Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN

KESEHATAN JIWA II

HALUSINASI

Di susun oleh:

Andreas Aditya Noviawan (1914314201075)

Erik Aprilianto (1914314201084)

Retno Ayu (1914314201091)

Wahyu Wulandari (1914314201096)

Elvina Ramanda Putri (1914314201101)

Kusdarwati (1914314201107)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

2019
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. KONSEP HALUSINASI
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan
pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi. Oleh
karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang
respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya
pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang
paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.
Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi (Yusuf dkk, 2015).

B. RENTANG RESPON HALUSINASI

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang proses pikir tidak - Gangguan proses


- Persepsi akurat terganggu berpikir/waham
- Emosi konsisten dengan - Ilusi - Halusinasi
pengalaman - Emosi tidak stabil - Kesukaran proses emosi
- Perilaku cocok - Perilaku tidak biasa - Perilaku tidak
- Hubungan sosial - Menarik diri. terorganisasi
harmonis. - Isolasi sosial

Gamba ambar
(Yusuf dkk, 2015)
Keterangan Gambar :
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif berupa :
a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati sesuai
dengan pengalaman.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
kekacauan/mengalami gangguan.
b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
hubungan dengan orang lain.
3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon maladaptif
yang sering ditemukan meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di terima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif
mengancam.

C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian tugas
perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang
berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal adaptif
yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut : Penilaian
pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal dan limbic paling
berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan
gejala skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang
mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga bisa
menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal adaptis
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak nyaman,
gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa hakikat keberadaan
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
 Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.
 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut
cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar
dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol
kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan.
Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri

D. TAHAPAN HALUSINASI
Menurut Yusuf: 2015 tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
 Memberi rasa nyaman
 Tingkat ansietas sedang
 Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
 Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
 Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
 Tersenyum/tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respons verbal yang lambat

 Diam dan berkonsentrasi.


2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi memberatkan)
 Menyalahkan
 Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menakutkan
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
 Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
 Rentang perhatian menyempit
 Konsentrasi dengan pengalaman sensori

 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.


3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori menjadi
berkuasa)
 Mengontrol tingkat
 Kecemasan berat
 Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
 Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
 Isi halusinasi menjadi atraktif.
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
 Perintah halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
 Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
perintah.

4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam halusinasi)


 Menguasai tingkat
 kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menjadi ancaman
 Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diinvensi).
Perilaku yang sering mucul
 Perilaku panik
 Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
 Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
 Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
 Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.

E. KLASIFIKASI HALUSINASI
Jenis halusinasi Data obyektif Data subyektif
Halusinasi pendengaran  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-suara
sendiri atau kegaduhan.
 Marah-marah tanpa  Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-
 Mengarahkan telinga ke cakap.
arah tertentu  Mendengar suara
 Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,
tertentu bentuk geometris,
 Ketakutan pada sesuatu bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas. hantu, atau monster.

Halusinasi penciuman  Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan


membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu feses, dan kadang-
 Menutup hidung. kadang bau itu
menyenangkan.
Halusinasi pengecapan  Sering meludah  Merasakan rasa seperti
 Muntah darah, urine, atau feses.

Halusinasi perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada


permukaan kulit. serangga di permukaan
kulit
 Merasa seperti
tersengat listrik.
(Yusuf dkk, 2015)
F. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
 Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal,
sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
 Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor sinap
diotak khususnya system ekstra pyramida.
 Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan dalam
miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
 Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris, ketergantungan
obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
 Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca ensefalitis
dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina dan
senoliazyne.
 Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti
kolinergik lainnya.
 Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
 Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut
sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi
saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
 Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
 Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan
system ekstra pyramidal
 Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
 Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.
2. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
 Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt.
 Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan bahwa
therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
 Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei pengekangan
dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku
kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
 Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku
kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan
memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3. Therapy Okupasi
 Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan
harga diri seseorang.
 Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
4. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut :
 Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku
klien yang terkait dengan halusinasi.
 Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan perawat.
 Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang
sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan kepada individu
dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya atau ditunjukkannya.
Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan penyakitnya, meminta
bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat.
 Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu.
 Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien
seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
 Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang
sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
 Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan
tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang
dialaminya.
 Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi
dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
 Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan
kebutuhan.
 Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan
individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi
dan halusinasi.
3. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar,
serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.
 Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik
diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi
realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
 Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan
Gangguan
Pemeliharaan
CORE PROBLEM Gangguan persepsi sensori: halusinasi Kesehatan

Isolasi Sosial: Menarik diri Defisit Perawatan Diri

Gangguan konsep diri:


Harga Diri Rendah

Presipitasi Predisposisi
- Ditinggal orang - Kepribadian
yang dia cintai introvert
- Kehilangan - Genetik
- Musibah alam - Sosial budaya

 Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Isolasi sosial: menarik diri
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
waktu terjadi, situasi pencetus, dalam merawat pasien.
perasaan, respon. 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala,
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: dan proses terjadinya halusinasi
hardik, obat, bercakap-cakap, (gunakan booklet).
melakukan kegiatan. 3. Jelaskan cara merawat halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi: hardik
dengan menghardik. 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk jadual dan member pujian
latihan menghardik.
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
2. Beri pujian. merawat/melatih pasien menghardik.
3. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian.
dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan
guna, dosis, frekuensi, cara, obat.
kontinuitas minum obat) 3. Latih cara memberikan/membimbing
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk pasien minum obat.
latihan menghardik dan minum obat 4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.

SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan minum obat. Beri pujian. merawat/melatih pasien menghardik
2. Latih cara mengontrol halusinasi dan memberikan obat.
dengan bercakap-cakap saat terjadi 2. Beri pujian.
halusinasi. 3. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk melakukan kegiatan untuk mengontrol
latihan menghardik, minum obat dan halusinasi.
bercakap-cakap 4. Latih dan sediakan waktu bercakap-
cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi.
5. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat dan bercakap-cakap. Beri pujian. merawat/melatih pasien menghardik,
2. Latih cara mengontrol halusinasi memberikan obat dan bercakap-cakap.
dengan melakukan kegiatan harian Beri pujian.
(mulai 2 kegiatan). 2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk kambuh dan rujukan.
latihan menghardik, minum obat, 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
bercakap-cakap dan kegiatan harian. jadual dan memberi pujian.

SP 5 SP 5
2. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat, bercakap-cakap dan kegiatan merawat/melatih pasien menghardik,
harian. Beri pujian. memberikan obat dan bercakap-cakap
3. Latih kegiatan harian. dan melakukan kegiatan harian dan
4. Nilai kemampuan yang telah mandiri follow up. Beri pujian.
5. Nilai apakah halusinasi terkontrol 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke PKM.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi
SP 1 Pasien:
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
Orientasi :
”Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama Saya SS, senang
dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja :
”Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” D , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi!
Ya bagus D sudah bisa”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain
Orientasi :
“Assalammu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?

Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini; …
tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang
dirumah misalnya Kakak D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-
suara. Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba
lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna
obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai
jumpa. Wassalammualaikum.
SP 1 Keluarga
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Kerja :
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan
itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara
tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja Bapak/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat
kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya
telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong
Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk
minum obat secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3
macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang
putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi.
Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama
dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Bapak/Ibu
dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah anak Bapak/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk
punggung anak Bapak/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, D. Tutup telinga kamu
dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, D”
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT.


Refika Aditama
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Stuart GW Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
Yusuf, A., Fitriyasari, R., & Nihayati, HE. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai