TINJAUAN TEORI
6
c. Perkembangan pada emosi
7
b. Demensia
Sutau keadaan dimana terjadinya penurunan progresif
fungsi mental intelektual (kognisi) yang disebabkan penyakit
hemisfer serebral / abnormalitas struktur subkortikal tanpa
kehilangan kesadaran.
8
2. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik merupakan hambatan kemampuan untuk
menilai realitas pemikiran tidak realistis (walaupun dibuktikan
dengan menyangkal hal ini, namun psikosis dinilai salah dalam
menilai persepsi dan keakuratan seseorang dan secara keliru
menyimpulkan realitas dunia luar). Bukti langsung adanya gangguan
psikotik :
a. Waham, halusinasi yang tidak terlihat
b. Perilaku kacau : perilaku gelisah, inkonsistensi dll.
Adapun jenis gangguan psikotik terdiri dari : a.
Gangguan mood (afektif)
Suatu kelompok dengan kondisi yang ditandai karena
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subyektif adanya
penderita berat.
b. Gangguan episode berat
Gangguan episode berat dimana pasien merasakan
suasana hati yang tertekan dengan begitu pasien menunjukkan
kehilangan energi dan minat, rasa bersalah, kehilangan
konsentrasi, tidak nafsu makan dan memikirkan untuk bunuh
diri.
c. Gangguan bipolar
Gangguan bipolar yaitu gangguan kejiwaan yang
ditandai dengan manik, hipomanik, depresi, gejala campuran
yang berulang dan berlangsung seumur hidup.
c. Gangguan Emosi
Gangguan emosi yaitu dimana merasakan bahagia yang
berlebihan, tetapi beberapa pasien merasa paling sedih, menangis
dan tidak berdaya sehingga mereka memiliki keinginan untuk bunuh
diri.
d. Gangguan Psikomotor dan Hiperaktivitas
Gangguan psikomotor dan hiperaktivitas ysitu individu
melakukan pergerakan yang berlebihan. Misalkan loncat – loncat,
berjalan maju mundur serta membangkang apa yang disuruh.
e. Gangguan Kemauan
10
2. Etiologi Skizofrenia
Menurut Videback (2020) dalam Sugeng Mashudi, (2021)
Skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
A. Faktor Predisposisi
a) Faktor Biologis
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan faktor utama terjadinya
skizofrenia. Seorang anak memiliki satu orang tua biologis
skiozofrenia tetapi diadopsi oleh keluarga yang tidak
memiliki riwayat skizofrenia masih bisa memiliki resiko
genetik dari orang tua mereka. Hal tersebut dibuktikan
adanya penelitian anak yang memiliki satu orang tua
penderita skizofrenia memiliki resiko 15% bisa meningkat
sampai 35% jika kedua orang tua mereka menderita
skizofrenia.
2. Faktor neuroanatomi
Penelitian membuktikan bahwa individu penderita
skizofrenia jaringan otaknya relatif lebih sedikit. Otak
penderita skizofrenia berbeda dengan orang normal,
vertikel melebar, terjadi peningkatan maupun penurunan
aktivitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan
otak ditemukan sedikit perubahan distribusi sel otak yang
timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukan sel glia,
11
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi skizofrenia menurut Stuart, (2013)
dalam Sugeng Mashudi (2021) antara lain :
1. Biologis
12
3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang
menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa
ada pada respon neurobiologis maladaptif terdiri dari kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku seseorang (Stuart, 2013).
3. Manifestasi Skizofrenia
Menurut Azizah (2016) gejala skizofrenia ada 2 yaitu : a.
Gejala positif
1. Waham : Keyakinan yang salah, tidak akurat, dan terus menerus
disebarkan.
2. Halusinasi : Masalah dengan penerimaan pancaindra tanpa
stimulus eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan,
pengecapan, pembau dan perabaan).
3. Perubahan Arus Pikir :
a) Arus pikir terputus : pembicaraan tiba – tiba terhenti dan tidak
dapat melanjutkan isi pembicaraan.
b) Inkohoren : Berbicara dengan cara yang tidak selaras dengan
lawan bicara (bicara kacau).
13
norma – norma sosial dan budaya setempat. Riyadi & Purwanto (2013)
dalam Ningsih (2021).
4. Etiologi
Menurut Purba dkk, (2008) dalam Kasmia Sumarno (2019)
terjadinya gangguan Isolasi Sosial dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi
a. Faktor predisposisi
Suatu faktor yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah resiko
serta menjelaskan bagaimana faktor resiko yang sangat pengaruh
bagi individu dalam mengalami stress (Stuart & Laria, 2005 dalam
Yustiwaningsih, 2020). Menurut Fitria (2009) dalam Kasmia
Sumarno (2019) faktor ini meliputi :
1. Faktor Tumbuh Kembang
Dalam tahap tumbuh kembang sesorang mempunyai
perkembangan yang wajib dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam korelasi sosial. Bila tugas-tugas dalam
setiap perkembangan tidak terpenuhi maka akan
mengganggu fase perkembangan sosial selanjutnya.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
17
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi suatu stimulus yang sifatnya menantang
dan mengancam individu serta menimbulkan stres sehingga
memerlukan energi yang besar untuk menghadapinya, (Stuart &
Laria, 2005 dalam Yustiwaningsih, 2020). Menurut Herman Ade
(2011) dalam Kasmia Sumarno (2019) terjadinya gangguan
hubungan sosial dipengaruhi juga oleh faktor internal dan eksternal
seseorang. Faktor stressor presipitasi meliputi :
a. Faktor eksternal adalah stressor sosial budaya yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya, contohnya keluarga.
b. Faktor internal adalah stressor psikologis yang artinya stres
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
18
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien untuk
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian yang
mengancam pada dirinya.Kecemasan koping yang sering digunakan antara
lain regrasi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang
bisa digunakan adalah keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, dengan menggunakan kreatifitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian musik
atau tulisan (Duden, 2013) dalam Andika Rahmat Harefa (2021).
b. Alasan masuk
Berisi keluhan utama riwayat penyakit. Keluhan utama
meliputi mengapa pasien datang ke Rumah sakit.
c. Faktor predisposisi
Apakah pasien atau keluarganya memiliki riwayat penyakit
jiwa sebelumnya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah
apsien mengalami atau tidak mengalami kekerasan fisik, penolakan
dan apakah pasien memiliki riwayat trauma.
d. Pengkajian fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan), antropometri (TB, CG,
19
2. Pohon Masalah
Effect
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi…
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas yang didapat melalui observasi,
wawancara ataupun pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan Isolasi Sosial : Menarik Diri (Azizah, 2016).
4. Intervensi Keperawatan
Menurut Prabowo (2014) dalam Suciati, Ni Made ari (2019)
masalah Isolasi Sosial : Menarik Diri memiliki tujuan umun dan enam
tujuan khusus dalam perencanaan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan umum strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
individu pada pasien dengan Isolasi Sosial meliputi :
1) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b. TUK 1
Pasien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi
:
1) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
pasien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya serta beri
perhatian pada pasien.
c. TUK 2
Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Intervensi
:
1) Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri.
2) Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
3) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku menarik diri.
4) Berikan pujian terhadap kemampuan pasien dalam
mengungkapkan perasaannya.
d. TUK 3
21
5. Implementasi
Menurut Damaiyanti, M & Iskandar (2012. 69) dalam Sumarno,
K. (2019). Strategi Pelaksanaan (SP) berdasarkan pertemuan pada
pasien dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri untuk pasien dan
keluarga adalah sebagai berikut :
1) Strategi Pelaksanaan untuk pasien :
a. SP 1 Pasien :
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Membantu mengenal penyebab menarik diri.
3) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan bila
berhubungan dengan orang lain.
4) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
5) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
6) Menganjurkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
7) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan berbincang –
bincang dalam kegiatan harian.
b. SP 2 Pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan.
23
b. SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga untuk mempraktikkan cara merawat
pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan
pasien.
c. SP 3 Keluarga :
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minim obat (discharge planning).
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. (Anggit,
2021 dalam Harefa, A. R. (2021). a. Evaluasi kemampuan pasien
1) Pasien menunjukkan rasa percaya kepada perawat ditandai
dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam
melaksanakan program yang perawat berikan kepada pasien.
2) Pasien mengungkapkan hal-hal yang mengakibatkan tidak mau
bergaul dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul dan
keuntungan bergaul dengan orang lain.
3) Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang
lain secara bertahap.
4) Ekspresi wajah cerah, ada kontak mata kepada perawat, bersedia
menceritakan perasaannya (Sutejo, 2017 dalam Ade Fitra, 2022).
b. Evaluasi kemampuan keluarga
1) Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang
telah diberikan oleh perawat.
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, penyebab dan tanda
gejala isolasi sosial dan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial.
3) Keluarga dapat mendemostrasikan cara merawat pasien isolasi
sosial dan menyebutkan tempat rujukkan yang sesuai untuk
pasien isolasi sosial.