Ns. Mira Agustia, S.Kep, M.Kep Ns. Aulya Akbar M.Kep, S.Kep. J
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada ( Keliat & Akemat, 2018 ).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2007).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal (persepsi palsu).
Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang
nyata ada oleh klien. (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018).
B. RENTANG RESPON
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon
yang berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat
diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi, respon yang terjadi
dapat berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat
digambarkan sebagai berikut disajikan dalam tabel berikut:
Rentang respon neurobiologik
Respon adaptif Respon maladaptive
1. Respon adaptif
a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat
diterima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten berupa kemantapan perasaan jiwa sesuai
dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat
2. Respon transisi
a. Distorsi pikiran berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap
stimulus sensori.
c. Menarik diriyaitu perilaku menghindar dari orang lain baik
dalam berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan orang-
orang disekitarnya.
d. Reaksi Emosi berupa emosi yang diekspresikan dengan sikap
yang tidak sesuai.
e. Perilaku tidak biasa berupa perilaku aneh yang tidak enak
dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak
kenal orang lain.
3. Respon maladaptif
a. Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah
yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi
yang salah terhadap rangsangan.
c. Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban dan kedekatan.
d. Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku
dan gerakan yang ditimbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam.
(Stuart, 2007).
C. FAKTOR PENYEBAB
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Wahyudi, Oktaviani,
Dianesti dkk (2018), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa
mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote,
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan
tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan
dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor
predisposisi skizofrenia antara lain anak yang
diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi,
dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis
masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup,
perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran
dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam
bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
e. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri
rendah, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan
kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang,
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif,
ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan
gejala.
F. TAHAP-TAHAP HALUSINASI
Pada gangguan jiwa,Halusinasi pendengaran merupakan hal yang
paling sering terjadi, dapat berupa suara suara bising atau kata kata yang
dapat mempengaruhi perilaku sehingga dapat menimbulkan respon tertentu
seperti berbicara sendiri,marah,atau berespon lain yang membahayakan diri
sendiri orang lain dan lingkungan. Tahap-tahap halusinasi sebagai berikut
(Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018):
1. Sleep disorder
Sleep desorder adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum
muncul halusinasi.
a. Karakteristik : Seseorang merasa banyak masalah, ingin
menghindar dari lingkungan takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah.
b. Perilaku : Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus
sehingga terbiasa menghayal dan menganggap hayalan awal
sebagai pemecah masalah
2. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan: pasien cemas
sedang.
a. Karakteristik : Klien mengalami perasaan yang mendalam
seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
cemas.
b. Perilaku : Klien terkadang tersenyum, tertawa sendiri,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat
respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi
3. Condeming
Condeming adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan: pasien cemas
berat.
a. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang presepsikan.Klien
mungkin merasa dipermalukan oleh pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain
b. Perilaku : Ditandai dengan meningkatnya tanda tanda sistem
syaraf otonom akibat ansietas otonom seperti peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah,rentang perhatian
dengan lingkungan berkurang dan terkadang asyik dengan
pengalaman sendiri dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
4. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa: pasien
cemas berat
a. Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halisinasi dan menyerah pada halusinasi trsebut.
b. Perilaku : Perilaku klien taat pada perintah halusinasi, sulit
berhubungan dengan orang lain, respon perhatian terhadap
lingkungan berkurang, biasanya hanya beberapa detik saja.
5. Conquering
Concuering adalah tahap halusinasi panik umumnya menjadi melebur
dalam halusinasi
a. Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
mengikuti perintah halusinasi.
b. Perilaku : Perilaku panik, resiko tinggi mencederai, bunuh diri
atau membunuh orang lain.
B. DAFTAR MASALAH
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat
Core Problem
Halusinasi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
E. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi seanjutnya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. ujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya:
bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/
kedepan seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore,malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol
timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika
klien tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus
halusinasinya secara bertahap.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi.
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian Bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri atau orang lain.
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi:
halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul.
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang
lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Berireinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan social Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
K–P
K – P – P lain
K – P – P lain – K lain
K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2017). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas Desa Siaga:
CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Maramis, W.F.(2018). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh. Surabaya : Airlangga
Universitas Press
Stuart, GW.( 2017). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide to
Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC
Wahyudi, A, I., Oktaviani, C., Dianesti, E, N., dkk..2018. Strategi Pelaksanaan dengan
Halusinasi. E-Journal Universitas Rustida Banyuwangi
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
Ns. Mira Agustia, S.Kep, M.Kep Ns. Aulya Akbar M.Kep, S.Kep. J
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
B. RENTANG RESPON
C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan Pada setiap tahapan tumbuh kembang
individu ada tugas perkembangan yang harus dilalui individu
dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. (Damaiyanti, 2017)
b. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti
lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.
2. Stressor presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain
dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga
dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan
untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2016: 111)
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri
menurut Dermawan D dan Rusdi (2018) adalah sebagai berikut:
1. Gejala Subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang atau singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i. Klien merasa ditolak
2. Gejala Objektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam diri di kamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f. Kontak mata kurang
g. Kurang spontan
h. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
i. Ekpresi wajah kurang berseri
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Memasukan makanan dan minuman terganggu
n. Retensi urine dan feses
o. Aktifitas menurun
p. Kurang enenrgi (tenaga)
q. Rendah diri
r. Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada
posisi tidur).
F. MEKANISME KOPING
G. PENATALAKSANAAN
A. PENGKAJIAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa menurut (Wahyudi,
Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) berisi tentang hal-hal dibawah ini :
1. Identitas klien
2. Keluhan utama atau alasan masuk
3. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi
a. Hubungan sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun, dan berdiam diri.
b. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran pasien.
4. Status mental menurut Hartono (2017) :
a. Pembicaraan klien meliputinada suara rendah, lambat, kurang
bicara, apatis.
b. Penampilan diri meliputi pasien tampak lesu, tak bergairah,
rambut acak-acakan.
c. Aktivitas motorik klien meliputi kegiatan yang dilakukan tidak
bervariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu posisi
yang dibuatnya.
d. Emosi klien berupa emosi dangkal (mudah tersinggung)
e. Afek pada klien meliputi dangkal, tak ada ekspresi wajah.
f. Interaksi selama wawancara klien meliputi cenderung tidak
kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan
bicara, diam.
g. Persepsi klien meliputi tidak terdapat halusinasi atau waham
h. Proses berpikir klien meliputi gangguan proses berpikir jarang
ditemukan.
i. Kesadaran pada klien dapat berubah, tidak sesuai dengan
kenyataan.
j. Memori atau ingatan pada klien tidak ditemukan gangguan
spesifik, orientasi tempat, waktu dan orang.
k. Kemampuan penilaian kien dapat berupa tidak dapat
mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas
atau tidak tepat.
l. Tilik diri tak ada yang khas
5. Kebutuhan sehari-hari
Seperti makan, BAK/BAB, mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.
B. DAFTAR MASALAH
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
C. POHON MASALAH
E. RENCANA KEPERAWATAN
F. IMPLEMENTASI
G. EVALUASI
Eko Prabowo. (2018). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kemenkes Ri. 2017. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri
Dermawan D Dan Rusdi. 2018. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Fitria, Nita. 2019. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).
Jakarta: Salemba Medika
Herman, Ade. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika Keliat, B.A, dkk. 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHM
(Basik
Course). Jakarta: EGC
Keliat, B.A, dkk. 2018. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati F dan Hartono Y. 2019. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Nurjanah, Intan Sari. 2018. Komunitas Keperawatan. Yogyakarta: Moco Medika
Rusman.2009.Keperawatan Kesehatan Mental Terintegrasi dengan Keluarga.
Jakarta:
Sagung Seto
Riyardi S dan Purwanto T. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
GRAHA LMU Suliswati. 2017. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC Surtiningrum, Anjas. 2019. Pengaruh Terapi
Suportif Terhadap Kemampuan
Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial Di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. Thesis. Depok: FIK UI
Stuart, Gail W. 2017. Buku Saku Keperatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G.w & Sundeen, S.J. 2018. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Ed. 3.
Jakarta: EGC
Townsend, M.C. 2018. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri (terjemahan). Ed. 3. Jakarta: EGC
Yosep, Igus. 2017. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: Refika Adiutama
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
OLEH :
MASTER SAMSON RIO
NIM : 00320032
(Ns. Mira Agusthia, S.Kep, M.Kep) (Ns. Aulya Akbar M.Kep S.Kep J)
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
D. 1. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
E. Rencana Tindakan
Diagnosa I : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
a. Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya :
- Sapa klien dengan ramah
- Perkenalkan diri
- Tanyakan nama dan nama panggilan
- Jelaskan tujuan interaksi
- Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )
- Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang
1.2 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Rasional :
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal penanganan
Tindakan:
2.1 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
2.2 Bantu klien mengidentifikasi penyebab jengkel
2.3 Dengarkan ungkapanrasa marah dan perasaan bermusuhan dengan sikap tenang
3. Klien mampu mengenali perasaan marahnya.
Rasional :
Meningkatkan insight
Tindakan :
3.1. Bantu klien untuk mengidentifikasi tanda-tanda marah
3.2. Bantu klien untuk mengidentifikasi perasaaannya saat marah
3.3. Tanyakan pada klien apakah dengan marah bisa menyelesaikan persoalan
3.4. Katakan pada klien bahwa marah itu normal dirasakan setiap orang tetapi
perlu cara-cara yang konstruktif
. Klien mampu menilai efek perilaku agresif terhadap diri sendiri dan orang lain
Rasional :
Klien menyadari efek perilaku agresif terhadap diri sendiri dan orang lain yang telah
dilakukannya
Tindakan:
4.1. Tanyakan pendapat klien tentang efek perilaku agresif terhadap diri sendiri
dan orang lain
4.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang benar.
4.3. Beri penjelasan lebih lanjut pada klien tentang efek perilaku agresif
terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Klien dapat mengetahui cara menyalurkan rasa marah yang sehat
Rasional :
Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat menghindari perilaku kekerasan
Tindakan:
5.1. Gali pendapat klien tentang cara untuk menyalurkan marah dengan cara
yang sehat (tidak merusak lingkungan dan mengganggu lingkungan, tidak
menyebabkan cedera pada diri sendiri dan orang lain).
5.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang benar.
5.3. Sampaikan kepada klien cara sehat yang ain untuk menyalurkan marah :
menyatakan kalimat baik tanpa menyakitit, membersihkan rumah, jalan-jalan dan
berdoa
6. Klien dapat memilih/menentukan cara yang sehat untuk menyalurkan energi marah
yang digunakan bila marahnya timbul.
Rasional :
Bila klien memilih sendiri cara yang akan digunakan saat marah, maka diharapkan
klien akan melakukannya secara iklas.
Tindakan :
6.1. Dorong klien untuk menentukan sendiri cara yang sehat untuk menyalurkan
energi saat marah.
6.2. Jelaskan pada klien manfaat dari penggunaan cara tersebut
6.3. Motivasi klien untuk melakukan cara yang sehat untuk menyalurkan rasa
marah yang dipilih klien sendiri
6.4. libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok
6.5. Tanyakan perasaan klien setelah menggunakan cara marah yang dipilihnya.
Mampu mengungkapkan marah secara asertif.
Tindakan :
6.6. Gali pendapat klien tentang pengungkapan marah secara asertif
6.7. Beri reinforcement positif atas pendapat klien yang benar
6.8. Jelaskan pada klien tentang cara pengungkapan marah yang sehat
6.9. Lakukab latihan asertif secara individual (antara perawat dengan klien)
6.10. Motivasi klien untuk menerapkan cara marah yang asertif pada situasi yang
nyata
6.11. Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok
6.12. beri umpan balik positif pada setiap kali klien mencoba melakukan marah
yang sehat
7. Keluarga mampu membantu klien untuk berperilaku adaptif
Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan melibatkan keluarga, maka
mencegah klien kambuh.
Tindakan:
7.1. Disksikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab marah
dan cara menghadapi klien saat marah
7.2. Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai keluarga
Diagnosa II: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah
c. Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
d. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi
Tindakan:
1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
1.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
2. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Rasional :
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal penanganan
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan positif yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
3. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Setelah pulang ke rumah, klien siap melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
dan norma
Tindakan :
3.1. rencanakan aktifitas yang dapat dilakukan klien setiap hari
. Keluarga mampu memeberikan dukungan pada klien untuk memenuhi kebutuhan
klien
Tindakan:
4.1 Diskusikan dengan keluarga cara merawat klien dan memberikan dukungan pada
klien
DAFTAR PUSTAKA
1. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2017
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 2019
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 2019
4. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 2019
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH :
MASTER SAMSON RIO
NIM : 00320032
(Ns. Mira Agusthia, S.Kep, M.Kep) (Ns. Aulya Akbar M.Kep S.Kep J)
a. Pengertian
memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap
utama dalam konsep diri adalah citra raga yaitu suatu kesadaran individu
hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Perkembangan citra raga
dan sering kali tidak menyenangkan, karena citra raga yang selalu
tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-
2018).
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan
perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan
1) Syok Psikologis
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi
c. Rentang Respon
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang kosnep diri yang
dapat diterima
d. Faktor Predisposisi
f. Sumber Koping
meliputi
6) Bakat Tertentu
7) Kecerdasan
10) Support dari keluarga, teman dan masyarakat dan jaringan sosial.
1) Konstruktif
nasehat/saran.
rewards, antisipasi.
2) Destruktif
Isolasi.
B. Pohon Masalah
Penyakit Fisik
3) Penyakit Fisik
D. Data yang Perlu Dikaji
berfungsi.
orang lain.
yang terganggu.
e. Sering mengulang-ulang
Obyektif :
b. Menyembunyikan atau
tubuh.
E. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Citra Tubuh
F. Rencana Tindakan
Keperawatan Tujuan :
merasa aman dan nyaman saat interaksi. Tindakan yang harus saudara
2) Berjabat tangan
5) Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan
waktu)
membicarakannya.
g. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai dengan realitas.
dimilikinya
klien
jenis, dan efek samping obat yang diminum serta cara meminum obat
yang benar)
n. Diskusikan akibat yang terjadi bila klien behenti meminum obat tanpa
konsultasi.
b. Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya ; dulu dan saat ini,
saat ini.
terganggu.
a. Tujuan :
b. Tindakan Keperawatan :
pada pasien.
tubuh.
3) Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
rumah.
(http://adithmaulana.blogspot.com/2013/06/askep-jiwa-gangguan- konsep-
diri.html?m=1
(http://elvijuwita.wordpress.com/2013/04/12/laporan- pendahuluan-body-
image/
(http://agungsusanto0112.blogspot.com/2013/09/laporan- pendahuluan-
asuhan-keperawatan.html
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH :
MASTER SAMSON RIO
NIM : 00320032
(Ns. Mira Agusthia, S.Kep, M.Kep) (Ns. Aulya Akbar M.Kep S.Kep J)
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN ANSIETAS/ KECEMASAN
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart dan Sundeen, 1990,
hal 75).
Tingkat ansietas sebagai berikut:
1. Ansietas ringan, berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
menghasilkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Ansietas sedang, memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas berat, sangat mengurangi lahan persepsi
seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada satu area lain.
4. Tingkat panik dari ansietas, berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian.
Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik,menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung
terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian.
B. Rentang Respon Ansietas (Stuart & Sundeen, 1990)
2
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
C. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1. Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi
hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan
ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan
dininya dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas
pada kehidupan selanjutnya.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik.
Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain
itu telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
D. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus
dapat dikelompokkan menjadi 2 katagori :
1. Ancaman terhadapintegritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan
datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari- hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan
fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3
E. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping tersebut
di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan penyelesaian
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang berhasil.
F. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk
mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif
merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering
ditanggulang tanpa yang serius.
4
Koping individu tak efektif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
gangguan perilaku; kecemasan
2. Gangguan perilaku; kecemasan berhubungan dengan koping individu tak efektif ditandai
dengan klien tampak gelisah, tegang
5
C. Perencanaan
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi
Resiko mencederai TUM: Klien tidak mencederai diri a. BHSP dengan klien
diri sendiri, orang sendiri, orang lain dan lingkungan Memperkenalkan diri dengan sopan dan ekspresi wajah
lain dan lingkungan bersahabat
berhubungan TUK: Klien mampu mengontrol Tanyakan nama klien
dengan gangguan rasa cemasnya Jabat tangan klien
perilaku ;
kecemasan b. Pasien akan terlindung dari bahaya
Terima dan dukung pertahanan klien
Kenalkan realita yang berhubungan dengan mekanisme koping
klien
Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan
sumber koping
1
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan kondisi dan respon klien
E. Evaluasi
1. Sudahkah ancaman terhadap integritas kulit atau sistem dari pasien berkurang dalam sifat, jumlah,
asal dan waktunya ?
2. Apakah perilaku klien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau lebih ringan ?
3. Sudahkah sumber koping klien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?
4. Apakah klien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap perasaan tersebut?
5. Apakah klien menggunakan respon koping adaptif?
6. Sudahkan klien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi ansietas?
7. Apakah klien menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan pertumbuhan atau perubahan
personal?
DAFTAR PUSTAKA
2
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
3
KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM
OLEH :
MASTER SAMSON RIO
NIM : 00320032
(Ns. Mira Agusthia, S.Kep, M.Kep) (Ns. Aulya Akbar M.Kep S.Kep J)
4
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
1. Masalah Utama :
Perubahan isi pikir : waham
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan
klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (1).
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (2).
b. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah
dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.(3)
c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran
tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata
yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
3. a. Pohon masalah
5
Perubahan isi pikir :
waham
6
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
d. Gangguan harga diri rendah
1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
2). Data objektif
klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin
mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
4. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan waham
c. Perubahan isi pikir : waham(……………..)berhubungan
dengan harga diri rendah.
5. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
a. Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya
Tindakan :
7
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu,
tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan
perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi
waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri
8
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2013
2. Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2019
3. Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP.2019
4. Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana
keperawatan. Jakarta: EGC. 2019
11