Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

HALUSINASI
DOSEN PEMBIMBING : Ns.DARNI.S Kep.M.Kep

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV KELAS KERJASAMA S1 KEPERAWATAN :

1. CHOIRIYAH. A. Md. Kep NPM : (2040703059)


2. ENOK UMAY UMIATI. A. Md. Kep. NPM : (2040703098)
3. F A D L I . A. Md. Kep NPM : (2040703061)
4. HADARIAH. A. Md. Kep NPM : (2040703063)
5. HARNO. A. Md. Kep NPM : (2040703065)
6. HASNI NANI. A. Md. Kep NPM : (2040703067)
7. KRISTA NATASIA. A. Md. Kep NPM : (2040703071)
8. TAUFIK. A. Md. Kep NPM : (2040703099)
9. YULIANA BATU. A. Md. Kep NPM : (2040703096)
10. YUNITA. A. Md. Kep NPM : (2040703097)
11. YULIANA A. Md. Kep. NPM : (2040703095)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS KERJASAMA
UNIVERSITAS BORNEO
TARAKAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat allah SWT karna atas berkat rahat dan hidayahnya lah
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Halusinasi “ ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini selain dari hasil kerja kelompok IV, kami
juga mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, dan pada kesempatan kali ini
kami ingin mengucapkan banyak terimaksih kepada :
1. Dosen pembimbing kami Ns.Darni.S.Kep.M.Kep yang telah meluangkan
Ilmu,waktu,kritik & sarannya dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah
ini dapat selesai pada waktunya.
2. Keluarga kami yang membantu dalam doa dan dukungan semangat sehingga
makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pemilihan judul tersebut merupakan salah satu tugas mata muliah
keperawatan jiwa II, Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan
dalam penyususnan, baik dari segi EYD, kosa kata, tata Bahasa,etika maupun isi.
Oleh karnanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian untuk kami jadikan sbagai bahan evaluasi.
Demikian makalah ini dapat di terima sebagai ide / gagasan yang menambah
kekayaan intelektual bangsa. Terima kasih & Assalamualaikum Wr.Wb

Tarakan, 22 Maret 2021

Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.....................................................................................i
HALAMAN JUDUL.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi.......................................................................5
2. Proses Terjadinya Halusinasi............................................................5
3. Mekanisme Koping Halusinasi.........................................................6
4. Rentang Respon Halusinasi..............................................................8
5. Tanda dan Gejala Halusinasi..........................................................10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian......................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan...................................................................18
3. Intervensi Keperawatan..................................................................18
4. Implementasi Keperawatan............................................................30
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................31
6. Penatalaksanaan Halusinasi............................................................31
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................33
B. Saran....................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Tambahkan materi yang kurang disini
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa
tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang
dibutuhkan oleh semua orang.Kesehatan jiwa adalah hal yang positif terhadap
diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan,
kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan .(Ilham, 2017)
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di
dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang
siklus kehidupan dengan proses psiko-sosial dan maladaftif yang disebabkan
oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri dan terapi
keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah,mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu,
keluarga, dan masyarakat (Purwanto, 2015) (Ilham, 2017).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi,(goleman, daniel; boyatzis, Richard;
Mckee & Perdana, 2018) merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada.(P C, SALOMÉ. Damaiyanti, damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki
peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain
yaitu halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic
hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015).Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep

1
(2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak
berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga
karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.
Gangguan jiwa merupakan perilaku yang umumnya muncul karena
kelainan mental yang bukan bagian dari perkembangan norma manusia.
Biasanya penyakit mental meyerang perasaan dan pikiran seseorang, yang
dapat mempengaruhi seluruh bagian tubuh, seseorang yang sedang mengalami
gangguan jiwa biasanya akan mengalami kesulitan tidur, perasaan tidak tenang
dan berbagai gangguan lainnya (Maramis, 2012). Salah satu penyakit gangguan
jiwa adalah skizoprenia, skizoprenia merupakan penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, Bahasa, emosi, dan perilaku
sosialnya (Yosep,2011). Pasien skizoprenia yang mengalami halusinasi yaitu
lebih dari 90% (Videback, 2011).
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya
mengalami halusinasi, delusi, dan juga menunjukan perubahan sikap. Pengidap
skizofrenia umumnya mengalami kesulitan untuk membedakan antara
kenyataan dengan pikiran yang ada pada diri si pengidap. Meski penyebab
utama skizofrenia belum ditemukan, ada beberapa faktor yang dapat menjadi
penyebab dari skizofrenia, antara lain:
Keturunan dari pengidap skizofrenia, memiliki risiko 10 persen lebih
tinggi untuk mengidap skizofrenia. Risiko tersebut akan meningkat 40 peren
lebih besar ketika kedua orangtua sama-sama pengidap skizofrenia. Sementara
itu, anak kembar yang salah satunya menderita skizofrenia, risiko akan
meningkat 50 persen lebih besar.
Skizofrenia dapat disebabkan oleh beberapa kondisi yang mungkin
terjadi ketika masa kehamilan dan dampaknya akan terlihat ketika anak
tersebut lahir. Kondisi tersebut, seperti paparan racun dan virus, ibu seorang
pengidap diabetes, perdarahan dalam masa kehamilan, serta kekurangan
nutrisi. Selain dari kehamilan, komplikasi yang terjadi pada masa persalinan
juga dapat menyebabkan seorang anak mengidap skizofrenia. Contoh
komplikasi yang dimaksud, seperti berat badan yang terlalu rendah saat

2
kelahiran, kelahiran yang prematur, dan asfiksia atau kekurangan oksigen saat
dilahirkan.
Ketidakseimbangan kadar serotonin dan dopamin pada otak, dapat
menjadi salah satu penyebab dan meningkatkan risiko seseorang mengidap
skizofrenia. Keduanya merupakan zat kimia yang berfungsi untuk mengirim
sinyal antara sel-sel otak sebagai bagian dari neurotransmitter.Selain itu,
pengidap skizofrenia juga memiliki perbedaan struktur dan fungsi otak, bila
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki gangguan mental. Perbedaan
tersebut antara lain Ventrikel otak memiliki ukuran yang lebih besar. Ventrikel
sendiri adalah bagian dalam otak yang berisi cairan. Lobus temporalis memiliki
ukuran yang lebih kecil. Ingatan dalam otak manusia berkaitan dengan lobus
temporalis. Sel-sel pada otak memiliki koneksi yang lebih sedikit.
Skizofrenia terbagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif.
Berikut ini penjelasan dari dua kategori gejala penyakit. Gejala skizofrenia
negatif adalah kondisi ketika sifat dan kemampuan yang dimiliki orang normal,
seperti konsentrasi, pola tidur normal, dan juga memiliki motivasi hidup
menjadi hilang. Umumnya, gejala tersebut ditambah dengan ketidakmauan
seseorang untuk bersosialisasi dan merasa tidak nyaman saat bersama orang
lain. Ciri-ciri orang yang mengidap gejala skizofrenia negatif, yaitu terlihat
apatis dan buruk secara emosi, tidak peduli terhadap penampilan diri sendiri
dan menarik diri dari pergaulan. Biasanya berupa delusi, halusinasi, pikiran
kacau, dan adanya perubahan perilaku.
Menurut WHO 2013 menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang
didunia mengalami masalah mental, dan maslah gangguan kesehatan jiwa yang
ada di seluruh dunia sudah mengalami masalah yang serius. Dimana terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
orang terkena skizoprenia, serta 47,5 juta terkena dimensi. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes) pada tahun 2014 menyatakan jumlah
gangguan jiwa di Indonesia mencapai angka 2,5 juta dari 150 juta populasi
orang dewasa di indonesia, dan terdapat 1,74 juta orang mengalami gangguan
mental emosional. Di indonesia jumlah penderita gangguan jiwa berat
(psikosis/skizoprenia) adalah 1,7 perseribu penduduk. Rumah sakit jiwa di

3
Indonesia menyatakan sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan
10% adalah halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan.

b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis menentukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud halusinasi?
2. Bagaimana proses terjadinya halusinasi?
3. Bagaimana mekanisme koping halusinasi?
4. Apa saja rentang respon halusinasi?
5. Bagaimana tanda dan gejala halusinasi?
6. Bagaimana cara melakukan pengkajian asuhan keperawatan terhadap pasien
halusinasi?

c. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulis menentukan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian halusinasi.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya halusinasi.
3. Untuk mengetahui mekanisme koping halusinasi
4. Untuk mengetahui rentang respon halusinasi.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi.
6. Untuk mengetahui cara melakukan pengkajian asuhan keperawatan terhadap
pasien halusinasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yang nyata (Kusumawati, 2012).

2. Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari
faktor predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi. Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat
meliputi (Dalami, dkk, 2014) :
1) Biologis Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya
faktor herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza.
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

5
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
b. Faktor Presipitasi Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat
meliputi (Prabowo, 2014) :
1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

6
3. Mekanisme Koping Halusinasi
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan
suka menyendiri.
b. Fase kedua Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

7
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya
tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
c. Fase ketiga Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
d. Fase keempat Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik :
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku
klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

4. Rentang Respon Halusinasi


Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis.
Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat,
persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya

8
stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan
seperti dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :

Sumber : Muhith, 2015


Keterangan:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra
3) Emosi berlebihan atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

9
untuk menghindari interaksi dengan orang lain
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah


yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.

5. Tanda dan Gejala Halusinasi


Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat
teramati sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ):
a. Halusinasi Penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja
yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b. Halusinasi Pendengaran

10
Adapun perilaku yang dapat teramati
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain,
benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain

c. Halusinasi Penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi Pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah :
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi Perabaan
Perilaku yang tampak pada pasien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah tampak menggaruk-garuk permukaan kulit. Menurut Pusdiklatnakes
(2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Data Subjektif klien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

11
hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat
berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015):
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting
peralatan dirumah, menarik diri.

12
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil
dalam pengobatan
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
e. Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun
dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,
ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien
menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu,
ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri yang
rendah sehubungan dengan sakitnya.
3) Hubungan sosial: klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak
sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya

13
menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu
atau sangat berlebihan.
g. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok
dan berubah dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit.
3) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
5) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
6) Interaksi selama wawancara
7) Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-
kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
8) Persepsi
9) Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik
diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata
atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga,
bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah
tersinggung.
10) Proses piker
11) Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
12) Isi pikir

14
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
13) Stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
14) Tingkat kesadaran
15) Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
16) Memori
17) Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,
mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan
waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik,
permisi untuk satu hal.
18) Tingkat konsentrasi dan berhitung
19) Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
20) Kemampuan penilaian
21) Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa
yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
22) Daya tilik diri
h. Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai
dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan
stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat
mengambil keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering
mempengaruhi motivasi dan insiatif klien.
i. Kebutuhan persiapan klien pulang
1) Makan

15
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
2) BAB atau BAK
3) Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan
klien untuk membersihkan diri.
4) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
5) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
6) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya
7) istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
8) Pemeliharaan kesehatan
9) Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
10) Aktifitas dalam rumah
11) Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti
menyapu.
j. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia
2) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan
antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu
perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP),
triplofrazine arkine.

16
Skema Masalah Halusinasi
Skizofrena

Gejala positif Gejala negatif

Perilaku Harga diri Isolasi


kekerasa Waham HALUSINASI
rendah sosial
n

Faktor predisposisi : biologis, Faktor presipitasi : biologis,


psikologis, sosialbudaya stress lingkungan, sumber
koping

Mengeluh adanya suara Terbiasa menghayal


Mekanisme
lain, takut, menutup telinga,
koping tidak
bicara dan tertawa sendiri
efektif
Pengalaman
sensori
Berfikir negatif MK: Gangguan persepsi berlanjut
sensori
Merasa malu dengan
pengalaman sendiri
Menyalahkan diri
sendiri Motivasi perawatan diri
Menarik diri

MK: harga diri rendah


MK : Defisit
Perawatan Kesulitan berhubungan
dengan orang lain

MK :Resiko perilaku Halusinasi mengancam,


kekerasan mememerintah,
MK : Isolasi
sosial

Skema Halusinasi Sumber : Yusuf, dkk, 2015

17
Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut
(Prabowo,2014).

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core


problem

Isolasi sosial Cause

Pohon masalah halusinasi


Sumber : Prabowo, 2014

2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi social

3. Intervensi keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi Menurut (Dermawan &
Rusdi, 2013) :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan:
1) Membantu klien mengenali halusinasi

18
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar
atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat
halusiansi muncul
2) Melatih klien mengontrol halusinasi
a) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul,
mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik
halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan
perilaku klien.
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur Mampu
mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa
yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai
progam dan berkelanjutan.
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka
terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

19
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara
terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang
mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasi
dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai
tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
Tujuan keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam
merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up
klien secara teratur.
Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik. Tahapan sebagai berikut :

1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien


2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)
3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik

20
4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan tujuh benar minum obat. Tahapan tindakan sebagai
berikut :

1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi


klien, merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik
2) Berikan pujian
3) Jelaskan 7 benar cara memberikan obat
4) Latih cara memberikan/membimbing minum
5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan. Tahapan
tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien
dan merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi
4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama
saat halusinasi

(4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian

d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan


fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat,
bercakap-cakap
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga
3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan,
rujukan

21
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan puji

Intervensi Keperawatan

22
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Resiko perilaku NOC NIC
kekerasan 1. Setelah dilakukan 1. Manajemen perilaku:
tindakan keperawatan menyakiti diri sendiri
terhadap diri
diharapkan kontrol diri a. Tentukan motif atau
sendiri terhadap impuls dapat alasan tingkah laku
dilakukan dengan b. Kembangkan harapan
kriteria hasil : tingkah laku yang
a. Secara konsisten tepat dan
menunjukkan konsekuensinya,
mengidentifikasi berikan pasien tingkat
perilaku impulsif yang fungsi kognitif dan
berbahaya. kapasitas untuk
b. Secara konsisten mengontrol diri
menunjukkan c. Pindahkan barang
mengidentifikasi yang berbahaya dari
perasaan yang lingkungan dari
mengarah pada lingkungan sekitar
tindakan impulsif. pasien
c. Secara konsisten d. Instrusikan pasien
menunjukkan untuk melakukan
mengidentifikasi strategi koping
konsekuensi dari (misalnya latihan
tindakan impulsif. asertif, impuls kontrol
d. Secara konsisten training, relaksasi otot
menunjukkan progresif) dengan cara
menghindari yang tepat
lingkungan yang e. Antisipasi situasi
berisiko tinggi.
pemicu yang mungkin
e. Secara konsisten
membuat pasien
menunjukkan
menyakiti diri
mengontrol impulsif.
f. Bantu pasien untuk
f. Secara konsisten
mengidentifikasi
menunjukkan
situasi atau perasaan
mempertahankan
yang mungkin
kontrol diri tanpa
memicu perilaku
pengawasan.
menyakiti diri
g. Lakukan kontrak
2. Setelah dilakukan
dengan pasien untuk
tindakan keperawatan
tidak menyakiti diri,
diharapkan kontrol diri
dengan cara yang
terhadap distorsi
tepat
pemikiran dapat
h. Ajarkan dan kuatkan
dilakukan dengan
pasien untuk
kriteria hasil :
melakukan tingkah
a. Secara konsisten
laku koping yang
menunjukkan
efektif dan untuk
mengenali halusinasi
mengekspresikan
atau delusi yang
perasaan dnegan cara
sedang terjadi.
yang tepat
b. Secara konsisten
menunjukkan i. Monitor pasien untuk
menahan diri dari adanya impuls
23
mengikuti halusinasi menyakiti diri jika
atau delusi. mungkin memburuk
c. Secara konsisten menjadi pikiran atau
menunjukkan sikap bunuh diri.
Sumber: Nursing Intervention Classification (NIC). 2016.
Nursing Outcomes Classification (NOC). 2016. NANDA. 2016.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan
halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan
kegiatan terjadwal
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai
dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat
juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual,
teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk,
2014).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua
yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi,
2015).

24
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan
sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

6. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin
diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia
yang mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
adalah :

Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian


Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

b. Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg


Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900

25
Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga ,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol
halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi.
b. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik

26
untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat
dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas
yang terdiri dari :Terapi aktivitas Meliputi : terapi musik, terapi seni,
terapi menari, terapi relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok, terapi
lingkungan.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi,(goleman, daniel; boyatzis, Richard;
Mckee & Perdana, 2018) merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011). Proses
terjadinya halusinasi terdiri dari factor predisposisi (biologis,psikologis, social
budaya), factor presipitasi (biologis,lingkungan, koping)
Rentang respon halusinasi terbagi menjadi 2 yaitu respon adaptif ( respon
yang dapat diterima oleh norma-norma social budaya yang berlaku) dan
maladaptif ( respon indikasi dalam menyelesakan maslah yang menyimpang
dari norma-norma sosialdan budaya lingkungan)
Tanda dan gejala halusinasi adlah halusinasi penglihatan, halusinasi
pendengaran halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, halusinasi
perabaan. Konsep dasar asuhan keperawatan halusinasi sama dengan konsep
dasara Keperawatan lainya yaitu pengkajian,diagnose keperawatan,intervensi
keperawatan,implementasi keperawatan dan terakhir adalah evaluasi.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Bagi Penulis agar dalam penerapan asuhan keperawatan pada
partisipan dengan halusinasi tidak hanya tertuju kepada klien, tetapi juga
kepada keluarga dan orang terdekat partisipan sebagai wujud asuhan
keperawatan yang komprehensif.

28
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi di klinik maupun di komunitas masyarakat.
3. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa
Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi di klinik maupun di komunitas masyarakat
4. Mahasiswa/i selanjutnya
Dapat mengembangkan penulisan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada klien halusinasi. Selain itu peneiti selanjutnya dapat
menggali lebih dalam lagi proses asuhan keperawatan yang berbasis klien
dan keluarga pada masalah kesehatan gangguan jiwa.

29
DAFTAR PUSTAKA

goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A., & Perdana. (2018). penerapan
asuhan keperawatan keluarga Ny. S dengan salah satu anggota keluarga
mengalami halusinasi di wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan Kota
Yogyakarta. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–
1699.
Ilham, T. V. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi Di Kelurahan
Surau Gafang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Jurnal
Keperawatan.
P C, SALOMÉ. Damaiyanti, damaiyanti, iyus yosep. (2012). halusinasi (Vol.
66).
Mirza, dkk. 2015. Hubungan Lamanya Perawatan Paseien Skizofrenia dengan
Stres Keluarga. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 20
maret 2021 pukul 12.50 WIB.
Swanson, Elizabeth, dkk. Copyright 2013. Nursing Outcomes (NOC) Edisi
Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia
Wagner, Cherly M, dkk. Copyright 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.
Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr.
AminogondohutomoSemarang. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses
tanggal 20 maret 2021 pukul 18.51 WIB.

30

Anda mungkin juga menyukai