Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS JURNAL

TRAUMA ABDOMEN
Dosen Fasilitator: Maria Imaculata Ose. S. Kep Ns,. M.Kep

DISUSUN OLEH :
kelompok xviii kelas kerjasama S1 keperawatan :

SUPRIATI NINGSIH NPM : 2040703091


YUNITA NPM : 2040703097

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS KERJASAMA
UNIVERSITAS BORNEO
TARAKAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat allah SWT karna atas berkat rahat dan hidayahnya lah
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ TRAUMA ABDOMEN“ ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini selain dari hasil kerja kelompok XVIII, kami
juga mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, dan pada kesempatan kali ini kami
ingin mengucapkan banyak terimaksih kepada :
1. Ns.Maria Imaculata Ose.S.Kep.M.Kep selaku dosen pengampuh dan dosen
pembimbing mata kuliah keperawatan gawat darurat yang telah meluangkan
Ilmu,waktu,kritik & sarannya dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini
dapat selesai pada waktunya.
2. Keluarga tercinta kami serta teman yang membantu dalam doa dan dukungan
semangat sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pemilihan judul tersebut merupakan salah satu tugas mata muliah keperawatan
gawat darurat, Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dalam
penyususnan, baik dari segi (ejaan yang disempurnakan)EYD, kosa kata, tata
Bahasa,etika maupun isi. Oleh karnanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan sbagai bahan evaluasi.
Demikian makalah ini dapat di terima sebagai ide / gagasan yang menambah
kekayaan intelektual bangsa. Terima kasih & Assalamualaikum Wr.Wb

Tarakan, 5 April 2021


Kelompok XVIII
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.....................................................................................i
HALAMAN JUDUL.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan penulisan ..................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Trauma Abdomen
1. Anatomi Abdomen...........................................................................5
2. Klasifikasi Trauma Abdomen ..........................................................5
3. Etiologi.............................................................................................6
4. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen..........................................7
5. Manifestasi klinis .............................................................................8
6. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................9
7. Penatalaksanaan................................................................................9
8. Komplikasi Trauma Abdomen.........................................................9
B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
1. Pengkajian......................................................................................11
2. Diagnosa Keperawatan...................................................................14
3. Intervensi Keperawatan..................................................................15
4. Implementasi Keperawatan............................................................20
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................20
C. Analisis Jurnal
1. Latar belakang jurnal......................................................................22
2. Metode jurnal..................................................................................22
3. Pengumpulan data jurnal................................................................24
4. Analisis data jurnal.........................................................................25
5. Hasil jurnal.....................................................................................26
6. Pembahasan jurnal………………………………………………..

7. Kesimpulan jurnal..........................................................................29

BAB III : PENUTUP


Kesimpulan.........................................................................................31
Saran...................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang.
Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal
penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup
deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi pada
abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di antara
nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera
intraabdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang
terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma,
maupun status hemodinamik penderita.
Cedera abdomen menduduki urutan ketiga penyebab kematian akibat trauma.
Cedera ini dilaporkan menyebabkan 13% hingga 15% kematian akibat trauma,
terutama disebabkan oleh pendarahan. Kematian yang terjadi lebih dari 48 jam
setelah cedera abdomen disebabkan oleh sepsis dan komplikasinya. Pada trauma
intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu
penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan
menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat
merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen
mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat
tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun
adanya trauma yang mengenai organ yang berdekatan seperti kosta, tulang
belakang, maupun pelvis. Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada
baik karena pukulan langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus
dianggap mungkin mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.
Trauma tumpul cenderung menyebabkan kerusakan serius di organ padat
dan trauma tembus paling sering mencederai organ berongga. Kompresi dan
deselerasi pada trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan
parenkim, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut.
Namun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera
yang disebabkan oleh trauma tembus. Umumnya organ padat merespon trauma
dengan pendarahan. Organ berongga rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam
ruang peritoneum yang menyebabkan peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al.
2008)

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan


dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma
abdomen.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui anatomi abdomen

b. Mengetahui klasifikasi trauma abdomen

c. Mengetahui etiologi trauma aqbdomen

d. Mengetahui patofisiologi trauma tumpul abdomen

e. Mengetahui manifestasi klinis dari trauma abdomen

f. Mengetahui pemeriksaan diagnostic

g. Mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Trauma Abdomen

1. Anatomi Abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara


toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen
yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium.
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering
dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal
dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding
anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya
berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah
setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan
kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan
ligamentum inguinale. Daerah-daerah itu adalah: 1) hypocondriaca dextra, 2)
epigastrica, 3) hypocondriaca sinistra, 4) lumbalis dextra, 5) umbilical, 6)
lumbalis sinistra, 7) inguinalis dextra, 8) pubica/hipogastrica, 9) inguinalis
sinistra.

Gambar 1. Pembagian Anatomi Abdomen (Griffith, 2003)


a) kolon, sebagian ginjal kanan Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus
kanan hati, kantung empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik dan
kelenjar suprarenal kanan.
b) Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian
hati.
c) Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
d) Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
e) Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
f) Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
g) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
h) Pubica/Hipogastricmeliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
i) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

Dengan mengetahui proyeksi organ intraabdomen tersebut, dapat


memprediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut(Griffith,
2003).

Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu
:rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. Rongga pelvis
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. Rongga
peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang thorax, termasuk diafragma, liver,
lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen
torako abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus
halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan
organ reproduksi pada wanita(Trauma, 2012). Rongga retroperitoneal terdapat di
abdomen bagian belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian
besar duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, permukaan posterior kolon
ascenden descenden serta komponen 11 retroperitoneal dari rongga pelvis.
Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya
adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi rektum,
kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada
wanita(Griffith, 2003).

2. Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab
wound, impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena
kebanyakan trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan
pembedahan maka persiapan di ruang operasi harus simultan dengan
assessment pasien (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul:
diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi
(hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or
concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal
terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk
pengaman yang salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah
hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada
organ padat visera.Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen pada organ berongga dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi,
2014).
3. Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera
eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).

4. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen


Patofisiologi cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen
berhubungan dengan mekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang mengalami
trauma dengan energi yang tinggi akan mengalami goncangan fisik yang berat
sehingga menyebabkan cedera organ. (Mehta, Babu and Venugopal, 2014).
Ada beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat
menyebabkan cedera organ intraabdomen, yaitu :
a. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding abdomen
anterior dan posterior
b. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan
kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi
deselerasi horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi
peregangan pada struktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan
ligamen yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik (Guillion, 2009).
c. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan
cedera organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas
permukaan organ yang terkena cedera
d. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur
pelvis, fraktur tulang iga)
e. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat
menyebabkan cedera diafragma bahkan cedera kardiak.
Trauma langsung abdomen atau deselerasi cepat menyebabkan rusaknya organ
intraabdomen yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,
limpa, ginjal dan pankreas. Pola injuri pada trauma tumpul abdomen sering
disebabkan karena kecelakaan antar kendaraan bermotor, pejalan kaki yang
ditabrak kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan pemukulan dengan benda
tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena kompresi langsung abdomen
dengan objek padat yang mengakibatkan robeknya subscapular organ padat seperti
hati atau limpa. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan robeknya
organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hati atau arteri
renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan
intraluminal yang menyebabkan cedera organ berongga (usus halus). Trauma
tumpul abdomen yang mayoritas sering mengenai organ limpa sekitar 40% - 55%,
hati 35% - 45% dan usus halus 5%-10%(Avini et al., 2011)

5. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
a. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan gastrointestina
atau darah
b. Distensi abdomen
c. Demam
d. Anoreksia
e. Mual dan muntah
f.Takikardi
g. Peningkatan suhu tubuh

Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:


1. Trauma tembus
trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ yang
mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka.
Tanda dan gejala yang seringkali muncul adalah:

Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan


a. Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal, terdapat
nyeri bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari limpa yang rusak
dengan darah subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek posterior
dari dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah dan organ di
dalam peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung saraf yang lebih
dalam (serabut visceral aferen nyeri) dan mengakibatkan rasa yang sangat
nyeri. Iritasi pada peritoneum parietal mengarah ke nyeri somatik yang
cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak responsif, hal
tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus dan
cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di meatus
uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada
saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk organ
yang tidak begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang mencukupi
untuk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja organ dapat
mengalami penurunan atau bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner,
2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan
akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul
tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal dalam temuan
pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah disekitar
intraperitoneal

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:


a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi biasanya
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari atau
trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah: menunjukkan
potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016)

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostic yang diperlukan selama kondisi preoperative di gawat
darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah,
waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum
elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan
(muttaqin, kumalasari, 2013).

Pemeriksaan diagnostic dapat mencakup sonografi abdomen terfokus untuk


trauma, (FAST, focused abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum
diagnostic (DPL, diagnostic peritoneal lavage), foto toraks (untuk menentukan
kelainan makroskopik serta adanya pergeseran organ), dan CT scan abdomen.
1. Pemeriksaan FAST
Pemeriksaan yang relative cepat menyediakan informasi yang bermanfaat
dan banyak digunakan oleh pusat trauma Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menaruh ultrasound probe diatas berbagai area abdomen yang
menentukan apakah ada cairan bebas di area tersebut. Area yang dievaluasi
adalah kantong morison di kuadran kanan atas, kantong pericardial, region
splenorenal di kuadran kiri atas, dan panggul (kantong douglas).Jika hasil
FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka dilakukan
laparotomi eksploratif.
2. Pemeriksaan DPL
a. Prosedur diagnostic cepat yang digunakan selama fase resusitasi pada
perawatan pasien trauma hemodinamiknya tidak stabil untuk menegakkan
diagnosa perdarahan intra-abdomen.
b. Indikasi: cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental,
hipotensi tidak jelas sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil
pemeriksaan abdomen tidak jelas, cedera medulla spinalis, cedera alih
(fraktur tulang, trauma dada), trauma tembus abdomen (jika eksplorasi
tidak diindikasikan).
Kontraindikasi: riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilah
trimester tiga, sirosis hati lanjut, obesitas morbid, riwayat koagulopati.
3. CT Scan
a. Lebih sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
b. Sering dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan
mengetahui adanya gangguan.
c. CT scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan
panggul serta memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
d. CT scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ
padat

Keterbatasan penggunaan CT mencakup lama waktu yang diibutuhkan untuk


melakukan pemeriksaan,kebutuhan untuk memindahkan pasien keluar dari
area resusitasi,dan syarat bahwa pasien harus memiliki hemodinamik yang
stabil dan pergerakan dibatasi selama pemeriksaan.(Morton,2011)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1.Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter dipasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila
terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi,sedangkan bila
tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam. Tindakan laparotomi dilakukan
untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan,
tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ
berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai
reseksi sebagian
2. Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka
tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah
besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak
mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang
terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi sebgera,sedangkan pasien yang tidak
tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada
bagian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat
semua pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani
eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda- tanda sepsis
dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih
dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan.
Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat
darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera
peritoneal, dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48
jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma
Abdomen ialah :
a. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
b. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non- operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
c. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
d. Pemberian O2 sesuai indikasi
e. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
f. Trauma penetrasi :Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi
tersebut di atas Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung
kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal

Luka tikaman dapat dieksplorasi secara local di ED (dibawah kondisi steril)


menunjukan gangguan ;jika peritoneum utuh,pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan
pembedahan, bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan
dengan pembedahan.

Sedangkan menurut ENA (2000) penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma


abdomen yaitu :
a. Monitor TTV
b. Monitor CVP
c. Monitor AGD
d. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
e. Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen
darah
f. Pasang kateter urine
g. Monitor pemasukan dan haluaran
h. Pasang NGT sesuai indikasi
i. Berikan analgesik jika diijinkan
j. Minimalkan rangsangan dari luar
k. Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi
l. Monitor GCS
m. Monitor perfusi jaringan perifer
n. Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder untuk
meningkatkan trombosit
o. Monitor tingkat kesadaran
p. Monitor CRT
q. Jelaskan prosedur dengan sederhana
r. Jawab pertanyaan pasien
s. Monitor serum amilase dan lipase
t. Monitor serum dan kadar gula dalam urine
u. Monitor suhu tubuh
v. Monitor serum amilase dan lipase
w. Monitor serum dan kadar gula dalam urine
x. Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen, penurunan
sampai tidak ada bising usus.

Menurut Bambang Suryono (2008),pengelolaan trauma abdomen ialah :


Perawatan pasien dengan perdarahan abdomen difokuskan seputar
pencegahan dan penanganan syok. Pengobatan definitif untuk perdarahan
internal hanya dapat dilakukan di ruang operasi rumah sakit. Tanda-tanda syok
harus dinilai sejak dini, periksa dengan cermat nadi penderita, kesadaran dan
warna kulit. Penurunan tekanan darah merupakan tanda yang terlambat. Tanda-
tanda itu akan muncul setelah perdarahan internal menyebabkan kehilangan
darah yang signifikan. Pasien yang diduga mengalami perdarahan internal harus
dianggap serius dan harus dirujuk ke rumah sakit secepatnya.
Seperti semua pasien, prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan jalan
nafas, pernafasan yang adekuat dan sirkulasi. Pasien dengan perdarahan
internal kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda vital harus
sering dimonitor. Persiapkan untuk mempertahankan jalan nafas pasien, untuk
memberikan ventilasi atau melakukan RJP jika diperlukan.

8. Komplikasi Trauma Abdomen


Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan karena trauma abdomen adalah:
1. Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia
atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung,
maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul
gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon,
mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen
karena perangsangan peritoneum. Kolon merupakan tempat bakteri dan hasil
akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu
segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan,
peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal ini dapat
menimbulkan peritonitis yang bisa memberikan dampak yang lebih berat.
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
Setiap trauma abdomen (baik trauma tumpul dan trauma tembus) dapat
menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma
adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat
traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya tidak terkena. Diagnostik
perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam,
lebih-lebih pada taraf permulaan. Dalam taraf pertama darah akan berkumpul
dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan peritoneal
belum ada sama sekali. Apabila perdarahan tidak segera ditangani dengan baik
dan tepat maka dapat terjadi syok hipovolemik yang ditandai dengan hipotensi,
takikardia, dehidrasi, penurunan turgor kulit, oliguria, kulit dingin dan pucat.
3. Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ dapat disebabkan karena terjadinya perdarahan yang
masif tanpa penanganan yang adekuat sehingga pasokan darah ke organ tertentu
menjadi berkurang sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi organ,
bahkan fungsi organ bisa menghilang.
4. Infeksi dan sepsis
Peradangan dan penumpukan darah dan cairan pada rongga peritoneal dapat
menyebabkan mudahnya bakteri untuk menginfeksi sehigga resiko terjadinya
infeksi sangat tinggi,dan apabila infeksi tak terkendali,mikroorganisme
penyebab infeksi dapat masuk kedalam darah dan mengakibatkan syoksepsis.
5. Komplikasi pada organ lainnya
a. Pankreas :pankreatitis,pseudocyta,fistula pankreas-duodenal,dan perdarahan
b. Limfa :perubahan status mental,takikardia,hipotensi,akral
dingin,diaphoresisi
c. Usus :obstruksi usus,peritonitis,sepsis,nekrotik usus,dan syok
d. Ginjal :gagal ginjal akut (legume,2016)

B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori


1. Pengkajian
a. Pengkajian secara umum

Pada trauma abdomen pengkajian terdiri dari identitas klien dan


penanggung jawab, pengkajian darurat serta pengkajian lanjut. Pengkajian
darurat terdiri dari pengkajian primer dan skunder dimana perlu dilakukan
evaluasi cepat disertai resusitasi secara simultan. Pengkajian primer
dilakukan tanpa melakukan penilaian riwayat secara menyeluruh sampai
kondisi kegawatan teratasi. Namun untuk memprediksi pola cedera yang
lebih baik dan mengidentifikasi risiko yang lebih fatal maka perlu dipastikan
mekanisme cedera yang didapatkan dari berbagai elemen yang dapat
menjelaskan kronologi terjadinya trauma secara jelas dan ringkas baik dari
keluarga, saksi, pengantar atau pihak kepolisian.
Faktor penting yang berhubungan dengan pengkajian darurat, khususnya
dengan etiologi kecelakaan kendaraan bermotor meliputi hal-hal berikut:
a. Tingkat kerusakan kendaraan.
b. Apakah ada penumpang lain yang terluka atau meninggal.
c. Penggunaan perangkat keselamatan seperti sabuk pengaman dan helm.
d. Penggunaan alkohol atau penggunaan obat adiktif.
e. Adanya cedera kepala/otak dan cedera spina.
f. Apakah ada masalah kejiwaan yang jelas.
Untuk menentukan prioritas resusitasi dan diagnosis ditetapkan
berdasarkan stabilitas hemodinamik dan tingkat keparahan cedera.
Berdasarkan arahan protokol Advanced Trauma Life Support adalah untuk
mengidentifikasi dan melakukan pencegahan terhadap kondisi yang
mengancam jiwa. Protokol ini terdiri dari:
a. Airway, dengan tindakan pencegahan pada spina servikal.
b. Breathing.
c. Circulation.
d. Disability.
e. Expouse.
Selain prioritas resusitasi dilaksanakan, untuk melakukan pengkajian
riwayat cepat menurut Salomon (2000) merekomendasikan pendekatan
AMPLE:
a. Allergies.
b. Medications.
c. Past medical history.
d. Last meal or other intake.
e. Event leading presentation.
Resusitasi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik sampai kondisi
kegawatan teratasi. Sementara pengkajian skunder dilanjutkan untuk
mengidentifikasi cedera melalui pemeriksaan head-to-toe. Selama proses
pengkajian pasien sampai saat memberikan intervensi kepada pasien tenaga
kesehatan yang bertugas perlu meningkatkan kewaspadaan dengan
menggunakan alat pelindung seperti cap, pelindung mata, masker, gown,
sarung tangan, dan sepatu penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi
cairan tubuh pasien.

Pada kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma abdomen
seringkali silit dan tidak akurat. Pengkajian utama tetap dilakukan terhadap
status yang bisa menyebabkan kondisi disfungsi neurologis, yang dapat
disebabkan karena cedera kepala atau penyalahgunaan zat. Pemeriksaan
umum yang dapat diandalkan dan gejala pada pasien yang masihh dalam
kondisi sadar adalah nyeri, nyeri tekan abdomen, adanya tanda perdarahan
gastrointestinal, hipovolemia, dan bukti adanya iritasi peritoneum. Sejumlah
besar darah dapat terakumulasi di rongga peritoneal dan pelvis tanpa adanya
perubahan yang signifikan atau didapat pada fase awal dalam temuan
pemeriksaan fisik.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
1 Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet
(abrasi) atau ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka
memar atau abrasi di perut bagian bawah sangat berhubungan dengan
kondisi patologis intraperitoneal. Inspeksi visual sangat penting dilakukan
untuk mendapatkan adanya distensi abdomen yang mungkin dapat terjadi
karena pneumoperitonium, dilatasi lambung, atau ileus yang diproduksi
oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah dapat berhubungan
dengan cedera pada limpa atau cedera hati.
2 Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan
adanya cedera pada otot diafragma.
3 Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri
tekan) baik secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal, atau
rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal.
4 Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang
mengalami cedera
5 Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi
akibat patah tulang panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah kotor.
6 Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan
riwayat trauma panggul yang dapat menyebabkan cedera pada uretra dan
kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih dan kemampuan
dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji adanya ruptur uretra.

c. Pengkajian Psikososial

Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami


kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan informasi tentang sesuatu
yang berhubungan dengan kondisi klinis dan rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma abdomen memiliki indikasi untuk dilakukan
prosedur pembedahan maka pada kondisi pascabedah pasien akan
mendapatkan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi ini perlakuan
pengkajian disesuaikan dengan konteks keperawatan kritis. Pengkajian
lanjutan pada konteks keperawatan medikal-bedah di ruang rawat inap bedah
dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan fisik, pengkajian diagnostik, dan
pengkajian penatalaksanaan medik. Pada pasien pascabedah setelah dari
ruang intensif di ruang bedah hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1) Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang berhubungan denga penurunan
motilitas usus.
2) Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan pengkajian lanjutan riwayat
intervensi yang sudah didapat pasien selama di unit gawat darurat, kamar
bedah, dan ruang intensif, seperti jenis pembedahan,penggunaan cairan
dan transfusi darah,fungsi gastrointestinal,serta pengetahuan dalam
mobilisasi pasca bedah.
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapatkan dapat sesuai dengan manifestasi
klinik.Pada survei umum,pasien terlihat lemah,TTV bisa didapatkan
adanya perubahan.

Pada pemeriksaan fisik fokuskan didapatkan hal hal berikut :


1) Inspeksi: Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka pascabedah
pada bagian abdomen dan terpasang Foley kateter. Pada kondisi ini
penting dikaji kondisi luka pascabedah dan berbagai risiko yang
meningkatkan masalah pada pasien, seperti adanya infeksi luka operasi
(ILO), risiko dehisens dan eviserasi terutama pada pasien obesitas.
2) Auskultasi: Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus tidak ada,
terutama dengan pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas.
3) Palpasi: pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan menjadi
stimulus nyeri pada pasien.
4) Perkusi: Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat abdomen
mengalami kembung.
5) Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di ruang rawat inap bedah,
meliputi: pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, leukosit, hematokrit,
trombosit, dan LED), pemeriksaan serum elektrolit, serta pemeriksaan
fungsi hati dan fungsi ginjal.
6) Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji: Adanya pemberian antimikroba
yang akan diberikan selama 5-7 hari pascabedah terutama pada pasien
trauma abdomen dengan kontaminasi rongga peritoneal.

Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Etiologi dan faktor
DS :Pasien mengeluh predisposisi Resiko Syok Hipovolemik
kembung diarea abdomen ↓
Menyebabkan cedera
abdomen
DO :-Pasien tampak lemah
-Penurunan kesadaran ↓ Perdarahan
-Akral dingin
-Hipotensi ↓
-Penurunan hematokrit
Penurunan volume darah

Penurunan perfusi perifer

Risiko syok hipovolemik

DS :
-Pasien sebelumnya nyeri Etiologi dan faktor
diarea abdomen predisposisi
Resiko Trauma
-Pasien mengatakan terkena ↓
objek tertentu diarea
abdomen Menyebabkan
cederaabdomen
DO :
↓ Risiko trauma
-Terdapat jejas dan hematom
-Peristaltik usus 7x/menit

DS :
Etiologi dan faktor
-Pasien mengeluh nyeri
diarea abdomen predisposisi
DO : ↓

-Wajah pasien tampak Menyebabkan cedera


menyeringai karena nyeri abdomen Nyeri Akut
-Pengkajian PQRST ↓ Cedera organ
-Peningkatan TTV intraabdomen
-Terdapat jejas dan hematom ↓ Distensi
disekitar abdomen
abdomen
↓ Nyeri akut

DS :
Etiologi dan faktor Resiko
-Pasien lemas ketidakseimbangan
predisposisi
DO : ↓
-Pasien tampak lemah Menyebabkan cedera
-Pasien pucat abdomen Volume cairan

-Penurunan kesadarn ↓

-Akral dingin Perdarahan

-Penurunan hemaokrit ↓

-Penurunan turgor kulit Penurunan volume darah



-Bibir keirng
Kehilangancairan
-Oliguria
Dalam tubuh

Risiko ketidakseimbangan
volume cairan

DS : Etiologi dan faktor


-Pasien mengeluh demam predisposisi

DO : ↓
Menyebabkan cedera
-Pasien tampak lemah abdomen
Risiko Infeksi
-Peningkatan TTV ↓

-Kadar leukosit Trauma jaring integumen:


abnormal/tinggi abrasi dan ekimosis

Port de entree
mikroorganisme

Resiko infeksi

DS :
-Pasien mengeluh
kebingungan akan kondisi Etiologi dan faktor Ansietas
tubuhnya saat ini
predisposisi
DO :
-Pasien tampak bingung ↓
Menyebabkan cedera
-Wajah pasien tegang
abdomen
-Akral dingin

-Peningkatan TTV Kurang paparan informasi

Defisiensi pengetahuan

Perubahan kondisi tubuh dan
hospitalisasi

Cemas akan kondisi yang
dialami

Ansietas

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
a. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera
vascular intra abdominal

b. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya
listrik (mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan
daya), bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak yang
berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak
dengan mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak
menggunakan sabuk pengaman, kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
keselamatan, dan gangguan keseimbangan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek,
menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada parameter fisiologis
(mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan end
tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan
selera makan, putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.

d. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d ansietas, berkeringat, trauma,


obstruksi intestinal, sepsis, dan program pengobatan.

e. Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan, prosedur


invasif, gangguan integritas kulit, statis cairan tubuh, penurunan hemoglobin
dan malnutrisi.

f. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stressor ditandai
dengan gelisah, kontak mata yang buruk,ekspresi kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas, distress, gugup, takut,
sangat khawatir, peningkatan ketegangan,peningkatan keringat, wajah tegang,
anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernafasan, jantung berdebar, mulut
kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR, peningkatan TD, mual,
nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Masalah keperawatan :Risiko syok hipovolemik
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak
Mengalami syok hipovolemik
Intervensi :
1) Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2) Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3) Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan persistent
4) Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5) Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah
b. Masalah keperawatan: Risiko trauma

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan trauma pada


Pasien berkurang
Intervensi:

1) Memakaikan pakaian yang longgar kepada pasien

2) Memberikan tempat kepada pasien di tempat tidur yang sesuai/memberikan


efek terpeutik.

3) Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang berkaitan


dengan cedera atau trauma

4) Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan


jadwal yang dibuat

5) Memantau adanya kemerahan atau luka disekitar kulit

6) Memantau mobilisasi dan aktifitas pasien

c. Masalah keperawatan: Nyeri akut


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri pada

Pasien berkurang
Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor resipitasi

2) Monitor TTV

3) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

4) Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan

5) Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri


6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

7) Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri

8) Evaluasi keefektifan control nyeri

9) Tingkatkan istirahat

10) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

d. Masalah keperawatan: Risiko ketidakseimbangan volume cairan


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan cairan dalam
Tubuh seimbang
Intervensi :

1) Memberikan catatan input dan output cairan yang akurat

2) Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat dan
tekanan darah
3) Memantau TTV

4) Memeriksa lokasi edema

5) Memberikan terapi IV

6) Memberikan intake cairan selama 24 jam

7) Memberikan terapi elektrolit

8) Memantau respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan

9) Menyiapkan tranfusi darah

10) Memberikan produk tranfusi darah jika diperlukan

e. Masalah keperawatan: Risiko infeksi


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien
Tidak mengalami infeksi
Intervensi :

1) Membersihkan lingkungan di sekitar pasien untuk meminimalisir


perkembangan mikroorganisme penyebab infeksi
2) Membatasi kunjungan

3) Mengajarkan teknik membersihkan tangan dengan benar

4) Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji kondisi
pasien
5) Memberikan terapi antibiotik dengan tepat

6) Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi

7) Mengajarkan pasien dan anggota keluarga untuk mencegah infeksi

f. Masalah keperawatan: Ansietas


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan
Pada pasien dan keluarga berkurang
Intervensi :
1) Melakukan teknik relaksasi

2) Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan ketika


prosedur sedang berlangsung

3) Memberikan informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan


prognosis

4) Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan pasien

5) Mengenali pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan ketakutan

6) Mengidentifikasi perubahan tingkat ansietas

7) Membantu pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat menyebabkan


ansietas
8) Mendukung penggunaan strategi coping pasien

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengamplikasikan asuhan


keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:

1. Tidak terjadi syok hipovolemik.

2. Tidak mengalami injuri pascaprosedur beda

3. Nyeri berkurang dan beradaptasi

4. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

5. Infeksi luka tidak terjadi

6. Kecemasan berkurang

C. Analisis JurnaL
“HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN ALIRAN RENDAH”
DENGAN STATUS FISIOLOGIS(REVISED TRAUMA SCORE) PADA
PASIEN TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
BANJARMASIN”

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AKUT ABDOMEN DENGAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN DIIGD RSUD
SALATIGA”

1. Latar Belakang
Pemberian terapi oksigenasi sangat perlu dilakukan pada pasien trauma dengan
manifestasi klinis pada umumnya adalah sesak nafas sampai penurunan kesadaran
yang dapat mempengaruhi fungsi status fisologis pasien trauma dan fungsi
respirasi merupakan fungsi yang menjamin kebutuhan oksigenasi pada otak yang
sedang mengalami trauma(Brujins et al.,2014)
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukan adanya keadaan
darurat dalam abdomen yang dapat berakhir kematian bila tidak ditanggulangi
dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena
perdarahan, peradangan, perforai atau obstruksi pada alat pencernaan. Peradangan
bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti appendicitis atau sekunder
melalui suatu pencernaan peritoneum karena perforasi tukak lambung atau
perforasi akibat trauma (Syamsuhidayat,2014)

2. Metode
Pada jurnal pertama, jenis penelitian menggunakan analitik korelasional dengan
menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk menganalisa hubungan
pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan status fisiologis revised
trauma score pada pasien trauma diRSUD Ulin Banjarmasin dengan
menggunakan tehnik accidental sampling.Sedangkan jurnal kedua menggunakan
metode deskritif dengan desain studi kasus.Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD
Salatiga. Adapun subjek penelitian ini adalah pasien Akut Abdomen dengan
masalah kebutuhan aman dan nyaman.

3. Hasil Penelitian
Jurnal 1 dari 43 orang responden yang mengalami trauma,semakin ringan status
fisiologis responden maka semakin dominan menggunakan nasal kanul, dan
semakin serius status fisiologis responden semakin dominan menggunakan
sungkup muka non-rebreathing. Sedangkan pada jurnal kedua dari hasil
pemberian Teknik relaksasi benson pada pasien abdominal pain diperoleh adanya
penurunan skala nyeri dari skala 4 menjadi skala 3.Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Arifianto,dkk(2019) yang menyatakan bahwa
terapi non farmakologi berupa terapi relaksasi Benson dapat menurunkan skala
nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan setelah dilakukan selama 15 menit.

4. Kesimpulan
Pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan nasal kanul mengarah pada
status fisiologis ringan dan pemberian dengan sungkup muka non-rebreathing
mengarah kestatus fisiologis serius.Perlunya penelitian lanjutan dengan kontrol
faktor yang dapat mempengaruhi status fisiologis dan spesifikasi trauma yang
lebih fokus.Sedangkan pada jurnal kedua pemberian relaksasi benson yang
dilakukan teratur selama 15 menit dengan Teknik yang benar,tubuh akan menjadi
rileks.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifianto,dkk.(2019)
yang menyatakan bahwa terapi non farmakologi berupa terapi Relaksasi Benson
dapat menurunkan skala nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan setelah
dilakukan selama 15 menit.

5. Saran
Penggunaan sungkup muka non-rebreathing dan nasal kanul perlu melihat
kondisi status fisiologis dengan memperhatikan kebutuhan dan indikasi pasien
trauma serta perlunya penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan atau
pengaruh pada dua waktu pengambilan data,menilai pemasangan terapi
oksigen,dan lebih menspesifikkan trauma pada penelitian lebih lanjut,serta
meningkatkan pengetahuan dan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pasien akut abdomen.
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak


menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga
pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan oleh
benda tajam.

6.2 Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami trauma
abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma abdomen
akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara cepat dan tepat perlu
dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan setiap hari. Bila
memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi
dengan buku- buku yang diperlukan baik untuk perawat maupun pasien.
Legome EL. 2016. Blunt Abdominal Trauma Clinical Presentation”.
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-clinical#b3

Morton, P.G, Fontaine, D, Hudak, C. M, Gallo, B. M. 2008. Keperawatan


Kritis. Jakarta: EGC

MH Assiddqi. 2014. Bab II Tinjauan


Pustaka.
http://eprints.undip.ac.id/44820/4/M.Hasbi_Asshiddiqi_22010110110072_Ba
b 2KTI.pdf. Diakses pada 8 Juni 2016.
Morton, Patricia Gonce.2011. Keperawatan kriris : pendekatan asuhan holistic.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin A,SariK.2013. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Offner P.2014.Penetrating Abdominal Trauma.
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview.
Pratama, Andi ,Djaja. 2014. Trauma Abdomen pada Anak.
http://www.academia.edu/9479086/TRAUMA_ABDOMEN_PADA_A
NAK. Diakses pada 8 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai