Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Dosen Pengampu : Khrisna Wisnusakti, S.Kep., Ners., M.kep

Disusun Oleh :

Ryo Maulana Sya’ban

09200000145

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

Jl. Harapan No.50,RT/RW.7, Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta


Selatan,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12610


A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi merupakan suatu gejala terjadinya gangguan sensori
persepsi yang dialami oleh pasien dengan gangguan jiwa. Pasien
merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, dan
perabaan .Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
atau pengalaman persepsi yang tak sesuai dengan kenyataan .Darmaja
(2014).
Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
pola dan jumlah stimulasi secara internal dan eksternal yang ditandai
dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, dan kelainan berespon terhadap
setiap stimulus (Townsend, 2009 dalam Pardede, Keliat, & Yulia, 2015).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan yang berasal dari luar, gangguan persepsi ini meliputi seluruh
panca indra. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, dan merasakan sensasi
palsu seperti suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penciuman.
Pasien merasakan stimulus yang sesungguhnya tidak ada. Pasien gangguan
jiwa mengalami perubahan di dalam hal orientasi kenyataan atau realitas
(Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan seseorang dalam membedakan rangsangan internal (pikiran)
dan ekstern (dunia luar). Halusinasi merupakan suatu persepsi atau
tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (Stuart & Laraia,
2013). Halusinasi juga merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sesungguhnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi dapat terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata dan ada oleh klien
2. Rentang Respon
Halusinasi merupakan suatu respon maldaptive individual yang
berbeda dengan rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2013)
dalam Yusalia 2015. Jika klien dalam keadaan sehat persepsinya pasti
akurat dan mampu mengidentifikasi dan menginterpretasi stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterima, yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami hal ini apabila
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
dengan stimulus yang diterima. Rentang respon tersebut yakni :

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

Pikiran logis, Pikiran kadang Gangguan pikiran,


Persepsi menyimpang, Ilusi, Halusinasi, Sulit
akurat, Emosi Reaksi emosi tidak merespon emosi,
konsisten stabil, Perilaku Perilaku
dengan aneh atau tidak disorganisasi,
pengalaman, biasa, Menarik diri. Isolasi sosial
Perilaku
sesuai,
Berhubungan
sosial.
Keterangan :
1. Respon Adaptif
Respon yang dapat diterima oleh norma sosial budaya yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal apabila
menghadapi suatu masalah dan dapat memecahkan permasalahan
tersebut.
Adapun respon adaptif diantaranya:
a. Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah kepada
kenyataan yang dapat diterima oleh akal.
b. Persepsi Akurat merupakan pandangan seseorang terhadap
suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai dengan
perhitungan.
c. Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan
jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah
dialaminya.
d. Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut yang dapat diwujudkan
dalam bentuk gerak ataupun ucapan yang tidak bertentangan
dengan norma.
e. Hubungan Sosial merupakan suatu interaksi dengan orang
lain di dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan
sekitar.
2. Respon Psikososial
a. Pikiran yang terkadang menyimpang berupa kegagalan
dalam mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah
terhadap penerapan yang benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman yang berupa
reaksi emosi yang diekspresikan melalui sikap yang tak
sesuai.
d. Perilaku tidak biasa merupakan sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas wajar.
e. Menarik diri merupakan percobaan yang dilakukan
seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
baik dalam berkomunikasi ataupun berhubungan sosial
dengan orang di sekelilingnya.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon individu dalam
menyelesaikan suatu masalah yang menyimpang dari norma sosial
budaya dan lingkungan.
a. Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara
kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan keyakinan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa
tanggapan yang salah terhadap suatu rangsangan.
c. Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan dalam
mengontrol emosi ,seperti menurunnya kemampuan untuk
mengalami kebahagiaan dan kedekatan.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan
perilaku yang berupa ketidaksamaan antara perilaku dan
gerakan yang di timbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa
kesepian dan tidak mau berinteraksi dengan orang dan
lingkungan sekitarnya. (Stuart, 2017).
3. Etiologi
Etiologi halusinasi menurut Yusuf, dkk (2015) antara lain:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang berakibat kepada peningkatkan stress dan
ansietas yang dapat berakhir dengan ganggguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya hingga pematangan
fungsi intelektual dan emosinya tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor dalam masyarakat yang membuat seseorang
merasa diasingkan atau kesepian, lalu tidak dapat diatasi
sehingga timbul gangguan delusi dan halusinasi.
c. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis, serta
peran ganda atau bertentangan yang dapat menimbulkan
ansietas berat dan berakhir dengan pegingkaran terhadap realita
atau kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, dan dapat ditemukan atropik otak, perubahan
besar, serta bentuk sel kortikal dan limbic.
e. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan
cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizofrenia, dan akan lebih tinggi jika
kedua orang tua menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi
penurunan stabilitas dalam keluarga, perpisahan dengan
orang yang dikasihi, atau diasingkan dari suatu kelompok
dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, dan
zat halus diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan dalam mengatasi permasalahan
memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi
realistis. Pasien mengembangkan koping untuk menghindar
dari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Faktor perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas ini berkaitan dengan perubahan proses
berfikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
4.Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai dengan keadaan sekitar, menggerakkan
bibir tanpa mengeluarkan suara, berbicara sendiri, pergerakan mata cepat,
diam, asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan dalam
membedakan halusinasi dan realitas, rentang perhatian yang menyempit
dan hanya beberapa detik atau menit, sulit berkomunikasi dengan orang
lain, tidak mampu merawat diri sendiri. Berikut tanda dan gejala menurut
jenisnya Stuart & Sudden dalam Yusalia (2015).
Jenis Halusinasi Karakteristik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan,
Penciuman, Pengecapan, Perabaan
Sinestetik Kinestetik cahaya, gambar
giometris, gambar karton dan
panorama yang luas dan rinci.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang
menakutkan.
Penciuman Mencium bau seperti bau darah, urine,
fases dan umumnya bau yang tidak
mengenakan. Halusinasi penciuman
biasanya terjadi akibat stroke, tumor,
kejang / dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases,dll.
Perabaan Mengalami nyeri tanpa stimulus yang
jelas ,rasa seperti tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
Kinestetik Merasakan suatu pergerakan
sementara, berdiri tanpa bergerak
B. Konsep Asuhan Keperawatan (sesuai teori)
1. Pengkajian/Pemeriksaan Fisik Sesuai Data Fokus (Sesuai Teori)
Pengkajian adalah langkah awal dalam melaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara observasi dan wawancara
terhadap klien dan keluarga klien. Pengkajian awal tersebut mencakup :

a. Keluhan atau masalah utama


b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan terhadap kesehatan
g. Pemakaian obat
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual

Proses pengakajian ini dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.


Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional.
Menurut SDKI (2017) data pengkajian terhadap klien halusinasi yaitu:

a. Data Mayor
DS :
1) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
2) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
pengecapan.

DO :

1) Distorsi sensori
2) Respons tidak sesuai
3) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu.
b. Data Minor
DS :
1) Menyatakan kesal
DO :

1) Menyendiri
2) Melamun
3) Konsentrasi buruk
4) Curiga
5) Melihat kesatu arah
6) Mondar-mandir

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian


wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu :

a. Jenis halusinasi
Data yang dikaji didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
mengetahui jenis halusinasi yang diderita.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui
halusinasi yang dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji dengan tujuan untuk mengetahui kapan saja
halusinasi itu muncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapat melalui wawancara dengan tujuan
mengetahui seberapa sering halusinasi muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji didapat melalui wawancara dengan tujuan
mengetahui klien saat munculnya halusinasi.
f. Respon Terhadap Halusinasi
Data ini ditujukan untuk mengetahui respon halusinasi dari klien dan
dampak dari halusinasi tersebut.
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam proses keperawatan langkah selanjutnya yakni menentukan
diagnosa keperawatan. Adapun pohon masalah untuk mengetahui penyebab,
masalah utama dan dampak yang dapat ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014)
yaitu :

Resiko perilaku kekerasan Effect

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Core Problem

Isolasi sosial : Menarik diri Causa

Gambar 1. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi


yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi Sosial

3. Rencana Keperawatan
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yakni klien mampu
mengelola dan meningkatkan respon, perilaku pada perubahan persepsi
terhadap stimulus (SLKI, 2019) dan kriteria hasil:

a. Perilaku halusinasi klien: menurun (1) – meningkat (5)


b. Verbalisasi panca indera klien merasakan sesuatu: menurun (1) –
meningkat (5) Distorsi sensori klien: menurun (1) – meningkat (5)
c. Perilaku melamun: menurun (1) – meningkat (5)
d. Perilaku mondar-mandir klien: menurun (1) – meningkat (5)
e. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat (1) – menurun (5)
f. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat (1) – menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018),
tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi antara lain:

a. Observasi
1) Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
2) Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
3) Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang aman
2) Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
3) Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
4) Bantu klien membuat jadwal aktivitas
c. Edukasi
1) Berikan informasi tentang halusinasi
2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya
4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi
5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
6) Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
7) Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap
halusinasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas
2) Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
3) Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal

4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun. Menurut Azizah (2015) dan Keliat (2011)
Implementasi dilakukan terhadap klien dan keluarga klien yang dilakukan di
rumah. Semua pelaksanaan dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi ditujukan untuk mencapai hasil maksimal.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menciptakan lingkungan yang aman
c. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya
d. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
e. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
f. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan
aktifitas terjadwal
g. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal Menjelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
h. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
i. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih.
j. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif
k. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur
l. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
m. Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien
n. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan aktivitas
terjadwal

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses untuk menilai hasil dari
implementasi keperawatan. Menurut Keliat (2011) evaluasi keperawatan
diperoleh dengan cara wawancara ataupun melihat respon subjektif atau
objektif klien

a. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien


1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien mampu mempertahankan lingkungan yang
aman
3) Klien mampu mengenal isi, halusinasinya
4) Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan
melakukan aktivitas terjadwal dengan baik
5) Klien mampu menerapkan aktivitas terjadwal yang
sudah disusun dengan baik
6) Klien mampu menggunakan obat secara rutin
b. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada keluarga
1) Keluarga klien mampu mengontrol halusinasi klien
2) Keluarga klien mampu membantu membuat jadwal
aktivitas klien
3) Keluarga klien mampu memantau dan memberi
penguatan terhadap perilaku positif
DAFTAR PUSTAKA
Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. (2021). Asuhan
keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.

Emulyani, & Herlambang. (2020). PENGARUH TERAPI ZIKIR TERHADAP


PENURUNAN TANDA DAN GEJALA HALUSINASI PADA PASIEN
HALUSINASI.

Wicaksono, M. S. (2017). TEKNIK DISTRAKSI SEBAGAI STRATEGI


MENURUNKAN .

Putri, S. V. (2018). PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN


KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN KELUARGA MERAWAT PASIEN
HALUSINASI DI KOTA JAMBI TAHUN 2017. Jurnal Akademika Baiturrahim .

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan jiwa. Yogyakarta.

Wuryaningsih, E. W., Windarwati, H. D., Dewi, E. I., Deviantony, F., & Kurniyawan,
E. H. (2018). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember.

Widiyawati, W. (2020). Keperawatan Jiwa. Malang: Literasi Nusantara.

Supinganto, A. (2021). Keperawatan Jiwa Dasar. Yayasan Kita Menulis.

Damayanti, A., Wahyudi, D. T., Handayani, F., & Sulfiana, M. (2021). Modul
Praktikum keperawatan Jiwa. Indramayu: Penerbit adab.

Anda mungkin juga menyukai