (Asuhan Keperawatan Jiwa Stuart, 2016)
D. Klasifikasi
Menurut Muslim (2013) pembagian tipe skizofrenia yaitu :
1. Skizofrenia tipe paranoid
Merupakan subtipe yang paling utama dimana waham dan halusinasi
auditorik jelas terlihat. Gejala utamanya adalah waham kejar atau
waham kebesarannya dimana individu dikejar-kejar oleh pihak tertentu
yang ingin mencelakainya
2. Skizofrenia tipe disorganisasi (hebefrenik)
Tidak bertanggungjawab dan tidak dapat diramalkan, kecenderungan
untuk selalu menyendiri, perilaku hampa tujuan dan perasaan, afek
tidak wajar, senyum dan ketawa sendiri, proses berpikir disorganisasi
dan pembicaraan inkoheren (8).
3. Skizofrenia tipe katatonik
Gambaran perilakunya yaitu stupor (kehilangan semangat), gaduh,
gelisah, menampilkan posisi tubuh tidak wajar, negativisme
(perlawanan), rigiditas (posisi tubuh kaku), fleksibilitas area,
mematuhi perintah otomatis dan pengulangan kalimat tidak jelas
4. Skizofrenia tipe tak terinci
Mempunyai halusinasi, waham dan gejala psikosis aktif yang
menonjol (misal kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria
skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid,
katatonik, hebefrenik, residual dan depresi pasca skizofrenia (Amir,
2010).
5. Depresi pasca skizofrenia
Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling
sedikit 2 minggu Skizofrenia tipe residual.Gejala negatif menonjol
(psikomotorik lambat, aktivitas turun, berbicara kacau), riwayat
psikotik (halusinasi dan waham) dan tidak terdapat gangguan mental
organic.
6. Skizofrenia tipe simpleks
Gejala utama adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Kurang memperhatikan keluarga atau menarik diri, waham dan
halusinasi jarang terjadi serta timbulnya perlahan-lahan
E. Patofisiologi Psikotik
Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan
sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari
sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia
yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung
sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak
yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem
komunikasi tersebut.
Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan
mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia dengan
membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem
switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang
datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga
menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan
sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien schizophrenia, sinyal sinyal
yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai
sambungan sel yang dituju.
Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun
klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam
kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya
menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul
secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia acute. Periode
skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi
halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.Kadang
kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba perubahan perilaku yang
sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu.
Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut
secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi
banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut
tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita
depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang
normal dalam lingkungannya.
Dalam beberapa kasus, serangan dapat mening kat menjadi apa
yang disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter
sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama
sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri.
F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Psikotik
1. Pengkajian
Data yang perlu dikaji oleh penderita gangguan psikotik antara lain
yaitu isi dan organisasi pikiran, persepsi input sensori, irama emosi,
rasa identitas, kemauan, perilaku psikomotor, dan kemampuan dalam
mengelola hubungan interpersonal yang memuaskan.
a. Identitas klien
Identitas meliputi nama, usia, alamat, pendidikan, agama, status
perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer rekam medis dan
diagnose medis.
b. Alasan masuk
Penyebab apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit, apa
yang sebelumnya sudah dilakukan klien untuk mengatasi masalah
ini dan bagaimana hasilnya.
c. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala psikotik saat ini, penyebab
munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk
mengatasinya besertakan hasil.
d. Faktor predisposisi
Menanyakan pada klien sebelumnya pernah mengalami trauma,
pernah menyalahgunakan napza, memiliki riwayat penyakit mental.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien schizophrenia
adalah sebagai berikut.
a. Resiko perilaku kekerasan : terhadap diri sendiri atau orang lain
berhubungan dengan psikotik
b. Isolasi sosial Ketidakmampuan menjalin hubungan yang
memuaskan, perubahan status mental.
c. Gangguan persepsi sensori: Halunisasi berhubungan dengan
gangguan penglihatan, pendengaran, perabaan.
d. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatnya
strategi koping.
e. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kurangnya
pengakuan dari orang lain, gangguan psikiatri.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
psikologis/psikotik.
g. Waham berhubungan dengan faktor biologis : kelainan genetik/
keturunan, kelainan neurologis
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran, hambatan psikologis (misal gangguan psikotik,
gangguan konsep psikotik, gangguan konsep diri, harga diri rendah,
gangguan emosi). (Mashudi,S 2021)
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi Keperawatan
Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Dukungan Perawatan
perilaku orientasi membaik: Diri
kekerasan Menuru Cukup Sedan Cukup Meni Observasi:
n Menur g Menin ngkat -Monitor adanya benda
un gkat yang berpotensi
Verbalisasi membahayakan
ancaman -Monitor keamanan
terhadap 1 2 3 4 5 barang yang dibawa oleh
orang lain pengunjung
-Monitor selama
penggunaan barang yang
Verbalisasi dapat membayakan
Umpatan 1 2 3 4 5 Terapeutik:
-Pertahankan lingkungan
Perilaku bebas dari bahaya secara
Menyerang 1 2 3 4 5 rutin
-Libatkan keluarga dalam
Perilaku perawatan
Melukai 1 2 3 4 5 Edukasi:
diri -Anjurkan pengunjung
sendiri/oran dan keluarga untuk
g lain mendukung keselamatan
Perilaku pasien
merusak -Latih cara
lingkungan 1 2 3 4 5 mengungkapkan perasaan
sekitar secara asertif
-Latih mengurangi
Perilaku kemarahan secara verbal
Agresif/ 1 2 3 4 5 dan nonverbal
Amuk
Suara Keras 1 2 3 4 5
Isolasi Diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Promosi Sosialisasi
orientasi membaik: Observasi:
Menurun Cukup Sedan Cuku Menin -Identifiaksi kemampuan
Menur g p gkat melakukan interaksi
un Meni dengan orang lain
ngkat -Identifikasi hambatan
Minat melakukan interaksi
interaksi dengan orang lain
1 2 3 4 5 Terapeutik:
-Motivasi kesabaran
Verbalisas dalammengembangkan
i social 1 2 3 4 5 suatu hubungan
Perilaku -Diskusikan perencanaan
menarik 1 2 3 4 5 kegiatan dimasa depan
diri -Berikan umpan balik
Efek positif dalam pearwatan
murung/ 1 2 3 4 5 diri
sedih -Berikan umpan balik
Perilaku positif pada setiap
bermusuha peningkatan kemampuan
n 1 2 3 4 5 Edukasi:
-Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
-Anjurkan ikut serta
kegiatan social dan
kemasyarakatan
-Anjurkan berbagi
pengalaman dengan orang
lain
-Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Manajemen Halusinasi
orientasi membaik: Observasi:
Menuru Cukup Sedan Cuku Menin -Monitor perilaku yang
n Menur g p gkat mengindikasi halusainasi
un Meni -Monitor dan sesuaikan
ngkat tingkat aktivitas dalam
Verbalisasi stimulasi lingkungan
mendengar -Monitor isi halusinasi
bisikan 1 2 3 4 5 Terapeutik:
-Pertahankan lingkungan
Verbalisasi yang nyaman
Gangguan melihat 1 2 3 4 5 Diskuasikan perasaan dan
Persepsi bayangan respon halusinasi
Sensori Distorsi -Hindari perdebatan
sensori 1 2 3 4 5 tentang validitas
Perilaku halusinasi
halusinasi 1 2 3 4 5 Edukasi :
-Anjurkan memonitor
sendiri situasi terjadinya
halusinasi
-Anjurkan melakukan
distraksi
-Ajarkan pasien dan
keluarga cara mengontrol
halusinasi
Koping tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Dukungan pengambilan
efektif orientasi membaik: keputusan
Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Tindakan :
n Menur g p gkat Observasi
un Meni - Identifikasi presepsi
ngkat mengenai
Kemampu masalah dan informasi
an yang memicu konflik
memenuhi 1 2 3 4 5 Terapeutik
peran - Fasilitasi
sesuai mengklarifikasi nilai dan
usia harapan yang membantu
meningkat membuat pilihan
Perilaku - Diskusikan kelebihan
koping 1 2 3 4 5 dan kekurangan dari
adaptif setiap solusi
meningkat - Fasilitasi melihat situasi
Verbalisasi secara realistic
kemampua 1 2 3 4 5 - Motivasi
n mengungkapkan tujuan
mengatasi perawatan yang
masalah diharapkan
meningkat - Fasilitasi pengambilan
Verbalisasi keputusan secara
menyalahk 1 2 3 4 5 kolaboratif
an
orang lain Edukasi
menurun - Informasikan alternative
solusi secara jelas
- Berikan informasi yang
dibutuhkan pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan yang
lain dalam memfasilitasi
Pengambilankeputusan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Menejemen perilaku
orientasi membaik: Tindakan :
Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Observasi
n Menur g p gkat - Identifikasi dan
un Meni mengelola perilaku
ngkat negative
Penilaian Terapeutik
diri -Diskusikan
positif 1 2 3 4 5 tanggungjawab terhadap
meningkat perilaku
Perasaan - Jadwalkan kegiatan
memiliki 1 2 3 4 5 terstruktur
kelebihan - Ciptakan dan
atau pertahankan lingkungan
Harga diri kemampua dan kegiata perawatan
rendah kronis n konsisten setiap dinas
positif - Tingkatkan aktivitas
meningkat fisik sesuai kemampuan
Penerimaan - batasi jumlah
penilaian 1 2 3 4 5 pengunjung
positif - Bicara dengan nada
terhadap rendah
diri Edukasi
sendiri - Informasikan keluarga
meningkat bahwa keluarga sebagai
Minat dasar pembentukan
mencoba 1 2 3 4 5 kognitif
hal
baru
meningkat
Deficit Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Dukungan perawatan diri
perawatan orientasi membaik: Tindakan :
diri Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Observasi
n Menur g p gkat - Identifiasi kebiasaan
un Meni aktivitas perawatan diri
ngkat sesuai usia
Kemampua - Monitor tingkat
n kemandirian
mandi 1 2 3 4 5 - Identifikasi kebutuhan
meningkat alat bantu kebersihan
diri,berpakaian, berhias,
Kemampua makan.
n 1 2 3 4 5 Terapeutik
mengenaka - Sediakan lingkungan
n yang terapeutik
pakaian - Siapkan keperluan
meningkat pribadi
Kemampua - Dampingi dalam
n 1 2 3 4 5 melakukan perawatan diri
makan sampai mandiri
meningkat - Jadwalkan rutinitas
Kemampua perawatan diri
n 1 2 3 4 5 Edukasi
ke toilet - Anjurkan melakukan
(BAB/ perawaan diri secara
BAK) konsisten sesuai
meningkat kemampuan
Waham Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Manajemen waham
orientasi membaik: Tindakan :
Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Observasi
n Menur g p gkat - Monitor waham yang
un Meni isinya membahayakan diri
ngkat sendiri, orang lain dan
Verbalisasi lingkungan
waham - Monitor efek samping
1 2 3 4 5 obat Terapeutik
- Bina hubungan
Perilaaku interpersonal saling
waham 1 2 3 4 5 percaya
Kemampua - Tunjukkan sikap tidak
n 1 2 3 4 5 menghakimi secara
makan konsisten
meningkat - Hindari perdebatan
Khawatir tentang keyakinan yang
1 2 3 4 5 keliru, nyatakan keraguan
Perilaku 1 2 3 4 5 sesuai fakta
sesuai - Hindari memperkuat
realita gagasan waham
Isi piker 1 2 3 4 5 - Sediakan lingkungan
sesuai yang aman dan nyaman
realita Edukasi
- Anjurkan
mengungkapkan dan
memvalidasi waham
dengan orang yang
dipercaya
- Anjurkan melakukan
rutinitas harian secara
konsisten
- Latihan menenejemen
stress - Jelaskan tentang
waham serta penyakit
terkait Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat, sesuai indikasi
Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Promosi komunikasi
komunikasi orientasi membaik: defisit bicara
verbal Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Tindakan :
n Menur g p gkat Observasi
un Meni - Monitor kecepatan,
ngkat tekanan, kuantitas,
Verbalisasi volume dan diksi bicara.
mendengar - Monitor proses kognitif,
bisikan 1 2 3 4 5 anatomis, dan fisiologis
yang berkaitann dengan
Verbalisasi bicara (misal memori,
melihat 1 2 3 4 5 pendengaran, dan bahasa)
bayangan - monitor frustasi, marah,
Verbalisasi depresi, atau hal lain yang
mersakan 1 2 3 4 5 mengganggu bicara.
meingkat - Identifikasi perilaku
sesuatu emosional dan fisik
melalui sebagai bentuk
indra komunikasi.
perabaan Terapeutik
Verbalisasi - Gunakan metode
merasakan 1 2 3 4 5 komunikasi alternatif
sesuatu (misal menulis, mata
melalui berkedip, papan
indra komunikasi dengan
penciuman gambar dan huruf, isyarat
Verbalisasi 1 2 3 4 5 tangan dan komputer)
merasakan - Sesuaikan gaya
sesuatu komunikasi dengan
kebutuhan (misal berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien).
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
- Ulangi apa yang
disampaikan pasien.
- Berikan dukungan
psikologis.
- Gunakan juru bicara,
jika perlu.
Edukasi
- Anjurkan berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien dari
keluarga proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara.
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis.
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Pada situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana hal
ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan Dalami (2009). Adapun
pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi
Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing maslaah utama.
Pada masalah risiko perilaku kekerasan terdapat 5 macam SP yaitu :
Pertemuan : Ke 1 (satu)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan
yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mengidentifikasi PK
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama ( latihan nafas dalam).
Pertemuan : Ke 2 (dua)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik kedua
Mengevaluasi latihan nafas dalam
Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal),
menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya
Anwar”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang
mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi
kalau nanti ibu kesal atau marah, ibu langsung kekamar dan
lampiaskan marah ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah
coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali ibu
melakukannya!”
“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”“ Coba ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih?
Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu.
Pukul berapa ibu mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3
sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
cara tadi ya Bu.“ sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu,
kita akan belajar mengendalikan marah dengan belajar bicara yang
baik. Sampai Jumpa!” Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 3 (tiga)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali
nada bicara agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal (menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
Pertemuan : Ke 4 (empat)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal
latihan ibadah/ berdoa)
Pertemuan : Ke 5 (lima)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi
psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien
minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat,
susun jadwal minum obat secara teratur)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya
saya Anwar, “sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita
ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul
kasur bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat
kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat tadi?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Fase Kerja (Perawat membawa obat pasien)
“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu
minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?
Bagus”“Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks
dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1
siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut ibu
terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bias mengisap-isap es
batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan
jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama
obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek
lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”“ Sekarang kita
masukkan waktu minum obat kedalam jadwal ya bu”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang
ibu minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah
berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang
kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi
untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana
dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”….
Assalamu’alaikum
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap selanjutnya dari proses keperawatan. Pada
tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang dilakukan
dengan hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang
terjadi sudah teratasi seluruhnya atau hanya sebagian.Hal yang perlu
dievaluasi :
a. Verbalisasi ancaman terhadap orang lain bisa menurun
b. Verbalisasi umpatan bisa menurun
c. Perilaku menyerang bisa menurun
d. Perilaku melukai diri sendiri/orang laim bisa menurun
e. Perilaku merusak lingkungan sekitar bisa menurun
f. Perilaku agresif/amuk bisa menurun
g. Suara keras bisa menurun
BAB II
HALUSINASI
A. Definisi
Gangguan persepsi sensori (halusinasi) adalah perubahan persepsi
terhadap stimulus baik internal maupun ekternal yang disertai dengan respon
yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI PPNI, 2017).
B. Penyebab
Adapun penyebab dari halusinasi menurut buku SDKI PPNI, 2016 sebagai
berikut:
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan pendengaran
3. Gangguan penghiduan
4. Gangguan perabaan
5. Hipoksia serebal
6. Penyalahgunaan zat
7. Usia lanjut
8. Pemajanan toksin lingkungan
C. Gejala dan Tanda Mayor
1. Secara subjektif
Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan.
Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, dan pengecap
2. Secara Objektif
Distorsi sensori
Respons tidak sesuai
Bersikap seolah melihat, mendengar, mengucap, meraba, atau
mencium sesuatu
D. Gejala dan Tanda Minor
1. Secara Subjektif
Menyesal kesal
2. Secara Objektif
Menyendiri
Melamun
Konsentrasi buruk
Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
Curiga
Melihat ke satu arah
Mondar-mandiri
Bicara sendiri
E. Etiologi
Faktor yang yang mempengaruhi halusinasi menurut Stuart dan Laraia (2005)
sebagai berikut:
Factor predisposisi pasien halusinasi:
1. Faktor predis posisi
a. Faktor genetic
Diketahui bahwa secara genetik diturunkan melalui kromosom
tertentu. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
schizophrenia berpeluang 15% mengalami schizophrenia, sementara
bila kedua orang tuanya schizophrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor perkembangan
Pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri, dan terganggu tugas perkembangan menurun dan
rendahnya control diri.
c. Faktor neurobiology
Ditemukan bahwa kortex pre front dan kortex limbic klien dengan
schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada
klien schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal.
d. Faktor neurotransmitter
Diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter.
e. Faktor biokimia
Dengan adanya stres yang dialami seseorang, maka tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
f. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke 3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi schizophrenia.
g. Psikologis
Anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, sementara ayah
yang mengalami jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan
interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi
realistis.
h. Faktor sosiokultural
Sejak bayi merasa tidak diterima oleh lingkungan dan merasa
disingkirkan, kesepian oleh lingkungan sekitar.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan dan ancaman yang memerlukan tenaga ekstra.
Terjadinya halusinasi adanya rangsangan dari lingkungan misal suasana
sepi yang terisolasi dan terlalu lama tidak mengombrol dengan orang lain.
Disamping itu juga karena proses penghambatan dalam proses tranduksi
dari suatu implus yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam
proses interpretasi interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-faktor
pencetus neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut:
Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memprotes informasi di talamus dan frontal otak.
Mekanisme penghantar listrik di saraf terganggu.
Gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku.
F. Patofisiologi Halusinasi
Halusinasi terjadi apabila bersangkutan mempumyai kesan tertentu
tentang seuatu namun dalam kenyataan tidak terjadi sesuatu apapun dan
bentuk kesalahan penghilatan tanpa objektivitas pengindraan yang tidak
disertai stimulus fisik yang adekuat sehingga memunculkan respon seperti
berbicara sendiri, isi suara memerintah sesuatu pada klien, ataupun klien
merasa melihat sosok, yang dianggap teman namun sebenarnya tidak ada.
Kerusakan komunikasi
Koping maladaptif
Stress psikologis
G. Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis sebagai
berikut:
1) Halusinasi Pendengaran
Karakteristik halusinasi ini mendengar suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Pikiran yang didengar klien dimana pasien disuruh
untuk melakukan sesuatu yang terkadang membahayakan.
2) Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran kartun, bayangan
yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3) Halusinasi Penghidung
Membaui bau-bau tertentu seperti darah, urin atau feses, umumnya bau
yang tidak menyenangkan. Halusinasi ini sering akibat stroke, tumor,
kejang atau dimensia.
4) Halusinasi Pengecap
Klien akan merasakan sesuatu yang busuk ,amis dan menjijikan seperti
merasa mengecap darah, urine bahkan feses dengan menunjukan perilaku
ketika sedang makan atau minum sering meludah bahkan muntah.
5) Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah atau benda mati atau orang lain.
6) Halusinasi Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak.
H. Fase-Fase Halusinasi
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya, antara lain:
a. Fase comforting
Halusinasi pada tahap ini menyenangkan (ansietas sedang) disini
klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, mencoba fokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk mengurangi stres. Biasanya perilaku
klien tersenyum sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase Condeming
Tahap ini halusinasi mengganggu dan sering terjadi (ansietas
berat). Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan bias, klien
mulai tidak mampu mengontrolnya, mulai kehilangan kontrol, mulai
menarik diri dari orang lain. Biasanya perilaku yang dialami seperti
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah meningkat, rentang
perhatian menyempit, kehilangan kemampuan membedakan antara
halusinasi dan realita, menyalahkan dan menarik diri dari orang lain.
c. Fase Controling
Fase ini fungsi senosri tidak relevan dengan kenyataan (ansietas
berat). Klien berhenti melakukan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah, isi halusinasi menjadi menarik serta klien mengalami kesepian
jika halusinasi berhenti. Perilaku yang biasanya klien alami seperti
kemauan halusinasi yang dikendalikan akan lebih di ikuti, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik
atau menit, adanya tanda fisik ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Conquering
Fase ini umumnya pasien menjadi melebur dalam halusinasinya.
Pengalaman sensori pasien terganggu dan merasa terancam dengan
datangnya halusinasi terutama saat klien tidak dapat menuruti
halusinasinya, halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak
ada intervensi terapeutik. Perilaku yang biasanya klien alami seperti
perilaku eror akibat panik, aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi
seperti perilaku kekerasan, menarik diri, tidak mampu merespon perintah
yang kompleks serta agitasi.
I. Rentang Respon Halusinasi
Adatif Maladaptif
II KEMAMPUAN PASIEN
1 Menyebutkan jenis halusinasi
2 Menyebutkan isi halusinasi
3 Menyebutkan waktu halusinasi
4 Menyebutkan frekuensi halusinasi
5 Menyebutkan situasi yang menimbulkan halusinasi
6 Menjelaskan tanda gejala terhadap halusinasi
7 Menghardik halusinasi
8 Menggunakan obat secara teratur
9 Melakukan bercakap-cakap
10 Melakukan kegiatan
A. Definisi Waham
Waham adalah keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang
dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan. (SDKI,2016)
Gangguan proses pikir waham mengacu pada kondisi seseorang yang
menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan.
Waham merupakan suatau keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat
dan terus menerus, akan tetapi tidak sesuai dengan realita. Klien sangat
meyakini apa yang ada dalam pikirannya.
B. Etiologi Waham
1. Factor biologis : kelainan genetic atau keturunan, kelainan neurologis (mis
gangguan system limbic, gangguan ganglia basalis, tumor otak)
2. Factor psikodinamis : (mis isolasi social, hipersensitif)
3. Maladaptasi
4. Stress berlebihan (SDKI, 2016)
C. Manifestasi Klinis Waham
1. Tanda gejala mayor
a. Subjektif
Mengungkapkan isi wafam
b. Objektif
Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
Isi pikir tidak sesuai realitas
Isi pembicaraan sulit dimengerti
2. Gejala tanda minor
a. Subjektif
Merasa sulit berkonsentrasi
Merasa khawatir
b. Objektif
Curiga berlebihan
Waspada berlebihan
Sikap menentang atau permusuhan
Wajah tegang
Pola tidur berubah
Tidak mampu mengambil keputusan
Flight of ide
Produktifitas kerja menurun
Tidak mampu merawat diri menarik diri. (SDKI, 2016)
D. Klasifikasi Waham
Waham diklasifikasikan menjadi enam macam yaitu (Budi Anna, 2007)
1. Waham agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan
2. Waham kebesaran : keyakinan klien secara berlebihan tentang kebesaran
dirinya atau kekuasaanya.
3. Waham somatik : keyakinan klien bahwa bagian tubuhnya terserang
penyakit atau didalam tubuhnya ada binatang
4. Waham Curiga : keyakinan klien bahwa ada seseorang atau kelompok
tertentu yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya
5. Waham nihilistik : keyakinan klien bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia tau meninggal
6. Waham bizare ( waham yang aneh- aneh) dimana isinya adalah sebagai
berikut.
a. Sisi pikir keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disispkan kedalam pikirannya.
b. Siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walupun dia tidak pernah menyatakan pikirannya pada
orang tersebut.
c. Kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan daro luar dirinya.
E. Patofisiologis Waham
Terdapat gangguan pada persepsi dan memori, psikologis yang
terganggu, gangguan sosial, faktor traumatik masa lalu dan keadaan sosial
yang situasional yang berpengaruh pada kestabilan harga diri yang
menyebabkan persepsi harga diri yang salah. Pada titik tertentu akan
mengakibatkan keyakinan atau persepsi semu yang diyakini terus menerus
meskupun bukti tidak ada dan pada umumnya tidak sependapat dengan
pemikiran normal, seringkali dianggap gangguan mental.
Masalah persepsi pikiran yang diyakini bahwa itu benar, kenyataan yang
salah akan dianggap benar meskipun pada faktanya itu salah yang dapat
berakibat pada resiko tindakan kekerasan terhadap orang lain lalu pada situasi
selanjutnya dirinya akan dianggap berbahaya dan ia merasa sangat bersalah
dan tiba-tiba perasaan bersalah hingga menganggap harga dirinya sudah
rendah (buruk).
Masalah persepsi pikiran yang diyakini bahwa itu benar, kenyataan yang
salah akan dianggap benar meskipun pada faktanya itu salah yang dapat
berakibat pada Peningkatan perilaku atau penyimpangan perilaku yang
maladaptif, pemikiran yang dibesar besarkan atau ketidakpercayaan terhadap
pemikiran orang lain / menganggap pemikiran orang lain selalu salah dan
dirinya yang paling benar, terdapat kesenjangan terhadap orang lain karena
menganggap mereka salah lalu perilaku menjauhi orang lain.
F. Pathway Waham
Waham
A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas sehari - hari dalam perawatan diri (Mandi,
Berhias, Makan dan Toileting). (SDKI, 2016).Defisit perawatan diri adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari -
hari dalam perawatan diri (Mandi, Berhias, Makan dan Toileting). (SDKI,
2016).
Defisit perawatan diri juga suatu keadaan seseorang mengalami
kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara
teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau nafas, dan
penampilan tidak rapi (Yusuf, Ah 2015 halaman 154) Deficit perawatan diri
merupakan ketidakmampuan seseorang untuk merawat atau menjaga
kebersihan diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan
rambut berantakan, pakaian yang kumuh, bau badan yang menyengat tidak
enak dan nafas bau.
Jadi defisit perawatan diri adalah berkurangnya kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas perawatan diri sehari-hari (mandi, berpakaian,
makan dan toileting). (SDKI, 2016). Defisit perawatan diri adalah suatu
kondisi dimana seseorang memiliki penyimpangan dalam kemampuan untuk
secara mandiri melakukan atau melakukan aktivitas sehari-hari. Keengganan
untuk mandi secara teratur, rambut tidak disisir, pakaian kotor, bau, bau mulut
dan penampilan yang tidak rapi. Defisit perawatan diri adalah
ketidakmampuan seseorang menjaga kebersihan dirinya dalam kehidupan
sehari-hari secara sendiri, yang menyebabkan rambut kusut, pakaian lusuh,
bau badan tidak sedap dan bau mulut.
B. Etiologi Defisit Perawatan Diri
Beberapa penyebab defisit perawatan diri menurut SDKI,2016 yaitu :
a. Gangguan musculoskeletal
b. Gangguan neuromuskuler
c. Kelemahan
d. Gangguan psikologis dan/atau psikotik
e. Penurunan motivasi/minat
Menurut SDKI, (2016) Penyebab defisit perawatan diri adalah :
1. Factor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga telah melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas terganggu
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpeduliaan dirinya dan lingkungan termasuk
perawtan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
C. Manifestasi Klinis Defisit Perawatan Diri
Menurut SDKI (2016) tanda gejala secara mayor dan minor yaitu:
1. Tanda Gejala Mayor
a. Subjektif
Menolak melakukan perawatan diri
b. Objektif
Tidak mampu mandi, menegnakan pakaian, makan, toileting, dan
berhias secara mandiri
Minat melakukan perawatan diri kurang
D. Jenis - Jenis Defisit Perawatan Diri
Ada beberapa lingkup perawatan diri yaitu (Budiana, 2016)
a. Kebersihan dirimen Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur,
pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
b. Berdandan atau berhias Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang
sesuai, tidak menyisir rambut, atau mencukur kumis.
c. Makan Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmam puan
membawa makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa
suap makanan dari piring.
d. Toileting Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk
melakukan defekasi atau berkemih tanpa bantuan.
E. Patofisiologi
Kurangnya defisit perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa
terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias
diri secara mandiri dan toileting mandiri.
Ada beberapa dampak yang disebabkan oleh difisit perawatan diri menurut
Damaiyanti (2012) sebagai berikut:
a. Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak tidakterpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yangsering terjadi adalah: gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosamulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygine adalah gangguankebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.
F. Patway
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Defisit Perawata Diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Dukungan perawatan
orientasi membaik: diri Tindakan :
Menuru Cukup Sedan Cuku Menin Observasi
n Menur g p gkat - Identifiasi kebiasaan
un Meni aktivitas perawatan diri
ngkat sesuai usia
Kemampua - Monitor tingkat
n kemandirian
mandi 1 2 3 4 5 - Identifikasi kebutuhan
meningkat alat bantu kebersihan
Kemampua diri,berpakaian, berhias,
n 1 2 3 4 5 makan.
Deficit mengenaka Terapeutik
perawatan n - Sediakan lingkungan
diri pakaian yang terapeutik
meningkat - Siapkan keperluan
Kemampua pribadi
n 1 2 3 4 5 - Dampingi dalam
makan melakukan perawatan diri
meningkat sampai mandiri
Kemampua - Jadwalkan rutinitas
n 1 2 3 4 5 perawatan diri
ke toilet Edukasi
(BAB/ - Anjurkan melakukan
BAK) perawaan diri secara
meningkat konsisten sesuai
kemampuan
EVALUASI
TANDA & GEJALA, KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA PADA
DIAGNOSA KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Tanggal
NO ASPEK PENILAIAN
6.1 Melakukan BAB / BAK di toilet
6.2 Membersihkan diri setelah BAB/BAK
6.3 Membersihkan toilet setelah BAB/BAK
6.4 Menggunakan kembali pakaiannya
setelah BAB/BAK
III KEMAMPUAN KELUARGA
1 Menyebutkan pengertian perawatan diri
dan proses terjadinya defisit perawatan
diri
2 Menyebutkan cara merawat pasien
dengan defisit perawatan diri
2.1 Membersihkan diri : mandi, gosok gigi,
keramas, potong kuku
2.2 Berdandan / berhias
2.3 Makan yang baik
2.4 Penggunaan toilet untuk BAB dan BAK
3 Mempraktekkan cara merawat pasien
dengan defisit perawatan diri
4 Memfasilitasi peralatan perawatan diri
pasien di rumah
5 Membuat jadual aktivitas dan minum
obat klien di rumah (discharge planning)
6 Menciptakan lingkungan dalam keluarga
yang mendukung perawatan diri pasien
7 Memantau tanda dan gejala munculnya
kekambuhan pada pasien
8 Memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat untuk follow-up
kesehatan dan kemampuan pasien