2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2004).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2006).
Halusinasi adalah keadaan dimana individu / kelompok beresiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah dan pola stimulasi yang datang (Carpenito, 2006).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata
(kusumawati dan hartono, 2010)
merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi :
halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap
gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya
secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah
b. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana
dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
d. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
e. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
a. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data
secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa
otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
c. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
d. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan
peran.
e. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau
5. Patofisiologi
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang tidak adekuat,
mengalami trauma, koping kelurga yang tidak efektif, hal-hal tersebut menyebabkan individu
mempunyai harga diri rendah, klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu
tersebut tidak ingin membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah klien
tersebut tidak terselesaikan.Dalam keadaan ini individu akan mengalami kecemasan, stress,
perasaan terpisah dan kesepian.
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 2005) dibagi menjadi empat tahapan yang
terdiri dari:
a. Tahap I ( Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusainasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi
klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada fikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
b. Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasaan
berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati. Karakteristik:
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut.
2) Mulai merasa kehilangan kontrol.
3) Menarik diri dari orang lain.
Karakteristik:
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi
b. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi).
c. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
. 7. Sumber koping
gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau
kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa
muda tentang ketrampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari
yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan
8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat
(Maramis,2004)
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
d. Terapi aktivitas
1) Terapi musik
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan
relaksasi musik yang disukai klien
2) Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi
dan kesenangan klien dalam kehidupan.
5) Terapi sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
6) Terapi kelompok
7) Terapi kelompok (Group therapy)
8) Terapi group (kelompok terapeutik)
9) Terapi aktivitas kelompok (Adjunctive group activity
therapy) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi
- Sesi 1 : Mengenal halusinasi
- Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
- Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
- Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
- Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
10) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like atmosphere)
9. Penentuan Diagnosa
Batasan Karakteristik (Lynda Juall C,2006)
Mayor
Tidak akuratnya interpretasi stimulus lingkungan dan/atau perubahan negatif dalam
jumlah atau pola stimulus yang datang.
Minor
- Disorientasi mengenai waktu atau tempat
- Perubahan perilaku atau pola komunikasi
- Halusinasi dengar atau halusinasi lihat
- Perubahan kemampuan memecahkan masalah
- Kegelisahan
- Peka rangsang
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi terhadap orang
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya.
DO :Klien tampak pasif,terlihat suka menyendiri,berbicara sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
3. TUK
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya
TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
TUK 1
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
TUK 2
- Mengidentifikasi jenis halusinasi
- Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Ada keluhan yang mas rasakan hari ini?”
c. Kontrak
Topik: “Baiklah, saya dengar mas sering mendengar suara-suara yang tak tampak wujudnya,
benar begitu? bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara tersebut.”
Waktu : “Berapa lama?? Bagaimana kalau 20 menit.
Tempat : “Dimana kita bisa bercakap-cakap?? Disini,di depan??”
2. Fase Kerja
“Apakah mas “D” mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara tersebut?
Apakah terus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering mas “D” dengar?
Berapa kali sehari? Biasanya pada keadaan apa suara itu muncul?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan mas “D” setelah kita berbincang tadi??”
b. Evaluasi obyektif
“Coba Mas jelaskan jenis halusinasi, isi halusinasi, waktu berhalusinasi, frekuensi,
situasi yang menimbulkan halusinasi, Apakah Mas masih ingat??”
Pertemuan : ke 2
Hari/Tanggal : -
Waktu :-
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sulit untuk mengontrol halusinasinya
DO : Klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
3. TUK 3
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Tindakan keperawatan
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap
dengan orang lain.
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2. Fase Kerja
“Bagaimana kalau kita belajar cara yang pertama dulu, yaitu dengan menghardik. Mau tidak
mas?? Caranya begini : saat suara itu muncul, langsung Mas “D” bilang ,”Saya tidak mau
dengar. Pergi..!! Kamu suara palsu.” Begitu di ulang-ulang terus sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Mengerti mas? Coba mas “D” peragakan. Nah begitu, bagus. Coba lagi. Ya
bagus, Mas “D” sudah bisa.” Sekarang mas kita akan belajar cara kedua untuk mencegah
halusinasi yang lain dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain jadi kalau mas mulai
mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk ngobrol dengan mas. Contohnya
begini: tolong saya mulai mendengar suara-suara ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang di rumah misalnya anak mas katakan : nak, ayo ngobrol dengan bapak, coba mas
lakukan seperti saya tadi lakukan . Ya begitu bagus! Nah, sekarang kita masukan ke dalam
jadwal harian mas ya?”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan mas setelah latihan ini?”.
b. Evaluasi obyektif : “Jadi sudah ada berapa cara yang mas pelajari untuk mencegah suara-
suara itu?,ya bagus sekali”.
5. Kontrak
Topik : “Baiklah mas besok saya akan datang lagi kita akan bahas cara mengendalikan
halusinasi dengan keluarga Mas”.
Waktu : “Mau jam berapa kita ketemu mas? Ya baiklah jam 09.00 saja”.
Tempat : “Tempatnya mau dimana mas? Di sini saja mas? Ya baiklah sampai ketemu besok
lagi ya mas!”.
STRATEGI PELAKSANAAN III
HALUSINASI
Pertemuan : ke 3
Hari/tanggal : -
Waktu :-
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sudah menghardik halusinasinya dan klien mengatakan dengan
berbincang-bincang halusinasinya tidak datang.
DO : klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
3. TUK 4
- Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
4. Tindakan keperawatan
- Melatih keluarga untuk mengetahui gejala halusinasi yang dialami pasien
- Melatih cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
- Melatih cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
- Memberi informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mas”.
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah suara-suara itu masih muncul? Apakah sudah
dipakai 2 cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya?
c. Kontrak
Topik : Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mengendalikan
halusinasi dengan keluarga Mas “D”.
Waktu : mau berapa lama kita berbincang-bincang? Apa 20 menit cukup?
Tempat : Tempatnya mau dimana mas? Baiklah disini saja.
Tujuan : agar Mas dapat mengontrol halusinasi dengan keluarga.
2. Fase Kerja
“Hari ini saya akan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga Mas tentang apa itu
halusinasi, memberikan informasi sumber pelayanan yang bisa di jangkau”, Apa keluarga
sudah mengerti? “Coba ulangi lagi penjelasan dari saya”.” selanjutnya saya akan melatih
keluarga bagaimana cara memutus halusinasi pasien, cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi dirumah, dan informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan?”apa
keluarga setuju?”oke baiklah”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan keluarga setelah kita latihan tadi?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba keluarga sebutkan kembali cara yang telah saya latih apabila halusinasi pasien itu
datang? Ya bagus sekali.”
5. Kontrak
Topik : Baiklah mas besok saya akan datang kembali untuk membahas cara mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat.
Waktu : mau jam berapa mas kita berbincang-bincang? Ya baiklah jam 10.00-10.15 WIB.
Tempat: Mau dimana kita ketemunya? Ya baiklah disini saja.
STRATEGI PELAKSANAAN IV
HALUSINASI
Pertemuan : ke 4
Hari/Tanggal : -
Waktu :-
A. Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien
DS : Klien mengatakan dengan bercakap-cakap halusinasinya tidak datang dan klien
mengatakan senang bercakap-cakap dengan perawat.
DO : Dengan melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan teman/perawat/keluarga, klien
tidak melamun lagi.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
3. TUK 5
- Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4. Tindakan Keperawatan
- Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
- Jelaskan pentingnya menggunakan obat secara teratur
- Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
- Jelaskan bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat
- Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,benar pasien,benar
cara,benar dosis,benar waktu).
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mas? Sesuai dengan janji saya kemarin,saya datang lagi ketempat ini.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini?Apa mas masih ingat 2 cara yang sudah saya latih
kemarin, cara untuk mengusir suara-suara? Apakah kedua cara tersebut sudah dimasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian mas?”
c. Kontrak
Topik : Sesuai janji saya kemarin,hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang
mas minum dan kita akan memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian mas.
Waktu : mau berapa lama kita berbincang-bincang? Apa 15 menit cukup?
Tempat : Tempatnya mau dimana mas? Baiklah disini saja.
Tujuan : Dari diskusi ini agar mas minum obat dengan prinsip 5 benar /agar mas mematuhi
cara minum obat.
2. Fase Kerja
“Mas adakah perbedaan setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suaranya masih
terdengar atau sudah hilang? Begini mas, obat ini berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan suara-suara yang selama ini mas dengar. Berapa macam yang mas minum??
(perawat menyiapkan obat pasien). Ini yang berwarna orange (CPZ) diminum 3 kali sehari
ya, jam 7 pagi, jam 1 siang dan 7 malam ya gunanya untuk menghilangkan suara-suara yang
mas dengar. (Pasien mengangguk-ngangguk). Ini yang putih (THP) diminum 3 kali sehari
juga, gunanya agar mas rileks dan tidak kaku. Kalau yang merah jambu ini (HP) 3 kali sehari
juga sama minumnya dengan yang putih dan orange, gunanya yang merah jambu ini untuk
menenangkan pikiran mas biar tenang. Kalau suaranya sudah hilang, minum obatnya tidak
boleh dihentikan ya, harus diminum sampai benar-benar habis, biar suara-suaranya tidak
muncul lagi. Kalau obatnya habis bisa minta ke dokter lagi, bisa juga dikonsultasikan. Kalau
berhenti minum obat, apa akibatnya pada mas. Begitu ya.. Pastikan juga kalau obat yang
diminum benar punya mas, jangan sampai keliru dengan orang lain. Mas juga harus banyak
minum air ya..”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang obat
tadi”
b. Evaluasi Objektif
“Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba mas sebutkan
kembali?
4. Rencana Tindak Lanjut
“Nanti mas jangan lupa minum obat agar suara-suara itu tidak datang lagi,kemudian mas bisa
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian mas.”
5. Kontrak
Topik : Baiklah mas pertemuan kita cukup sampai disini,besok saya datang lagi untuk
memastikan mas masih dengar suara-suara atau tidak kita akan berdiskusi tentang jadwal
kegiatan harian mas.
Waktu : Waktunya mau jam berapa mas? Jam 09.00-09.15,apa mas bersedia
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)
Kusumawati & Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:
EGC.
MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa keperawatan
Gangguan proses pikir : waham
B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,2005).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal (Stuart dan Sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkes RI, 2000).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan
biarpun dibuktikan kemustahilannya itu (W. F.Maramis 2006).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)
5. Patofisiologi
a. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan.
b. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang
menyalahartikan kesan terhadap kejadian
c. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative atau
tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal
d. Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang realita
pada diri sendiri atau orang lain.
Pohon masalah
6. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.
Diagnosa Perencanaan
Intervensi Raional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
TUM ;
Klien dapat
Gangguan Proses
berkomunikasi
pikir : waham
dengan baik dan
terarah
TUK 1 : Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ; Hubungan saling
Klien dapat Klien dapat a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal percaya akan
membina mengungkapkan maupun non verbal menimbulkan
hubungan saling perasaannya b. Perkenalkan diri dengan sopan kepercayaan klien pada
percaya Ekspresi wajah c. Tanya nama lengkap klien dan nama perawat sehingga akan
bersahabat pangilan yang disukai klien memudahkan dalam
Ada kontak mata d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
Menunjukkan rasa menepati janji selanjutnya.
senang e. Tunjukkan sikap empati dan
A. Kondisi Klien
Klien terlihat gelisah, curiga terhadap orang yang berada di sekelilingnya, kadang-
kadang klien berbicara sendiri dan berkata bahwa dirinya adalah Imam Mahdi yang
tahu bahwa kapan dunia akan kiamat, perhatian terhadap lingkungan sekitar menurun.
B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir
C. Tujuan Khusus 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain
D. Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Perkenalan diri dengan klien secara sopan
c. Sapa klien dengan ramah
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur & tepati janji
f. Beri perhatian kepada klien
g. Tunjukkan sikap empati kepada klien
E. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi :
Salam Terapeutik:
Selamat pagi,pak. Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Andika, bapak bisa panggil
saya Dika (sambil mengulurkan tangan kepada klien untuk berjabat tangan), saya perawat
disini yang akan membantu bapak selama dirawat di sini. Nah sekarang saya yang
bertanya ya pak? nama Bapak siapa?….,Oh Suwarno namanya bagus sekali, saya boleh
panggil
apa?…., Baiklah akan saya panggil pak
Imam. Evaluasi/validasi :
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bapak terlihat segar, tetapi apa yang membuat bapak
terlihat begitu curiga terhadap saya? Ceritakan apa yang mengganjal di pikiran bapak
sekarang? Baiklah semoga setelah bertemu dengan saya masalah bapak akan teratasi.
Begitu ya pak?
Kontrak:
Bapak, tujuan saya menemui bapak saat ini adalah ingin mengenal lebih dekat pak Imam
sehingga kita bisa saling kenal dan bapak bisa menceritakan segala masalah bapak selain
itu saya dapat membantu apa yang bapak disini. Bagaimana pak? Apakah bapak setuju?
Baiklah bagaimana kalau kita duduk di kursi teras depan? Berapa lama bapak mempunyai
waktu dengan saya? Bagaimana kalau 20 menit, cukup? Baiklah kalau begitu 15 menit
saja ya pak?
2. Fase Kerja :
Nah, tadi saya sudah menyebutkan nama saya, coba ulangi siapa nama saya? Lupa? Masih
sebentar kok sudah lupa? Saya ulangi lagi nama saya Andika, bapak bisa memanggil saya
Dika ya pak? Baiklah semoga bapak bisa mengenal saya, begitu pula sebaliknya sehingga
bapak bisa merasa nyaman bercerita kepada saya.
Bapak, mengapa bapak terlihat gelisah serta selalu berbicara sendiri tentang Imam Mahdi?
…. oh begitu ya pak? saya mengerti apa yang bapak maksudkan. Coba jelaskan darimana
bapak mendapatkan ilham bahwa bapak adalah seorang Imam Mahdi?
3. Fase Terminasi :
Evaluasi Subyektif :
Baiklah, saya rasa bapak sudah mulai terbuka dan merasa nyaman dengan kehadiran saya,
sekarang bagaimana perasaan bapak setelah bertemu dan bercerita dengan saya? Bagus,
rasa berharap bapak lebih bisa mengungkapkan perasaan bapak dan lebih terbuka dengan
harapan agar masalah bapak dapat teratasi.
Evaluasi Obyektif :
Nah, sekarang coba sebutkan lagi siapa nama saya? Bagus sekali. Mulai sekarang kalau
ketemu saya jangan lupa panggil saya dengan? Bagus.
Tindak Lanjut :
Baiklah, saya rasa perkenalan kita cukup sekian, kita sudah cukup saling mengenal saat
ini, Saya berharap setiap bapak bertemu dengan saya dan saat memerlukan bantuan saya,
bapak
mau memanggil saya supaya selama bapak di sini dapat bekerjasama dengan saya serta
bapak mampu sembuh kembali.
Kontrak yang akan datang :
Sekarang 15 menitnya sudah habis, berarti pertemuan kita disini juga sudah selesai. Nanti
pukul 11.00 sebelum makan siang saya akan datang kembali menemui bapak untuk
mendiskusikan masalah yang sedang bapak hadapi sekarang, nanti dimana kita bisa
bertemu kembali? Baiklah nanti kita bertemu lagi disini ya pak? Assalamualaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Tindakan Keperawatan
Interaksi Ke: II (Kedua)
Tanggal Pertemuan:…………………..
A. Kondisi Klien
Klien masih terlihat gelisah, mudah curiga terhadap orang yang berada di sekelilingnya,
kadang-kadang klien berbicara sendiri dan berkata bahwa dirinya adalah Imam Mahdi
yang tahu bahwa kapan dunia akan kiamat, perhatian terhadap lingkungan sekitar
menurun.
B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir
C. Tujuan Khusus 2:
Pasien dapat mengenal dan menjelaskan tentang waham yang merupakan salah satu
bentuk dari perubahan proses pikir
D. Tindakan Keperawatan:
a. Perlihatkan sikap penuh perhatian dan kepedulian
b. Validasi arti komunikasi dengan pasien
c. Bantu pasien mengidentifikasi perbedaan antara realita dan proses pikir internal
E. Strategi Komunikasi
4. Fase Orientasi:
Salam Terapeutik:
Assalamu’alaikum, Pak Imam. Bagaimana apakah Bapak sudah siap? Saat ini saya datang
lagi untuk menemui bapak sesuai dengan janji saya tadi. Sekarang sudah pukul 11.00.
Bagaimana Pak apakah dapat kita mulai?
Evaluasi:
Bagaimana perasaan bapak saat ini? Bapak, apakah masih ingat nama saya? Bagus, seratus
untuk bapak. Oh iya. Pak Imam apakah sudah makan? Kalau begitu nanti setelah
pertemuan kita ini bapak langsung ke ruang makan ya pak.
Kontrak:
Pak Imam, punya waktu berapa menit? Baiklah kalau begitu. 15 menit ya pak.
Tempatnya apakah sama seperti tadi atau kita ngobrolnya di ruang makan? Baiklah
kalau begitu kita keruang makan ya pak sekarang.
5. Fase Kerja:
Bapak, bolehkah saya bertanya? Apakah yang bapak rasakan saat ini? Bapak, sebenarnya
nama bapak adalah Suwarno tetapi mengapa bapak menamakan diri Imam Mahdi?
Bapak, sebenarnya Imam Mahdi itu akan datang ketika dunia akan kiamat, nah sekarang
kiamat itu hanya Allah yang tahu. Apakah bapak sepandapat dengan saya? Bapak, apa
yang membuat bapak menamakan diri Imam Mahdi? Bapak, Sekarang Bapak mengalami
suatu gangguan proses pikir yang dinamakan waham. Waham adalah gangguan proses
pikir terhadap realita yang meyakini sesuatu yang salah. Nah, sekarang bapak coba
bertanya pada teman saya ini “siapakah nama saya”? Pak, benarkan apa yang saya
bilang, nama bapak adalah Suwarno. Bagaimana kalo mulai sekarang bapak saya panggil
dengan nama pak Suwarno? Baiklah, kalau begitu.
6. Fase Terminasi:
Evaluasi Subyektif:
Baiklah saya rasa bapak sudah mulai mengenal tentang realita atau kenyataan yang
ada.Bagaimana perasaan bapak setelah pertemuan kita kali ini? Ok, kalau begitu apakah
nanti bapak mau bertemu saya lagi untuk membahas masalah bapak?
Evaluasi Obyektif:
Sekarang coba sebutkan apa yang dimaksud dengan waham? Benar sekali, apakah bapak
sudah paham tentang yang bapak alami sekarang? Baiklah kalau bapak ada masalah
dengan penjelasan saya tadi bapak dapat menemui saya.
Tindak Lanjut:
Saya rasa bapak sudah banyak memahami isi pembicaraan kita kali ini. Saya berharapa
agar setiap masalah yang bapak hadapi selalu mendiskusikannya dengan saya. Agar
masalah bapak dapat segera teratasi
Kontrak yang akan datang:
Wah, pak sepertinya bau soto sudah mengundang selera ya? Apakah sekarang bapak sudah
lapar? Yah, memang waktunya sudah habis pak, sesuai dengan perjanjian kita tadi yaitu 15
menit. Bagaimana pak kapan kita bisa ketemu lagi? Baiklah kalu besok. Jam berapa pak?
Ok, jam 08.00 ya pak nanti saya jemput di kamar bapak ya? Nanti kita akan membahas
masalah waham dan realita. Baiklah sekian pertemuan kita kali ini tapi ingat pesan saya
pak ya! Selalu mendiskusikan masalah yang bapak hadapi. Terima kasih atas waktunya.
Selamat makan siang. Assalamualaikum pak Suwarno.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Tindakan Keperawatan
Interaksi Ke: III (Ketiga)
Tanggal Pertemuan:…………………..
A. Kondisi Klien
Klien masih terlihat gelisah, atensi terhadap lingkungan menurun, klien sering
berbicara sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir
C. Tujuan Khusus 3:
Pasien dapat membedakan antara pikiranwaham dengan realita
D. Tindakan Keperawatan:
a. Bantu pasien menghubungkan masalahnya dengan realita yang ada
b. Fokus dan kuatkan pada realita
c. Bantu pasien mengungkapkan secara verbal perasaannya
E. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi:
Salam Terapeutik:
Assalamu’alaikum, Selamat pagi Pak Suwarno. Bagaimana kabar Bapak hari ini? Bagaimana
tidurnya seamalam pak? Sekarang saya menapati janji saya yang kemarin yaitu akan
mengajak bapak berdiskusi masalah waham dan realita. Bagaimana Apakah bapak sudah
siap? Bagus. Kita ngobrol dimana pak? Dibawah Pohon yang rindang itu saja ya? Ok.
Evaluasi:
Bagaimana perasaan bapak saat ini? Bapak, apakah masih ingat nama saya? Bagus, Bapak
masih hafal nama saya. Oh iya. Pak Imam apakah sudah sarapan pagi? Dengan lauk dan
sayur apa pak? Wah enak sekali ya pak? Ngomong-ngomong bapak apakah masih ingat
apa yang disebut waham itu? Baiklah saya akan menjelaskannya kembali.
Kontrak:
Pak Suwarno, kali ini bapak punya waktu berapa menit? Baiklah kalau begitu. 15 menit
ya pak. Dibawah pohon ini saja ya pak?
2. Fase Kerja:
Bapak, apakah yang bapak rasakan beberapa hari terakhir ini? Oh begitu ya? Nah,
sekarang saya jelaskan kembali apa yang disebut waham itu. Waham adalah suatu
pemikiran yang salah terhadap realita yang ada. Misalnya seperti menganggap diri adalah
seorang yang sangat ditakuti oleh bayak orang yang pada kenyataannya tidak begitu. Pak
apakah bapak masih ingat siapa nama bapak sebenarnya? Wah seratus pak! Nah sekarang
saya tanya, sebenarnya siapa kah yang bapak sebut Imam Mahdi? Nah berarti dalam diri
bapak ada dua oarang dong? Padahal dalam diri setiap orang hanya ada satu. Berarti bapak
adalah pak Suwarno bukan Imam Mahdi. Saya tahu yang bapak maksudkan. Tapi
sebenarnya yang bapak alami sama dengan yang saya maksudkan tadi jadi bapak
sebenarnya adalah pak Suwarno. Baiklah kalo begitu. Saya paham apa yang bapak
inginkan. Tapi yang perlu diketahui bahwa saat ini yang namanya Imam Mahdi tidak ada,
dan yang tahu mengenai hari kiamat adalah Allah SWT. Begitu pak ya?
3. Fase Terminasi:
Evaluasi Subyektif:
Ok, saya rasa bapak sudah sedikit mengenal tentang waham dan realita dan bapak sudah
mengenal siapakah bapak sebenarnya
Evaluasi Obyektif:
Sekarang coba sebutkan apa yang dimaksud dengan waham? Benar sekali, apakah bapak
sudah paham tentang yang bapak alami sekarang? Baiklah kalau bapak ada masalah
dengan penjelasan saya tadi bapak dapat menemui saya.
Tindak Lanjut:
Baiklah pak saya rasa bapak sudah mampu membedakan antara waham dengan realita
nah, saya ingatkan lagi kalau bapak ada masalah tolong paka menemui saya. Bagaimana
pak? Sekarang tos dulu pak. Nah ok.
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa . Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.
Isaac S,Ann . 2004 . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)
Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Pencapaian ideal diri
atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia.(Budi Ana
Keliat, 2002).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.(Keliat, 2011).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 2002 ).
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan
Sundeen, 2002
:227). Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (2002:352) bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif
mengenai diri atau kemampuan diri.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah
adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan
gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung,
penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
3. Rentang Respon
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat
dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaptif. Rentang respon individu terhadap konsep dirinya dapat dilihat pada
gambar berikut.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Aktualisasi diri Konsep-diri Harga diri Kerancuan Identitas Depersonalisasi
Positif rendah
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan
menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan,
perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri,
keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak – kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang
lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya (Stuart & Sundeen, 1998).
Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain,
dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
4. Patofisiologi
Diawali dengan individu merasa malu terhadap diri sendiri karena kegagalan
yang dialaminya. Kemudian akan merasa bersalah akan dirinya sendiri, menyalahkan
atau mengejek diri sendiri karena menganggap bahwa dirinya tidak berarti. Setelah
individu merasa dirinya tidak berguna maka akan mengasingkan diri kemudian individu
mengalami rasa kurang percaya diri dan individu sukar untuk mengmbil keputusan bagi
dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan individu bisa menarik diri, mengalami
halusinasinya mencederai diri sendiri atau orang lain. Tanda – tanda tersebut merupakan
akibat dari harga diri rendah
Pohon masalah
Etiologi
Gangguan citra tubuh
5. Penentuan diagnosa (NANDA 2012-2014)
a. Harga diri rendah kronik
Definisi : evaluasi diri / perasaan negatif tentang diri sendiri atau kecakapan diri
yang berlangsung lama
Batasan karakteristik :
Bergantung pada pendapat orang lain
Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
Melebih-lebihkan umpan balik negatif terhadap diri sendiri
Secara berlebihan mencari penguatan
Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup
Enggan mencoba situasi baru
Enggan mencoba hal baru
Perilaku bimbang
Kontak mata kurang
Perilaku tidak asertif
Pasif
Sering kali mencari penegasan
Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
Ekspresi rasa bersalah
Ekspresi rasa malu
b. Harga diri rendah situasional
Definisi : perkembangan persepsi negatif tentng harga diri sebagai respons
terhadap situasi saat ini
Batasan karakteristik :
Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi situasi
Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
Perilaku bimbang
Perilaku tidak asertif
Secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini terhadap harga diri
Ekspresi ketidakberdayaan
Ekspresi ketidakbergunaan
Verbalisasi meniadakan diri
Diagnosa Perencanaan
Intervensi Raional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
HARGA DIRI TUM ;
RENDAH Harga diri klien
KRONIS meningkat
TUK 1 : Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ; Hubungan saling
Klien dapat Klien dapat a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal percaya akan
membina mengungkapkan maupun non verbal menimbulkan
hubungan saling perasaannya b. Perkenalkan diri dengan sopan kepercayaan klien pada
percaya Ekspresi wajah c. Tanya nama lengkap klien dan nama perawat sehingga akan
bersahabat pangilan yang disukai klien memudahkan dalam
Ada kontak mata d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
Menunjukkan rasa menepati janji selanjutnya
senang e. Tunjukkan sikap empati dan menerima
Mau berjabat tangan klien apa adanya
Mau menjawab salam f. Beri perhatian pada klien
Klien mau 1.2 Beri kesempatan untuk mengungkapkan
duduk
berdampingan perasaannya tentang penyakit yang
dideritanya
Klien mau
1.3 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
mengutarakan masalah
1.4 Katakan pada klien bahwa ia adalah
yang dihadapi
seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta
mampu menolong dirinyan sendiri
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif Pujian akan
Klien dapat Klien mampu yang dimiliki klien dan beri pujian / meningkatkan harga
mengidentifikasi mempertahankan aspek reinforcement atas kemampuan diri klien
kemampuan dan yang positif mengungkapkan perasaannya
aspek positif 2.2 Saat bertemu klien, hindarkan memberi
yang dimiliki penilaian negatif. Utamakan memberi
pujian yang realistik.
TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Diskusikan kemampuan klien yang masih Peningkatan
Klien dapat Kebutuhan klien dapat digunakan selama di rumah sakit kemampuan
menilai terpenuhi 3.2 Diskusikan juga kemampuan yang dapat mendorong klien untuk
kemampuan Klien dapat melakukan dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit mandiri
yang dapat aktivitas terarah dan dirumah nanti
digunakan
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang Pelaksanaan kegiatan
Klien dapat Klien mampu dapat dilakukan setiap hari sesuai secara mandiri modal
menetapkan dan beraktivitas sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan awal untuk
merencanakan kemampuan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan meningkatkan harga
kegiatan sesuai Klien mengikuti terapi bantuan total diri
dengan aktivitas kelompok 4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan toleransi kondisi klien
yang dimiliki 4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan (sering klien takut
melaksanakannya)
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 5.1 Beri kesempatan klien untuk mencoba Dengan aktivitas klien
Klien dapat Klien mampu kegiatan yang direncanakan akan mengetahui
melakukan beraktivitas sesuai 5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien kemampuannya
kegiatan sesuai dengan kemampuan 5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
kondisi dan rumah
kemampuannya
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga Perhatian keluarga dan
Klien dapat Klien mampu tentang cara merawat klien harga diri pengertian keluarga
memanfaatkan melakukan apa yang rendah akan dapat membantu
system diajarkan 6.2 Bantu keluarga member dukungan selama meningkatkan harga
pendukung yang Klien mau memberikan klien dirawat diri klien
ada dukungan 6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
dirumah
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke :I
Nama perawat pelaksana :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka
menyendiri, tampak sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara
lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Tujuan umum : mengatasi gangguan harga diri rendah klien.
4. Tujuan khusus:
Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
5. Tindakan Keperawatan
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : II
Nama perawat pelaksana :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
2. klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
4. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
5. Tujuan khusus:
Tuk 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
6. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif.
c. Berikan pujian yang realistic
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
Dx / SP ke / Pertemuan ke :
III Nama perawat pelaksana
:
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 3 : Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
5. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki
b. Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit
c. Diskusikan dengan klien kemempuan yang masih belum disebutkan, tapi ada.
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : IV
Nama perawat pelaksana :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 4 : Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
5. Tindakan Keperawatan
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan. buat jadwal :
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan
c. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan dirumah sakit
d. Bantu klien melakukannya, kalau perlu beri contoh
e. Beri pujian atas kegiatan dan keberhasilan klien
f. Diskusikan jadwal kegiatan harian atau kegiatan yang telah dilatih
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke :V
Nama perawat pelaksana :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 5 : Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
5. Tindakan Keperawatan
a. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilannya.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi..Masih ingat dengan saya ?
b. Validasi
Bagaimana perasaan…hari ini ? Apakah…masih ingat apa yang kita bicarakan kemarin.
Bagaimana kegiatan hari ini ? Tetap terlaksana ? Bagus,…Tadi pagi sudah melakukan
apa saja ? Sesuai tidak dengan jadwal yang telah kita buat ?
c. Kontrak
Baiklah, sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan bicarakan tentang kegiatan
apa saja yang akan kita coba hari ini ? Menurut…dimana kita mau berbincang-bincang ?
Bagaimana kalau di…? Mau berapa lama…? bagaimana kalau…menit.
FASE KERJA
- Menanyakan pada klien tentang kegiatan yang mampu dilakukan ?
- Menawarkan pada klien kegiatan lain yang mungkin dilakukan.
- Diskusikan dengan klien tentang kegiatan yang mampu dilakukan.
- Beri reinforcement atas pelaksanaan tindakan.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan…setelah dapat melakukan kegiatan tersebut?
b. Evaluasi Obyektif
- Klien mampu melakukan jadwal kegiatan harian yang telah dibuat.
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, untuk selanjutnya…tetap melaksanakan kegiatan yang telah dibuat tadi.
Bagaimana kalau setelah pulang nanti, apa saja yang telah kita jadwalkan tersebut,
tetap….laksanakan. Kalau ada kesulitan selama di sini, saya siap membantu.
3. Kontrak
Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi ? Bagaimana kalau besok kita bahas tentang
manfaat sistem pendukung, baik yang ada pada…dan keluarga. Menurut…kita bincang-
bincang jam berapa? Mau dimana? Bagaimana kalau di…? Berapa lama? Bagaimana
kalau…menit ? Baiklah sampai nanti…
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari/tanggal :
Nama klien :
No. MR :
SP ke / Pertemuan ke : VI
Nama perawat pelaksana :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendaH
3. Tujuan umum
mengatasi gangguan harga diri rendah klien
4. Tujuan khusus:
Tuk 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
5. Tindakan Keperawatan
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Membantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Membantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
FASE ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
Selamat pagi…Masih ingat dengan saya ?
b. Validasi
Menurut pendapat bapak / ibu setelah dirawat disini beberapa hari, bagaimana kondisi…
c. Kontrak
Apakah bapak/ibu bersedia mendiskusikan masalah…dengan saya. Menurut bapak/ibu
kita berbincang-bincang dimana ? Bagaimana kalau disini ? Mau berapa lama ?
Bagaimana kalau…menit ?
FASE KERJA
- Menceritakan kondisi klien selama dirawat pada keluarga dan perkembangannya. Jadi
begini ya pak / ibu, Harga Diri Rendah adalah suatu keadaan yang digambarkan dengan
perasaan negatif terhadap diri sendiri hilang kepercayaan diri dan merasa gagal dalam
mencapai keinginan. Adapun penyebabnya adalah pengalaman masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan, karena tuntutan pekerjaan, tekanan dari kelompok sebaya,
sedangkan tanda dan gejalanya yaitu menarik diri dari lingkungan, merasa diri bersalah,
mengurung diri, cemas, sikap negatif terhadap diri sendiri dsb.
- Mendiskusikan dengan keluarga kemungkinan peran serta keluarga merawat d
RS maupun dirumah.
- Memotivasi keluarga untuk berperan dalam perawatan klien.
- Memberikan reward atas kemampuan dan kemauan keluarga dalam
mendukung perawatan klien.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi?
b. Evaluasi Obyektif
Coba ibu atau bapak ulangi lagi, penyebab dan tanda gejala gangguan konsep diri
harga diri rendah ? Bagus sekali
2. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, berhubung bapak/ibu sudah mengerti tentang perawatan…Mulai sekarang,
coba bapak /ibu mengingatkan dan mendukung kegiatan yang dilakukan…Dan
bapak/ibu harus selalu mendukung…
3. Kontrak
Nanti kalau sudah pulang jangan lupa kontrol kesehatan. Minum obat teratur,
dan mencegah agar tanda-tanda harga diri rendah tidak muncul
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA dan Akemat. 2011. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Keliat, BA, Panjaitan RA, Helena N. 2002. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Stuart, Sundeen, S.J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa(terjemahan), Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Townsend, MC. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psiaktri:
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
B. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan, berhias diri, dan eliminasi (buang air besar dna buang air kecil ) secara mandiri
(Keliat, 2009).
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Pengetahuan
4) Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
5. Patofisiologi
6. Mekanisme koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi
:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif
:
- Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju, klien mengatakan tidak
mau menyisir.
Data objektif :
- Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, baju agak kotor, bau dan menolak diajak mandi.
2. Diagnosa Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b.Menjelaskan cara makan yang baik dan
bersih.
c.Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik dan
bersih. d.Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : Selamat sore ibu, masih ingat dengan saya suster A? Saya mahasiswa
dari POLTEKKES JAKARTA 3.
b. Evaluasi/validasi : Bagaimana keadaan bapak hari ini ?
c. Kontrak :
Topik : Ibu saya ingin berbincang-bincang tentang cara makan yang baik.
Waktu : Ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa ? Dan berapa lama ? Bagaimana
jika jam 16.00-16.10 WIB ?
Tempat : Dimana kita akan berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang disini ?
Tujuan : Kita berbincang-bincang agar kita saling mengenal.
2. Fase Kerja :
Ibu saya akan melatih bapak cara makan yang baik dan bersih. Tujuannya agar ibu tidak
kotor saat makan dan terlihat bersih. Sebelum ibu makan sebaiknya ibu mencuci tangan
terlebih dahulu supaya kuman yang ada pada tangan ibu tidak ikut termakan. Kemudian
ibu gunakan sendok dan garpu agar makanan yang ibu makan tidak terkontaminasi
dengan tangan ibu. Setelah ibu selesai makan, ibu mencuci tangan lagi tujuannya untuk
membersihkan sisa makanan yang menempel pada tangan ibu. Kemudian ibu masukkan
kegiatan ini dalam kegiatan harian ibu ya. Kalau ibu mengerjakannya sendiri beri tanda
M, kalau dibantu suster beri tanda B, kalau tidak dikerjakan beri tanda T.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subjektif : Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
cara makan yang baik dan bersih.
Objektif : Coba ibu sebutkan kembali cara makan yang baik dan bersih.
b. Rencana Tindak Lanjut : Saya harap ibu mengingat saya dan mempraktekkan cara makan
yang baik dan bersih dan jangan lupa masukkan dalam kegiatan harian.
c. Kontrak Yang Akan Datang :
Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi tentang
cara eliminasi yang baik.
Waktu : Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB selama
15 menit, apakah ibu setuju ?
Tempat : Mau dimana besok kita berbincang-bincang, bagaimana kalau di tempat ini lagi
? Baiklah sampai bertemu lagi. Selamat sore ibu.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP Pasien)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sudah sebulan tidak mau makan.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri.
4. Tindakan Keperawatan
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
b. Menjelaskan cara makan yang tertib.
c. Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Ibu. Masih ingat dengan suster V? Seperti janji kita kemarin kita akan
ngobrol yang bertujuan untuk mengetahui cara makan yang baik. Apakah ibu bersedia?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Pagi tadi apakah sudah sarapan? Apakah sudah dipakai
apa yang telah kita latih kemarin? Bagaimana hasilnya?”
c. Kontrak :
Topik
“Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara makan yang
benar.”
Waktu
“Mau berapa lama kita berbincang-bincang? 15 menit saja cukup?”
Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang ibu? Apakah ibu ingin di Teras depan?”
Tujuan
“Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar dapat mengetahui bagaimana cara makan
yang baik.”
2. Fase Kerja
“Bagaimana kegiatan sebelum, saat, maupun sesudah makan? Dimana biasanya pada saat
makan?”
“Sebelum makan kita harus mencuci tangan menggunakan sabun. Mari kita praktikan, ya.”
“Bagus.”
“Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap, kita berdoa
dahulu.” “Mari kita makan.”
“Saat makan, kita harus menyuap makanan dengan pelan-
pelan.” “Bagus.”
“Setelah makan, kita bereskan piring dan gelas yang
kotor.” “Ya, benar seperti itu.”
“Selanjutnya kita akhiri dengan mencuci
tangan.” “Ya, bagus.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita makan bersama-sama?”
Obyektif
“Ayo coba sebutkan kembali cara makan yang benar.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Setelah makan apa yang sebaiknya kita lakukan?”
“Hari-hari berikutnya saya berharap ibu dapat melakukan cara makan tadi dengan baik.”
c. Kontrak yang akan datang
Topik
“Besok kita bertemu untuk mendiskusikan jadwal kegiatan dalam kemampuan berdandan.”
Waktu
“Besok kita akan bertemu pagi hari, ya. Apakah ibu bersedia?”
Tempat
“Dimana tempat yang ibu ingin untuk kita bertemu besok?”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien DS :
- klien mengatakan kotor dan bau serta rambut tidak
disisir. DO :
- klien terlihat kotor dan bau serta rambut tidak disisir.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan
Diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara berdandan yang benar
c. Membantu pasien mempraktikkan cara berdandan yang benar dan memasukkan
dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu!”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kondisi ibu hari ini? Apa ibu sudah mandi dan berdandan seperti sisir
rambutnya?”
c. Kontrak :
Topik, Waktu, Tempat
“Baiklah ibu sesuai janji kita tadi, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang cara
mandi dan sisir yang benar dan cara mempraktekkannya? kita akan berbincang-bincang
selama 15 menit. Diteras ini ya pak!”
Tujuan
“Tujuan dari perbincangan hari ini adalah agar ibu mengetahui pentingnya menjaga
kebersihan kebersihan badan serta menyisir rambut dan ibu dapat mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari ibu”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan suster?”
Obyektif
“Nah, coba ibu jelaskan dan praktekkan kembali apa yang telah kita perbincangkan tadi.
Bagus bu, ternyata ibu masih ingat apa yang telah suster ajarkan.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Suster harap apa yang tadi suster ajarkan kepada ibu, ibu dapat mempraktekkan kembali
dan jangan lupa untuk memasukannya dalam jadwal kegiatan harian dan dilakukan 2 kali
dalam sehari yang telah suster ajarkan tadi.”
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial
B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat, 2009). Isolasi sosial adalah suatu
gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (Depkes RI dalam Yosep, 2009). Isolasi sosial adalah
kesepian yang dialami oleh individ dan dirasakan saat di dorong oleh keberadaan
orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA, 2012).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Yosep, 2009).
Menyendiri
Merasa sendiri Menarik diri
Otonomi
Depedensi Ketergantungan
Bekerjasama
curiga Manipulasi
interdependen
curiga
Respons Adaptif
Respons adaptif yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam meyelesaikan
masalah.
a. Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif
Respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial.
Yang termasuk respon maladaptive adalah :
a. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain
b. Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain
c. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d. Curiga : seseorang gagagl mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
4. Patofisiologi
Isolasi
sosial
Pohon masalah
5. Penentuan diagnosa
Batasan karakteristik (NANDA 2012-2014)
a. Objektif
1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
3) Afek tumpul
4) Bukti kecacatan
5) Tidak ada kontak mata
6) Tindakan tidak berarti
7) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
8) Afek sedih
9) Ingin sendirian
10) Tidak komunikatif
11) Manarik diri
b. Subjektif
1) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2) Mengalami perasaan berbeda dari orang lain
3) Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain
4) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik
5) Mengungkapkan perasaan kesendirian yang didorong oleh orang lain
6) Mengungkapkan perasaan penolakan
7) Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
8) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural
yang dominan
C. Perumusan diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
Isolasi sosial : Aksis 1 ( Konsep diagnosa )
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Diagnosa Perencanaan
Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Isolasi sosial TUM ;
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain
TUK ;
1. Klien dapat 1. Klien dapat menungkapkan 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
membina perasaan dan keberadaanya secara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik;
hubungan saling verbal; Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
percaya Klien mau menjawab salam nonverbal
Klien mau berjabat tangan Perkenalkan diri dengan sopan
Mau menjawab pertanyaan Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
Ada kontak mata yang disukai klien
Klien mau duduk Jelaskan tujuan pertemuan
berdampingan dengan perawat Jujur dan tepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan klien
2. Klien dapat 2. Klien dapat menyebutkan 2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik
mengenal penyebab menarik diri yang diri dan tanda-tandanya
penyebab berasal dari : 2.2 Berikan kesempatan pada klien untuk
menarik diri Diri sendiri mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
Orang lain atau tidak mau bergaul
Lingkungan 2.3 Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul dengan orang lain
2.4 Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasannya
3. Klien dapat 3. Klien dapat menyebutkan 3.1 Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan
menyebutkan keuntungan berhubungan dengan manfaat bergaul dengan orang lain
keuntungan orang lain, misalnya ; 3.2 Beri kesempatan pada klien untuk
berubungan Banyak teman mengungkapkan perasaanya tentang keuntungan
dengan orang Tidak kesepian berhubungan dengan orang lain
lain dan Bisa berdiskusi 3.3 Diskusikan bersama klien tentang manfaat
kerugian tidak Saling menolong berhubungan dengan orang lain
berhubungan Dan kerugian menarik diri, 3.4 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila
dengan orang misalnya tidak bergaul dengan orang lain
lain Sendiri 3.5 Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan
Kesepian perasaanya tentang keruguan tidak berhubungan
Tidak bisa diskusi dengan orang lain
3.6 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
3.7 Beri pujian terhadap kemampuan klein
mengungkapkan perasaannya
4. Kien dapat 4. Klien dapat mendemonstrasikan 4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan
melaksanakan hubungan social secara bertahap dengan orang lain
hubungan sosial Klien - Perawat 4.2 Dorong dan bantu klien untuk berhubungan
secara bertahap Klien – Perawat - Perawat lain dengan orang lain melalui :
Klien – Perawat - Perawat lain Klien - Perawat
- Klien lain Klien – Perawat - Perawat lain
Klien - Kelompok kecil Klien – Perawat - Perawat lain -Klien lain
Klien – Klien - Kelompok kecil
keluarga/kelompok/masyarakat Klien – keluarga/kelompok/masyarakat kecil
kecil 4.3 Beri reinforcement terhadap keberhasilanyang
telah dicapai dirumah nanti
4.4 Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan klein
bersosialisasi
4.6 Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal ynag telah dibuat
4.7 Beri pujian terhadap kemampuan klein
memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang
dilaksanakan
5. Klien dapat 5. Klien dapat menjelaskan 5.1 Diskusikan dengan klien tentang perasaanya
menjelaskan perasaanya setelah berhubungan setelah berhubungan social dengan :
perasaanya social dengan : Orang lain
setelah Orang lain Kelompok
berhubungan Kelompok 5.2 Beri pujian terhadap kemampuan klien
sosial mengungkapkan perasaannya
6. Klien mendapat 6.1 Keluarga dapat menjelaskan tentang 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
dukungan : sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
keluarga dalam Pengertian menarik diri menarik diri
memperluas Tanda dan gejala menarik diri 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
hubungan sosial Penyebab dan akibat menarik klien mengatasi perilaku menarik diri
diri 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang
7.2 Klien mendemonstrasikan 7.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan
7.3 Klien menyebutkan akibat berhenti 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum oba tanpa
Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yan
dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2009).
Kekeraan adalah kekuaan fisik yang digunakan untuk meyerang atau
merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering
mengakibatkan cedera fisik ( Ann Isaacs, 2005 )
Menurut Iyus Yosep (2009) Perilaku kekeraan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain
Menurut Townsend 2000, amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang
bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan
sebagai perang atau menyerang.
a. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
c. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan
perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari
suatu tuntunan nyata.
d. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan /
panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman, melukai pada tingkat ringan sampa pada yang paling berat. Klien tidak
mampu mengendalikan diri.
4. Patofisiologi
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Yosep, 2009), mengidentifikasi pohon
masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :
Causa
Gangguan konsep diri Isolasi sosial
Inefektif proses terapi
: harga diri rendah
6. Penatalaksanaan Medik
Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika seseorang
mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu bukan
terbatas pada aspek jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai
kebutuhan manusia itu sendiri . menurut pandanga holistik, manusia juga tidak
terlepas dari lingkungannya, karena itu pengobatan yang dilakukan juga harus
memperlihatkan ketiga aspek tersebut sebagai suatu kesatuan. Adapun
penalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan
badan, biasanya dilakukan dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau psikofarma yaitu oabnat-obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada
otak
2) Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh
penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
3) Somatoterapi yang lain
a) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
b) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga
pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
b. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara
terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan
sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan
utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita,
mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta
untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
c. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan
pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini
terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya
keluarga. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah /
menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya
dengan mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang
lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.
Diagnosa Perencanaan
Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Resiko mencederai TUM ;
diri b/d perilaku Klien tidak
kekerasan mencederai diri
TUK 1 : Klien mau membalas salam 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan ;
Klien dapat Klien mau menjabat tangan a. beri salam setiap kali berinteraksi
membina hubungan Klien mau menyebutkan nama b. Perkenalkan nama, dan tujuan interaksi
saling percaya Klien mau tersenyum c. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji
Klien mau mengetahui nama d. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi
perawat klien
e. Buat kotrak interaksi yang jelas
f. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengungkapkan 2.1 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
Klien dapat perasaanya 2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
mengidentifikasi Klien dapat mengungkapkan jengkel / kesal
penyebab perilaku perasaan jengkel / kesal (dari
kekerasan diri sendiri, lingkungan, atau
orang lain)
TUK 3 : Klien dapat mengungkapkan 3.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
Klien dapat perasaan saat marah / jengkel dirasakan saat marah / jengkel
mengidentifikasi 3.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
tanda dn gejala 3.3 Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
perilaku kekerasan
TUK 4 : Klien dapat mengungkapkan 4.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
Klien dapat perilaku kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal,pada diri
mengidentifikasi dilakukan sendiri, pada lingkungan dan pada orang lain)
perilaku kekerasan Klien dapat bermain peran 4.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
yang biasa sesuai perilaku kekerasan yang kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan biasa dilakukan
Klien dapat mengetahui cara 4.3 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
yang biasa dilakukan untuk lakukan masalahnya selesai.
menyelesaikan masalah
TUK 5 : Klien dapat menjelaskan akibat 5.1 Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan
Klien dapat dari cara yang digunakan klien klien
mengidentifikasi : 5.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
akibat perilaku a. Akibat pada diri sendiri dilakukan oleh klien
kekerasan b. Akibat pada orang lain 5.3 Tanyakan kepada klien “ apakah ia ingin mempelajari
c. Akibat pada lingkungan cara baru yang sehat”
TUK 6 : Klien dapat menyebutkan 6.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
Klien dapat contoh pencegahan perilaku 6.2 beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa dilakukan
mendemonstrasikan kekerasan secara fisik 6.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
cara fisik untuk a. Tarik nafas dalam untuk mencegah perilaik nafas dalamku kekerasan, yaitu
mencegah perilaku b. Pukul kasur dan bantal tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal
kekerasan c. Kegiatan fisik
d. dll 6.4 diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan klien
6.5 beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam
klien dapat 6.6 minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5
mendemonstrasikan cara fisik kali
untuk mencegah perilaku 6.7 beri pujian positi atas kemampuan klien
kekerasan mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam
6.8 tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.9 anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari
saat marah / jengkel
6.10 lakukan hal yang sama untuk cara fisik yang lain
dipertemuan yang lain
6.11 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
klien mempunyai jadwal untuk yang akan dilakukan sendiri oleh klien
melatih cara pencegahan fisik 6.12 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
yang telah dipelajari dipelajari
sebelumnya
6.13 klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
klien mengevaluasi pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan
kemampuan dalam melakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian
cara fisik sesuai jadwal yang 6.14 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
telah disusun latihan
6.15 berikan pujian atas keberhasilan klien
6.16 tanyakan kepada klien “apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah”
TUK 7 : klien dapat menyebutkan cara 7.1 Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
Klien dapat bicara (verbal) yang baik 7.2 Beri contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan dalam mencegah perilaku Meminta dengan baik
cara sosial untuk kekerasan Menolak dengan baik
mencegah perilaku a. meminta dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan b. menolak dengan baik
c. mengungkapkan perasaan
dengan baik
klien dapat 7.3 Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan cara Meminta dengan baik :
verbal yang baik ‘saya minta uang untuk beli makan”
Menolak dengan baik
“maaf, saya tidak bisa melakukan karena ada
kegiatan lain”
Mengungkapkan perasaan dengan baik
“saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan
“ disertai nada suara rendah
7.4 Minta klien untuk mengulang sendiri
7.5 beri pujian atas keberhasilan klien
klien mempunyai jadwal untuk 7.6 diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
melatih cara bicara yang baik bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya meminta
obat, baju, dll ; menolak ajakan merokok, tidur tidak
tepat pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.7 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari
klien melakukan evaluasi
terhadap kemampuan cara
bicara yang sesuai dengan 7.8 klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
jadwal yang telah disusun baik dengan mengisi jadwal kegiatan
7.9 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.10 beri pujian atas keberhasilan klien
7.11 tanyakan kepada klien “ bagaimana perasaan anda
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
TUK 8 : klien dapat mneyebutkan 8.1 diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
Klien dapat kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
mendemonstrasikan dilakukan 8.2 bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
cara spiritual untuk dilakukan di ruag perawat
mencegah perilaku 8.3 bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
kekerasan dilakukan
Klien mempunyai jadwal 8.6 klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
untuk melatih kegiatan ibadah mengisi jadwal kegiatan (self evaluasion)
klien melakukan evaluasi 8.7 susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
terhadap kemampuan 8.8 klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
melakukan kegiatan ibadah mengisi jadwal kegiatan (self evaluasion)
8.9 validasi kemampuan klien dalam melakukan validasi
8.10 berikan pujian atas keberhasilan klien
8.11 tanyakan pada klien “bagaimana perasaan anda
setelah teratur melakukan melakukan ibadah?apakah
keinginan marah berkurang?’
TUK 9 : klien dapat menyebutkan jenis, 9.1 diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
Klien dapat dosis dan waktu minum obat diminumnya (nama, warna, waktu minum obat, cara
mendemonstrasikan serta manfaat dari obat itu minum obat)
kepatuhan minum (prinsip 5 benar) : benar orang, 9.2 diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
obat untuk obat, dosis, waktu, dan cara secara teratur
mencegah perilaku pemberian beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kekerasan minum obat
jelaskan bahwa dosis obat hanya boleh diubah oleh
dokter
jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
teratur, misalnya penyakitnya kambuh
Pertemuan I
Hari/tanggal : ……………
Nama Klien : Tn. ……..
Ruangan : …………….
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien datang ke Rumah Sakit diantar oleh keluarganya karena marah-marah dan
memecahkan jendela rumah
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. TUK (Tujuan Khusus)
1). Membina hubungan saling
percaya 2). Mengidentifikasi
penyebab marah
4. Tindakan Keperawatan
1).Bina hubungan saling percaya dengan teknik komunikasi
terapeutik 2).Diskusikan dengan klien kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
B. Strategi Komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Assalamu Alaikum, nama saya Zainal, saya mahasiswa Akper Parepare yang akan
merawat bapak selama seminggu mulai jam 7.30 s/d 14.00 setiap hari, namanya siapa
pak ?, senang dipanggil apa ?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? apa bapak sudah mandi ?
c. Kontrak
□ Topik : bagaimana kalau kita bincang-bincang tentang hal-hal yang
menyebabkan bapak marah”
□ Tempat : mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau ruangan perawat ?
□ Waktu : Mau berapa lama pak ? bagaimana kalau 10 menit ?
2. Fase Kerja
□ Apa yang membuat bapak memecahkan jendela di rumah ?
□ Apakah ada yang membuat bapak kesal ?
□ Apakah sebelumnya bapak pernah marah ?
□ Apa penyebabnya ? sama dengan yang sekarang ?
□ Baiklah jadi ada …..(sebutkan) penyebab bapak …. marah-marah
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?
b. Evaluasi Obyektif
“ Coba sebutkan 3 penyebab bapak… marah-marah !
Pertemuan II
Hari/tanggal : ……………
Nama Klien : Tn. ……..
Ruangan : …………….
B. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien dapat menyebutkan penyebab marah
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. TUK (Tujuan Khusus)
3). Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan 4).Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan 5). Mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan
4. Tindakan Keperawatan
1).Anjurkan klien mengungkapkan yg dialami & dirasakan saat jengkel atau
kesal 2).Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
3). Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien
B. Strategi Komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Assalamu Alaikum, Bapak baru bangun ya?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini ?
‘ Apakah masih ada penyebab kemarahan lain yang bapak bisa ingat ?
c. Kontrak
□ Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan bapak…. Jika sedang marah
□ Tempat : mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau ruangan tamu ?
□ Waktu : Mau berapa lama pak ? bagaimana kalau 15 menit ?
2. Fase Kerja
□ Bapak ….pada saat dimarahi kakak, apa yang napak rasakan ?
□ Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar mandir ?
□ Lalu apa yang biasanya bapak……lakukan bila marah ?
□ Apakah sampai memukul atau hanya marah-marah ?
□ Bapak …. Coba dipraktekkan cara marah pada saya, Anggap saya adalah kakak yang
membuat bapak jengkel, wah bagus sekali (misalnya klien mempraktekkan dengan
memukul meja)
□ Nah… bagaimana perasaan bapak…..setelah memukul meja ?
□ Apakah masalah selesai ?
□ Apakah akibat dari perilaku bapak….Tadi?
□ Benar pak, tangan menjadi sakit, meja bias rusak, masalah tidak akan selesai & akhirnya
bapak dibawa ke Rumah sakit ini.
□ Bagaimana bapak …., maukah belajar cara mengungkapkan marah yg sehat, tdk
menyakiti orang lain, lingkungan dan diri sendiri
□ Baiklah, waktu kita sudah habis.
3.Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?
b. Evaluasi Obyektif
□ Apa saja tadi yang telah kita bicarakan ?
□ Benar, perasaan saat marah, apa saja tadi ? ya betul, lagi…..lagi….oke.
□ Dan akibat marah, apa saja ? ya betul,sampai dibawa ke Rumah Sakit
c. Rencana Tindak lanjut
“ Baiklah, sudah banyak yang telah kita bicarakan, nanti coba diingat-ingat lagi perasaan
bapak sewaktu marah, dan cara bapak bila marah serta akibat yang terjadi. Kalau di RS
ada yg membuat bapak ….. marah, langsung beritahu suster.
d. Kontrak
□ Waktu : Besok kita ketemu lagi, jam 09.00, bagaimana cocok ?
□ Tempat : Bagaimana kalau disini lagi?
□ Topik : Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat, sampai besok.
DAFTAR PUSTAKA
Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih
Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)
Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Townsend, Marry C. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC
MOJOKERTO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Diagnosa keperawatan
Risiko Bunuh Diri
B. Tinjauan teori
1. Pengertian
Menurut Keliat (2005) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Bunuh diri bisa
terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan
tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan
akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan
bunuh diri, terdapat tiga macam perilaku bunuh diri (Keliat dan Akemat, 2009) :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/
tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat tinggi.
Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh
diri adalah sebagai berikut :
a. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago,
menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi
mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta
tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di
antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein
kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka
yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal
Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen
yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti
depresi di masa lalu.
Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat
menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung
beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan,
permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
b. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-
pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih
menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter
Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan
bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel
dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden
depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di
tahun-tahun
belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda
meninggal akibat bunuh diri.
c. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses
Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa
gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu,
walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh
faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang
berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga
terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat
memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang
masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula
memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu
biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat
kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori
dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak
menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai.
Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah
disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam
memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia
melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan
bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus),
seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang
pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan
meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.
d. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar
terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala
Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang
cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku
terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing
karena karena
tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di
sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir
akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh
keluarga.
Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena
kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah,
pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.
Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
e. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di
Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk
menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh
diri.
Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor
pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan,
atau karena tekanan-tekanan lain.
f. Faktor Religiusitas.
Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar
dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala
tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.
4. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri.
Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
6. Rentang Respon
7. Patofisiologi
Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam
pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda lebalitas yang
dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri
harus ditanggapisecara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama menjadi
indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan
seperti
dengan pistol, mengantungkan diri atau loncat.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :
a. Ancaman bunuh diri
b. Upaya bunuh diri
c. Bunuh diri
pohon masalah
Causa
Gangguan konsep diri : harga
diri rendah
8. Pemeriksaan diagnostik
Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi
resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen
suicide.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa
berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia
dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
9. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan
pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak
selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak
tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau
terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya
hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti
depresan dan psikoterapi.
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
□ Pernah mencoba meminum cairan kimia pemutih baju
□ Mengatakan isyarat bunuh diri
□ Keadaan psikologi klien buruk
b. Data Obyektif
□ Sering menangis
□ Sering melamun
□ Tidak mau berkomunikasi
□ Sedih
□ Tidak berdaya
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan Keperawatan
a. Tujuan Umum
□ Klien dapat tetap aman dan selamat
b. Tujuan Khusus
□ Klien dapat mendapatkan perlindungan dari lingkungan
□ Klien dapat mengungkapkan perasaan
□ Klien dapat mengungkapkan penyelesaian masalah yang baik
4. Tindakan Keperawatan
□ Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien
□ Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
□ Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
□ Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
□ Salam: ” Selamat pagi.” Perkenalkan nama saya suster Rachel, saya adalah suster
yang akan merawat anda selama saya berada disini.” Nama anda siapa?” Lebih
senang dipanggil apa?” Baiklah saya panggil Siska saja ya?”
□ Evaluasi Validasi:” Bagaimana perasaan anda hari ini?” Apakah ada yang ingin
Siska ceritakan ke suster?” Siapa tau saya bisa membantu masalah yang sedang Siska
hadapi saat ini.”
□ Kontrak: “ Bagaimana Siska?” Apakah hari ini Siska ada waktu?” Bisakah kita
berbincang-bincang sebentar?” Siska maunya sekitar berapa lama?” Kalau sekitar 15
menit bagaimana Sis?” Baiklah kalau begitu saya setuju.” O ya Sis kita mau disini
saja atau ditempat yang lain?” OK, kalau Siska maunya disini saja.”
2. Fase Kerja
“ Siska, bagaimana perasaan Siska saat ini?” Apakah karena musibah yang menimpa Siska
saat ini, Siska adalah orang yang paling menderita didunia? “Apakah karena ini Siska
kehilangan kepercayaan diri?” Apakah Siska merasa bersalah atau mempersalahkan
diri sendiri?” Apakah Siska berniat untuk menyakiti diri Siska sendiri?” Apakah
Siska pernah mencoba bunuh diri?” Apa sebabnya?” Bagaimana caranya?” Apa yang
Siska Rasakan?” Baiklah tampaknya Siska membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan untuk mengkhiri hidup.” Siska, suster perlu memeriksa seluruh isi
kamar ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang dapat membahayakan Siska
ya?’”Karena Siska tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup Siska, saya tidak akan membiarkan Siska sendiri”. ”Apa yang Siska lakukan
jika keinginan bunuh diri muncul?”. ”Kalau keinginan itu muncul, Siska harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi Siska jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat,
keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.” ”Saya percaya
Siska dapat mengatasi masalah.”
3. Fase Terminasi
Evalauasi Subyektif: “ Bagaimana keadaan Siska hari ini setelah berbincang-bincang
dengan suster mengenai masalah yang Siska hadapi?”
Evaluasi Obyektif: “Coba, Siska ulangi apa saja yang suster beritau tadi kepada Siska, “
Ya, benar sekali ya Siska pintar sekali.”
Rencana Tindak Lanjut: “ Siska, nanti kalau siska ada keinginan untuk mengakhiri hidup
Siska, Siska bisa melakukan yang suster bilang tadi ya?” Menemui keluarga atau
perawat agar Siska tidak sendirian. Nanti siang suster akan kembali lagi untuk
menjelaskan bagaimana berharganya hidup Siska itu.” Bagaimana Siska?”
Kontrak:” Baiklah, karena waktu kita sudah habis, suster akan permisi dulu ya?” Nanti
siang Siska bisanya jam berapa?” Maunya dimana kita berbincang-bincang lagi?” Ok.
Baiklah suster permisi dulu ya.” Selamat Pagi!”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN
PERTEMUAN II
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
□ Mengatakan isyarat bunuh diri
□ Keadaan psikologi klien buruk
b. Data Obyektif
□ Menangis
□ Suka melamun
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Tujuan Keperawatan
a. Tujuan Umum
□ Klien tetap dalam keadaan aman dan selamat
b. Tujuan Khusus
□ Klien dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki
□ Klien dapat berpikir positif tentang diri
□ Klien dapat mengetahui bahwa ia adalah individu yang berharga
4. Tindakan Keperawatan
□ Mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki oleh klien
□ Mengajarkan cara berpikir yang positif teradap klien
□ Mengajarkan kepada klien bahwa ia adalah individu yang berharga
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
Salam: “ Selamat siang Siska?” Masih ingat dengan suster kan?”
Evaluasi validasi: “ Bagaimana keadaan Siska siang ini?” Ada yang ingin diceritakan
kepada suster?”
Kontrak: Baiklah kalau tidak ada, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai
betapa berharganya hidup itu?” Siska maunya kita berapa lama berbincang-
bincangnya?” Bagaimana kalau 15 menit? Siska setuju?” Siska maunya dimana ? O,
ditaman saja ya?” Baiklah..
2. Fase Kerja
“Siska, dalam hidup Siska apa saja yang perlu Siska syukuri?” Siapa saja yang akan sedih
dan rugi kalau Siska meninggal?” Coba suster ingin tau dan ingin mendengar hal-hal
apa saja yang baik dalam kehidupan Siska?” Keadaan yang bagaimana yang dapat
membuat Siska merasa puas?” Iya suster liat kehidupan Siska baik kok.” Dan itu
patut Siska syukuri. “ Coba Siska sebutkan lagi kegiatan apa saja yang masih dapat
Siska lakukan selama ini?”. Bagaimana kalau kita latih kemampuan Siska?” Setuju
kan ?” YA, baik sekali Siska.”
3. Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif: “ Bagaimana perasaan Siska setelah kita berbincang-bincang?” Merasa
sedikit lega?”
Evaluasi Obyektif:” Coba Siska ulangi lagi apa saja kegiatan yang baik dalam kehidupan
Siska?” wah, bagus sekali Siska.”
RTL: “ Siska,tolong ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan Siska jika
terjadi dorongan mengakhiri kehidupan ya.” Bagus. Coba,ingat-ingat lagi hal-hal
lain yang masih Siska miliki dan perlu disyukuri! Besok jam 8 kita bahas tentang
cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya ya!” Selamat Siang”
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.