TRAUMA ABDOMEN
Dosen Fasilitator: Maria Imaculata Ose. S. Kep Ns,. M.Kep
DISUSUN OLEH :
kelompok xviii kelas kerjasama S1 keperawatan :
Puji syukur khadirat allah SWT karna atas berkat rahat dan hidayahnya lah
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ TRAUMA ABDOMEN“ ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini selain dari hasil kerja kelompok XVIII, kami
juga mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, dan pada kesempatan kali ini kami
ingin mengucapkan banyak terimaksih kepada :
1. Ns.Maria Imaculata Ose.S.Kep.M.Kep selaku dosen pengampuh dan dosen
pembimbing mata kuliah keperawatan gawat darurat yang telah meluangkan
Ilmu,waktu,kritik & sarannya dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini
dapat selesai pada waktunya.
2. Keluarga tercinta kami serta teman yang membantu dalam doa dan dukungan
semangat sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pemilihan judul tersebut merupakan salah satu tugas mata muliah keperawatan
gawat darurat, Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dalam
penyususnan, baik dari segi (ejaan yang disempurnakan)EYD, kosa kata, tata
Bahasa,etika maupun isi. Oleh karnanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan sbagai bahan evaluasi.
Demikian makalah ini dapat di terima sebagai ide / gagasan yang menambah
kekayaan intelektual bangsa. Terima kasih & Assalamualaikum Wr.Wb
HALAMAN COVER.....................................................................................i
HALAMAN JUDUL.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan penulisan ..................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Trauma Abdomen
1. Anatomi Abdomen...........................................................................5
2. Klasifikasi Trauma Abdomen ..........................................................5
3. Etiologi.............................................................................................6
4. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen..........................................7
5. Manifestasi klinis .............................................................................8
6. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................9
7. Penatalaksanaan................................................................................9
8. Komplikasi Trauma Abdomen.........................................................9
B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
1. Pengkajian......................................................................................11
2. Diagnosa Keperawatan...................................................................14
3. Intervensi Keperawatan..................................................................15
4. Implementasi Keperawatan............................................................20
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................20
C. Analisis Jurnal
1. Latar belakang jurnal......................................................................22
2. Metode jurnal..................................................................................22
3. Pengumpulan data jurnal................................................................24
4. Analisis data jurnal.........................................................................25
5. Hasil jurnal.....................................................................................26
6. Pembahasan jurnal………………………………………………..
7. Kesimpulan jurnal..........................................................................29
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Anatomi Abdomen
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu
:rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. Rongga pelvis
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. Rongga
peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang thorax, termasuk diafragma, liver,
lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen
torako abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus
halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan
organ reproduksi pada wanita(Trauma, 2012). Rongga retroperitoneal terdapat di
abdomen bagian belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian
besar duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, permukaan posterior kolon
ascenden descenden serta komponen 11 retroperitoneal dari rongga pelvis.
Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya
adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi rektum,
kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada
wanita(Griffith, 2003).
2. Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab
wound, impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena
kebanyakan trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan
pembedahan maka persiapan di ruang operasi harus simultan dengan
assessment pasien (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul:
diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi
(hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or
concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal
terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk
pengaman yang salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah
hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada
organ padat visera.Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen pada organ berongga dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi,
2014).
3. Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera
eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).
5. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
a. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan gastrointestina
atau darah
b. Distensi abdomen
c. Demam
d. Anoreksia
e. Mual dan muntah
f.Takikardi
g. Peningkatan suhu tubuh
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada
saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk organ
yang tidak begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang mencukupi
untuk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja organ dapat
mengalami penurunan atau bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner,
2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan
akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul
tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal dalam temuan
pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah disekitar
intraperitoneal
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostic yang diperlukan selama kondisi preoperative di gawat
darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah,
waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum
elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan
(muttaqin, kumalasari, 2013).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1.Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter dipasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila
terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi,sedangkan bila
tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam. Tindakan laparotomi dilakukan
untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan,
tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ
berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai
reseksi sebagian
2. Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka
tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah
besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak
mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang
terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi sebgera,sedangkan pasien yang tidak
tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada
bagian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat
semua pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani
eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda- tanda sepsis
dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih
dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan.
Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat
darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera
peritoneal, dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48
jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma
Abdomen ialah :
a. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
b. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non- operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
c. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
d. Pemberian O2 sesuai indikasi
e. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
f. Trauma penetrasi :Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi
tersebut di atas Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung
kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
Pada kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma abdomen
seringkali silit dan tidak akurat. Pengkajian utama tetap dilakukan terhadap
status yang bisa menyebabkan kondisi disfungsi neurologis, yang dapat
disebabkan karena cedera kepala atau penyalahgunaan zat. Pemeriksaan
umum yang dapat diandalkan dan gejala pada pasien yang masihh dalam
kondisi sadar adalah nyeri, nyeri tekan abdomen, adanya tanda perdarahan
gastrointestinal, hipovolemia, dan bukti adanya iritasi peritoneum. Sejumlah
besar darah dapat terakumulasi di rongga peritoneal dan pelvis tanpa adanya
perubahan yang signifikan atau didapat pada fase awal dalam temuan
pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
1 Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet
(abrasi) atau ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka
memar atau abrasi di perut bagian bawah sangat berhubungan dengan
kondisi patologis intraperitoneal. Inspeksi visual sangat penting dilakukan
untuk mendapatkan adanya distensi abdomen yang mungkin dapat terjadi
karena pneumoperitonium, dilatasi lambung, atau ileus yang diproduksi
oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah dapat berhubungan
dengan cedera pada limpa atau cedera hati.
2 Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan
adanya cedera pada otot diafragma.
3 Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri
tekan) baik secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal, atau
rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal.
4 Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang
mengalami cedera
5 Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi
akibat patah tulang panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah kotor.
6 Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan
riwayat trauma panggul yang dapat menyebabkan cedera pada uretra dan
kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih dan kemampuan
dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji adanya ruptur uretra.
c. Pengkajian Psikososial
Analisa Data
DS :
-Pasien sebelumnya nyeri Etiologi dan faktor
diarea abdomen predisposisi
Resiko Trauma
-Pasien mengatakan terkena ↓
objek tertentu diarea
abdomen Menyebabkan
cederaabdomen
DO :
↓ Risiko trauma
-Terdapat jejas dan hematom
-Peristaltik usus 7x/menit
DS :
Etiologi dan faktor
-Pasien mengeluh nyeri
diarea abdomen predisposisi
DO : ↓
DS :
Etiologi dan faktor Resiko
-Pasien lemas ketidakseimbangan
predisposisi
DO : ↓
-Pasien tampak lemah Menyebabkan cedera
-Pasien pucat abdomen Volume cairan
-Penurunan kesadarn ↓
-Penurunan hemaokrit ↓
DO : ↓
Menyebabkan cedera
-Pasien tampak lemah abdomen
Risiko Infeksi
-Peningkatan TTV ↓
DS :
-Pasien mengeluh
kebingungan akan kondisi Etiologi dan faktor Ansietas
tubuhnya saat ini
predisposisi
DO :
-Pasien tampak bingung ↓
Menyebabkan cedera
-Wajah pasien tegang
abdomen
-Akral dingin
↓
-Peningkatan TTV Kurang paparan informasi
↓
Defisiensi pengetahuan
↓
Perubahan kondisi tubuh dan
hospitalisasi
↓
Cemas akan kondisi yang
dialami
↓
Ansietas
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
a. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera
vascular intra abdominal
b. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya
listrik (mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan
daya), bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak yang
berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak
dengan mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak
menggunakan sabuk pengaman, kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek,
menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada parameter fisiologis
(mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan end
tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan
selera makan, putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.
f. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stressor ditandai
dengan gelisah, kontak mata yang buruk,ekspresi kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas, distress, gugup, takut,
sangat khawatir, peningkatan ketegangan,peningkatan keringat, wajah tegang,
anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernafasan, jantung berdebar, mulut
kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR, peningkatan TD, mual,
nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Masalah keperawatan :Risiko syok hipovolemik
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak
Mengalami syok hipovolemik
Intervensi :
1) Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2) Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3) Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan persistent
4) Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5) Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah
b. Masalah keperawatan: Risiko trauma
Pasien berkurang
Intervensi :
2) Monitor TTV
9) Tingkatkan istirahat
10) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2) Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat dan
tekanan darah
3) Memantau TTV
5) Memberikan terapi IV
4) Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji kondisi
pasien
5) Memberikan terapi antibiotik dengan tepat
6) Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:
6. Kecemasan berkurang
C. Analisis JurnaL
“HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN ALIRAN RENDAH”
DENGAN STATUS FISIOLOGIS(REVISED TRAUMA SCORE) PADA
PASIEN TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
BANJARMASIN”
1. Latar Belakang
Pemberian terapi oksigenasi sangat perlu dilakukan pada pasien trauma dengan
manifestasi klinis pada umumnya adalah sesak nafas sampai penurunan kesadaran
yang dapat mempengaruhi fungsi status fisologis pasien trauma dan fungsi
respirasi merupakan fungsi yang menjamin kebutuhan oksigenasi pada otak yang
sedang mengalami trauma(Brujins et al.,2014)
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukan adanya keadaan
darurat dalam abdomen yang dapat berakhir kematian bila tidak ditanggulangi
dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena
perdarahan, peradangan, perforai atau obstruksi pada alat pencernaan. Peradangan
bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti appendicitis atau sekunder
melalui suatu pencernaan peritoneum karena perforasi tukak lambung atau
perforasi akibat trauma (Syamsuhidayat,2014)
2. Metode
Pada jurnal pertama, jenis penelitian menggunakan analitik korelasional dengan
menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk menganalisa hubungan
pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan status fisiologis revised
trauma score pada pasien trauma diRSUD Ulin Banjarmasin dengan
menggunakan tehnik accidental sampling.Sedangkan jurnal kedua menggunakan
metode deskritif dengan desain studi kasus.Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD
Salatiga. Adapun subjek penelitian ini adalah pasien Akut Abdomen dengan
masalah kebutuhan aman dan nyaman.
3. Hasil Penelitian
Jurnal 1 dari 43 orang responden yang mengalami trauma,semakin ringan status
fisiologis responden maka semakin dominan menggunakan nasal kanul, dan
semakin serius status fisiologis responden semakin dominan menggunakan
sungkup muka non-rebreathing. Sedangkan pada jurnal kedua dari hasil
pemberian Teknik relaksasi benson pada pasien abdominal pain diperoleh adanya
penurunan skala nyeri dari skala 4 menjadi skala 3.Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Arifianto,dkk(2019) yang menyatakan bahwa
terapi non farmakologi berupa terapi relaksasi Benson dapat menurunkan skala
nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan setelah dilakukan selama 15 menit.
4. Kesimpulan
Pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan nasal kanul mengarah pada
status fisiologis ringan dan pemberian dengan sungkup muka non-rebreathing
mengarah kestatus fisiologis serius.Perlunya penelitian lanjutan dengan kontrol
faktor yang dapat mempengaruhi status fisiologis dan spesifikasi trauma yang
lebih fokus.Sedangkan pada jurnal kedua pemberian relaksasi benson yang
dilakukan teratur selama 15 menit dengan Teknik yang benar,tubuh akan menjadi
rileks.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifianto,dkk.(2019)
yang menyatakan bahwa terapi non farmakologi berupa terapi Relaksasi Benson
dapat menurunkan skala nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan setelah
dilakukan selama 15 menit.
5. Saran
Penggunaan sungkup muka non-rebreathing dan nasal kanul perlu melihat
kondisi status fisiologis dengan memperhatikan kebutuhan dan indikasi pasien
trauma serta perlunya penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan atau
pengaruh pada dua waktu pengambilan data,menilai pemasangan terapi
oksigen,dan lebih menspesifikkan trauma pada penelitian lebih lanjut,serta
meningkatkan pengetahuan dan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pasien akut abdomen.
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami trauma
abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma abdomen
akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara cepat dan tepat perlu
dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan setiap hari. Bila
memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi
dengan buku- buku yang diperlukan baik untuk perawat maupun pasien.
Legome EL. 2016. Blunt Abdominal Trauma Clinical Presentation”.
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-clinical#b3