Anda di halaman 1dari 149

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL 31 SRI MERISKA MELIANA
KHASANAH 32 WAYS AL QORNI
15 NUR SOLIKAH 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
16 RIAN PUSPITASARI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Tinjauan Teori
1. Pengertian
 Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2004).
 Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2006).
 Halusinasi adalah keadaan dimana individu / kelompok beresiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah dan pola stimulasi yang datang (Carpenito, 2006).
 Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata
(kusumawati dan hartono, 2010)

2. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


 Faktor predisposisi :
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stres
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkunganya.
c. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytrasferase (DMP). Akibat stres berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi
ketidakseimbnagan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berprngaruh pada penyakit ini.
 Faktor Presipitasi :
Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep, 2009), mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk
yang dibangun atas adsar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol,
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi
c. Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan dunianya sendiri, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritu klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk

3. Rentang Respon Neurobiologi


Dari definisi yang telah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi

merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi :

halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap

gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang

maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :

Respon adaptif Respon mal adaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan


proses pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosional Ketidakmampuan untuk
pengalaman berlebih/kurang mengatasi emosi
Perilaku sesuai Perilaku ganjil Ketidak teraturan
Hubungan sosial harmonis Prlaku yang bisa menyebabkan Isolasi sosial
Isolasi sosial
( Stuart and Laraia, 2005 )

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya

secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah

dalam batas normal yang meliputi :


a. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu

sesuai dengan kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana

dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut

berbagai sensasi yang dihasilkan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai

dengan stimulus yang datang.

d. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.

e. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan

orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.

Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-

norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam

menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :

a. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data

secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa

hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.

b. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima

otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan

c. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan

stimulus yang datang.

d. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan

peran.

e. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau

tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.


4. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Dengar/suara Marah-marah tanpa sebab kegaduhan.
Menyedengkan telinga ke Mendengar suara yang mengajak
arah tertentu bercakap-cakap.
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon, melihat
Ketakutan pada sesuatu hantu atau monster
yang tidak jelas.
Halusinasi Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti bau
Penghidu membaui bau-bauan darah, urin, feses, kadang-kadang
tertentu. bau itu menyenangkan.
Menutup hidung.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urin
Pengecapan Muntah atau feses
Halusinasi Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di
Perabaan permukaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik

5. Patofisiologi
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang tidak adekuat,
mengalami trauma, koping kelurga yang tidak efektif, hal-hal tersebut menyebabkan individu
mempunyai harga diri rendah, klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu
tersebut tidak ingin membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah klien
tersebut tidak terselesaikan.Dalam keadaan ini individu akan mengalami kecemasan, stress,
perasaan terpisah dan kesepian.

Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 2005) dibagi menjadi empat tahapan yang
terdiri dari:
a. Tahap I ( Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusainasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi
klien.

Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada fikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.

Perilaku yang muncul:


Tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat
dan respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasaan
berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati. Karakteristik:
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut.
2) Mulai merasa kehilangan kontrol.
3) Menarik diri dari orang lain.

Perilaku yang muncul:


Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian terhadap
lingkungan menurun, konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun, kehilangan
kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita.

c. Tahap III (psikotik)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendir, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasi tidak dapat ditolak lagi.

Karakteristik:
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku yang muncul :


Klien menuruti perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap
lingkungan sedikit atau sesaat dan tidak mampu mengikuti perintah yang nyata dan klien
tampak tremor dan berkeringat
d. Tahap IV (psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Perilaku yang muncul :
1) Resiko tinggi mencederai.
2) Agitasi atau kataton.
3) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada.

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seseorang


yang menarik diri dari lingkungannya karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila
klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menjuru pada kejelekan,
maka akan beresiko terhadap prilaku kesehatan.

Resiko mencederai diri, orla dan lingkungan


Effect

Core Problem Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Etiologi Isolasi sosial : menarik diri

.6. Mekanisme koping

a. Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku kembali seperti

pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi

dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain

karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan

kerancuan persepsi).

c. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,

reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya

menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,

sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

. 7. Sumber koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh

gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau

kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa

muda tentang ketrampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari

pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial

yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan

dukungan csecara kesinambungan

8. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat
(Maramis,2004)
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN


(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti)
Mesoridazin (Serentil) 1-40 mg
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine) 30-400 mg
Promazin (Sparine) Tiodazin 12-64 mg
(Mellaril) Trifluoperazin 15-150 mg
(Stelazine) Trifluopromazine 40-1200 mg
(Vesprin) 150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen 75-600 mg
(Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi


Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi
kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
therapy modalitas yang terdiri dari :

d. Terapi aktivitas
1) Terapi musik
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan
relaksasi musik yang disukai klien
2) Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi
dan kesenangan klien dalam kehidupan.
5) Terapi sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
6) Terapi kelompok
7) Terapi kelompok (Group therapy)
8) Terapi group (kelompok terapeutik)
9) Terapi aktivitas kelompok (Adjunctive group activity
therapy) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi
- Sesi 1 : Mengenal halusinasi
- Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
- Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
- Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
- Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
10) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like atmosphere)

9. Penentuan Diagnosa
Batasan Karakteristik (Lynda Juall C,2006)
 Mayor
Tidak akuratnya interpretasi stimulus lingkungan dan/atau perubahan negatif dalam
jumlah atau pola stimulus yang datang.
 Minor
- Disorientasi mengenai waktu atau tempat
- Perubahan perilaku atau pola komunikasi
- Halusinasi dengar atau halusinasi lihat
- Perubahan kemampuan memecahkan masalah
- Kegelisahan
- Peka rangsang
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi terhadap orang

C. Perumusan Diagnosa Keperawatan


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
- Aksis 3 (deskriptor) : Gangguan
- Aksis 1 (konsep diagnosa) : Persepsi sensori
- Aksis 4 (topologi) : Halusinasi

D. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi halusinasi


Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak
mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah, menyibukkan diri dll).
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi.

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat
yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
STRATEGI PELAKSANAAN I
HALUSINASI
Pertemuan : ke 1
Hari / Tanggal : -
Waktu :-

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya.
DO :Klien tampak pasif,terlihat suka menyendiri,berbicara sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

3. TUK
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya
TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya

4. Tindakan Keperawatan
 TUK 1
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

 TUK 2
- Mengidentifikasi jenis halusinasi
- Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi

B. Strategi Pelaksanaan Halusinasi


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum Mas, Saya perawat yang akan merawat mas. Perkenalkan nama saya “A”,
biasa di panggil “A”, saya dari STIKES MAJAPAHIT. Betul ini mas “D”? Kalau boleh tahu
nama lengkapnya siapa? Senang dipanggil apa?”

b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Ada keluhan yang mas rasakan hari ini?”

c. Kontrak
Topik: “Baiklah, saya dengar mas sering mendengar suara-suara yang tak tampak wujudnya,
benar begitu? bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara tersebut.”
Waktu : “Berapa lama?? Bagaimana kalau 20 menit.
Tempat : “Dimana kita bisa bercakap-cakap?? Disini,di depan??”

2. Fase Kerja
“Apakah mas “D” mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara tersebut?
Apakah terus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering mas “D” dengar?
Berapa kali sehari? Biasanya pada keadaan apa suara itu muncul?

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan mas “D” setelah kita berbincang tadi??”
b. Evaluasi obyektif
“Coba Mas jelaskan jenis halusinasi, isi halusinasi, waktu berhalusinasi, frekuensi,
situasi yang menimbulkan halusinasi, Apakah Mas masih ingat??”

4. Rencana Tindak Lanjut


Baiklah mas selanjutnya coba di ingat hal-hal lain yang bisa menimbulkan hal halusinasi itu
muncul kembali, nanti ceritakan sama saya ya mas “D”
5. Kontrak
Topik : “Baikalah Mas nanti kita akan bercakap-cakap lagi, kita akan diskusikan dan latihan
mengendalikan dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain.”
Waktu : “Mau jam berapa Mas? Ya baiklah jam 10.00 saja.”
Tempat: “Tempatnya disini saja lagi ya Mas. Sampai ketemu nanti Mas. Assalamualaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN II
HALUSINASI

Pertemuan : ke 2
Hari/Tanggal : -
Waktu :-
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sulit untuk mengontrol halusinasinya
DO : Klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat

2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

3. TUK 3
- Klien dapat mengontrol halusinasinya

4. Tindakan keperawatan
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap
dengan orang lain.
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. Strategi Pelaksanaan Halusinasi


1. Kontrak
Topik : “seperti janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara
mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
dan kita masuk dalam jadwal kegiatan”.
Waktu : “waktunya 15 menit cukup kan?”
Tempat : “Tempatnya disini saja ya mas?”

2. Fase Kerja
“Bagaimana kalau kita belajar cara yang pertama dulu, yaitu dengan menghardik. Mau tidak
mas?? Caranya begini : saat suara itu muncul, langsung Mas “D” bilang ,”Saya tidak mau
dengar. Pergi..!! Kamu suara palsu.” Begitu di ulang-ulang terus sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Mengerti mas? Coba mas “D” peragakan. Nah begitu, bagus. Coba lagi. Ya
bagus, Mas “D” sudah bisa.” Sekarang mas kita akan belajar cara kedua untuk mencegah
halusinasi yang lain dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain jadi kalau mas mulai
mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk ngobrol dengan mas. Contohnya
begini: tolong saya mulai mendengar suara-suara ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang di rumah misalnya anak mas katakan : nak, ayo ngobrol dengan bapak, coba mas
lakukan seperti saya tadi lakukan . Ya begitu bagus! Nah, sekarang kita masukan ke dalam
jadwal harian mas ya?”

3. Fase terminasi
a. Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan mas setelah latihan ini?”.
b. Evaluasi obyektif : “Jadi sudah ada berapa cara yang mas pelajari untuk mencegah suara-
suara itu?,ya bagus sekali”.

4. Rencana tindak lanjut


“Nah, kalau halusinasi itu datang lagi mas bisa coba kedua cara itu ya mas!”

5. Kontrak
Topik : “Baiklah mas besok saya akan datang lagi kita akan bahas cara mengendalikan
halusinasi dengan keluarga Mas”.
Waktu : “Mau jam berapa kita ketemu mas? Ya baiklah jam 09.00 saja”.
Tempat : “Tempatnya mau dimana mas? Di sini saja mas? Ya baiklah sampai ketemu besok
lagi ya mas!”.
STRATEGI PELAKSANAAN III
HALUSINASI

Pertemuan : ke 3
Hari/tanggal : -
Waktu :-

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sudah menghardik halusinasinya dan klien mengatakan dengan
berbincang-bincang halusinasinya tidak datang.
DO : klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

3. TUK 4
- Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

4. Tindakan keperawatan
- Melatih keluarga untuk mengetahui gejala halusinasi yang dialami pasien
- Melatih cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
- Melatih cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
- Memberi informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mas”.
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah suara-suara itu masih muncul? Apakah sudah
dipakai 2 cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya?
c. Kontrak
Topik : Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mengendalikan
halusinasi dengan keluarga Mas “D”.
Waktu : mau berapa lama kita berbincang-bincang? Apa 20 menit cukup?
Tempat : Tempatnya mau dimana mas? Baiklah disini saja.
Tujuan : agar Mas dapat mengontrol halusinasi dengan keluarga.

2. Fase Kerja
“Hari ini saya akan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga Mas tentang apa itu
halusinasi, memberikan informasi sumber pelayanan yang bisa di jangkau”, Apa keluarga
sudah mengerti? “Coba ulangi lagi penjelasan dari saya”.” selanjutnya saya akan melatih
keluarga bagaimana cara memutus halusinasi pasien, cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi dirumah, dan informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan?”apa
keluarga setuju?”oke baiklah”.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan keluarga setelah kita latihan tadi?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba keluarga sebutkan kembali cara yang telah saya latih apabila halusinasi pasien itu
datang? Ya bagus sekali.”

4. Rencana Tindak Lanjut


“Nanti keluarga lakukan latihan secara mandiri dirumah sakit setiap berkunjung sesuai cara
yang saya berikan tadi agar suara-suara itu tidak muncul terhadap pasien.”

5. Kontrak
Topik : Baiklah mas besok saya akan datang kembali untuk membahas cara mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat.
Waktu : mau jam berapa mas kita berbincang-bincang? Ya baiklah jam 10.00-10.15 WIB.
Tempat: Mau dimana kita ketemunya? Ya baiklah disini saja.
STRATEGI PELAKSANAAN IV
HALUSINASI

Pertemuan : ke 4
Hari/Tanggal : -
Waktu :-

A. Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien
DS : Klien mengatakan dengan bercakap-cakap halusinasinya tidak datang dan klien
mengatakan senang bercakap-cakap dengan perawat.
DO : Dengan melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan teman/perawat/keluarga, klien
tidak melamun lagi.

2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

3. TUK 5
- Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik

4. Tindakan Keperawatan
- Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
- Jelaskan pentingnya menggunakan obat secara teratur
- Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
- Jelaskan bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat
- Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,benar pasien,benar
cara,benar dosis,benar waktu).

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mas? Sesuai dengan janji saya kemarin,saya datang lagi ketempat ini.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini?Apa mas masih ingat 2 cara yang sudah saya latih
kemarin, cara untuk mengusir suara-suara? Apakah kedua cara tersebut sudah dimasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian mas?”
c. Kontrak
Topik : Sesuai janji saya kemarin,hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang
mas minum dan kita akan memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian mas.
Waktu : mau berapa lama kita berbincang-bincang? Apa 15 menit cukup?
Tempat : Tempatnya mau dimana mas? Baiklah disini saja.
Tujuan : Dari diskusi ini agar mas minum obat dengan prinsip 5 benar /agar mas mematuhi
cara minum obat.

2. Fase Kerja
“Mas adakah perbedaan setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suaranya masih
terdengar atau sudah hilang? Begini mas, obat ini berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan suara-suara yang selama ini mas dengar. Berapa macam yang mas minum??
(perawat menyiapkan obat pasien). Ini yang berwarna orange (CPZ) diminum 3 kali sehari
ya, jam 7 pagi, jam 1 siang dan 7 malam ya gunanya untuk menghilangkan suara-suara yang
mas dengar. (Pasien mengangguk-ngangguk). Ini yang putih (THP) diminum 3 kali sehari
juga, gunanya agar mas rileks dan tidak kaku. Kalau yang merah jambu ini (HP) 3 kali sehari
juga sama minumnya dengan yang putih dan orange, gunanya yang merah jambu ini untuk
menenangkan pikiran mas biar tenang. Kalau suaranya sudah hilang, minum obatnya tidak
boleh dihentikan ya, harus diminum sampai benar-benar habis, biar suara-suaranya tidak
muncul lagi. Kalau obatnya habis bisa minta ke dokter lagi, bisa juga dikonsultasikan. Kalau
berhenti minum obat, apa akibatnya pada mas. Begitu ya.. Pastikan juga kalau obat yang
diminum benar punya mas, jangan sampai keliru dengan orang lain. Mas juga harus banyak
minum air ya..”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang obat
tadi”
b. Evaluasi Objektif
“Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba mas sebutkan
kembali?
4. Rencana Tindak Lanjut
“Nanti mas jangan lupa minum obat agar suara-suara itu tidak datang lagi,kemudian mas bisa
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian mas.”

5. Kontrak
Topik : Baiklah mas pertemuan kita cukup sampai disini,besok saya datang lagi untuk
memastikan mas masih dengar suara-suara atau tidak kita akan berdiskusi tentang jadwal
kegiatan harian mas.
Waktu : Waktunya mau jam berapa mas? Jam 09.00-09.15,apa mas bersedia
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.

Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusumawati & Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:
EGC.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN GANGGUAN PROSES PIKIR :
WAHAM

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL 31 SRI MERISKA MELIANA
KHASANAH 32 WAYS AL QORNI
15 NUR SOLIKAH 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
16 RIAN PUSPITASARI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa keperawatan
Gangguan proses pikir : waham

B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,2005).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal (Stuart dan Sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkes RI, 2000).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan
biarpun dibuktikan kemustahilannya itu (W. F.Maramis 2006).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)

2. Tanda dan gejala


a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan
b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
c. Curiga
d. Bermusuhan
e. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
f. Takut, sangat waspada
g. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
h. Ekspresi wajah tegang
i. Mudah tersinggung (Azis R dkk, 2003)

3. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
a) Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
b) Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
2) Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
3) Faktor Psikologis
a) Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif
b) Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
c) Konflik perkawinan
d) Komunikasi “double bind”
4) Sosial budaya
a) Kemiskinan
b) Ketidakharmonisan sosial
c) Stress yang menumpuk
b. Faktor Presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan
dari kelompok.
2) Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat
halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita
3) Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realiata
4. Jenis- Jenis Waham
Waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian
atau kekayaan yang luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca
pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah, dll.
b. Waham Somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering
didapatkan pada tubuhnya.
c. Waham Agama
Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan
tingkah lakunya yang telah ia perbuat dengan keagamaan.
d. Waham Curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga
ia merasa curiga terhadap sekitarnya.
e. Waham Nihilistik
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang
lain sudah mati, sering ditemukan pada klien depresi.

5. Patofisiologi
a. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan.
b. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang
menyalahartikan kesan terhadap kejadian
c. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative atau
tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal
d. Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang realita
pada diri sendiri atau orang lain.
Pohon masalah

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan


Effect

Core Gangguan proses pikir : waham

Causa Isolasi sosial

6. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.

7. Penentuan diagnosa (NANDA 2012-2014)


a. Data Subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
b. Data Obyektif
1) Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung
2) Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan
3) Klien tampak tidak mempunyai orang lain
4) Curiga
5) Bermusuhan
6) Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
7) Takut, sangat waspada
8) Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
9) Ekspresi wajah tegang
10) Mudah tersinggung (Azis R dkk, 2003)

C. Perumusan diagnosa keperawatan


Gangguan proses pikir : waham
Gangguan : Aksis 3 ( Deskriptor )
Proses pikir : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )
Waham : Aksis 4 ( Topologi )
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM

Diagnosa Perencanaan
Intervensi Raional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
TUM ;
Klien dapat
Gangguan Proses
berkomunikasi
pikir : waham
dengan baik dan
terarah
TUK 1 : Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ; Hubungan saling
Klien dapat  Klien dapat a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal percaya akan
membina mengungkapkan maupun non verbal menimbulkan
hubungan saling perasaannya b. Perkenalkan diri dengan sopan kepercayaan klien pada
percaya  Ekspresi wajah c. Tanya nama lengkap klien dan nama perawat sehingga akan
bersahabat pangilan yang disukai klien memudahkan dalam
 Ada kontak mata d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
 Menunjukkan rasa menepati janji selanjutnya.
senang e. Tunjukkan sikap empati dan

 Mau berjabat tangan menerima klien apa adanya

 Mau menjawab salam f. Beri perhatian pada klien


1.2 Jangan membantah dan mendukung Meningkatkan orientasi
 Klien mau duduk waham klien klien terhadap realita
berdampingan a. Katakan perawat menerima keadaan dan meningkatkan rasa
 Klien mau keyakinan klien “saya menerima percaya klien pada
mengutarakan masalah keyakinan anda”. perawat.
yang dihadapi b. Katakan perawat tidak mendukung
“sukar bagi saya untuk
mempercayainya”
1.3 Yakinkan klien dalam keadaan aman
dan terlindung
a. “anda berada ditempat yang aman dan
terlindung”
b. Gunakan keterbukaan dan kejujuran,
jangan tinggalkan klien sendirian. Mengetahui penyebab
1.4 Observasi apakah waham klien waham dan intervensi
menganggu aktivitas sehari-haridan selanjutnya.
perawatan diri
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1 Beri pujian pada penampilan dan Klien terdorong untuk
Klien dapat  Klien mampu kemampuan klien yang realistis memilih aktivitas
mengidentifikasi mempertahankan 2.2 Diskusikan dengan klien kemampuan seperti sebelumnya.
kemampuan aktivitas sehari-hari yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
yang dimiliki  Klien dapat ini yang realistis(hati-hati terlibat diskusi
mengontrol wahamnya. diskusi dengan waham)
2.3 Tanyakan apa yang bisa dilakukan
(kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan
perawatan diri) kemudian anjurkan untuk
melakukan saat ini.
2.4 Jika klien selalu bicara tentang Dengan mendengarkan
wahamnya dengarkan sampai kebutuhan klien akan merasa lebih
waham tidak ada. Perawat perlu diperhatikan sehingga
memperhatikan bahwa klien penting. klien akan
mengungkapkan
perasaanya
TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari Dengan observasi dapat
Klien dapat  Kebutuhan klien mengetahui kebutuhan
mengidentifikasi terpenuhi klien.
kebutuhan yang  Klien dapat melakukan 3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak Dengan mengetahui
tidak terpenuhi aktivitas terarah terpenuhi selama di rumah maupun di kebutuhan yang tidak
 Klien tidak rumah sakit terpenuhi maka dapat
menggunakan / diketahui kebutuhan
membicarakan yang diperlukan.
wahamnya 3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak Mengetahui keterkaitan
terpenuhi dengan timbulnya waham antara yang tidak
terpenuhi dengan
wahamnya
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dapat Dengan meningkatkan
memenuhi kebutuhan klien dan aktivitas tidak akan
memerlukan waktu serta tenaga mempunyai waktu untuk
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai mengikuti wahamnya.
waktu untuk menggunakan wahamnya Dengan situasi tertentu
akan dapat mengontrol
wahamnya
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks Reinforcement adalah
Klien dapat  Klien mampu realitas (diri, orang lain, waktu dan penting untuk
berhubungan berbicara secara tempat) meningkatkan
dengan realitas realitas 4.2 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kesadaran
 Klien mengikuti terapi klien akan realitas dan
aktivitas kelompok kelompok : orientasi realitas dapat memotivasi klien
4.3 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif untuk meningkatkan
yang dilakukan klien. kegiatan positifnya.
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 5.1 Diskusikan dengan keluarga tentang Perhatian keluarga dan
Klien dapat  Keluarga dapat  Gejala waham pengertian keluarga
dukungan membina hubungan  Cara merawatnya akan dapat membantu
keluarga saling percaya dengan  Lingkungan keluarga klien dalam
perawat  Follow up dan obat mengendalikan
wahamnya.
 Keluarga dapat 5.2 Anjurkan keluarga melaksanakan dengan
menyebukan bantuan perawat
pengertian, tanda dan
tindakan untuk
merawat klien dengan
waham
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga Obat dapat mengontrol
Klien dapat  Klien menyebutkan tentang obat , dosis, frekuensi, efek dan waham yang dialami
menggunakan manfaat, dosis, dan efek samping obat serta akibat klien.
obat dengan efek samping obat penghentian.
benar  Klien dapat 6.2 Diskusikan perasaan klien setelah makan
mendemonstrasikan obat
penggunaan obat 6.3 Berikan obat dengan prinsip lima benar
dengan benar dan observasi setelah makan obat
 Klien memahami
akibat berhentinya obat
tanpa konsultasi
 Klien dapat
menggunakan prinsip
lima benar dalam
penggunaan obat
STRATEGI PELAKSANAAN KLIEN DG
WAHAM STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Tindakan Keperawatan
Interaksi Ke : I (Pertama)
Tanggal Pertemuan :………………..

A. Kondisi Klien
Klien terlihat gelisah, curiga terhadap orang yang berada di sekelilingnya, kadang-
kadang klien berbicara sendiri dan berkata bahwa dirinya adalah Imam Mahdi yang
tahu bahwa kapan dunia akan kiamat, perhatian terhadap lingkungan sekitar menurun.

B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir

C. Tujuan Khusus 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain

D. Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Perkenalan diri dengan klien secara sopan
c. Sapa klien dengan ramah
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur & tepati janji
f. Beri perhatian kepada klien
g. Tunjukkan sikap empati kepada klien

E. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi :
Salam Terapeutik:
Selamat pagi,pak. Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Andika, bapak bisa panggil
saya Dika (sambil mengulurkan tangan kepada klien untuk berjabat tangan), saya perawat
disini yang akan membantu bapak selama dirawat di sini. Nah sekarang saya yang
bertanya ya pak? nama Bapak siapa?….,Oh Suwarno namanya bagus sekali, saya boleh
panggil
apa?…., Baiklah akan saya panggil pak
Imam. Evaluasi/validasi :
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bapak terlihat segar, tetapi apa yang membuat bapak
terlihat begitu curiga terhadap saya? Ceritakan apa yang mengganjal di pikiran bapak
sekarang? Baiklah semoga setelah bertemu dengan saya masalah bapak akan teratasi.
Begitu ya pak?
Kontrak:
Bapak, tujuan saya menemui bapak saat ini adalah ingin mengenal lebih dekat pak Imam
sehingga kita bisa saling kenal dan bapak bisa menceritakan segala masalah bapak selain
itu saya dapat membantu apa yang bapak disini. Bagaimana pak? Apakah bapak setuju?
Baiklah bagaimana kalau kita duduk di kursi teras depan? Berapa lama bapak mempunyai
waktu dengan saya? Bagaimana kalau 20 menit, cukup? Baiklah kalau begitu 15 menit
saja ya pak?

2. Fase Kerja :
Nah, tadi saya sudah menyebutkan nama saya, coba ulangi siapa nama saya? Lupa? Masih
sebentar kok sudah lupa? Saya ulangi lagi nama saya Andika, bapak bisa memanggil saya
Dika ya pak? Baiklah semoga bapak bisa mengenal saya, begitu pula sebaliknya sehingga
bapak bisa merasa nyaman bercerita kepada saya.
Bapak, mengapa bapak terlihat gelisah serta selalu berbicara sendiri tentang Imam Mahdi?
…. oh begitu ya pak? saya mengerti apa yang bapak maksudkan. Coba jelaskan darimana
bapak mendapatkan ilham bahwa bapak adalah seorang Imam Mahdi?

3. Fase Terminasi :
Evaluasi Subyektif :
Baiklah, saya rasa bapak sudah mulai terbuka dan merasa nyaman dengan kehadiran saya,
sekarang bagaimana perasaan bapak setelah bertemu dan bercerita dengan saya? Bagus,
rasa berharap bapak lebih bisa mengungkapkan perasaan bapak dan lebih terbuka dengan
harapan agar masalah bapak dapat teratasi.
Evaluasi Obyektif :
Nah, sekarang coba sebutkan lagi siapa nama saya? Bagus sekali. Mulai sekarang kalau
ketemu saya jangan lupa panggil saya dengan? Bagus.
Tindak Lanjut :
Baiklah, saya rasa perkenalan kita cukup sekian, kita sudah cukup saling mengenal saat
ini, Saya berharap setiap bapak bertemu dengan saya dan saat memerlukan bantuan saya,
bapak
mau memanggil saya supaya selama bapak di sini dapat bekerjasama dengan saya serta
bapak mampu sembuh kembali.
Kontrak yang akan datang :
Sekarang 15 menitnya sudah habis, berarti pertemuan kita disini juga sudah selesai. Nanti
pukul 11.00 sebelum makan siang saya akan datang kembali menemui bapak untuk
mendiskusikan masalah yang sedang bapak hadapi sekarang, nanti dimana kita bisa
bertemu kembali? Baiklah nanti kita bertemu lagi disini ya pak? Assalamualaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Tindakan Keperawatan
Interaksi Ke: II (Kedua)
Tanggal Pertemuan:…………………..

A. Kondisi Klien
Klien masih terlihat gelisah, mudah curiga terhadap orang yang berada di sekelilingnya,
kadang-kadang klien berbicara sendiri dan berkata bahwa dirinya adalah Imam Mahdi
yang tahu bahwa kapan dunia akan kiamat, perhatian terhadap lingkungan sekitar
menurun.

B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir

C. Tujuan Khusus 2:
Pasien dapat mengenal dan menjelaskan tentang waham yang merupakan salah satu
bentuk dari perubahan proses pikir

D. Tindakan Keperawatan:
a. Perlihatkan sikap penuh perhatian dan kepedulian
b. Validasi arti komunikasi dengan pasien
c. Bantu pasien mengidentifikasi perbedaan antara realita dan proses pikir internal

E. Strategi Komunikasi
4. Fase Orientasi:
Salam Terapeutik:
Assalamu’alaikum, Pak Imam. Bagaimana apakah Bapak sudah siap? Saat ini saya datang
lagi untuk menemui bapak sesuai dengan janji saya tadi. Sekarang sudah pukul 11.00.
Bagaimana Pak apakah dapat kita mulai?

Evaluasi:
Bagaimana perasaan bapak saat ini? Bapak, apakah masih ingat nama saya? Bagus, seratus
untuk bapak. Oh iya. Pak Imam apakah sudah makan? Kalau begitu nanti setelah
pertemuan kita ini bapak langsung ke ruang makan ya pak.
Kontrak:
Pak Imam, punya waktu berapa menit? Baiklah kalau begitu. 15 menit ya pak.
Tempatnya apakah sama seperti tadi atau kita ngobrolnya di ruang makan? Baiklah
kalau begitu kita keruang makan ya pak sekarang.

5. Fase Kerja:
Bapak, bolehkah saya bertanya? Apakah yang bapak rasakan saat ini? Bapak, sebenarnya
nama bapak adalah Suwarno tetapi mengapa bapak menamakan diri Imam Mahdi?
Bapak, sebenarnya Imam Mahdi itu akan datang ketika dunia akan kiamat, nah sekarang
kiamat itu hanya Allah yang tahu. Apakah bapak sepandapat dengan saya? Bapak, apa
yang membuat bapak menamakan diri Imam Mahdi? Bapak, Sekarang Bapak mengalami
suatu gangguan proses pikir yang dinamakan waham. Waham adalah gangguan proses
pikir terhadap realita yang meyakini sesuatu yang salah. Nah, sekarang bapak coba
bertanya pada teman saya ini “siapakah nama saya”? Pak, benarkan apa yang saya
bilang, nama bapak adalah Suwarno. Bagaimana kalo mulai sekarang bapak saya panggil
dengan nama pak Suwarno? Baiklah, kalau begitu.

6. Fase Terminasi:
Evaluasi Subyektif:
Baiklah saya rasa bapak sudah mulai mengenal tentang realita atau kenyataan yang
ada.Bagaimana perasaan bapak setelah pertemuan kita kali ini? Ok, kalau begitu apakah
nanti bapak mau bertemu saya lagi untuk membahas masalah bapak?
Evaluasi Obyektif:
Sekarang coba sebutkan apa yang dimaksud dengan waham? Benar sekali, apakah bapak
sudah paham tentang yang bapak alami sekarang? Baiklah kalau bapak ada masalah
dengan penjelasan saya tadi bapak dapat menemui saya.
Tindak Lanjut:
Saya rasa bapak sudah banyak memahami isi pembicaraan kita kali ini. Saya berharapa
agar setiap masalah yang bapak hadapi selalu mendiskusikannya dengan saya. Agar
masalah bapak dapat segera teratasi
Kontrak yang akan datang:
Wah, pak sepertinya bau soto sudah mengundang selera ya? Apakah sekarang bapak sudah
lapar? Yah, memang waktunya sudah habis pak, sesuai dengan perjanjian kita tadi yaitu 15
menit. Bagaimana pak kapan kita bisa ketemu lagi? Baiklah kalu besok. Jam berapa pak?
Ok, jam 08.00 ya pak nanti saya jemput di kamar bapak ya? Nanti kita akan membahas
masalah waham dan realita. Baiklah sekian pertemuan kita kali ini tapi ingat pesan saya
pak ya! Selalu mendiskusikan masalah yang bapak hadapi. Terima kasih atas waktunya.
Selamat makan siang. Assalamualaikum pak Suwarno.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Tindakan Keperawatan
Interaksi Ke: III (Ketiga)
Tanggal Pertemuan:…………………..

A. Kondisi Klien
Klien masih terlihat gelisah, atensi terhadap lingkungan menurun, klien sering
berbicara sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir

C. Tujuan Khusus 3:
Pasien dapat membedakan antara pikiranwaham dengan realita

D. Tindakan Keperawatan:
a. Bantu pasien menghubungkan masalahnya dengan realita yang ada
b. Fokus dan kuatkan pada realita
c. Bantu pasien mengungkapkan secara verbal perasaannya

E. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi:
Salam Terapeutik:
Assalamu’alaikum, Selamat pagi Pak Suwarno. Bagaimana kabar Bapak hari ini? Bagaimana
tidurnya seamalam pak? Sekarang saya menapati janji saya yang kemarin yaitu akan
mengajak bapak berdiskusi masalah waham dan realita. Bagaimana Apakah bapak sudah
siap? Bagus. Kita ngobrol dimana pak? Dibawah Pohon yang rindang itu saja ya? Ok.
Evaluasi:
Bagaimana perasaan bapak saat ini? Bapak, apakah masih ingat nama saya? Bagus, Bapak
masih hafal nama saya. Oh iya. Pak Imam apakah sudah sarapan pagi? Dengan lauk dan
sayur apa pak? Wah enak sekali ya pak? Ngomong-ngomong bapak apakah masih ingat
apa yang disebut waham itu? Baiklah saya akan menjelaskannya kembali.
Kontrak:
Pak Suwarno, kali ini bapak punya waktu berapa menit? Baiklah kalau begitu. 15 menit
ya pak. Dibawah pohon ini saja ya pak?
2. Fase Kerja:
Bapak, apakah yang bapak rasakan beberapa hari terakhir ini? Oh begitu ya? Nah,
sekarang saya jelaskan kembali apa yang disebut waham itu. Waham adalah suatu
pemikiran yang salah terhadap realita yang ada. Misalnya seperti menganggap diri adalah
seorang yang sangat ditakuti oleh bayak orang yang pada kenyataannya tidak begitu. Pak
apakah bapak masih ingat siapa nama bapak sebenarnya? Wah seratus pak! Nah sekarang
saya tanya, sebenarnya siapa kah yang bapak sebut Imam Mahdi? Nah berarti dalam diri
bapak ada dua oarang dong? Padahal dalam diri setiap orang hanya ada satu. Berarti bapak
adalah pak Suwarno bukan Imam Mahdi. Saya tahu yang bapak maksudkan. Tapi
sebenarnya yang bapak alami sama dengan yang saya maksudkan tadi jadi bapak
sebenarnya adalah pak Suwarno. Baiklah kalo begitu. Saya paham apa yang bapak
inginkan. Tapi yang perlu diketahui bahwa saat ini yang namanya Imam Mahdi tidak ada,
dan yang tahu mengenai hari kiamat adalah Allah SWT. Begitu pak ya?

3. Fase Terminasi:
Evaluasi Subyektif:
Ok, saya rasa bapak sudah sedikit mengenal tentang waham dan realita dan bapak sudah
mengenal siapakah bapak sebenarnya

Evaluasi Obyektif:
Sekarang coba sebutkan apa yang dimaksud dengan waham? Benar sekali, apakah bapak
sudah paham tentang yang bapak alami sekarang? Baiklah kalau bapak ada masalah
dengan penjelasan saya tadi bapak dapat menemui saya.

Tindak Lanjut:
Baiklah pak saya rasa bapak sudah mampu membedakan antara waham dengan realita
nah, saya ingatkan lagi kalau bapak ada masalah tolong paka menemui saya. Bagaimana
pak? Sekarang tos dulu pak. Nah ok.

Kontrak yang akan datang:


Bapak saya rasa ngobrol kita kali ini sudah cukup karena sudah 15 menit. Nah nanti siang
saya akan menemui bapak kembali sebelum makan siang jam 11.00 ya pak? Nanti kita akan
membahas cara menghilangkan waham ya pak? Bagaimana apakah bapak setuju? Baiklah.
Terimakasih atas waktu yang telah bapak luangkan. Assalamualaikum.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa . Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.

Isaac S,Ann . 2004 . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL 31 SRI MERISKA MELIANA
KHASANAH
32 WAYS AL QORNI
15 NUR SOLIKAH
33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
16 RIAN PUSPITASARI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Pencapaian ideal diri
atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia.(Budi Ana
Keliat, 2002).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.(Keliat, 2011).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 2002 ).
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan
Sundeen, 2002
:227). Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (2002:352) bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif
mengenai diri atau kemampuan diri.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah
adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan
gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung,
penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.

2. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang
tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantugan kepada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan atau bentuk tubuh, kegagalan atau
produktivitas yang menurun (Yosep, 2009).

3. Rentang Respon
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat
dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaptif. Rentang respon individu terhadap konsep dirinya dapat dilihat pada
gambar berikut.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Aktualisasi diri Konsep-diri Harga diri Kerancuan Identitas Depersonalisasi
Positif rendah

Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan
menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan,
perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri,
keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak – kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang
lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya (Stuart & Sundeen, 1998).
Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain,
dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.

4. Patofisiologi
Diawali dengan individu merasa malu terhadap diri sendiri karena kegagalan
yang dialaminya. Kemudian akan merasa bersalah akan dirinya sendiri, menyalahkan
atau mengejek diri sendiri karena menganggap bahwa dirinya tidak berarti. Setelah
individu merasa dirinya tidak berguna maka akan mengasingkan diri kemudian individu
mengalami rasa kurang percaya diri dan individu sukar untuk mengmbil keputusan bagi
dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan individu bisa menarik diri, mengalami
halusinasinya mencederai diri sendiri atau orang lain. Tanda – tanda tersebut merupakan
akibat dari harga diri rendah

Pohon masalah

Effect Isolasi sosial : menarik diri

Core Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Etiologi
Gangguan citra tubuh
5. Penentuan diagnosa (NANDA 2012-2014)
a. Harga diri rendah kronik
Definisi : evaluasi diri / perasaan negatif tentang diri sendiri atau kecakapan diri
yang berlangsung lama
Batasan karakteristik :
 Bergantung pada pendapat orang lain
 Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
 Melebih-lebihkan umpan balik negatif terhadap diri sendiri
 Secara berlebihan mencari penguatan
 Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup
 Enggan mencoba situasi baru
 Enggan mencoba hal baru
 Perilaku bimbang
 Kontak mata kurang
 Perilaku tidak asertif
 Pasif
 Sering kali mencari penegasan
 Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
 Ekspresi rasa bersalah
 Ekspresi rasa malu
b. Harga diri rendah situasional
Definisi : perkembangan persepsi negatif tentng harga diri sebagai respons
terhadap situasi saat ini
Batasan karakteristik :
 Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi situasi
 Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
 Perilaku bimbang
 Perilaku tidak asertif
 Secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini terhadap harga diri
 Ekspresi ketidakberdayaan
 Ekspresi ketidakbergunaan
 Verbalisasi meniadakan diri

C. Perumusan diagnosa keperawatan


Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Gangguan : Aksis 3 ( Deskriptor )
Konsep diri : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )
Harga diri rendah : Aksis 4 ( Topologi )
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN HARGA DIRI
RENDAH

Diagnosa Perencanaan
Intervensi Raional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
HARGA DIRI TUM ;
RENDAH Harga diri klien
KRONIS meningkat
TUK 1 : Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ; Hubungan saling
Klien dapat  Klien dapat a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal percaya akan
membina mengungkapkan maupun non verbal menimbulkan
hubungan saling perasaannya b. Perkenalkan diri dengan sopan kepercayaan klien pada
percaya  Ekspresi wajah c. Tanya nama lengkap klien dan nama perawat sehingga akan
bersahabat pangilan yang disukai klien memudahkan dalam
 Ada kontak mata d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
 Menunjukkan rasa menepati janji selanjutnya
senang e. Tunjukkan sikap empati dan menerima
 Mau berjabat tangan klien apa adanya
 Mau menjawab salam f. Beri perhatian pada klien
 Klien mau 1.2 Beri kesempatan untuk mengungkapkan
duduk
berdampingan perasaannya tentang penyakit yang
dideritanya
 Klien mau
1.3 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
mengutarakan masalah
1.4 Katakan pada klien bahwa ia adalah
yang dihadapi
seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta
mampu menolong dirinyan sendiri
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif Pujian akan
Klien dapat  Klien mampu yang dimiliki klien dan beri pujian / meningkatkan harga
mengidentifikasi mempertahankan aspek reinforcement atas kemampuan diri klien
kemampuan dan yang positif mengungkapkan perasaannya
aspek positif 2.2 Saat bertemu klien, hindarkan memberi
yang dimiliki penilaian negatif. Utamakan memberi
pujian yang realistik.

TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Diskusikan kemampuan klien yang masih Peningkatan
Klien dapat  Kebutuhan klien dapat digunakan selama di rumah sakit kemampuan
menilai terpenuhi 3.2 Diskusikan juga kemampuan yang dapat mendorong klien untuk
kemampuan  Klien dapat melakukan dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit mandiri
yang dapat aktivitas terarah dan dirumah nanti
digunakan
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang Pelaksanaan kegiatan
Klien dapat  Klien mampu dapat dilakukan setiap hari sesuai secara mandiri modal
menetapkan dan beraktivitas sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan awal untuk
merencanakan kemampuan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan meningkatkan harga
kegiatan sesuai  Klien mengikuti terapi bantuan total diri
dengan aktivitas kelompok 4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan toleransi kondisi klien
yang dimiliki 4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan (sering klien takut
melaksanakannya)
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 5.1 Beri kesempatan klien untuk mencoba Dengan aktivitas klien
Klien dapat  Klien mampu kegiatan yang direncanakan akan mengetahui
melakukan beraktivitas sesuai 5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien kemampuannya
kegiatan sesuai dengan kemampuan 5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
kondisi dan rumah
kemampuannya
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga Perhatian keluarga dan
Klien dapat  Klien mampu tentang cara merawat klien harga diri pengertian keluarga
memanfaatkan melakukan apa yang rendah akan dapat membantu
system diajarkan 6.2 Bantu keluarga member dukungan selama meningkatkan harga
pendukung yang  Klien mau memberikan klien dirawat diri klien
ada dukungan 6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
dirumah
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke :I
Nama perawat pelaksana :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka
menyendiri, tampak sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara
lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Tujuan umum : mengatasi gangguan harga diri rendah klien.
4. Tujuan khusus:
Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
5. Tindakan Keperawatan
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi… Nama saya… biasa dipanggil…. Nama…..siapa ? Senang dipanggil apa ?
b. Validasi
Bagaimana persaaan…. hari ini ?Bagaimana tidurnya semalam ? Nyenyak ? Apakah….
masih ingat mengapa….. dibawa kesini ?
c. Kontrak
Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kegiatan apa
yang…sukai? Mau dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruangan ini.
Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit.
 FASE KERJA
Kalau boleh tahu,Kegiatan apa yang sering … lakukan dirumah? Bagus … kegiatan yang
… bagus sekali. Apakah … sering melakukan kegiatan tersebut? Apa yang menarik dari
kegiatan tersebut? Apa ada kegiatan lain yang biasa … lakukan ?
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan..............setelah kita bercakap-cakap ?
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mampu mengungkapkan atau mengulang kembali pembicaran
- Klien mampu mempertahankan kontrak
- Klien mau melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Rencana Tindak Lanjut.
Coba … ingat- ingat lagi kegiatan – kegiatan yang sudah pernah … lakukan selama ini.
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita lanjutkan dengan membahas
tentang kemampuan yang … miliki baik itu dirumah, di sini ataupun ditempat lain.
Menurut … kita berbincang-bincang jam berapa ? bagaimana kalau jam 10 nanti.
Dimana tempatnya ? Bagaimana kalau di kursi belakang.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : II
Nama perawat pelaksana :

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien
2. klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
4. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
5. Tujuan khusus:
Tuk 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
6. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif.
c. Berikan pujian yang realistic

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi………
b. Validasi
Bagaimana persaan … hari ini ? Apa … masih ingat dengan saya dan topik yang akan
kita bicarakan hari ini ?
d. Kontrak
Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kemampuan dan
aspek positif yang … miliki.Mau dimana kita berbincang-bincang ?Bagaimana kalau di
… Mau berapa lama ? Bagaimana kalau … menit.
 FASE KERJA
Apa yang biasa … lakukan atau kerjakan dirumah ? Sekarang kegiatan apa saja yang …
lakukan disini ? Apa yang menarik dari kegiatan tersebut ? Apa ada kemampuan lain yang
… miliki ?
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan..............setelah kita bercakap-cakap ?
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mampu mengungkapkan atau mengulang kembali pembicaran
- Klien mampu mempertahankan kontrak
- Klien mau melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
- Klien mau menjalin kontak mata
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, sekarang coba……ingat – ingat lagi kemampuan lain yang...............miliki yang
belum kita bicarakan?
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita akan membahas tentang
kemampuan mana yang … miliki yang masih dapat dilakukan di RS dan kemampuan
yang dapat dilakukan dirumah. Kapan kita bisa berbincang- bincang lagi ? Bagaimana
kalau jam …? Kita mau berbincang- bincang dimana ? Bagaimana kalau di ruangan ini
Mau berapa lama …? bagaimana kalau 15 menit.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
Dx / SP ke / Pertemuan ke :
III Nama perawat pelaksana
:

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 3 : Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
5. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki
b. Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit
c. Diskusikan dengan klien kemempuan yang masih belum disebutkan, tapi ada.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi………
b. Validasi
Bagaimana perasaan … hari ini ? Apakah … sudah mulai bergaul dengan teman-teman
dan berbincang- bincang dengan mereka ? Apakah masih ada sesuatu yang … miliki tapi
belum diceritakan pada saya.
c. Kontrak
Masih ingatkah, apa yang telah kita bicarakan kemarin ? Betul, membicarakan tentang
kemampuan … selama ini untuk menilai mana kegiatan yang dapat dikerjakan dirumah
sakit dan mana kegiatan yang dapat dilakukan dirumah. Menurut … dimana kita mau
berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruangan ini? Mau berapa lama….? bagaimana
kalau 10 menit.
 FASE KERJA
Ini daftar kemampuan yang … miliki yang telah kita bicarakan. Baiklah apa menurut …
masih ada yang belum ditulis ? Coba…sebutkan (beberapa ) kemampuan yang dapat
dilakukan dirumah sakit ? Nah, sekarang coba …pilih mana yang bisa kita latih sekarang ?
Mungkin kita bisa mencoba kemampuan…Bagaimana kalau ini…bagus sekali !
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan …setelah kita bercakap-cakap? Sekarang…sudah tahu khan,
kemampuan yang …miliki dan dapat dilakukan disini, coba…sebutkan kembali ?
bagaimana perasaan…setelah melakukan kegiatan tersebut.
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mau menjawab pertanyaan
- Klien mampu mengulang dan mampu berkomunikasi dengan lancar
- Klien mau menjalin kontak mata
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, bagaimana kalau kegiatan tadi dilakukan terus di RS, supaya lancar dan terbiasa.
Nah, mau jam berapa melakukannya ? Bagaimana kalau kita buat jadwal, biar tidak lupa.
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita akan membahas tentang
aktivitas yang dapat…lakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan yang…miliki. Kita
bincang-bincang jam berapa ? Mau dimana ? Bagaimana kalau di… ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau…menit ? Baiklah sampai nanti…
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : IV
Nama perawat pelaksana :

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 4 : Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
5. Tindakan Keperawatan
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan. buat jadwal :
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan
c. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan dirumah sakit
d. Bantu klien melakukannya, kalau perlu beri contoh
e. Beri pujian atas kegiatan dan keberhasilan klien
f. Diskusikan jadwal kegiatan harian atau kegiatan yang telah dilatih

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi…
b. Validasi
Bagaimana persaaan…hari ini ? Apakah…masih ingat dengan kemampuan yang…miliki.
c. Kontrak
Masih ingatkah , apa yang akan kita bicarakan sekarang ? Betul, kita akan bercakap
mengenai cara…menilai kemampuan yang digunakan…serta dapat menetapkan /
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang…miliki. Sekarang, kita akan
buat jadwal kegiatan… Menurut …dimana kita mau berbincang-bincang ? Bagaimana
kalau di..? Mau berapa lama…? bagaimana kalau…menit.
 FASE KERJA
- Mengingatkan kemampuan klien yang masih bisa dilakukan di RS sesuai kemampuan klien
- Menanyakan kegiatan lain yang mungkin dilakukan. Mandi, makan, tidur dll.
- Menyusun jadwal bersama klien
- Memberikan pijuan pada klien dalam penyusunan jadwal kegiatan.
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan ……….. setelah menyusun jadwal dengan saya ? Sekarang coba……
ceritakan kembali, kegiatan apa saja yang dapat…..lakukan disini.
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mampu mengungkapkan atau mengulang kembali pembicaran
- Klien mampu mempertahankan kontrak
- Klien mau menjawab pertanyaan
- Klien mampu mengulang dan mampu berkomunikasi dengan lancar
- Klien mau menjalin kontak mata.
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, bagaimana kalau…melakukan kegiatan yang sudah dibuat tadi ? Jika ada
hambatan dan perlu bantuan, saya siap membantu.
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini…coba laksanakan jadwal yang telah
dibuat tadi. Besok kita akan berbincang lagi mengenai kegiatan apa saja yang telah…
lakukan hari ini.. Menurut…kita bincang-bincang jam berapa ? Mau dimana ?
Bagaimana kalau di…? Berapa lama ? Bagaimana kalau 15 menit ? Baiklah sampai
nanti…
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke :V
Nama perawat pelaksana :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 5 : Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
5. Tindakan Keperawatan
a. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilannya.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi..Masih ingat dengan saya ?
b. Validasi
Bagaimana perasaan…hari ini ? Apakah…masih ingat apa yang kita bicarakan kemarin.
Bagaimana kegiatan hari ini ? Tetap terlaksana ? Bagus,…Tadi pagi sudah melakukan
apa saja ? Sesuai tidak dengan jadwal yang telah kita buat ?
c. Kontrak
Baiklah, sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan bicarakan tentang kegiatan
apa saja yang akan kita coba hari ini ? Menurut…dimana kita mau berbincang-bincang ?
Bagaimana kalau di…? Mau berapa lama…? bagaimana kalau…menit.
 FASE KERJA
- Menanyakan pada klien tentang kegiatan yang mampu dilakukan ?
- Menawarkan pada klien kegiatan lain yang mungkin dilakukan.
- Diskusikan dengan klien tentang kegiatan yang mampu dilakukan.
- Beri reinforcement atas pelaksanaan tindakan.
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan…setelah dapat melakukan kegiatan tersebut?
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mampu melakukan jadwal kegiatan harian yang telah dibuat.
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, untuk selanjutnya…tetap melaksanakan kegiatan yang telah dibuat tadi.
Bagaimana kalau setelah pulang nanti, apa saja yang telah kita jadwalkan tersebut,
tetap….laksanakan. Kalau ada kesulitan selama di sini, saya siap membantu.
3. Kontrak
Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi ? Bagaimana kalau besok kita bahas tentang
manfaat sistem pendukung, baik yang ada pada…dan keluarga. Menurut…kita bincang-
bincang jam berapa? Mau dimana? Bagaimana kalau di…? Berapa lama? Bagaimana
kalau…menit ? Baiklah sampai nanti…
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : VI
Nama perawat pelaksana :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
5. Tindakan Keperawatan
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Membantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Membantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
 FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi…Masih ingat dengan saya ?
b. Validasi
Menurut pendapat bapak / ibu setelah dirawat disini beberapa hari, bagaimana kondisi…
c. Kontrak
Apakah bapak/ibu bersedia mendiskusikan masalah…dengan saya. Menurut bapak/ibu
kita berbincang-bincang dimana ? Bagaimana kalau disini ? Mau berapa lama ?
Bagaimana kalau…menit ?
 FASE KERJA
- Menceritakan kondisi klien selama dirawat pada keluarga dan perkembangannya. Jadi
begini ya pak / ibu, Harga Diri Rendah adalah suatu keadaan yang digambarkan dengan
perasaan negatif terhadap diri sendiri hilang kepercayaan diri dan merasa gagal dalam
mencapai keinginan. Adapun penyebabnya adalah pengalaman masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan, karena tuntutan pekerjaan, tekanan dari kelompok sebaya,
sedangkan tanda dan gejalanya yaitu menarik diri dari lingkungan, merasa diri bersalah,
mengurung diri, cemas, sikap negatif terhadap diri sendiri dsb.
- Mendiskusikan dengan keluarga kemungkinan peran serta keluarga merawat d
RS maupun dirumah.
- Memotivasi keluarga untuk berperan dalam perawatan klien.
- Memberikan reward atas kemampuan dan kemauan keluarga dalam
mendukung perawatan klien.
 FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi?
b. Evaluasi Obyektif
Coba ibu atau bapak ulangi lagi, penyebab dan tanda gejala gangguan konsep diri
harga diri rendah ? Bagus sekali
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, berhubung bapak/ibu sudah mengerti tentang perawatan…Mulai sekarang,
coba bapak /ibu mengingatkan dan mendukung kegiatan yang dilakukan…Dan
bapak/ibu harus selalu mendukung…
3. Kontrak
Nanti kalau sudah pulang jangan lupa kontrol kesehatan. Minum obat teratur,
dan mencegah agar tanda-tanda harga diri rendah tidak muncul
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, BA dan Akemat. 2011. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Keliat, BA, Panjaitan RA, Helena N. 2002. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Stuart, Sundeen, S.J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa(terjemahan), Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Townsend, MC. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psiaktri:
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL KHASANAH 31 SRI MERISKA MELIANA
15 NUR SOLIKAH 32 WAYS AL QORNI
16 RIAN PUSPITASARI 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

B. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan, berhias diri, dan eliminasi (buang air besar dna buang air kecil ) secara mandiri
(Keliat, 2009).

2. Tanda dan Gejala


a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki
bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada
tempatnya
d. Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar
atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak membersihakan diri
dengan baik setelah BAB/BAK
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Pengetahuan
4) Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

4. Rentang Respon Kognitif


Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah :
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
3. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
1. Bantu klien merawat diri
2. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
3. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
1. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
2. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
3. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar
mandi yang dekat dan tertutup.

5. Patofisiologi

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)


Effect

Defisit perawatan diri


Core Problem

Etiologi Penurunan kemampuan dan motivasi merawat

6. Mekanisme koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi

7. Penentuan Diagnosa (NANDA 2012-2014)


a. Defisit Perawatan Diri :
mandi Batasan karakteristik :
1) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
2) Ketidakmampuan mngeringkan tubuh
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) Ketidakmampuan menjangkau sumber air
5) Ketidakmampuan mengatur air mandi
6) Ketidakmampuan membasuh tubuh
b. Defisit perawatan diri :
berpakaian Batasan karakteristik
:
1) Ketidakmampuan mengancingkan pakaian
2) Ketidakmampuan mendapatkan pakaian
3) Ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian
4) Ketidakmampuan mengenakan sepatu
5) Ketidakmampuan mengenakan kaos kaki
6) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian
7) Ketidakmampuan melepas sepatu
8) Ketidakmampuan melepas kaos kaki
9) Hambatan memilih pakaian
10) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan
11) Hambatan mengambil pakaian
12) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah
13) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas
14) Hambatan memasang sepatu
15) Hambatan memasang kaos kaki
16) Hambatan melepas pakaian
17) Hambatan melepas sepatu
18) Hambatan melepas kaos kaki
19) Hambatan menggunakan resleting
c. Defisit perawatan diri :
makan Batasan karakteristik :
1) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukkan ke mulut
2) Ketidakmampuan mengunyah makanan
3) Ketidakmampuan menghabiskan makanan
4) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke perlengkapan makan
5) Ketidakmampuan menggunakan perlengkapan makan
6) Ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang dapat diterima secara
sosial
7) Ketidakmampuan memakan makanan dengan aman
8) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah memadai
9) Ketidakmampuan memanipulasi makanan dalam mulut
10) Ketidakmampuan menbuka wadah makanan
11) Ketidakmampuan mengambil gelas atau cangkir
12) Ketidakmampuan menyiapkan makanan untuk dimakan
13) Ketidakmampuan menelan makanan
14) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu
d. Defisit perawatan diri :
eliminasi Batasan karakteristik :
1) Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi yang tepat
2) Ketidakmampuan menyiramtoilet atau kursi buang air
3) Ketidakmampuan naik ke toilet
4) Ketidakmampuan memanipulasi pakain untuk eliminasi
5) Ketidakmampuan berdiri dari toilet
6) Ketidakmampuan untuk duduk di toilet

C. Perumusan Diagnosa Keperawatan


Defisit Perawatan diri : higiene diri, berhias, makan dan eliminasi
- Aksis 3 (deskriptor) : Defisit
- Aksis 1 (konsep diagnosa) : Perawatan diri
- Aksis 4 (topologi) : Higiene diri, berhias, makan dan eliminasi

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal
yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan
diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore,
sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan
menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci
rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan
diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS
dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan
pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan
bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang


lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi
:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Diagnosa 1 : defisit perawatan diri


Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
1. Berikan salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Intervensi
1. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci
rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
1. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di
RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI

Pertemuan ke 1 Hari, Tanggal :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif
:
- Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju, klien mengatakan tidak
mau menyisir.
Data objektif :
- Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, baju agak kotor, bau dan menolak diajak mandi.

2. Diagnosa Keperawatan

Defisit Keperawatan Diri

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.

4. Tindakan Keperawatan
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b.Menjelaskan cara makan yang baik dan
bersih.
c.Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik dan
bersih. d.Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.

B. Strategi Komunikasi

1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : Selamat sore ibu, masih ingat dengan saya suster A? Saya mahasiswa
dari POLTEKKES JAKARTA 3.
b. Evaluasi/validasi : Bagaimana keadaan bapak hari ini ?
c. Kontrak :
 Topik : Ibu saya ingin berbincang-bincang tentang cara makan yang baik.
 Waktu : Ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa ? Dan berapa lama ? Bagaimana
jika jam 16.00-16.10 WIB ?
 Tempat : Dimana kita akan berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang disini ?
 Tujuan : Kita berbincang-bincang agar kita saling mengenal.
2. Fase Kerja :
Ibu saya akan melatih bapak cara makan yang baik dan bersih. Tujuannya agar ibu tidak
kotor saat makan dan terlihat bersih. Sebelum ibu makan sebaiknya ibu mencuci tangan
terlebih dahulu supaya kuman yang ada pada tangan ibu tidak ikut termakan. Kemudian
ibu gunakan sendok dan garpu agar makanan yang ibu makan tidak terkontaminasi
dengan tangan ibu. Setelah ibu selesai makan, ibu mencuci tangan lagi tujuannya untuk
membersihkan sisa makanan yang menempel pada tangan ibu. Kemudian ibu masukkan
kegiatan ini dalam kegiatan harian ibu ya. Kalau ibu mengerjakannya sendiri beri tanda
M, kalau dibantu suster beri tanda B, kalau tidak dikerjakan beri tanda T.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
 Subjektif : Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
cara makan yang baik dan bersih.
 Objektif : Coba ibu sebutkan kembali cara makan yang baik dan bersih.
b. Rencana Tindak Lanjut : Saya harap ibu mengingat saya dan mempraktekkan cara makan
yang baik dan bersih dan jangan lupa masukkan dalam kegiatan harian.
c. Kontrak Yang Akan Datang :
 Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi tentang
cara eliminasi yang baik.
 Waktu : Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB selama
15 menit, apakah ibu setuju ?
 Tempat : Mau dimana besok kita berbincang-bincang, bagaimana kalau di tempat ini lagi
? Baiklah sampai bertemu lagi. Selamat sore ibu.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP Pasien)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI

Pertemuan ke: 2 Hari, tanggal :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sudah sebulan tidak mau makan.

2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri.

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara makan yang baik
c. Membantu pasien mempraktikkan cara makan yang baik
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

4. Tindakan Keperawatan
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
b. Menjelaskan cara makan yang tertib.
c. Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Ibu. Masih ingat dengan suster V? Seperti janji kita kemarin kita akan
ngobrol yang bertujuan untuk mengetahui cara makan yang baik. Apakah ibu bersedia?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Pagi tadi apakah sudah sarapan? Apakah sudah dipakai
apa yang telah kita latih kemarin? Bagaimana hasilnya?”
c. Kontrak :
 Topik
“Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara makan yang
benar.”
 Waktu
“Mau berapa lama kita berbincang-bincang? 15 menit saja cukup?”
 Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang ibu? Apakah ibu ingin di Teras depan?”
 Tujuan
“Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar dapat mengetahui bagaimana cara makan
yang baik.”

2. Fase Kerja
“Bagaimana kegiatan sebelum, saat, maupun sesudah makan? Dimana biasanya pada saat
makan?”
“Sebelum makan kita harus mencuci tangan menggunakan sabun. Mari kita praktikan, ya.”
“Bagus.”
“Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap, kita berdoa
dahulu.” “Mari kita makan.”
“Saat makan, kita harus menyuap makanan dengan pelan-
pelan.” “Bagus.”
“Setelah makan, kita bereskan piring dan gelas yang
kotor.” “Ya, benar seperti itu.”
“Selanjutnya kita akhiri dengan mencuci
tangan.” “Ya, bagus.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
 Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita makan bersama-sama?”
 Obyektif
“Ayo coba sebutkan kembali cara makan yang benar.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Setelah makan apa yang sebaiknya kita lakukan?”
“Hari-hari berikutnya saya berharap ibu dapat melakukan cara makan tadi dengan baik.”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik
“Besok kita bertemu untuk mendiskusikan jadwal kegiatan dalam kemampuan berdandan.”
 Waktu
“Besok kita akan bertemu pagi hari, ya. Apakah ibu bersedia?”
 Tempat
“Dimana tempat yang ibu ingin untuk kita bertemu besok?”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Pertemuan ke 3 Hari, tanggal :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien DS :
- klien mengatakan kotor dan bau serta rambut tidak
disisir. DO :
- klien terlihat kotor dan bau serta rambut tidak disisir.

2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan
Diri

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


a. Pasien dapat mengetahui pentingnya perawatan diri (Berdandan)
b. Pasien dapat mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri (Berdandan).
c. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri (Berdandani) dengan bantuan perawat
d. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri (Berdandan) secara mandiri
e. Pasien mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri (Berdandan)

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara berdandan yang benar
c. Membantu pasien mempraktikkan cara berdandan yang benar dan memasukkan
dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu!”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kondisi ibu hari ini? Apa ibu sudah mandi dan berdandan seperti sisir
rambutnya?”

c. Kontrak :
 Topik, Waktu, Tempat
“Baiklah ibu sesuai janji kita tadi, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang cara
mandi dan sisir yang benar dan cara mempraktekkannya? kita akan berbincang-bincang
selama 15 menit. Diteras ini ya pak!”

 Tujuan
“Tujuan dari perbincangan hari ini adalah agar ibu mengetahui pentingnya menjaga
kebersihan kebersihan badan serta menyisir rambut dan ibu dapat mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari ibu”.

2. Fase Kerja  sesuai dengan materi


“ibu coba suster mau tahu, bagaimana cara mandi? oya bagus sekali. Nah tetapi alangkah
lebih baik lagi ibu mandi dengan sabun agar bersih badannya. Begini ya bu sekarang suster
akan ajarkan cara membersihkan diri. Pertama ibu harus menggunkan sabun mandi saat
mau mandi, lalu di gosokkan ke badan ibu sampai bersih ke seluruh badan lalu ibu basuh
dan jangan lupa setelah mandi ibu sisir rambut nya agar terlihat cantik, wangi dan rapih.
Bagaimana penjelasan dari suster apa sudah bisa di pahami oleh ibu ? Selain itu jangan
lupa masukkan kegiatan ini kadalam jadwal kegiatan harian ibu. Ibu masih ingatkan cara
melakukannya? Wah hebat sekali bu!”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
 Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan suster?”
 Obyektif
“Nah, coba ibu jelaskan dan praktekkan kembali apa yang telah kita perbincangkan tadi.
Bagus bu, ternyata ibu masih ingat apa yang telah suster ajarkan.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Suster harap apa yang tadi suster ajarkan kepada ibu, ibu dapat mempraktekkan kembali
dan jangan lupa untuk memasukannya dalam jadwal kegiatan harian dan dilakukan 2 kali
dalam sehari yang telah suster ajarkan tadi.”

c. Kontrak yang akan datang


 Topik, Waktu, Tempat
“Ibu sudah tidak terasa sudah 15 menit kita berbincang-bincang. Bagaimana kalau besok
kita bertemu lagi untuk berbincang- bincang tentang cara melakukan perawatan diri ke 4 ,
bagaimana bu? ibu mau berbincang-bincang dimana? Oiya..kira-kira ibu mau berapa lama?
bagaimana kalau 15 menit? Setuju? Baik, sampai bertemu nanti ya bu….”
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.


LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL KHASANAH 31 SRI MERISKA MELIANA
15 NUR SOLIKAH 32 WAYS AL QORNI
16 RIAN PUSPITASARI 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial

B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat, 2009). Isolasi sosial adalah suatu
gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (Depkes RI dalam Yosep, 2009). Isolasi sosial adalah
kesepian yang dialami oleh individ dan dirasakan saat di dorong oleh keberadaan
orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA, 2012).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Yosep, 2009).

2. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan
dan meresa tertekan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas
keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti
berpisah
dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung,
merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons
menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen,
2007).

3. Rentang Respon Neurobiologis


Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari interaksinya
dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons
adaptif dengan maladaptif sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri
Merasa sendiri Menarik diri
Otonomi
Depedensi Ketergantungan
Bekerjasama
curiga Manipulasi
interdependen
curiga

Respons Adaptif
Respons adaptif yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam meyelesaikan
masalah.
a. Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif
Respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial.
Yang termasuk respon maladaptive adalah :
a. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain
b. Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain
c. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d. Curiga : seseorang gagagl mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

4. Patofisiologi

Pattern of Ineffective coping Lack of Development Stessor Internal and


parenting (Pola (Koping Individu task (Gangguan Tugas External
Asuh) Tidak Efektif) Perkembangan) (Stres Internal dan
Eksternal)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan menjalani Stres terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi hubungan intim dengan ansietas yang
dikehendaki kegagalan sesama jenis atau lawan berkepanjangan dan
(unwanted child) menyalahkan orang jenis, tidak mampu terjadi bersamaan
akibat kegagalan lain, mandiri dan dengan keterbatasan
KB, hamil diluar ketidakberdayaan, menyelesaikan tugas, kemampuan
nikah, jenis menyangkal tidak bekerja, bergaul, individu untuk
kelamin yang tidak mampu menghadapi bersekolah, mengatasinya.
di inginkan, kenyataan dan menyebabkan Ansietas terjadi
bentuk menarik diri dari ketergantungan pada akibat akibat
fisik kurang berpisah dengan
menawan lingkungan, terlalu orang tua, rendahnya orang terdekat,
menyebabkan tingginya self ideal ketahanan terhadap hilangnya pekerjaan
keluarga dan tidak mampu berbagai kegagalan. atau orang yang
mengeluarkan menerima realitas dicintai.
komentar- dengan rasa syukur.
komentar negative,
merendahkan,
menyalahkan anak.

Harga diri rendah

Isolasi
sosial
Pohon masalah

Resiko PSP : Halusinasi


Effect

Core Isolasi sosial

Causa Gangguan konsep diri : harga diri rendah

5. Penentuan diagnosa
Batasan karakteristik (NANDA 2012-2014)
a. Objektif
1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
3) Afek tumpul
4) Bukti kecacatan
5) Tidak ada kontak mata
6) Tindakan tidak berarti
7) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
8) Afek sedih
9) Ingin sendirian
10) Tidak komunikatif
11) Manarik diri
b. Subjektif
1) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2) Mengalami perasaan berbeda dari orang lain
3) Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain
4) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik
5) Mengungkapkan perasaan kesendirian yang didorong oleh orang lain
6) Mengungkapkan perasaan penolakan
7) Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
8) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural
yang dominan
C. Perumusan diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
Isolasi sosial : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Diagnosa Perencanaan
Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Isolasi sosial TUM ;
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain

TUK ;
1. Klien dapat 1. Klien dapat menungkapkan 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
membina perasaan dan keberadaanya secara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik;
hubungan saling verbal;  Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
percaya  Klien mau menjawab salam nonverbal
 Klien mau berjabat tangan  Perkenalkan diri dengan sopan
 Mau menjawab pertanyaan  Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
 Ada kontak mata yang disukai klien
 Klien mau duduk  Jelaskan tujuan pertemuan
berdampingan dengan perawat  Jujur dan tepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
 Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan klien
2. Klien dapat 2. Klien dapat menyebutkan 2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik
mengenal penyebab menarik diri yang diri dan tanda-tandanya
penyebab berasal dari : 2.2 Berikan kesempatan pada klien untuk
menarik diri  Diri sendiri mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
 Orang lain atau tidak mau bergaul
 Lingkungan 2.3 Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul dengan orang lain
2.4 Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasannya
3. Klien dapat 3. Klien dapat menyebutkan 3.1 Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan
menyebutkan keuntungan berhubungan dengan manfaat bergaul dengan orang lain
keuntungan orang lain, misalnya ; 3.2 Beri kesempatan pada klien untuk
berubungan  Banyak teman mengungkapkan perasaanya tentang keuntungan
dengan orang  Tidak kesepian berhubungan dengan orang lain
lain dan  Bisa berdiskusi 3.3 Diskusikan bersama klien tentang manfaat
kerugian tidak  Saling menolong berhubungan dengan orang lain
berhubungan Dan kerugian menarik diri, 3.4 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila
dengan orang misalnya tidak bergaul dengan orang lain
lain  Sendiri 3.5 Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan
 Kesepian perasaanya tentang keruguan tidak berhubungan
 Tidak bisa diskusi dengan orang lain
3.6 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
3.7 Beri pujian terhadap kemampuan klein
mengungkapkan perasaannya
4. Kien dapat 4. Klien dapat mendemonstrasikan 4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan
melaksanakan hubungan social secara bertahap dengan orang lain
hubungan sosial  Klien - Perawat 4.2 Dorong dan bantu klien untuk berhubungan
secara bertahap  Klien – Perawat - Perawat lain dengan orang lain melalui :
 Klien – Perawat - Perawat lain  Klien - Perawat
- Klien lain  Klien – Perawat - Perawat lain
 Klien - Kelompok kecil  Klien – Perawat - Perawat lain -Klien lain
 Klien –  Klien - Kelompok kecil
keluarga/kelompok/masyarakat  Klien – keluarga/kelompok/masyarakat kecil
kecil 4.3 Beri reinforcement terhadap keberhasilanyang
telah dicapai dirumah nanti
4.4 Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan klein
bersosialisasi
4.6 Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal ynag telah dibuat
4.7 Beri pujian terhadap kemampuan klein
memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang
dilaksanakan
5. Klien dapat 5. Klien dapat menjelaskan 5.1 Diskusikan dengan klien tentang perasaanya
menjelaskan perasaanya setelah berhubungan setelah berhubungan social dengan :
perasaanya social dengan :  Orang lain
setelah  Orang lain  Kelompok
berhubungan  Kelompok 5.2 Beri pujian terhadap kemampuan klien
sosial mengungkapkan perasaannya
6. Klien mendapat 6.1 Keluarga dapat menjelaskan tentang 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
dukungan : sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
keluarga dalam  Pengertian menarik diri menarik diri
memperluas  Tanda dan gejala menarik diri 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
hubungan sosial  Penyebab dan akibat menarik klien mengatasi perilaku menarik diri
diri 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang

 Cara merawat klien menarik  Pengertian menarik diri


diri  Tanda dan gejala menarik diri
6.2 Keluarga dapat mempraktekkan  Penyebab dan akibat menarik diri
cara merawat klien menarik diri  Cara merawat klien menarik diri
6.4 Latih keluarga cara merawat klein menarik diri
6.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan
6.6 Beri motivasi keluarga agar membantu klein
untuk bersosialisasi
6.7 Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya
merawat klien di rumah sakit
7. Klien dapat 7.1 Klien menyebutkan 7.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat, dan
memanfaatkan  Manfaat minum obat kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis,
obat dengan  Kerugian tidak minum obat cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan
baik  Nama, warna, dosis, efek obat
terapi, dan efek samping obat 7.2 Pantau klien saat penggunaan obat

7.2 Klien mendemonstrasikan 7.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan

pengunaan obat dengan benar benar

7.3 Klien menyebutkan akibat berhenti 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum oba tanpa

minum obat tanpa konsultasi konsultasi dengna dokter

dokter 7.5 Anjurkan klien untuk berkonsultasi kepada dokter


/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
STRATEGI PELAKSANAAN TIDAKAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Pertemuan : Pertama (1)


A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien : Senang menyendiri, kontak dengan klien lain
kurang,termenung. 2. Diagnosa keperawatan : ...................
3. Tujuan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan perawat mengunakan prisip
komunikasi terapeutik :
□Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
□Perkenalkan diri dengan sopan.
□Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
□Jelaskan tujuan pertemuan.
□Jujur dan menempati janji.
□Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
□Berikan perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda - tandanya :
□ Dirumah mbak “An” tinggal dengan siapa.
□ Siapa yang paling dekat dengan mbak “An”.
□ Apa yang membuat mbak “An” dekat dengannya.
□ Dengan siapa mbak “An” tidak dekat.
□ Apa yang membuat mbak “An” tidak dekat.
□ Apa yang harus mbak “An” lakukan agar dekat dengan seseorang.
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul.
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
1. Orientasi
a. Salam : Selamat pagi mbak,kenalkan nama saya deddy marsudy, panggil
saja saya deddy. Nama mbak siapa ? dan senang dioanggil apa ? saya akan
merawat mbak “An” pada shift pagi ini.
b. Evaluasi : apa yang terjadi dirumah sampai mbak “An” dibawa kemari ?
c. Kontrak : (topik, waktu, tempat)
Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang kejadian dirumah, agar saya
dapat membantu cara mengatasinya. Mbak “An” mau berapa lama bercakap –
cakap?
Bagaimana kalau 15 menit. Mbak “An” mau bercakap – cakap dimana?
Bagaimana kalau diruang makan.
2. Kerja
□ Dirumah mbak “An” tinggal dengan siapa?
□ Siapa yang paling dekat dengan mbak “An”
□ Apa yang membuat mbak “An” dekat dengannya?
□ Bagus, mbak “An” dapat menyebutkan yang membuat dekat gengan seseorang.
□ Dengan siapa mbak “An” tidak dekat?
□ Apa yang membuat mbak “An” tisak dekat/
□ Apa yang harus mbak “”An” lakukan agar dekat dengan seseorang?
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan mbak “An” setelah kita bercakap – cakap ?
b.Evaluasi objektif
Tersenyum,menatap perawat.
c. Tindak lanjut
Baik mbak “An” bagaimana kalau mbak “An” ingat – ingat kembali yang
menyebabkan anda dekat dengan seseorang dan siapa lagi kira – kira yang
dekat dengan mbak “An”.
d. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Bagaimana kalau nanti kita latihan berkenalan dengan orang lain. Mbak “An” mau
ketemu lagi jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 nanti. Mbak “An” mau bercakap
– cakap dimana ? bagaimana kalau disini lagi, oke.
STRATEGI PELAKSANAAN TIDAKAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Pertemuan : Kedua (2)


A. Proses keperawatan
1. kondisi klien : termenung, tersenyum denganperawat, memberi salam
pada perawat.
2. diagnosa keperawatan : ISOLASI SOSIAL
3. tujuan : klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
4. tindakan keperawatan
□ Kaji kemampuan klien membuna hubungan dengan orang lain.
□ Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui bertahap (klien-perawat).
□ Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicpai.
□ Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhitung.
□ Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
□ Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan diruangan.
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
selamat pagi mbak ‘An’
b. Evaluasi
Bagaimana perasaan mbak ‘An’ saat ini ?
c. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Mbak “An” ingat apa yang akan kita lakukan sekarang,sesuai janji kita tadi pagi
sekarang kita akan latiahan cara berkenalan antara mbak “An” dan saya. Tujuan
berkenalan agar mbak “An” mempunyai banyak teman. Mbak “An” mau berapa
lama bercakap-cakap? Bagaimana kalau 10 menit. Mbak “An” mau bercakap-cakap
dimana? Bagaimana kalau ruangan ini.
2. Kerja
□ Menurut mbak “An”, kalau kita berkenalan apa yang harus kita lakukan?
□ Perlukah kita berjabat tangan?
□ Perlukah kita berdiri?
□ Bagus sekali apa yang mbak “An” katakan.
□ Apa saja uyang akan kita lakukan?
□ Betul, kita akan menanyakan nama, nama panggilan, hobi, asal.
□ Bagaimana mbak “An”,kita coba.
□ Kenalkan nama saya Deddy Marsudy,senangnya dipanggil Deddy.
□ Nama mbak siapa? Senang dipanggil apa?
□ Hobi saya membaca buku, hobi mbak “An” apa?
□ Asal saya Bangka, asal mbak “An” darimana?
□ Bagaumana mbak,apakah mbak “An” mau mencoba?
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan mbak “An” setelah latihan cara berkenalan?
b. Evaluasi objekti
Mbak”An” sudah dapat melakukan cara berkenalan dengan lain.
Coba Sebutkan bagaimana cara berkenalan dengan orang lain?
c. Tidak lanjut
baik mbak “An”, bagaimana kalau mbak latihan berkenalan dengan teman-teman
mbak “An” yang ada diruangan. Mbak “An” mau berkenalan denganm siapa? Nanti
kalau ada kesulitan kita bicarakan lagi.
d. Kontrak
Bagaimana kalau nanti kita coba berkenalan denga teman-teman mbak “An” yang
diruangan. Mbak “An” mau ketemu lagi jam berapa? Mbagaimana kalau jam
11.00. mbak “An” mau bercakap-cakap dimana? Bagaimana kalau diruang makan
lagi.
STRATEGI PELAKSANAAN TIDAKAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Pertemuan : Ketiga (3)


A. Proses keperawatan
1. kondisi klien : tersenyum, menatap perawat, duduki dengan teman yang
lain. 2. diagnosa keperawatan :...................
3. Tujuan :
a.Klien dapat berkenalan dengan teman-teman di ruangan
b. Klien dapat menerapkan dalam kegiatan sehari-hari
4. tindakan keperawatan
a. observasi jadwal kegiatan klien
b. menganjurkan klien berkenalan dengan dua orang teman

B. Strategi pelaksanan tindakan keperawatan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi Mbak
“An”
b. Evaluasi
bagaimana perasaan saat ini ?, bagaimana latihannya ?, bagaimana jadwal kegiatannya
?
c. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Mbak An apa yang akan kita lakukan sekarang sesuai dengan janji kita tadi pagi
sekarang kita akan mencoba Mbak An berkenalan dengan teman-teman. Mbak An
mau berapa lam ? bagaiman kalau 10 menit. Coba sekarang Mbak An berkenalan
dengan teman.
2. Kerja
Apa saja yang Mbak lakukan ?
Apakah Mbak sudah bisa berkenalan dengan teman-teman ? bagus, teruskan ini
bisa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, sehingga Mbak punya banyak teman
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif : bagaiman perasan Mbak An berkenalan dengan teman-teman
b. Evaluasi obyektif : coba Mbak An sebutkan apa saja yang dipelajari selama
di rumah sakit.
c. Tidak lanjut :
d. Kontrak : Mbak An besok kita bicara lagi tentang obat-obat yang Mbak minum
dan manfaatnya. Mau ketemu jam berapa ? bagaiman kalu jam 9 ! dimana mau
ketemu ? diruangan ini saja !
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL 31 SRI MERISKA MELIANA
KHASANAH 32 WAYS AL QORNI
15 NUR SOLIKAH 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
16 RIAN PUSPITASARI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan

B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yan
dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2009).
Kekeraan adalah kekuaan fisik yang digunakan untuk meyerang atau
merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering
mengakibatkan cedera fisik ( Ann Isaacs, 2005 )
Menurut Iyus Yosep (2009) Perilaku kekeraan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain
Menurut Townsend 2000, amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang
bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan
sebagai perang atau menyerang.

2. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor predisposisi
Menurut Iyus Yosep (2009) faktor penyebab perilaku kekerasan meliputi
faktor predisposisi. Faktor predisposisi terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan presipitasi.
1) Faktor psikologis
a) Psychoanalytical theori
Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives
b) Frustasi-agresion theori
Teori di kembangkan oleh pengikut Freud yang mengatakan bahwa bila
usaha seseorang mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif
yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek yang menyebutkan frustasi.
2) Faktor sosial budaya
Sosial-learning theori, teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresi daat dipelajarari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkian untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap emosionalnyasecara agresif seuai dengan
respon yang dipelajarinya.
b. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injuri secara psikis, atau atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang ketika sseorng
merasa terancam, maka dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan perilaku
kekerasan terbagi dua, yakni:
1) Klien : kelemahan fisik,keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
2) Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.
c. Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan,
2) sering mengalami kegagalan,
3) kehidupan yang penuh tindakan agresif

3. Rentang Respon Marah


Menurut Iyus Yosep, 2009 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam
rentang adaptif maladaptif.

Respon adaptif Respons maladaptif


I-------------------I------------------I----------------------I----------------I
Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

a. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
c. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan
perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari
suatu tuntunan nyata.
d. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan /
panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman, melukai pada tingkat ringan sampa pada yang paling berat. Klien tidak
mampu mengendalikan diri.

4. Patofisiologi
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Yosep, 2009), mengidentifikasi pohon
masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :

Resiko tinggi mencederai orang lain


Effect

Core Perilaku kekerasan PSP : Halusinasi

Causa
Gangguan konsep diri Isolasi sosial
Inefektif proses terapi
: harga diri rendah

Koping keluarga tidak Berduka disfungsional


efektif
5. Penentuan diagnosa
Faktor Risiko (NANDA 2012-2014):
a. Ketersediaan senjata
b. Bahasa tubuh ( mis. Sikap tubuh kaku, mengepal jari dan rahang terkunci,
hipeaktifitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-engah, cara berdiri
mengnacam)
c. Kerusakan koqnitif (penurunan fungsi intelektual, gangguan defisit perhatian)
d. Riwayat penganiayaan pada masa anak-anak
e. Riwayat melakukan kekerasan tak langsung
f. Riwayat penyalahgunaan zat
g. Riwayat ancaman kekerasan
h. Riwayat menyaksikan prilaku kekerasan dalam keluarga
i. Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain
j. Riwayat perilaku kekerasan anti sosial
k. Impulsif
l. Pelanggaran kendaraan bermotor
m. Gangguan neurologis
n. Perilak bunuh diri

6. Penatalaksanaan Medik
Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika seseorang
mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu bukan
terbatas pada aspek jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai
kebutuhan manusia itu sendiri . menurut pandanga holistik, manusia juga tidak
terlepas dari lingkungannya, karena itu pengobatan yang dilakukan juga harus
memperlihatkan ketiga aspek tersebut sebagai suatu kesatuan. Adapun
penalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan
badan, biasanya dilakukan dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau psikofarma yaitu oabnat-obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada
otak
2) Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh
penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
3) Somatoterapi yang lain
a) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
b) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga
pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
b. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara
terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan
sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan
utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita,
mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta
untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
c. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan
pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini
terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya
keluarga. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah /
menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya
dengan mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang
lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.

C. Perumusan diagnosa keperawatan


Resiko perilaku kekerasan
Resiko : Aksis 7(Status Kesehatan)
Perilaku Kekerasan : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PERILAKU
KEKERASAN

Diagnosa Perencanaan
Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Resiko mencederai TUM ;
diri b/d perilaku Klien tidak
kekerasan mencederai diri
TUK 1 :  Klien mau membalas salam 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ;
Klien dapat  Klien mau menjabat tangan a. beri salam setiap kali berinteraksi
membina hubungan  Klien mau menyebutkan nama b. Perkenalkan nama, dan tujuan interaksi
saling percaya  Klien mau tersenyum c. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji

 Klien mau kontak mata setiap kali berinteraksi

 Klien mau mengetahui nama d. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi

perawat klien
e. Buat kotrak interaksi yang jelas
f. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
perasaan klien
TUK 2 :  Klien dapat mengungkapkan 2.1 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
Klien dapat perasaanya 2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
mengidentifikasi  Klien dapat mengungkapkan jengkel / kesal
penyebab perilaku perasaan jengkel / kesal (dari
kekerasan diri sendiri, lingkungan, atau
orang lain)
TUK 3 :  Klien dapat mengungkapkan 3.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
Klien dapat perasaan saat marah / jengkel dirasakan saat marah / jengkel
mengidentifikasi 3.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
tanda dn gejala 3.3 Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
perilaku kekerasan

TUK 4 :  Klien dapat mengungkapkan 4.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
Klien dapat perilaku kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal,pada diri
mengidentifikasi dilakukan sendiri, pada lingkungan dan pada orang lain)
perilaku kekerasan  Klien dapat bermain peran 4.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
yang biasa sesuai perilaku kekerasan yang kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan biasa dilakukan
 Klien dapat mengetahui cara 4.3 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
yang biasa dilakukan untuk lakukan masalahnya selesai.
menyelesaikan masalah

TUK 5 :  Klien dapat menjelaskan akibat 5.1 Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan
Klien dapat dari cara yang digunakan klien klien
mengidentifikasi : 5.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
akibat perilaku a. Akibat pada diri sendiri dilakukan oleh klien
kekerasan b. Akibat pada orang lain 5.3 Tanyakan kepada klien “ apakah ia ingin mempelajari
c. Akibat pada lingkungan cara baru yang sehat”
TUK 6 :  Klien dapat menyebutkan 6.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
Klien dapat contoh pencegahan perilaku 6.2 beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa dilakukan
mendemonstrasikan kekerasan secara fisik 6.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
cara fisik untuk a. Tarik nafas dalam untuk mencegah perilaik nafas dalamku kekerasan, yaitu
mencegah perilaku b. Pukul kasur dan bantal tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal
kekerasan c. Kegiatan fisik
d. dll 6.4 diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan klien
6.5 beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam
 klien dapat 6.6 minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5
mendemonstrasikan cara fisik kali
untuk mencegah perilaku 6.7 beri pujian positi atas kemampuan klien
kekerasan mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam
6.8 tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.9 anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari
saat marah / jengkel
6.10 lakukan hal yang sama untuk cara fisik yang lain
dipertemuan yang lain
6.11 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
 klien mempunyai jadwal untuk yang akan dilakukan sendiri oleh klien
melatih cara pencegahan fisik 6.12 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
yang telah dipelajari dipelajari
sebelumnya
6.13 klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
 klien mengevaluasi pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan
kemampuan dalam melakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian
cara fisik sesuai jadwal yang 6.14 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
telah disusun latihan
6.15 berikan pujian atas keberhasilan klien
6.16 tanyakan kepada klien “apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah”
TUK 7 :  klien dapat menyebutkan cara 7.1 Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
Klien dapat bicara (verbal) yang baik 7.2 Beri contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan dalam mencegah perilaku  Meminta dengan baik
cara sosial untuk kekerasan  Menolak dengan baik
mencegah perilaku a. meminta dengan baik  Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan b. menolak dengan baik
c. mengungkapkan perasaan
dengan baik
 klien dapat 7.3 Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan cara  Meminta dengan baik :
verbal yang baik ‘saya minta uang untuk beli makan”
 Menolak dengan baik
“maaf, saya tidak bisa melakukan karena ada
kegiatan lain”
 Mengungkapkan perasaan dengan baik
“saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan
“ disertai nada suara rendah
7.4 Minta klien untuk mengulang sendiri
7.5 beri pujian atas keberhasilan klien

 klien mempunyai jadwal untuk 7.6 diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
melatih cara bicara yang baik bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya meminta
obat, baju, dll ; menolak ajakan merokok, tidur tidak
tepat pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.7 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari
 klien melakukan evaluasi
terhadap kemampuan cara
bicara yang sesuai dengan 7.8 klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
jadwal yang telah disusun baik dengan mengisi jadwal kegiatan
7.9 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.10 beri pujian atas keberhasilan klien
7.11 tanyakan kepada klien “ bagaimana perasaan anda
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
TUK 8 :  klien dapat mneyebutkan 8.1 diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
Klien dapat kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
mendemonstrasikan dilakukan 8.2 bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
cara spiritual untuk dilakukan di ruag perawat
mencegah perilaku 8.3 bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
kekerasan dilakukan

 klien dapat 8.4 minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang


mendemonstrasikan cara dipilih
beribadah yang dipilih 8.5 beri pujian atas keberhasilan klien

 Klien mempunyai jadwal 8.6 klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
untuk melatih kegiatan ibadah mengisi jadwal kegiatan (self evaluasion)
 klien melakukan evaluasi 8.7 susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
terhadap kemampuan 8.8 klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
melakukan kegiatan ibadah mengisi jadwal kegiatan (self evaluasion)
8.9 validasi kemampuan klien dalam melakukan validasi
8.10 berikan pujian atas keberhasilan klien
8.11 tanyakan pada klien “bagaimana perasaan anda
setelah teratur melakukan melakukan ibadah?apakah
keinginan marah berkurang?’
TUK 9 :  klien dapat menyebutkan jenis, 9.1 diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
Klien dapat dosis dan waktu minum obat diminumnya (nama, warna, waktu minum obat, cara
mendemonstrasikan serta manfaat dari obat itu minum obat)
kepatuhan minum (prinsip 5 benar) : benar orang, 9.2 diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
obat untuk obat, dosis, waktu, dan cara secara teratur
mencegah perilaku pemberian  beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kekerasan minum obat
 jelaskan bahwa dosis obat hanya boleh diubah oleh
dokter
 jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
teratur, misalnya penyakitnya kambuh

 klien mendemonstrasikan 9.3 diskusikan tentang proses minum obat :


kepetuhan minum obat sesuai  klien meminta obat kepada perawat (jika dirumah
jadwal yang ditetapkan sakit), kepada keluarga (jika dirumah)
 klien memeriksa obat sesuai dosisnya
 klien meminum obat pada waktu yang tepat
9.4 susun jadwal minum obat bersama klien

 klien mengevaluasi 9.5 klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan


kemampuannya dalam mengisi jadwal kegiatan harian
mematuhi minum obat 9.6 validasi pelaksanaan minum obat klien
9.7 beri pujian atas keberhasilan klien
9.8 tanyakan kepada klien “ bagaimana perasaan anda
dengan minum obat secara teratur?”
TUK 10 :  klien mengikuti TAK : 1.
Klien dapat Stimulasi persepsi pencegahan
mengikuti TAK : perilaku kekerasan
Stimulasi persepsi
pencegahan
perilaku
kekerasan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU
KEKERASAN

Pertemuan I
Hari/tanggal : ……………
Nama Klien : Tn. ……..
Ruangan : …………….

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien datang ke Rumah Sakit diantar oleh keluarganya karena marah-marah dan
memecahkan jendela rumah
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. TUK (Tujuan Khusus)
1). Membina hubungan saling
percaya 2). Mengidentifikasi
penyebab marah
4. Tindakan Keperawatan
1).Bina hubungan saling percaya dengan teknik komunikasi
terapeutik 2).Diskusikan dengan klien kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
B. Strategi Komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Assalamu Alaikum, nama saya Zainal, saya mahasiswa Akper Parepare yang akan
merawat bapak selama seminggu mulai jam 7.30 s/d 14.00 setiap hari, namanya siapa
pak ?, senang dipanggil apa ?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? apa bapak sudah mandi ?
c. Kontrak
□ Topik : bagaimana kalau kita bincang-bincang tentang hal-hal yang
menyebabkan bapak marah”
□ Tempat : mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau ruangan perawat ?
□ Waktu : Mau berapa lama pak ? bagaimana kalau 10 menit ?
2. Fase Kerja
□ Apa yang membuat bapak memecahkan jendela di rumah ?
□ Apakah ada yang membuat bapak kesal ?
□ Apakah sebelumnya bapak pernah marah ?
□ Apa penyebabnya ? sama dengan yang sekarang ?
□ Baiklah jadi ada …..(sebutkan) penyebab bapak …. marah-marah

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?

b. Evaluasi Obyektif
“ Coba sebutkan 3 penyebab bapak… marah-marah !

c. Rencana Tindak lanjut


“ Baiklah, waktu kita sudah habis, nanti bapak….coba lagi mengingat penyebab marah
yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
□ Topik : Nanti akan kita bicarakan perasaan bapak pada saat marah dan cara
marah yang biasa bapak lakukan.
□ Tempat : mau dimana kita diskusi ? bagaimana kalau di ruang tamu ? mau pak
ya?
□ Waktu : kira-kira 30 menit lagi dari sekarang, Ass. Alaikum Wr.Wb, Sampai
nanti.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU
KEKERASAN

Pertemuan II
Hari/tanggal : ……………
Nama Klien : Tn. ……..
Ruangan : …………….

B. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien dapat menyebutkan penyebab marah
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. TUK (Tujuan Khusus)
3). Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan 4).Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan 5). Mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan
4. Tindakan Keperawatan
1).Anjurkan klien mengungkapkan yg dialami & dirasakan saat jengkel atau
kesal 2).Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
3). Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien

B. Strategi Komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Assalamu Alaikum, Bapak baru bangun ya?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini ?
‘ Apakah masih ada penyebab kemarahan lain yang bapak bisa ingat ?
c. Kontrak
□ Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan bapak…. Jika sedang marah
□ Tempat : mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau ruangan tamu ?
□ Waktu : Mau berapa lama pak ? bagaimana kalau 15 menit ?
2. Fase Kerja
□ Bapak ….pada saat dimarahi kakak, apa yang napak rasakan ?
□ Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar mandir ?
□ Lalu apa yang biasanya bapak……lakukan bila marah ?
□ Apakah sampai memukul atau hanya marah-marah ?
□ Bapak …. Coba dipraktekkan cara marah pada saya, Anggap saya adalah kakak yang
membuat bapak jengkel, wah bagus sekali (misalnya klien mempraktekkan dengan
memukul meja)
□ Nah… bagaimana perasaan bapak…..setelah memukul meja ?
□ Apakah masalah selesai ?
□ Apakah akibat dari perilaku bapak….Tadi?
□ Benar pak, tangan menjadi sakit, meja bias rusak, masalah tidak akan selesai & akhirnya
bapak dibawa ke Rumah sakit ini.
□ Bagaimana bapak …., maukah belajar cara mengungkapkan marah yg sehat, tdk
menyakiti orang lain, lingkungan dan diri sendiri
□ Baiklah, waktu kita sudah habis.

3.Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?
b. Evaluasi Obyektif
□ Apa saja tadi yang telah kita bicarakan ?
□ Benar, perasaan saat marah, apa saja tadi ? ya betul, lagi…..lagi….oke.
□ Dan akibat marah, apa saja ? ya betul,sampai dibawa ke Rumah Sakit
c. Rencana Tindak lanjut
“ Baiklah, sudah banyak yang telah kita bicarakan, nanti coba diingat-ingat lagi perasaan
bapak sewaktu marah, dan cara bapak bila marah serta akibat yang terjadi. Kalau di RS
ada yg membuat bapak ….. marah, langsung beritahu suster.

d. Kontrak
□ Waktu : Besok kita ketemu lagi, jam 09.00, bagaimana cocok ?
□ Tempat : Bagaimana kalau disini lagi?
□ Topik : Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat, sampai besok.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)

Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Townsend, Marry C. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

OLEH : KELOMPOK KEPUH PANDAK

1 AHMAD FANANI 18 SILVIA FAUZI TRI CAHYANI


2 SANTI ISWAHYUNI 19 SISWATI
3 AGUSTIN ARDIANTI 20 SYAIFUL ANSOR
4 ANDI USMANA 21 WIWIK WINARTI
5 ANIS KARISMA 22 YUSI KRISTANTI
6 DAYA PAMUJI 23 AGUS SUWANDITO
7 PRASETYO 24 A'ANG FAJAR RIZKI
8 EKA YULIA WULANDARI 25 DIAN EKA SARI RAHMAWATI
9 IKA APRILIA SUBIYANTO 26 ENDANG RISTIYOWATI
10 IKA SURYANI 27 HESTY RAHAYU NURPRAYOGI
11 INDAH WINARTI 28 LAILATUL ADHIMAH
12 LILIS SETYANI 29 MUKHLISIN
13 NIA EKA WULANDARI 30 PUPUT NOVEL INDAH LESTARI
14 NUR FARIDATUL KHASANAH 31 SRI MERISKA MELIANA
15 NUR SOLIKAH 32 WAYS AL QORNI
16 RIAN PUSPITASARI 33 WULAN FEBRIANI PUJI SRIGATI
17 RISSA FAUZIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa keperawatan
Risiko Bunuh Diri

B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Menurut Keliat (2005) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Bunuh diri bisa
terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan
tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan
akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan
bunuh diri, terdapat tiga macam perilaku bunuh diri (Keliat dan Akemat, 2009) :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/
tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat tinggi.
Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh
diri adalah sebagai berikut :
a. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago,
menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi
mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta
tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di
antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein
kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka
yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal
Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen
yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti
depresi di masa lalu.
Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat
menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung
beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan,
permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
b. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-
pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih
menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter
Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan
bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel
dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden
depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di
tahun-tahun
belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda
meninggal akibat bunuh diri.
c. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses
Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa
gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu,
walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh
faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang
berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga
terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat
memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang
masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula
memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu
biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat
kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori
dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak
menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai.
Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah
disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam
memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia
melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan
bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus),
seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang
pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan
meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.
d. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar
terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala
Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang
cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku
terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing
karena karena
tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di
sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir
akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh
keluarga.
Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena
kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah,
pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.
Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
e. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di
Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk
menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh
diri.
Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor
pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan,
atau karena tekanan-tekanan lain.
f. Faktor Religiusitas.
Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar
dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala
tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.

2. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah,
respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan

3. Jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu
dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma
kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat
atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada
pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

4. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri.
Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.

5. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
6. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri


destruktif tidak langsung

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri


secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya
yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

7. Patofisiologi
Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam
pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda lebalitas yang
dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri
harus ditanggapisecara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama menjadi
indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan
seperti
dengan pistol, mengantungkan diri atau loncat.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :
a. Ancaman bunuh diri
b. Upaya bunuh diri
c. Bunuh diri

pohon masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Effect

Core Resiko bunuh diri

Causa
Gangguan konsep diri : harga
diri rendah

8. Pemeriksaan diagnostik
Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi
resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen
suicide.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa
berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia
dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.

9. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan
pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak
selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak
tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau
terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya
hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti
depresan dan psikoterapi.

10. Penentuan diagnosa


Faktor Risiko (NANDA 2012-2014):
Perilaku :
a. Riwayat upaya bunuh diri sebelumnya
b. Impulsif
c. Perubahan sikap yang nyata
d. Perubahan perilkau yang nyata
e. Membeli obat dalam jumlah
banyak Demografik
a. Usia (mis. Lansia, pria dewasa muda, remaja)
b. Perceraian
c. Jenis kelamin pria
d. Ras (mis. Orang kulit putih, suku asli-amerika)
e. Janda /
duda Fisik
a. Nyeri kronis
b. Penyakit fisik
c. Penyakit
terminal Psikologis
a. Penganiayaan masa kanak-kanak
b. Riwayat bunuh diri dalam keluarga
c. Rasa bersalah
d. Remaja homoseksual
e. Gangguan psikiatrik
f. Penyakit psikiatrik
g. Penyalahgunaan zat
Situasional
a. Remaja yang tinggal di tatanan nontradisional
b. Ketidakstabilan ekonomi
c. Institusionalisasi
d. Tinggal sendiri
e. Kehilangan otonomi
f. Kehilangan kebebasan
g. Adanya senjata di dalam
rumah Sosial
a. Bunuh diri massal /berkelompok
b. Berduka
c. Tidak berdaya
d. Masalah disiplin
e. Putus asa
f. Masalah legal
g. Kesepian
h. Kehilangan hubungan yang penting
i. Isolasi
sosial Verbal
a. Menyatakan keinginan untuk mati
b. Mengncam untuk bunuh diri

C. Perumusan diagnosa keperawatan


Resiko perilaku kekerasan
Resiko : Aksis 7 (Status Kesehatan)
Bunuh diri : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko bunuh
diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh
diri Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh
diri Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan
perasaannya Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga
diri Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang
adaptif Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum : Klien tidak melakukan
kekerasan Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya. Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki. Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan Tujuan khusus :
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang
baik Tindakan :
1. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
2. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a. Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
c. Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
a. Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-
masing cara penyelesian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih baik
Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan
cara:
a. Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
b. Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas,
dan tali pinggang)
c. Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika
pasien mendapatkan obatnya.
d. Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN
PERTEMUAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
□ Pernah mencoba meminum cairan kimia pemutih baju
□ Mengatakan isyarat bunuh diri
□ Keadaan psikologi klien buruk
b. Data Obyektif
□ Sering menangis
□ Sering melamun
□ Tidak mau berkomunikasi
□ Sedih
□ Tidak berdaya
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan Keperawatan
a. Tujuan Umum
□ Klien dapat tetap aman dan selamat
b. Tujuan Khusus
□ Klien dapat mendapatkan perlindungan dari lingkungan
□ Klien dapat mengungkapkan perasaan
□ Klien dapat mengungkapkan penyelesaian masalah yang baik
4. Tindakan Keperawatan
□ Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien
□ Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
□ Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
□ Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
□ Salam: ” Selamat pagi.” Perkenalkan nama saya suster Rachel, saya adalah suster
yang akan merawat anda selama saya berada disini.” Nama anda siapa?” Lebih
senang dipanggil apa?” Baiklah saya panggil Siska saja ya?”
□ Evaluasi Validasi:” Bagaimana perasaan anda hari ini?” Apakah ada yang ingin
Siska ceritakan ke suster?” Siapa tau saya bisa membantu masalah yang sedang Siska
hadapi saat ini.”
□ Kontrak: “ Bagaimana Siska?” Apakah hari ini Siska ada waktu?” Bisakah kita
berbincang-bincang sebentar?” Siska maunya sekitar berapa lama?” Kalau sekitar 15
menit bagaimana Sis?” Baiklah kalau begitu saya setuju.” O ya Sis kita mau disini
saja atau ditempat yang lain?” OK, kalau Siska maunya disini saja.”
2. Fase Kerja
“ Siska, bagaimana perasaan Siska saat ini?” Apakah karena musibah yang menimpa Siska
saat ini, Siska adalah orang yang paling menderita didunia? “Apakah karena ini Siska
kehilangan kepercayaan diri?” Apakah Siska merasa bersalah atau mempersalahkan
diri sendiri?” Apakah Siska berniat untuk menyakiti diri Siska sendiri?” Apakah
Siska pernah mencoba bunuh diri?” Apa sebabnya?” Bagaimana caranya?” Apa yang
Siska Rasakan?” Baiklah tampaknya Siska membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan untuk mengkhiri hidup.” Siska, suster perlu memeriksa seluruh isi
kamar ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang dapat membahayakan Siska
ya?’”Karena Siska tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup Siska, saya tidak akan membiarkan Siska sendiri”. ”Apa yang Siska lakukan
jika keinginan bunuh diri muncul?”. ”Kalau keinginan itu muncul, Siska harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi Siska jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat,
keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.” ”Saya percaya
Siska dapat mengatasi masalah.”
3. Fase Terminasi
Evalauasi Subyektif: “ Bagaimana keadaan Siska hari ini setelah berbincang-bincang
dengan suster mengenai masalah yang Siska hadapi?”
Evaluasi Obyektif: “Coba, Siska ulangi apa saja yang suster beritau tadi kepada Siska, “
Ya, benar sekali ya Siska pintar sekali.”
Rencana Tindak Lanjut: “ Siska, nanti kalau siska ada keinginan untuk mengakhiri hidup
Siska, Siska bisa melakukan yang suster bilang tadi ya?” Menemui keluarga atau
perawat agar Siska tidak sendirian. Nanti siang suster akan kembali lagi untuk
menjelaskan bagaimana berharganya hidup Siska itu.” Bagaimana Siska?”
Kontrak:” Baiklah, karena waktu kita sudah habis, suster akan permisi dulu ya?” Nanti
siang Siska bisanya jam berapa?” Maunya dimana kita berbincang-bincang lagi?” Ok.
Baiklah suster permisi dulu ya.” Selamat Pagi!”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN
PERTEMUAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
□ Mengatakan isyarat bunuh diri
□ Keadaan psikologi klien buruk
b. Data Obyektif
□ Menangis
□ Suka melamun
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Tujuan Keperawatan
a. Tujuan Umum
□ Klien tetap dalam keadaan aman dan selamat
b. Tujuan Khusus
□ Klien dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki
□ Klien dapat berpikir positif tentang diri
□ Klien dapat mengetahui bahwa ia adalah individu yang berharga
4. Tindakan Keperawatan
□ Mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki oleh klien
□ Mengajarkan cara berpikir yang positif teradap klien
□ Mengajarkan kepada klien bahwa ia adalah individu yang berharga

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
Salam: “ Selamat siang Siska?” Masih ingat dengan suster kan?”
Evaluasi validasi: “ Bagaimana keadaan Siska siang ini?” Ada yang ingin diceritakan
kepada suster?”
Kontrak: Baiklah kalau tidak ada, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai
betapa berharganya hidup itu?” Siska maunya kita berapa lama berbincang-
bincangnya?” Bagaimana kalau 15 menit? Siska setuju?” Siska maunya dimana ? O,
ditaman saja ya?” Baiklah..
2. Fase Kerja
“Siska, dalam hidup Siska apa saja yang perlu Siska syukuri?” Siapa saja yang akan sedih
dan rugi kalau Siska meninggal?” Coba suster ingin tau dan ingin mendengar hal-hal
apa saja yang baik dalam kehidupan Siska?” Keadaan yang bagaimana yang dapat
membuat Siska merasa puas?” Iya suster liat kehidupan Siska baik kok.” Dan itu
patut Siska syukuri. “ Coba Siska sebutkan lagi kegiatan apa saja yang masih dapat
Siska lakukan selama ini?”. Bagaimana kalau kita latih kemampuan Siska?” Setuju
kan ?” YA, baik sekali Siska.”
3. Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif: “ Bagaimana perasaan Siska setelah kita berbincang-bincang?” Merasa
sedikit lega?”
Evaluasi Obyektif:” Coba Siska ulangi lagi apa saja kegiatan yang baik dalam kehidupan
Siska?” wah, bagus sekali Siska.”
RTL: “ Siska,tolong ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan Siska jika
terjadi dorongan mengakhiri kehidupan ya.” Bagus. Coba,ingat-ingat lagi hal-hal
lain yang masih Siska miliki dan perlu disyukuri! Besok jam 8 kita bahas tentang
cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya ya!” Selamat Siang”
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai