Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gadar


Dosen Pengampuh : Ns. Merry J Firstiana, S. Kep., M. Kep.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK III

Andi Selamat ( 2040703056 )


Ardi Rama Lukita ( 2040703057 )
Irwansyah ( 2040703068 )
Juprianus Toding ( 2040703069 )
Murliana ( 2040703076 )
Putri Hasratati ( 2040703066 )
Sunarti ( 2040703090 )
Taufik ( 2040703099 )
Wahyu Surani ( 2040703093 )
Warsono ( 2040703094 )
Yuliana Batu ( 2040703096 )

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


S1 KEPERAWATAN KELAS KERJA SAMA
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Penatalaksanaan Luka Bakar. Makalah ini
tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, bahkan bisa tersusun dengan
sempurna.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Ns. Merry J Firstiana, S. Kep., M. Kep. selaku Dosen Pengampuh
2. Semua pihak yang telah membantu kami dalam dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya.
Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang
membacanya, dengan pemahaman yang di dapatkan pembaca dari makalah ini tentunya
penulis akan memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa menyelesaikan makalah
berikutnya dengan sempurna tanpa ada kesalahan,demi peningkatan mutu pendidikan
kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, kritik, serta
saran yang akan pembaca berikan kepada penulis nantinya.

Tarakan, 18 Mei 2021

` Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................................................1
1. Tujuan Umum...................................................................................................................................1
2. Tujuan Khusus..................................................................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................................................................3
B. Etiologi..................................................................................................................................................3
C. Patofisiologi Luka Bakar........................................................................................................................4
D. Tanda dan Gejala...................................................................................................................................5
1. Grade I...................................................................................................................................................5
E. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar.........................................................................5
F. Proses penyembuhan luka....................................................................................................................10
G. Penatalaksanaan...................................................................................................................................11
BAB III.......................................................................................................................................18
PENUTUP..................................................................................................................................18
A. Kesimpulan..........................................................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di dunia.
Setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 300.000 kematian diakibatkan oleh luka bakar
karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bakar berat terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah dengan angka kematian tertinggi akibat luka bakar ditempati oleh Asia
Tenggara (11,6 kematian per 100.000 populasi per tahun). Penyebab kematian pada fase akut
(48 jam pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury. Syok luka bakar dapat terjadi
karena kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi. Terapi cairan yang tidak memadai dapat
menyebabkan perubahan fisiologi pasien luka bakar diantaranya perfusi pada ginjal dan
mesenteric vascular beds yang berkurang, kerusakan ginjal akut, iskemik, kolaps
kardiovaskular dan kematian. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menimbulkan fluid
creep, sindrom kompartemen ekstermitas, meningkatkan tekanan intraokular, sindrom
kompartemen okular, edema paru dan otak, acute respiratory distress syndrome, serta
gangguan berbagai organ.
Berat ringannya luka bakar bergantung pada keadaan jaringan yang terbakaar serta
intensitas trauma panas. Kulit yang tebal, berpigmen bayak dan banyak mempunyai kelenjar
sebasea akan lebih tahan terhadap trauma panas dibanding dengan kulit yang tipis dan
kering. Jaringan dibawahnya kaan menerima rambatan panas yang serupa. Kandungan air
dalam jaringan dan kaya tidaknya jaringan akan aliran darah merupakan faktor penting. Di
Amerika luka bakar adalah penyebab ketiga kematian akibat trauma setelah kecelakaan
kendaraan bermotor dan senjata api. Setiap tahun kira-kira 1,25 juta orang dengan luka bakar
datang ke IGD. Sebagian besar menderita luka bakar ringan dan mendapat pertolongan
pertama di IGD dan sisanya menderita luka bakar yang luas sehingga perlu mendapat
perawatan intensif di rumah sakit. Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar
merupakan bagian terpenting dari perawatan keseluruhan, terutama bila lukanya luas dan
kemungkinan melibatkan beberapa pembedahan. Sebelum dilakukan menejemn terhadap
luka bakar, pasien harus dievaluasi secara tepat dan lengkap. Evaluasi ini meliputi jalan
napas, pertukaran udara, dan stabilitas sirkulasi. Selain itu juga harus diketahui mekanisme
terjadinya luka bakar, ada tidaknya gannguan inhalasi, luka bakar pada kornea dan
intoksikasi karbon monoksida.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui penalaksanaan luka bakar


2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami Pengertian, tanda dan gejala, etiologi, faktor


yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar, Proses penyembuhan luka,
manajemen penalaksanaan.
2. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
luka bakar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012)

Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak-seimbangan
elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi saraf.

B. Etiologi (Rahayuningsih, 2012)

1. Luka Bakar Termal

Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab paling sering
yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan suhu panas seperti
terbakar api secara langsung atau terkena permukaan logam yang panas.
2. Luka Bakar Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit


dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia
ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat– zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan

3
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer
.

3. Luka Bakar Elektrik

Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi
oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh Luka bakar listrik ini biasanya lukanya lebih serius dari
apa yang terlihat di permukaan tubuh .

4. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.


Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi .

C. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar dapat menimbulkan efek lokal dan sistemik. Efek lokal dari luka
bakar adalah kulit kemerahan, bengkak, nyeri dan perubahan sensasi rasa (Rudall, N.
and Green, 2010) Derajat keparahan efek lokal ini dipengaruhi oleh suhu yang
mengenai kulit, penyebab panas dan durasi paparan panas. Penyebab utama
terjadinya efek lokal adalah nekrosis epidermis dan jaringan (Gauglitz, G.G. dan
Jeschke, 2012)
Pada efek lokal, dikenal adanya zona luka bakar yang dibagi berdasarkan
tingkat kerusakan jaringan. Jackson‟s burn model membagi luka bakar menjadi 3
zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona hiperemia. Zona koagulasi adalah
pusat dari luka bakar dan telah terjadi kerusakan berat atau nekrosis sebagai hasil
dari kerusakan jaringan yang tidak dapat pulih (Rudall, N. and Green, 2010)
Area yang melingkupi zona nekrosis mengalami kerusakan ringan dengan
penurunan perfusi jaringan disebut zona stasis. Keadaan zona ini dipengaruhi oleh
lingkungan untuk dapat bertahan dan kembali pulih atau semakin parah menuju
coagulative necrosis. Zona stasis berhubungan dengan kerusakan vaskular dan vessel

4
leakage. Zona hiperemia adalah area yang mengalami vasodilatasi dari inflamasi
sekitar luka bakar. Area ini berisi jaringan hidup yang menjadi awal proses
penyembuhan dan secara umum tidak berisiko terjadi nekrosisi lebih lanjut.
(Gauglitz, G.G. dan Jeschke, 2012)
Efek sistemik ditimbulkan oleh pelepasan sitokin dan mediator inflamasi
yang lain saat luas luka bakar telah mencapai 30% dari TBSA (Total Body Surface
Area). Luka bakar yang luasnya lebih besar dari sepertiga TBSA menimbulkan
kerusakan berat pada fungsi kardiovaskular yang disebut dengan syok. Syok adalah
kondisi abnormal ketika perfusi jaringan tidak cukup kuat untuk mengantarkan
asupan oksigen dan nurisi serta mengeluarkan hasil produksi sel yang tidak
dibutuhkan (Gauglitz, G.G. dan Jeschke, 2012)
Penyebab syok adalah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
terjadi selama 36 jam setelah timbulnya luka bakar. Protein dan cairan yang tertarik
menuju ke ruang intersisial menimbulkan edema dan dehidrasi. Untuk
mengkompensasi kondisi ini, pembuluh perifer dan splanknik mengalami kontriksi
dan terjadi hipoperfusi (Rudall, N. and Green, 2010)
Sirkulasi mediator inflamasi mempengaruhi penyimpanan air dan garam
pada renal, perbaikan kontraktilitas jantung dan menyebabkan vasokonstriksi.
Adanya hipovolemia dan gangguan fungsi jantung dapat menyebabkan kondisi ini
berlanjut menjadi iskemik. Efek sistemik yang dihasilkan oleh luka bakar adalah
penurunan volume intravaskular, peningkatan resistensi vaskular, penurunan cardiac
output, iskemik dan asidosis metabolik (Gauglitz, G.G. dan Jeschke, 2012)

D. Tanda dan Gejala


Menurut (Wong D. L & Whaley, 2003), tanda dan gejala pada luka bakar
adalah :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan, nyeri
sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian dalam),
terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan (adanya
penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri,

5
sembuh dalam 21 - 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan
(seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau hitam
keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati),
tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).

E. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar

1. Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang paling luar.
Kedalaman suatu luka bakar terdiri dari beberapa kategori yang didasarkan
pada elemen kulit yang rusak seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel : Derajat dan kedalaman luka bakar.


Tingkat Pen Waktu
am
pila
Kedalaman Derajat Kerusakan n Penyembuhan
Wa
rna
mer
ah
mu
da,
bas
ah,
tera
Superficial I Epidermis sa Hari
saki
t
dan
ber
dar
ah
Wa
rna
mer
ah
mu
Epidermis da,
Partial
bas
hingga ah, 1 sampai 2
thickness: II
ber
dar
papillary ah, minggu
superficial dermis tera

6
dan
mel
epu
h
Wa
rna
sete
nga
h
Epidermis
ke
mer
aha
Partial n,
hingga
keri
ng,
tida
thickness: II k >4 minggu
reticular
ber
dar
deep dermal ah,
dermis sen
sasi
rasa
ber
kur
ang
.
Hit
am
ata
Seluruh u
puti
h,
keri
kulit ng
dan
kas
III ar,
tida
k,
tida
Full Kulit, k
ber >4 minggu
dar
thickness tendon, ah,
tan
IV jaringan, pa
sen
sasi
rasa
otot dan .
tulang

7
2. Luas luka bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi


Rule of nine, Lund and Browder dan hand palm. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi
dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman
seseorang dalam menentukan luas luka bakar (Gurnida, DA., dan Lilisari, 2011).

a) Metode rule of nine

Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-
bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genitalia
1% (lihat gambar 1). Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk
menilai luka bakar menengah d an berat pada penderita yang berusia diatas
10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%. Metode ini tidak akurat pada anak
karena adanya perbedaan proporsi tubuh anak dengan dewasa.

b) Metode Hand Palm

8
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien
(termasuk jari tangan ) adalah sekitar 1% total luas permukaan tubuh. Metode
ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida dan Lilisari, 2011).

a. Metode Lund and Browde

Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena berdasarkan


lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode yang paling akurat pada
anak bila digunakan dengan benar.

(Gurnida dan Lilisari, 2011). Metode lund and browder merupakan

9
modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat
memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar yaitu
kepala 20%, tangan masing-masing 10%, kaki masing-masing 10%, dan
badan kanan 20%, badan kiri 20% (Hardisman, 2014).

b. hand palm.

Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan
menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.

c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)

Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar.
Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada sering kali berkaitan
dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan
persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat
menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen (Rahayuningsih, 2012)
Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi
oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak
dapat menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner (Rahayuningsih, 2012)
d. Mekanisme injury

Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk


menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka bakar yang
mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada luka
bakarelectric, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal (Rahayuningsih, 2012)
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan
otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas khususnya bila injury
electrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage , tipe arus (direct atau
alternating), tempat kontak dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk
diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbidity

10
(Rahayuningsih, 2012).
Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak
kelompok usia dibawah 6 tahun bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2
tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada usia
25-35 tahun. Kendatipun jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup
kecil, tetapi kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas
khusus luka bakar. Dalam tahun tahun terakhir ini daya tahan hidup dimana
penderita dapat kembali pada keadaan sebelum cedera pada penderita lanjut
usia mengalami perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan populasi
umum luka bakar lainnya.

Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka


kematiannya (mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari
4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di
atas 65 tahun. Tingginya statistic mortalitas dan morbiditas pada orang tua
yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan
fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan
menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya
lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury
luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada
bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak
dapat menyebabkan terjadinya luka bakar (Rahayuningsih, 2012)
Pada anak dibawah umur 3 tahun penyebab luka bakar paling umum
adalah cedera lepuh (scald burn). Luka ini dapat terjadi bila bayi dan balita
yang tak terurus dengan baik, dimasukkan kedalam bak mandi yang berisi air
yang sangat panas dan anak tak mampu keluar dari bak mandi tersebut.Selain
itu kulit balita lebih tipis daripada kulit anak yang lebih besar dan orang
dewasa, karenanya lebih rentan cedera. Pada anak umur 3-14 tahun, penyebab
luka bakar paling sering karena nyala api yang membakar baju. Kematian
pada anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna.

F. Proses penyembuhan luka


(Krisanty, 2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan luka bakar terdiri

11
dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase maturasi. Adapun
proses penyembuhannya antara lain:

1. Fase inflamasi

Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Pada fase ini terjadi
perubahan vascular dan proliferase seluler.Daerah luka mengalamiagregasi
trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai timbul epitalisasi.
2. Fase Fibi Oblastik

Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar Pada fase ini
timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai
jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.

3. Fase Maturasi

Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler dan


vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu tahun dan
berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir dari fase ini
berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau
gatal.

G. Penatalaksanaan

Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka
bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain
yang dianggap penting (Rahayuningsih, 2012). Perawatan sebelum di rumah sakit
(prehospital care). Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada
tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan
emergensi. Prehospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari
sumber penyebab luka bakar dan atau menghilangkan sumber panas
(Rahayuningsih, 2012).
1. Penatalaksanaan prehospital

12
Menurut Rahayuningsih (2012) mengatakan bahwa penanganan pertama pada luka
bakar antara lain :
a. Menjauhkan penderita dari sumber luka bakar
b. Memadamkan pakaian yang terbakar
c. Menghilangkan zat kimia penyebab luka bakar
d. Menyiram dengan air sebanyak -banyaknya bila karena zat kimia.
e. Mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek
yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).

2. Penatalaksanaan di IGD
Manajemen awal dari pasien luka bakar sama dengan penanganan untuk
pasien trauma lain yang meliputi ABCDE (Mlcak, R.P., Buffalo,
M.C. and Jimenez, 2012)

Penanganan awal tersebut adalah sebagai berikut:


(1) Airway
Pemeriksaan dan evaluasi jalan nafas harus segera dilakukan. Luka bakar
pada wajah atau edema jalan nafas atas dapat membahayakan jalan nafas.
Pasien yang tidak sadar, biasanya disebabkan adanya paparan karbon
monoksida atau sianida atau luka lain yang membahayakan jalan nafas
sehingga intubasi sebaiknya segera dilakukan. Pemberian 100% oksigen
adalah perlakuan yang tepat untuk luka bakar yang disebabkan oleh karbon
monoksida atau sianida (Sjoberg, 2012)
(2) Breathing
Tata laksana pernafasan termasuk memperoleh radiografi dari dada dan
perkiraan kecukupan ventilasi (Cancio, 2014). Radiografi dada yang normal
tidak ditemukan pada inhalation injury. Pemeriksaan pola pernafasan dan
fungsi paru sebaiknya dilakukan untuk tambahan evaluasi jalan nafas atas
terutama untuk kasus luka bakar circular thoracic (Sjoberg, 2012). Pada
thoracic eschar syndrome, edema menambah kekuatan eskar yang kaku
selama periode resusitasi, secara berangsur-angsur dada mengkerut dan
menyebabkan peningkatan peak airway pressure diikuti adanya respiratory
arrest. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah thoracic escharotomy

13
dengan cepat, yang akan memberikan hasil perbaikan chest compliance
dengan segera. Teknik eskarotomi pada dada atau ekstermitas berupa
sayatan kulit yang dalam (eskar) (Cancio, 2014)
(3) Circulation
Keadaan sistem peredaran darah pasien sebaiknya diperiksa,
termasuk penilaian warna kulit, sensitivitas, peripheral pulses dan capillary
refill. Denyut nadi dan tekanan darah juga ikut menentukan kecukupan
perfusi organ. Efek dari penentuan denyut nadi perlu dipertimbangkan,
karena denyut nadi dapat disebabkan oleh kondisi lain selain hipovolemia,
contohnya nyeri. Monitoring tekanan darah cukup sulit untuk dilakukan,
perlu hati-hati terhadap risiko terjadinya kesalahan contohnya deep
circumferential burns. Pada kasus peripheral ciculation di ekstermitas perlu
disepakati pertimbangan pemberian awal eskarotomi (Sjoberg, 2012)
(4) Disability
Pasien luka bakar yang berada dalam fase akut namun kondisinya masih
normal seharusnya tidak mengalami perubahan leve of
consciousness (LOC). LOC dapat ditentukan dengan Glascow Coma Scale
(GCS). Apabila LOC berubah, dicurigai terdapat proses lain yang mendasari
seperti trauma lain, karbon monoksida, intoksikasi sianida, hipoksia dan
kondisi medis yang lain contohnya stroke atau diabetes (Sjoberg, 2012)
(5) Expose and examine
Pemerikaan secara menyeluruh sebaiknya dilakukan pada pasien.Pakaian
dan perhiasan seperti cincin perlu dilepaskan. Hati-hati terhadap risiko
hipotermia. Pada kesempatan ini perlu dilakukan perkiraan dan evaluasi.
Hasil dari tahapan ini penting untuk menentukan pemberian awal terapi
cairan ketika luka bakar telah meluas (Sjoberg, 2012)
(6) Fluid
Resusitasi cairan dibutuhkan oleh pasien dengan luka bakar
>15%TBSA pada orang dewasa dan >10% pada anak-anak,
terutama 48 jam setelah timbul luka bakar (Rudall, N. and Green,
2010). Resusitasi cairan bertujuan untuk mempertahankan perfusi
organ secara menyeluruh dan menghadapi inflamasi sistemik yang
masif serta hipovolemia cairan intravaskular dan ekstravaskular

14
(Tricklebank, 2008).
Tatalaksana terapi cairan
Tatalaksana terapi cairan dapat dibagi menjadi 3 tahap, tahap
pertama dari resusitasi cairan adalah menghitung area luka bakar dengan
teliti. Persentase dari luka bakar dapat diperkirakan dengan cepat
menggunakan metode Rule of Nine. Namun, penggunaan metode ini sering
menyebabkan perkiraan yang berlebih sebanyak 2 kali. Oleh karena itu,
digunakan Lund-Browder chart dan Rule of Hand (tangan pasien mewakili
1% dari permukaan tubuh pasien) (Cancio, 2014)
Luka bakar yang berat dengan luas area terbakar >20 % TBSA
membutuhkan resusitasi cairan (Lira dan Pinsky, 2014). Enoch et al
mengemukakan bahwa resusitasi cairan dibutuhkan oleh pasien dengan luka
bakar >15% TBSA pada orang dewasa dan >10% pada anak-anak, terutama
48 jam setelah timbul luka bakar (Green dan Rudall, 2010). Resusitasi oral
tepat jika diberikan untuk pasien luka bakar <20% TBSA yang tidak disertai
oleh inflamasi sistemik yang berat, edema dan vasodilatasi pada jaringan
yang tidak terbakar. Pasien luka bakar dengan >20% TBSA sebaiknya
mendapatkan terapi cairan melalui rute intravena (Pham, T.N., Cancio, L.C
and Gibran, 2008).
Tahap kedua adalah mengawali pemberian resusitasi cairan dengan
perhitungan menggunakan rumus. Cairan yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi syok pada luka bakar adalah cairan ringer laktat. Terdapat 2
rumus tradisional untuk resusitasi luka bakar orang dewasa, yaitu rumus
Parkland dan modifikasi Brooke. Rumus modifikasi Brooke
memperkirakan kebutuhan cairan 2 ml/kg/TBSA yang terbakar, dengan
setengah dari volume cairan diberikan 8 jam pertama setelah terjadi luka
bakar sedangkan sisanya diberikan 16 jam setelahnya. Rumus Parkland
memperkirakan cairan yang dibutuhkan 4ml/kg/TBSA yang terbakar
(Cancio, 2014).
Chung and colleagues mengembangkan perhitungan yang
sederhana, Rule of Tens untuk orang dewasa. Pemberian dimulai oleh TBSA
x10, contoh 40x10 = 400 ml/jam. Perkiraan dengan Rule of Tens paling
sering digunakan daripada rumus Parkland dan rumus modifikasi Brooke.

15
Rule of Ten hanya dapat digunakan untuk pasien dewasa, sedangkan pasien
dengan berat badan kurang dari 40 kg, berat badan harus diikutkan dalam
perhitungan. Terdapat bermacam-macam rumus resusitasi anak-anak.
Rumus modifikasi Brooke untuk anak-anak adalah 3 ml/kg/TBSA yang
terbakar. Anak-anak mungkin membutuhkan cairan tambahan seperti 5%
dektrosa dalam setengah normal salin (D5½NS) dengan penentuan
kecepatan pemberian untuk pemeliharaan berdasarkan berat badan. Syarat
ini penting terutama sekali untuk anak kecil dengan luka bakar kecil. Cairan
keseimbangan ditambahkan untuk resusitasi cairan. Tidak seperti resusitasi
cairan, cairan pemeliharaan tidak dititrasi setiap jam. Jika dekstrosa tidak
diberikan dalam cairan pemeliharaan, level glukosa plasma sebaiknya
dimonitor untuk pasien yang memiliki keterbatasan penyimpanan glikogen
karena dapat menimbulkan hipoglikemi (Cancio, 2014).
Pasien dengan luka bakar karena listrik tegangan tinggi >1000V
yang mengalami myoglobinuria menunjukkan adanya kasus khusus pada
resusitasi cairan. Pada kondisi tersebut, target produksi urin meningkat
menjadi 70-100 ml/jam pada orang dewasa untuk mencegah deposisi
myoglobin di tubulus renal. Pemberian tambahan berupa manitol dan/atau
natrium bikarbonat juga dibutuhkan. Pasien luka bakar karena listrik dengan
myoglobulin yang menetap atau dengan tanda sindrom kompartemen
ekstermitas pada pemeriksaan fisik dapat menyebabkan urgent fasciotomy
dan muscle debridement (Cancio, 2014)

Luka bakar sedang dan parah memerlukan resusitasi cairan. Cairan


yang dipilih adalah ringer laktat yang pemberiannya berdasarkan rumus
Baxter yaitu:
8 jam pertama : ½ (4cc/kgBB/% luas luka bakar)
16 jam berikutnya : ½ (4cc/kgBB/% luas luka bakar) +
500 sampai 1000 cc koloid
Pada anak-anak : 2 cc/kg BB/% luas luka bakar +
kebutuhan cairan basal dengan
perbandingan kristaloid : koloid = 17: 3
(menurut Moncrief)

16
Manajemen awal penanganan atau resusitasi luka bakar sangat penting untuk
dilakukan. Selain hal tersebut, beberapa pasien memerlukan terapi berikut:
(1) Analgesik
Nyeri yang terjadi setelah luka bakar ditimbulkan oleh berbagai
sumber dan alasan. Kedalaman luka bakar tidak selalu berhubungan langsung
dengan intensitas nyeri. Berbagai macam nyeri yang terjadi setelah luka bakar
ialah nyeri nosiseptif, nyeri neuropati, nyeri yang berhubungan dengan
inflamasi, phantom-limb pain, Sympathetically Maintained Pain (SMP), dan
Complex regional pain syndrome (CRPS) (Girtler, R. and Gustorff, 2012)
Kontrol nyeri penting untuk dilakukan pada fase akut dan fase
selanjutnya. Beberapa faktor mempengaruhi nyeri, diantaranya luka bakar
awal atau yang telah meluas, kegelisahan, lingkungan dan ambang nyeri
pasien. Penilaian terhadap nyeri dan pemberian analgesik yang tepat menjadi
hal yang penting (Rudall, N. and Green, 2010)Berdasarkan intensitas dan
penyebab nyeri, WHO merekomendasikan tahapan terapi untuk nyeri yang
ditunjukkan oleh Tabel II.4. Terapi dimulai dengan salah satu obat dari taraf 1
dan meningkat sampai analgesik yang digunakan cukup kuat atau memulai
tahap yang lebih tinggi (Girtler dan Gustorff, 2012).
(2) Antibiotik
Pasien luka bakar akan sering memperlihatkan respon inflamasi
sistemik seperti peningkatan suhu tubuh, denyut jantung, kecepatan
pernapasan dan peningkatan jumlah leukosit sehingga tampak seperti terjadi
sepsis tanpa infeksi. Antibiotik sistemik dan tes sensitivitas sebaiknya
menjadi panduan kultur, tidak diberikan profilaksis. Antimikroba atau
antiseptik topikal sering diberikan untuk mencegah perkembangan infeksi
pada area luka bakar, jaringan yang dicangkok atau tempat donor. Melokalisir
infeksi pada luka dapat mengganggu penyembuhan atau menyebabkan
kerusakan jaringan yang dicangkok. Pemilihan pengobatan biasanya diatur
oleh hasil dari wound swab dan pemeriksaan fisik dari luka. Staphylococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Acinetobacter baumannii adalah
patogen yang biasanya meyerang (Rudall, N. and Green, 2010)

Antimikroba topikal yang dapat diberikan ialah silver nitrat

17
(AgNO3), natrium hipoklorida (NaOCl), silver sulfadiazin, sulfamilon,
povidon-iodin, gentamisin sulfat, basitrasin atau polimiksin, nitrofurantoin,
mupirocin, acticoat AB dan nistatin (Gallagher, J.J., Branski, L.K., Bouyer,
N.W., Villarreal, C. and Herndon, 2012)
Infeksi yang dapat terjadi pada pasien luka bakar adalah sepsis, pneumonia,
blood stream infection (BSI), catheter-related BSI (CR-BSI), suppurative
thrombophlebitis, abdominal sepsis, ophthalmic infections, chondritis,
urosepsis, suppurative sinusitis, tetanus, dan HIV (Gallagher, J.J., Branski,
L.K., Bouyer, N.W., Villarreal, C. and Herndon, 2012)

(3) Terapi Lain


a. Laksatif
Pasien luka bakar sering mengalami konstipasi karena penggunaan opioid
dosis tinggi. Kemungkinan terjadinya konstipasi perlu diperkiraan secara
terus menerus dan pemberian laksatif harus ditentukan dengan tepat.
Pasien dengan luka bakar di area punggung atau sekitar pantat beresiko
terjadi kontaminasi dan infeksi. Laksatif diberikan pada kasus ini dengan
tujuan agar feses menjadi lebih lunak (Rudall, N. and Green, 2010)
b. Antikoagulan

Luka bakar merupakan faktor risiko dari venous thromboemboli, oleh


karena itu sebagian besar pasien sebaiknya profilaksis dengan low
molecule weight heparin LMWH (Rudall, N. and Green, 2010)
c. Acid Suppression
Luka bakar adalah faktor risiko dari duodenal ulcer (Curling‟s ulcer),
oleh karena itu sebaiknya pasien mendapatkan proton pump inhibitor
atau antagonis reseptor H2 (Rudall, N. and Green, 2010)

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penanganan pertama pada luka bakar memerlukan keahlian dan
pengetahuan baik dalam bidang gawat darurat, pediatri, dan bedah plastik.
Intervensi awal yang dilakukan pada penderita luka bakar anak sangat
berpengaruh dengan hasil akhir dari perawatan. Penanganan utama luka bakar
dengan pemberian air mengalir berfungsi penting dalam membersihkan
sekaligus menghentikan proses terbakarnya jaringan, namun harus diwaspadai
pemberiannya pada kasus-kasus luka bakar dengan luas area yang luas.
Sejalannya proses tumbuh kembang anak, penanganan luka bakar anak
memerlukan pemantauan rutin untuk mencegah terjadinya deformitas saat
dewasa dan edukasi yang baik mengenai rencana manajemen nonoperative dan
operative, sehingga dapat mengoptimalkan kualitas hidup anak hingga dewasa.

B. Saran
Dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas sesuai
dengan standar yang telah ditentukan, diharapkan dalam melaksanakan proses
keperawatan seorang perawat perlu membekali dan terus meningkatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan etika karena ilmu keperawatan adalah ilmu
yang terus-menerus berkembang yaitu dengan menikuti seminar-seminar
keperawatan sehingga perawat dapat membantu mengatasi pasien dengan
masalah utamanya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cancio, L. C. (2014). Initial Assessment and Fluid Resuscitation of Burn


Patients. Elsevier Inc, 743-748.
Gallagher, J.J., Branski, L.K., Bouyer, N.W., Villarreal, C. and Herndon,
D. . (2012). Treatment of infection in burns. Elsevier Ltd, Inc, BV.
Gauglitz, G.G. dan Jeschke, M. G. (2012). Pathophysiology of burn
injury. Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care.. Springer
Wien New York. p.131-132, 148.
Girtler, R. and Gustorff, B. (2012). Pain management after burn trauma.
Handbook of Burns Wien NewYork: Springer, volume 1 A, 340–341,
343.
Gurnida, DA., dan Lilisari, M. (2011). Dukungan Nutrisi pada Penderita
Luka Bakar. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Krisanty, P. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans
Info Medika.
Mlcak, R.P., Buffalo, M.C. and Jimenez, C. J. (2012). Pre -hospital
management, transportation and emergency care. Elsevier Ltd, Inc,
BV p.96.
Pham, T.N., Cancio, L.C and Gibran, N. S. (2008). American Burn
Association Practice Guidelines Burn Shock Resuscitation. Journal
of Burn Care, 257–264.
Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio).
Jurnal Profesi, 08.
Rudall, N. and Green, A. (2010). Clinical Features and Prognosis.
Pharmaceutical Journal vol 2. p.245.
Sjoberg, F. (2012). Pre-hospital, Fluid and Early Management, Burn
Wound Evaluation. Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care.
Wien NewYork: Springer. p.107,108,111.
Tricklebank, S. (2008). Modern Trends in Fluid Therapy for Burns.
Elsevier Ltd, burns 35 (2009), 757 – 767.
Wong D. L & Whaley. (2003). Perawatan Medikal Bedah. Mosby,St.,Lois
Misouri.

20
21

Anda mungkin juga menyukai