Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori Gangguan Jiwa 1. Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa menurut ( Desi Purnamasari & Sri Maryatun,
2020) adalah keadaan dimana fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan,
perilaku psikomotorik dan verbal terganggu, gejala klinis yang
menyebabkan tergangguanya fungsi humanistik individu. Gangguan
jiwa biasanya ditandai dengan adanya respon maladaptive terhadap
lingkungan yang dimanisfestasikan oleh pikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan norma lokal yang dapat mengganggu
fungsi sosial, kerja dan fisik individu.

2. Penyebab Gangguan Jiwa


Menurut Maramis (2016) beberapa faktor yang dapat
menyebabkan gangguan jiwa antara lain sebagai berikut :
a. Faktor somatik ( somatogenik)
Faktor somatik yaitu adanya gangguan pada neurofidiologis,
neurokimia dan neuroanatomi termasuk faktor pre dan perinatal
serta tingkatan kematangan dan perkembangan organik.
b. Faktor psikologik (psikogenik)
Faktor psikologik yaitu interaksi antara ibu, anak dan peran
ayah, persaingan antar saudara kandung yang mengalami persaingan
hubungan di dalam keluarga dan pekerjaan maupun permintaan
masyarakat. Selain itu, adanya kecerdasan , kemajuan emosional,
citra diri dan pola adaptasi mempengaruhi kemampuan pribadi untuk
mengatasi suatu masalah.

6
c. Perkembangan pada emosi
7

Konsep diri dan pola adaptasi dapat mempengaruhi


kemampuan terhadap suatu masalah. Bisa menyebabkan kecemasan,
depresi, dan rasa salah berlebihan jika situasi dinilai kurang baik.
d. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya yaitu meliputi pola asuh anak,
kestabilan keluarga, tingkat ekonomi dan kumpulan minoritas
seperti diskriminasi kemudahan Kesehatan, kesejahteraan, ras dan
keagamaan.

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa


Berikut merupakan klasifikasi gangguan jiwa dari PPDGJ III
yang disusun secara hirarki dengan sistem blok. ( Yusuf, Dkk. (2015, p.
10):
1. Gangguan Mental Organik
Gangguan mental organik yaitu penyakit mental yang
berhubungan dengan gangguan sistemik atau otak yang dapat
diidagnosis sendiri. Gangguan kejiwaan simtomatik yang efeknya
pada otak adalah sekunder dari gangguan tersebut. Jenis gangguan
mental organik dapat meliputi : a. Delirium
Gangguan keasadaran, kondisi ini bisa terjadi secara tiba –
tiba (berjam – jam atau berhari – hari) dapat berlangsung singkat
atau berfluktuasi dengan cepat Ketika faktor diidentifikasi dan
dihilangkan. Namun delirium ini merupakan gejala bukan
penyakit, sehingga penyebab harus ditentukan saat menentukan
gejala.

b. Demensia
Sutau keadaan dimana terjadinya penurunan progresif
fungsi mental intelektual (kognisi) yang disebabkan penyakit
hemisfer serebral / abnormalitas struktur subkortikal tanpa
kehilangan kesadaran.
8

2. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik merupakan hambatan kemampuan untuk
menilai realitas pemikiran tidak realistis (walaupun dibuktikan
dengan menyangkal hal ini, namun psikosis dinilai salah dalam
menilai persepsi dan keakuratan seseorang dan secara keliru
menyimpulkan realitas dunia luar). Bukti langsung adanya gangguan
psikotik :
a. Waham, halusinasi yang tidak terlihat
b. Perilaku kacau : perilaku gelisah, inkonsistensi dll.
Adapun jenis gangguan psikotik terdiri dari : a.
Gangguan mood (afektif)
Suatu kelompok dengan kondisi yang ditandai karena
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subyektif adanya
penderita berat.
b. Gangguan episode berat
Gangguan episode berat dimana pasien merasakan
suasana hati yang tertekan dengan begitu pasien menunjukkan
kehilangan energi dan minat, rasa bersalah, kehilangan
konsentrasi, tidak nafsu makan dan memikirkan untuk bunuh
diri.
c. Gangguan bipolar
Gangguan bipolar yaitu gangguan kejiwaan yang
ditandai dengan manik, hipomanik, depresi, gejala campuran
yang berulang dan berlangsung seumur hidup.

3. Gangguan Neurotik (cemas)


Gangguan neurotik yaitu gangguan dimana yang gejalanya
dapat mengakibatkan distress yang tidak dapat diterima oleh
penderitanya. Gangguan neurotik dibagi menjadi 2 yaitu : a.
Gangguan somatoform
Gangguan somatoform yaitu gangguan dimana gejalanya
(nyeri, mual, pusing, dll). Tidak ada penjelasan yang tepat di
medis. Gangguan ini merupakan sekelompok penyakit yang
9

bagian utumanya dari tanda dan gejala yang berada di tubuh.


Gangguannya dapat melibatkan adanya interaksi pikiran –
tubuh, tes fisik dan laboratorium yang belum menunjukkan
hubungan dengan kondisi pasien tersebut.
b. Gangguan Perkembangan Pervasif
Gangguan perkembangan pervasive adanya sekelompok
gangguan mental dimana adanya ketrampilan sosial,
perkembangan bahasa dan peristiwa perilaku yang kurang
berkembang atau hilang pada usia dini.

4. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Berdasarkan keterangan dari (Iyus Yosep, 2014) tanda dan gejala
gangguan jiwa secara umum terdiri dari :
a. Gangguan Kognisi
Gangguan kognisi yaitu gangguan dimana
merasa mendengar atau menyaksikan sesuatu yang sebetulnya
tidak muncul dalam diri individu, hal ini disebut dengan
Halusinasi.
b. Gangguan Ketegangan
Gangguan ketegangan yaitu timbulnya perasaan khawatir
yang berlebihan, putus asa, murung, gelisah, takut dan pikiran yang
buruk.

c. Gangguan Emosi
Gangguan emosi yaitu dimana merasakan bahagia yang
berlebihan, tetapi beberapa pasien merasa paling sedih, menangis
dan tidak berdaya sehingga mereka memiliki keinginan untuk bunuh
diri.
d. Gangguan Psikomotor dan Hiperaktivitas
Gangguan psikomotor dan hiperaktivitas ysitu individu
melakukan pergerakan yang berlebihan. Misalkan loncat – loncat,
berjalan maju mundur serta membangkang apa yang disuruh.
e. Gangguan Kemauan
10

Gangguan kemauan yaitu dimana individu tidak memiliki


keinginan serta susah menciptakan suatu keputusan atau mengawali
tingkah laku.

B. Konsep Dasar Skizofrenia 1. Pengertian Skizofrenia


Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan
ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri
dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa adaa rangsangan
panca indra) (Istiqomah, 2018).

2. Etiologi Skizofrenia
Menurut Videback (2020) dalam Sugeng Mashudi, (2021)
Skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
A. Faktor Predisposisi
a) Faktor Biologis
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan faktor utama terjadinya
skizofrenia. Seorang anak memiliki satu orang tua biologis
skiozofrenia tetapi diadopsi oleh keluarga yang tidak
memiliki riwayat skizofrenia masih bisa memiliki resiko
genetik dari orang tua mereka. Hal tersebut dibuktikan
adanya penelitian anak yang memiliki satu orang tua
penderita skizofrenia memiliki resiko 15% bisa meningkat
sampai 35% jika kedua orang tua mereka menderita
skizofrenia.
2. Faktor neuroanatomi
Penelitian membuktikan bahwa individu penderita
skizofrenia jaringan otaknya relatif lebih sedikit. Otak
penderita skizofrenia berbeda dengan orang normal,
vertikel melebar, terjadi peningkatan maupun penurunan
aktivitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan
otak ditemukan sedikit perubahan distribusi sel otak yang
timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukan sel glia,
11

biasa timbul pada trauma otak setelah lahir (Prabowo,


2014).
3. Neurokimia
Peneliti neurokimia memperlihatkan adanya
perubahan sistem neurotransmittersotak pada penderita
skizofrenia. Pada orang normal, sistem swicth pada otak
bekerja normal, sinyal persepsi yang datang dikirim
kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan yang
menghasilkan perasaan, pemikiran dan akhirnya melakukan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan pada otak
penderita skizofrenia, sinyal yang dikirim tidak dapat
terhubung ke sel yang dituju karena mengalami gangguan.
b) Faktor psikologis
Skizofrenia bisa terjadi karena adanya kegagalan dalam
menyelesaikan perkembangan awal psikososial, contohnya
seorang anak yang tidak mampu membina hubungan saling
percaya dapat mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup.
Skizofrenia yang sudah parah terlihat jelas ketidakmampuan
mengatasi masalah yang sedang terjadi. Gangguan identitas,
ketidakmampuan mengatasi masalah pencitraan dan
ketidakmampuan mengontrol diri sendiri (Stuart, 2013).
c) Faktor Kultur Sosial dan Lingkungan
Faktor kultur sosial dan jaringan menunjukkan jumlah
individu sosial kelas rendah mengalami skizofrenia
dibandingkan individu sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini
berhubungan dengan kemiskinan, akomodasi perumahan padat,
nutrisi tidak terpenuhi, sumber daya menghadapi stress dan
perasaan putus asa.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi skizofrenia menurut Stuart, (2013)
dalam Sugeng Mashudi (2021) antara lain :
1. Biologis
12

Stressor biologis yang berhubungan dengan respon


neurobiologi adaptif meliputi : gangguan komunikasi dan
umpan balik otak yang mengatur proses balik informasi,
abnormalisasi mekanisme pintu masuk kedalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan secara menangani stimulasi
secara acak (Stuart, 2013).
2. Lingkungan
Toleransi terhadap stress yang dapat ditentukan secara
biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan pikiran (Stuart, 2013).

3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang
menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa
ada pada respon neurobiologis maladaptif terdiri dari kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku seseorang (Stuart, 2013).

3. Manifestasi Skizofrenia
Menurut Azizah (2016) gejala skizofrenia ada 2 yaitu : a.
Gejala positif
1. Waham : Keyakinan yang salah, tidak akurat, dan terus menerus
disebarkan.
2. Halusinasi : Masalah dengan penerimaan pancaindra tanpa
stimulus eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan,
pengecapan, pembau dan perabaan).
3. Perubahan Arus Pikir :
a) Arus pikir terputus : pembicaraan tiba – tiba terhenti dan tidak
dapat melanjutkan isi pembicaraan.
b) Inkohoren : Berbicara dengan cara yang tidak selaras dengan
lawan bicara (bicara kacau).
13

c) Neologisme : menggunakan kata - kata yang hanya dipahami


oleh diri sendiri tetapi tidak dipahami oleh orang lain.
b. Gejala Negatif
a) Hiperaktif : Perilaku motorik yang berlebihan.
b) Agitasi : Perilaku yang menunjukkan kegelisahan.
c) Iritabilitas : Mudah tersinggung.

C. Konsep Isolasi Sosial 1. Pengertian


Isolasi Sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan oleh
seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan mengancam.
Sedangkan menarik diri adalah seseirang yang berussaha menghindari
untuk berinteraksi dengan orang lain, karena mereka merasa tidak
memiliki hubungan yang akrab dengan orang lain dan tidak memiliki
kesempatan untuk berbagi pikiran, perasaan, atau kegagalan mereka
dengan orang lain. Townsend, dalam Saswati & Sutinah (2018).
Isolasi Sosial adalah seseorang yang mengalami penurunan
kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
(Keliat,2011).
Isolasi Sosial : Menarik Diri adalah keadaan dimana seseorang
merasa ditolak, tidak diterima, dan tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain untuk membangun hubungan yang signifikan. Kasmia
Sumarno (2019).

2. Rentang Respon Sosial


Individu berada dalam rentang respon adaptif hingga maladaptif
dalam mempromosikan hubungan sosial. Respon adaptif adalah respon
yang diterima oleh norma – norma sosial dan budaya yang berlaku
umum. Di sisi lain, reaksi maladaptif adalah reaksi yang dilakukan
individu untuk memecahkan masalah yang tidak dapat diterima oleh
14

norma – norma sosial dan budaya setempat. Riyadi & Purwanto (2013)
dalam Ningsih (2021).

Respons Adaptif Respons Maladaptif

1. Solitude 1. Kesepian 1. Manipulasi


2. Otonomi 2. Menarik diri 2. Impulsif
3. Mutualisme 3. Ketergantungan 3. Narsisme
4. Interdependen 4. Dependen 4. Curiga

Gambar 2.1 Rentang Respon Isolasi Sosial (Riyadi & Purwanto


2013)

Respon adaptif artinya respon individu pada penyelesaian


duduk perkara yang masih bisa diterima oleh adat-adat sosial dan
budaya lingkungan yang masih awam dan biasa dilakukan oleh
seluruh orang, makan seseorang tersebut masih dalam jangka normal
pada menuntaskan permasalahannya. Respon ini mencakup:
1) Solitude (menyendiri) artinya respon yang diperlukan seorang
untuk merenungi hal yang sudah dilakukan pada lingkungan serta
sebuah cara untuk evaluasi diri buat memilih tahapan selanjutnya.
2) Otonomi merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam
menentukan dan memberikan pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.
3) Mutualisme atau bekerja sama adalah suatu kondisi pada
hubungan personal dimana individu mampu untuk saling memberi
serta menerima.
4) Interdependen atau saling ketergantungan artinya suatu hubungan
yang saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
rangka untuk membina hubungan interpersonal.
15

Respon transisi merupakan transisi antara respon adaptif dan


respon maladaptif dimana individu cenderung beralih kepada fikiran
yang mengarah ke negative. Respon ini meliputi :
1) Kesepian adalah individu yang sulit merasa intim, merasa takut
serta cemas.
2) Menarik diri adalah individu yang mengalami kesulitan untuk
membina hubungan dengan orang lain.
3) Ketergantungan akan terjadi apabila individu gagal berbagi rasa
percaya diri dan kemampuannya.
4) Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

Respon maladaptif ialah respon individu dalam penyelesaian


masalah yang menyimpang asal adat-tata cara sosial serta budaya
lingkungannya yang awam berlaku serta bisa dilakukan oleh seluruh
orang. Respon ini meliputi :
1) Manipulasi ialah individu yang memperlakukan orang lain sebagai
objek, hubungan terpusat dilema pengendalian orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
2) Impulsif artinya individu tidak bisa merencanakan sesuatu atau
tidak bisa belajar asal pengalaman serta tidak dapat mengemban
amanah.
3) Narcisme ialah individu mempunyai harga diri yang rapuh dan
selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan
serta kebanggaan yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu serta marah bila
orang lain tidak menurutinya.
4) Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati dan berhatihati.
16

3. Tanda dan Gejala


Menurut Suciati (2019) dalam Laia (2021) tanda dan gejala
Isolasi Sosial sebagai berikut : a. Subjektif
1) Kesendirian
2) Merasa cemas
3) Membosankan dan waktu terasa lambat
4) Kurang konsentrasi
5) Perasaan penolakan
b. Objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mempunyai keinginan untuk berbicara
3) Menyendiri
4) Tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
5) Terlihat sedih
6) Ekspresi datar datar dan dangkal.

4. Etiologi
Menurut Purba dkk, (2008) dalam Kasmia Sumarno (2019)
terjadinya gangguan Isolasi Sosial dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi
a. Faktor predisposisi
Suatu faktor yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah resiko
serta menjelaskan bagaimana faktor resiko yang sangat pengaruh
bagi individu dalam mengalami stress (Stuart & Laria, 2005 dalam
Yustiwaningsih, 2020). Menurut Fitria (2009) dalam Kasmia
Sumarno (2019) faktor ini meliputi :
1. Faktor Tumbuh Kembang
Dalam tahap tumbuh kembang sesorang mempunyai
perkembangan yang wajib dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam korelasi sosial. Bila tugas-tugas dalam
setiap perkembangan tidak terpenuhi maka akan
mengganggu fase perkembangan sosial selanjutnya.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
17

Gangguan komunikasi pada keluarga ialah faktor


pendukung untu terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti
adanya komunikasi yang tidak terlihat (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana individu mendapat pesan yang saling
bertentangan pada saat yang bersamaan dan ekspresi emosi yang
tinggi pada setiap berkomunikasi.
3. Faktor Pola Asuh Keluarga dan Sosial Budaya
Contohnya : pada anak yang kelahiran tidak
dibutuhkan,seperti hamil diluar nikah, kegagalan KB, jenis
kelamin yang tidak diinginkan, stigma yang akan
mengakibatkan keluarga mengasingkan individu dan
mengeluarkan komentar-komentar negatif, merendahkan serta
menyalahkan.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis adalah salah satu pendukung yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial.Organ tubuh yang terlihat mensugesti adalah otak. Klien
skizofrenia yang mengalami perkara dalam hubungan sosial
terdapat struktur yang abnormal seperti atropi otak, perubahan
berukuran otak dan bentuk sel-sel pada limbik serta kortikal.

b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi suatu stimulus yang sifatnya menantang
dan mengancam individu serta menimbulkan stres sehingga
memerlukan energi yang besar untuk menghadapinya, (Stuart &
Laria, 2005 dalam Yustiwaningsih, 2020). Menurut Herman Ade
(2011) dalam Kasmia Sumarno (2019) terjadinya gangguan
hubungan sosial dipengaruhi juga oleh faktor internal dan eksternal
seseorang. Faktor stressor presipitasi meliputi :
a. Faktor eksternal adalah stressor sosial budaya yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya, contohnya keluarga.
b. Faktor internal adalah stressor psikologis yang artinya stres
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
18

mengatasinya. Ansietas juga dapat terjadi karena tuntunan buat


berpisah dengan orang tedekat.

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien untuk
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian yang
mengancam pada dirinya.Kecemasan koping yang sering digunakan antara
lain regrasi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang
bisa digunakan adalah keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, dengan menggunakan kreatifitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian musik
atau tulisan (Duden, 2013) dalam Andika Rahmat Harefa (2021).

D. Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial 1. Pengkajian


Pengkajian adalah sebagai dasar utama dari proses
keperawatan.Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan
perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Menurut azizah, 2016)
Menurut Azizah (2016), isi dari pengkajian meliputi : a. Identitas pasien
Berisi nama klien, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, no rekam medis.

b. Alasan masuk
Berisi keluhan utama riwayat penyakit. Keluhan utama
meliputi mengapa pasien datang ke Rumah sakit.
c. Faktor predisposisi
Apakah pasien atau keluarganya memiliki riwayat penyakit
jiwa sebelumnya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah
apsien mengalami atau tidak mengalami kekerasan fisik, penolakan
dan apakah pasien memiliki riwayat trauma.
d. Pengkajian fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan), antropometri (TB, CG,
19

IMT) dan sistem fungsi organ seperti ketidaknyamanan fisik yang


dirasakan pasien.
e. Psikososial
Meliputi genogram, konsep diri (citra tubuh, ideal diri),
hubungan sosial dan spiritual.
f. Status mental
Meliputi penampilan pasien, pola bicara (pembicaraan),
aktivitas motorik, persepsi, proses fikir, tingkat kesadaran,
kemampuan penilaian dan mekanisme koping.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Melakukan pengkajian pada permasalahan yang
berhubungan dengan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
ekonomi dan manajemen kesehatan.
h. Pengetahuan
Penilaian pengetahuan yang bahkan pasien tidak mengerti.
i. Aspek medik
Sebutkan terapi yang diberikan kepada pasien, baik terapi
obat-obatan maupun terapi lainnya.

2. Pohon Masalah
Effect
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi…

Isolasi Sosial : Menarik Diri Core


Problem

Harga Diri Rendah Causa

Gambar. 3.2 Pohon Masalah Isolasi Sosial (Sumarno, Kasmia (2019))


20

3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas yang didapat melalui observasi,
wawancara ataupun pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan Isolasi Sosial : Menarik Diri (Azizah, 2016).

4. Intervensi Keperawatan
Menurut Prabowo (2014) dalam Suciati, Ni Made ari (2019)
masalah Isolasi Sosial : Menarik Diri memiliki tujuan umun dan enam
tujuan khusus dalam perencanaan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan umum strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
individu pada pasien dengan Isolasi Sosial meliputi :
1) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b. TUK 1
Pasien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi
:
1) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
pasien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya serta beri
perhatian pada pasien.
c. TUK 2
Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Intervensi
:
1) Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri.
2) Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
3) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku menarik diri.
4) Berikan pujian terhadap kemampuan pasien dalam
mengungkapkan perasaannya.
d. TUK 3
21

Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubugan dengan


orang lain. Misalnya banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang keuntungan dan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya tentang hubungan dengan orang lain.
3) Diskusikan kepada pasien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
4) Beri reinforcement positif tentang kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kegiatan
yang tidak berhubungan dengan orang lain.
e. TUK 4
Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
yaitu klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhungan dengan
orang lain Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien dalam membina hubungan dengan
orang lain .
2) Dorong dan bantu pasien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui klien - perawat, perawat – perawat lain,klien – keluarga
/ kelompok / masyarakat.
3) Motivasi pasien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
4) Serta memberikan reinforcement positif atas kerugian pasien
dalam kegiatan ruangan.
f. TUK 5
Pasien dapat memberdayakan sistem pendukung atau
keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien berhubungan
dengan orang lain.
Intervensi :
1) Membina hubungan saling percaya
2) Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri,
penyebab dan cara keluarga menghadapi klien yang sedang
menarik diri
22

3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada


klien untuk berkomunikasi.
g. TUK 6
Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
klien mampu menyebutkan manfaat minum obat
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien dan keuntungan serta kerugian tidak
minum obat.
2) Bantu dalam menggunakan obat dengan 5 benar.
3) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya kepada perawat agar
dapat merasakan manfaatnya.

5. Implementasi
Menurut Damaiyanti, M & Iskandar (2012. 69) dalam Sumarno,
K. (2019). Strategi Pelaksanaan (SP) berdasarkan pertemuan pada
pasien dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri untuk pasien dan
keluarga adalah sebagai berikut :
1) Strategi Pelaksanaan untuk pasien :
a. SP 1 Pasien :
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Membantu mengenal penyebab menarik diri.
3) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan bila
berhubungan dengan orang lain.
4) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
5) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
6) Menganjurkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
7) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan berbincang –
bincang dalam kegiatan harian.
b. SP 2 Pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan.
23

2) Memberikan kesempatan pada pasien mempraktikkan cara


berkenalan.
3) Mengajarkan pasien berkenalan dengan orang pertama
(seorang perawat).
4) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam
jadwal kegiatan.
c. SP 3 Pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mempraktikkan cara berkenalan dengan orang pertama.
3) Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang kedua seorang pasien).
4) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
d. SP 4 Pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
2) Memberikan kesempatan kepada klien
mempraktikkan cara berkenalan dengan dua
orang atau kelomopk
3) Menganjurkan klien untuk memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
e. SP 5 Pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Menjelaskan cara patuh meminum obat.
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

2) Strategi pelaksanaan untuk keluarga


a. SP 1 Keluarga :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
2) Memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga tentang
masalah isolasi sosial, penyebab menarik diri dan
pengobatan pasien dengan isolasi sosial.
24

b. SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga untuk mempraktikkan cara merawat
pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan
pasien.
c. SP 3 Keluarga :
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minim obat (discharge planning).
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. (Anggit,
2021 dalam Harefa, A. R. (2021). a. Evaluasi kemampuan pasien
1) Pasien menunjukkan rasa percaya kepada perawat ditandai
dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam
melaksanakan program yang perawat berikan kepada pasien.
2) Pasien mengungkapkan hal-hal yang mengakibatkan tidak mau
bergaul dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul dan
keuntungan bergaul dengan orang lain.
3) Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang
lain secara bertahap.
4) Ekspresi wajah cerah, ada kontak mata kepada perawat, bersedia
menceritakan perasaannya (Sutejo, 2017 dalam Ade Fitra, 2022).
b. Evaluasi kemampuan keluarga
1) Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang
telah diberikan oleh perawat.
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, penyebab dan tanda
gejala isolasi sosial dan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial.
3) Keluarga dapat mendemostrasikan cara merawat pasien isolasi
sosial dan menyebutkan tempat rujukkan yang sesuai untuk
pasien isolasi sosial.

Anda mungkin juga menyukai