Anda di halaman 1dari 51

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA BAKAR

Dosen Pembibing :
Hepta Nur Anugrahini S.Kep Ns

Disusun Oleh :
Arifa Puteri Nurmarch (P27820118017)
Qhusnul Qhotifah N. H (P27820118019)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat dan rahmat-NYA makalah ini dapat dibuat dan disampaikan tepat
pada waktunya.
Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan
Medikal Bedah 2 Makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Luka Bakar. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah  ini. Kami juga berharap dengan adanya makalah ini dapat
menjadi salah satu sumber literatur atau sumber informasi pengetahuan bagi
pembaca.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan dan
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan
ini lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 21 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
1.3 Tujuan ...........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
2.1 Definisi Luka Bakar ......................................................................................
2.2 Etiologi Luka Bakar ......................................................................................
2.3 Klasifikasi Luka Bakar ..................................................................................
2.4 Patofisiologi Luka Bakar ...............................................................................
2.5 Patway............................................................................................................
2.6 Fase –Fase Luka Bakar ..................................................................................
2.7 Efek Patofisiologi Luka Bakar ......................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................
2.9 Penatalaksanaan..............................................................................................
2.10 Resusitasi Cairan ...........................................................................................
2.11 Kebutuhan Nutrisi..........................................................................................
2.12 Posisi dan Rehabilitasi....................................................................................
2.13 Perhitungan Luas Rehidrasi ...........................................................................
2.14 Perubahan Fisiologis Luka Bakar...................................................................
2.15 Perawatan Luka Bakar....................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI ..................................................
3.1 Pengkajian Pada Tiap Fase ............................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan Pada Tiap Fase...........................................................
3.3 Intervensi Keperawatan Pada Tiap Fase (Ambil 3 Diagnosa Utama pada Tiap
Fase untuk diimplementasikan)........................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan .............................................................................
3.5 Evaluasi ............................................................................................................
3.6 Pathway/WOC..................................................................................................

iii
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................
3.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
PEMBAGIAN TUGAS MENGERJAKAN.........................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan
perawat.  Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang
relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain.  Biaya yang
dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar
api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. (Elizabeth,2009)
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu ( Potter & Perry, 2006).
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar)
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer,
2001).
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan
rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-
sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus
(Moenajad, 2001).
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat)
memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan
tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Di
Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan
jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai
saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan
jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM
Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang
dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr.
Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian

1
umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka
bakar yang disertai cedera pada

2
2

saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan (Irna Bedah
RSUD Dr. Soetomo, 2001).
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status
kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka
bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami
kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota
keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya (Elizabeth,2009).
Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan
yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang
menyertai pada luka bakar tertentu. Oleh karena itu, sebagai perawat harus
dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan baik kepada klien dengan luka bakar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar luka bakar?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
luka bakar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami pengkajian keperawatan pada klien dengan luka
bakar.
2. Untuk memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan luka
bakar.
3. Untuk memahami intervensi keperawatan pada klien dengan luka
bakar.
4. Untuk memahami implementasi keperawatan pada klien dengan luka
bakar.
5. Untuk memahami evaluasi keperawatan pada klien dengan luka
bakar.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. (Moenajat, 2001)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
2.2 Etiologi Luka Bakar
Penyebab dari luka bakar menurut Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo (2001),
adalah sebagai berikut:
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
2.3 Klasifikasi
Luka Bakar Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula,
pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal (Moenadjat, 2001).
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
4

a. Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.


b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
c. Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka
bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan 17
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam.
d. Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
e. Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
f. Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu
2) Derajat II dalam (Deep)
a. Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b. Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
d. Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa
aliran darah.
e. Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,
tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna
putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
5

4. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya
terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka.

image resourse: http://www.houstonburninjurylawyer.co/library/images/stock-


images/injury-personal/degrees-burn-injury.jpg
Kemudian berdasarkan luas luka bakar, dibawah ini adalah kriteria
menurut American Burn Association :
1) Luka Bakar Ringan (Minor)
a. Luka bakar dengan luas permukaan <15%/10% pada anak-anak daerah
permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA), kulit tampak agak
menonjol
6

b. Luka dengan seluruh ketebalan kulit dengan luas permukaan <2%


daerah permukaan tubuh (BSA) tetapi luka tidak mengenai daerah
wajah, mata, telinga atau perineum)
2) Luka Bakar Sedang (Moderate)
a. Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit di bawah 15-20% daerah
permukaan tubuh (BSA) atau 10-20% pada anak – anak
b. Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit 2-10% daerah permukaan
tubuh (BSA) tetapi luka tidak mengenai daerah wajah, mata, telinga
atau perineum)
3) Luka Bakar Berat (Major)
a. Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit lebih dari 25% daerah
permukaan tubuh (BSA) atau 20% pada anak – anak.
b. Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit lebih dari 10% daerah
permukaan tubuh (BSA)
c. Semua luka bakar yang mengenai daerah wajah, mata, telinga atau
perineum 14
d. Luka bakar karena sengatan listrik
e. Luka bakar inhalasi
f. Luka bakar yang disebabkan oleh trauma jaringan berat.
2.4 Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan burning agent. Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen
penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ
yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruangan interstisial.
7

2.5 Pathway

2.6 Fase-Fase Luka Bakar


1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
8

keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak


sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.7 Efek Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka
bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar
yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas
pada area yang mengalami injuri.
2. Pada sistem Kardiovaskuler
Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih
meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai
membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari
sel.
3. Pada sitem Renal dan gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan
oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya
9

dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestinal pada klien


dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Pada sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil
dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar
yang luas.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/ kehilangan cairan.
2. Elektrolit serum
Kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan
fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
3. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/ gangguan
pompa natrium.
4. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan
dalam dan kehilangan protein.
5. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
6. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
7. EKG : untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka
bakar listrik.
8. BUN dan kreatinin : untuk mengetahui fungsi ginjal.
9. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
10. Bronkoskopi : membantu memastikan cedera inhalasi asap.
11. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema
cairan.
12. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
10

2.9 Penatalaksanaan
1. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
a. Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO 2, HCL, Bensin à iritasi à
Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Monitor urine dan CVP
4. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
1) < 1 tahun : BB x 100 cc
2) 1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3) 3 – 5 tahun : BB x 50 cc
4) ½ à diberikan 8 jam pertama
5) ½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.


5. Topikal dan tutup luk
11

a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan


nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor
6. Obat – obatan
1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
hasil kultur.
3) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
4) Antasida : kalau perlu
2.10 Resusitasi Cairan
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1) Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
2) Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
3) Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
4) Perawatan jalan nafas
5) Penghisapan sekret (secara berkala)
12

6) Pemberian terapi inhalasi


Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti
atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7) Bilasan bronkoalveolar
8) Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9) Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik.
Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi
cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan
komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari
seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam
cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu
yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
1) Cara Evans
a. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
b. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
c. cc glukosa 5% per 24 jam
13

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama.


Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
2) Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien
tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube
(NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein,
50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal
ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus.
2.11 Kebutuhan Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat
memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah
1. Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,
massa bebas lemak.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
3. Luas dan derajat luka bakar
4. Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas
melalui evaporasi)
5. Aktivitas fisik dan fisioterapi
6. Penggantian balutan
14

7. Rasa sakit dan kecemasan


8. Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal
adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan
indirek kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor
seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan
adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus
ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di
rumah sakit. Sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan
kalori basal dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan
faktor BB, TB dan Umur. Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu
dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan faktor aktifitas fisik
dan faktor stress.
a. Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
b. Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB) - (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu
perhatian khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat
penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas
dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan
hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral.
Untuk menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini pada
penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam
pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.
2.12 Posisi dan Rehabilitasi
Pencegahan kontraktur dapat dilakukan dengan memposisikan pasien
dengan prinsip melawan arah sendi yang dapat menyebabkan kontraktur.
Kontraktur adduksi pada daerah aksila dapat dicegah dengan memasang
splint aksila dengan posisi pasien abduksi pada sendi bahu. Kontraktur
fleksi pada sendi siku (elbow joint) dapat diminimalkan dengan
menggunakan splint statis pada elbow joint dengan posisi ekstensi.
15

2.13 Perhitungan Luas Rehidrasi


Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas
permukaan tubuh. Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine
dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang
dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda.
Untuk keperluan pencatatan medis, digunakan kartu luka bakar dengan
cara LUND & BROWDER.

1) Kepala dan leher : 9 %


2) Dada : 9 %
3) Perut : 9 %
4) Punggung : 9 %
5) bokong : 9 %
6) Lengan dan tangan kanan : 9 %
7) Lengan dan tangan kiri : 9 %
8) Paha kanan : 9 %
9) Paha kiri : 9 %
10) Betis - kaki kanan : 9 %
11) Betis - kaki kiri : 9 %
12) Perineum dan genitalia : 1 %
16

Pada bayi perhitungan luas luka bakar yang digunakan adalah


menggunakan “Rule of Ten“ yang dibuat oleh Linch dan Blocker. Persentase
luka bakar berdasarkan “Rule of Ten” yaitu :
1) Kepala depan : 10 %
2) Kepala belakang : 10 %
3) Badan depan sisi kanan : 10 %
4) Badan depan sisi kiri : 10 %
5) Badan belakang sisi kanan : 10 %
6) Badan belakang sisi kiri : 10 %
7) Tangan kanan : 10 %
8) Tangan kiri : 10 %
9) Kaki kanan : 10%
10) Kaki kiri : 10 %
Sedangkan pada anak - anak perhitungan luas luka bakar yang digunakan
adalah perhitungan yang dibuat oleh Lund and Browder, dengan presentase
yang berbeda - beda utuk setiap perbedaan rentang usia 5 tahun.

Pada keadaan darurat dapat digunakan cara cepat yaitu dengan


menggunakan luas telapak tangan penderita. Prinsipnya yaitu luas telapak
tangan = 1% luas tubuh.
Perhitungan luas luka bakar menurut Lund dan Browder :
Area 0 1 5 10 15 Dw
17

A : 1/2 9,5 8,5 6,5 5,5 4,5 3,5


bagian
kepala
B : 1/2 bgn 2,7 3,2 4 4,2 4,5 4,75
tungkai
atas
C : 1/2 bgn 2,2 2,2 2,7 3 3,2 3,5
tungkai
bawah

2.14 Perubahan Fisiologis Dari Luka Bakar


Tingkatan diuretik
Tingkatan hipovolemik
(12 jam – 18/24 jam
Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama)
pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. oedem pada vaskuler.
ekstraseluler. lokasi luka bakar.

Fungsi renal. Aliran darah Oliguri. Peningkatan Diuresis.


renal aliran darah
berkurang renal karena
karena desakan desakan
darah turun darah
dan CO meningkat.
berkurang.
Kadar Na+ Defisit sodium. Kehilangan Defisit sodium.
sodium/natri direabsorbsi Na+ melalui
um. oleh ginjal, diuresis
tapi kehilangan (normal
Na+ melalui kembali
eksudat dan setelah 1
tertahan dalam minggu).
cairan oedem.
Kadar K+dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
potassium. sebagai akibat kembali ke
cidera jarinagn dalam sel,
sel-sel darah K+ terbuang
merah, K+ melalui
berkurang diuresis
ekskresi (mulai 4-5
18

karena fungsi hari setelah


renal luka bakar).
berkurang.
Kadar Kehilangan Hipoprote Kehilangan Hipoproteinemia.
protein. protein ke inemia. protein
dalam jaringan waktu
akibat berlangsung
kenaikan terus
permeabilitas. katabolisme.
Keseimbanga Katabolisme Keseimba Katabolisme Keseimbangan
n nitrogen. jaringan, ngan jaringan, nitrogen negatif.
kehilangan nitrogen kehilangan
protein dalam negatif. protein,
jaringan, lebih immobilitas.
banyak
kehilangan
dari masukan.
Keseimbanga Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis
n asam basa. anaerob karena metabolik sodium metabolik.
perfusi . bicarbonas
jarinagn melalui
berkurang diuresis,
peningkatan hipermetabol
asam dari isme disertai
produk akhir, peningkatan
fungsi renal produk akhir
berkurang metabolisme
(menyebabkan .
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon stres. Terjadi karena Aliran Terjadi Stres karena luka.
trauma, darah karena sifat
peningkatan renal cidera
produksi berkurang berlangsung
cortison. . lama dan
terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka Tidak terjadi Hemokonsentrasi.
panas, pecah bakar pada hari-
menjadi fragil. termal. hari pertama.
Lambung. Curling ulcer Rangsang Akut dilatasi Peningkatan
(ulkus pada an central dan paralise jumlah cortison.
gaster), di usus.
perdarahan hipotalam
19

lambung, us dan
nyeri. peingkata
n jumlah
cortison.
Jantung. MDF Disfungsi Peningkatan CO menurun.
meningkat 2x jantung. zat MDF
lipat, (miokard
merupakan depresant
glikoprotein factor)
yang toxic sampai 26
yang unit,
dihasilkan oleh bertanggung
kulit yang jawab
terbakar. terhadap
syok spetic.
2.15 Perawatan Luka Bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio)
digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal :
0,1-0,2 mg/kg dan maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan
dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam
merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien
luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan
pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine
sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
11 Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya
hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
1) Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan
proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi
edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
20

semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu


yang diperlukan untuk penyembuhan.
2) Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini
didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic”
(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-
mediator inflamasi.
3) Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya
proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka.
Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan
tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut
membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai
anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan
hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness
skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas
pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi
dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami
penyembuhan lebih dari 3 minggu.
b. Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi
besar.
c. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
d. Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan
terbuka yang timbul.
a. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar
batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi
tangensial dan eksisi fasial.Eksisi tangensial adalah suatu
teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi
21

lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan


darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang
digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka
yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit
yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan
tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah
dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.
Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi
optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.
Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah
yang banyak dan endpoint bedah yang sulit
ditentukan.Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi
jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini
digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh
(full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang
sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah
pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”.
Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
a. Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat,
perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah
ditentukan
b. Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan
resiko cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon
sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi.
22

12 Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
1) Menghentikan evaporate heat loss
2) Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan
waktu
3) Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan
eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat
berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari
tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang
biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,
bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara
autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau
full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada
kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu,
sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut
mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi
luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka
dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.
Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
„dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly
atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan
juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat
perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga
pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,
23

pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa


faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
a) Kulit donor setipis mungkin
b) Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
c) Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
d) Drainase yang baik
e) Gunakan kasa adsorben
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian Pada Tiap Fase


Fase 1 : Fase akut
A. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2
tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih
tinggi,pada umur 2 tahunlebih rentan terkena infeksi.
B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak
nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien
mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran
pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas
bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan
ekspansi paru.
C. Riwayat kesehatan sekarang
Sumber kecelakaan,sumber panas atau penyebab yang
berbahaya, gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar
terjadi, faktor yang mempengaruhi sepeti alkohol atau obat-
obatan, keadaan fisik disekitar luka bakar,peristiwa yang
terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit, beberapa keadaan
lain yang mempercepat luka bakar.
D. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit yang merubah kemampuan untuk memenuhi
keseimbangan cairan dan daya pertahanan infeksi (seperti
DM,gagal jantung,sirosis hepatis dan gangguan pernafasan).
E. Pemeriksaan fisik dan psikososial

24
25

1. Aktifitas /istirahat
Penurunan kekuatan,tahanan,keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit,gangguan massa otot dan perubahan
tonus.
2. Sirkulasi
Luka bakar lebih dari 20% APTT : hipotensi (syok)
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik),takikardia
(syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik) dan
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego
Ansietas, menangis ,ketergantungan,menyangkal,menarik
diri, dan marah.
4. Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat :warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi
mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam,
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi), penurunan bising usus/tidak ada,
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan
Oedema jaringan umum, anoreksia dan mual/muntah.
6. Neurosensori
Penurunan refleks tendon dalam pada cedera ekstremitas,
aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan (Syok listrik),
ruptur membran timpanik (Syok listrik) dan paralisis
(cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri dan kenyamanan
26

Luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk


disentuh,ditekan.Luka bakar derajat kedua sangat nyeri,
respon pada luka bakar derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf.Dan luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
8. Pernafasan
Batuk mengi, partikel karbon dalam
sputum,ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis, pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/
mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasme),
bunyi nafas gemericik(oedema paru), stridor (oedema
laringeal) dan sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9. Keamanan
Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka, area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam
sehubungan dengan variase intensitas panas yang
dihasilkan bekuan terbakar, bulu hidung gosong , muksa
hidung dan mulut kering, merah ,lepuh pada faring
posterior ,oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab, kulit mungkin coklat kekuningan dengan
tekstur seperti kulit samak halus, lepuh, ulkus, nekrosis,
atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih
dalam arti tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
27

Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih


sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi
dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (Eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup
dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jantung,kecelakaan
sepeda motor,kontraksi otot tetanik sehubungan dengan
syok listrik).
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Umumnya mengelami penurunan kesadaran
2. TTV
Tanda-tanda vital : hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik). Tekanan darah menurun nadi
cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak
adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3. Pemeriksaaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan
warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi
akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar.
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak
mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan
gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok
kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret,
sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
28

4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak,
bibir kering karena intake cairan kurang.
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda
asing, perdarahan dan serumen.
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai.
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan.
7) Pemeriksaan thorak/ dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler,
ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang
bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi.
8) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung,
palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang
mengidentifikasi adanya gastritis.
9) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang
paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
10) Musculoskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila
terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan
oto menurun karen nyeri.
G. Pemeriksaan neuorologi
29

Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS.


Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik).
H. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka
bakar (luas dan kedalaman luka).
I. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih
dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
30

8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein


pada edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.
2. Fase 3.1.2 Fase subakut
a. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas
60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi,pada umur 2 tahunlebih
rentan terkena infeksi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Sumber kecelakaan,sumber panas atau penyebab yang berbahaya,
gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi, faktor yang
mempengaruhi sepeti alkohol atau obat-obatan, keadaan fisik disekitar
luka bakar,peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit,
beberapa keadaan lain yang mempercepat luka bakar.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan infeksi (seperti DM,gagal jantung,sirosis hepatis dan gangguan
pernafasan).
d. Pemeriksaan fisik dan psikososial
1) Aktifitas /istirahat
Penurunan kekuatan,tahanan,keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit,gangguan massa otot dan perubahan tonus.
2) Sirkulasi
31

Luka bakar lebih dari 20% APTT : hipotensi (syok) penurunan nadi perifer
distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik),takikardia
(syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik) dan pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
3) Integritas ego
Ansietas, menangis ,ketergantungan,menyangkal,menarik diri, dan marah.
4) Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat :warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi), penurunan bising usus/tidak ada, khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
5) Makanan/cairan
Oedema jaringan umum, anoreksia dan mual/muntah.
6) Neurosensori
Penurunan refleks tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang
(syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penglihatan (Syok listrik), ruptur membran timpanik (Syok listrik) dan
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7) Nyeri dan kenyamanan
Luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh,ditekan.Luka bakar derajat kedua sangat nyeri, respon pada luka
bakar derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf.Dan luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
8) Pernafasan
Batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis, pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/ mengi (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme), bunyi nafas gemericik(oedema paru),
stridor (oedema laringeal) dan sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
32

9) Keamanan
Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan trobus mikrovaskuler pada beberapa luka, area
kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar, bulu hidung
gosong , muksa hidung dan mulut kering, merah ,lepuh pada faring
posterior ,oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab, kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus,
lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih
dalam arti tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (Eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jantung,kecelakaan sepeda motor,kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien dengan luka bakar fase 2 (sub-akut) mengalami
peningkatan tanda-tanda vital berhubungan dengan adanya pajanan bakteri
pada area luka bakar.

2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3) Pemeriksaaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut
33

Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah


terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka
bakar.
b) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
c) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang.
Biasanya klien mengalami sianosis karena kurangnya supplay darah ke
otak, bibir kering karena kurangnya intake cairan.
e) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
f) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai.
Biasanya denyut nadi karotis mengalami peningkatan, terdapat lesi bekas
luka bakar jika terkena di leher.
g) Pemeriksaan thorak/ dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
Jaringan nekrosis dari luka bakar dapat mengeluarkan burn toksin ke
dalam sirkulasi sistemik yang menyebabkan disfungsi paru-paru sehingga
terjadi ARDS.
h) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
34

i) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
j) Musculoskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri.
k) Pemeriksaan neuorologi
Jarang ditemukan kelainan atau perubahan tetapi dapat juga terjadi
kontraktur akibat otot yang tidak digerakanPemeriksaan kulit
Biasanya pada luka bakar fase 2 (sub-akut) timbul bullae, kemungkinan
terdapat kemerahan dan pembengkakan pada area sekitar luka bakar
karena adanya proses inflamasi.
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
35

5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan


kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
3. Fase Lanjut
a. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas
60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi,pada umur 2 tahunlebih
rentan terkena infeksi.
b. Keluhan utama
Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti jaringan
parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan
adanya kontraktur
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sumber kecelakaan,sumber panas atau penyebab yang berbahaya,
gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi, faktor yang
mempengaruhi sepeti alkohol atau obat-obatan, keadaan fisik disekitar
luka bakar,peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit,
beberapa keadaan lain yang mempercepat luka bakar.
36

d. Riwayat kesehatan dahulu


Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan infeksi (seperti DM,gagal jantung,sirosis hepatis dan gangguan
pernafasan).
e. Pemeriksaan fisik dan psikososial
1) Aktifitas /istirahat
Penurunan kekuatan,tahanan,keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit,gangguan massa otot dan perubahan tonus.
2) Sirkulasi
Luka bakar lebih dari 20% APTT : hipotensi (syok) penurunan nadi perifer
distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik),takikardia
(syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik) dan pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
3) Integritas ego
Ansietas, menangis ,ketergantungan,menyangkal,menarik diri, dan marah.
4) Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat :warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi), penurunan bising usus/tidak ada, khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
5) Nutrisi dan metabolisme
Hipermetabolisme akan terus bertahan sesudah terjadinya luka bakar
sampai luka bakar tersebut menutup. Pasien akan mengalami kekurangan
berat badan yang cukup besar selama fase pemulihan akibat luka bakar
yang berat pasien mengalami anoreksia, mual dan muntah
6) Neurosensori
Penurunan refleks tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang
(syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
37

penglihatan (Syok listrik), ruptur membran timpanik (Syok listrik) dan


paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7) Nyeri dan kenyamanan
Luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh,ditekan.Luka bakar derajat kedua sangat nyeri, respon pada luka
bakar derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf.Dan luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
8) Pernafasan
Batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis, pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/ mengi (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme), bunyi nafas gemericik(oedema paru),
stridor (oedema laringeal) dan sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9) Keamanan
Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan trobus mikrovaskuler pada beberapa luka, area
kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar, bulu hidung
gosong , muksa hidung dan mulut kering, merah ,lepuh pada faring
posterior ,oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab, kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus,
lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih
dalam arti tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (Eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
38

Adanya fraktur/dislokasi (jantung,kecelakaan sepeda motor,kontraksi otot


tetanik sehubungan dengan syok listrik).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3) Pemeriksaaan kepala dan leher
4) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka
bakar.
5) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
6) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
7) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang.
8) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
9) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai.
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan.
10) Pemeriksaan thorak/ dada
39

Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak


maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
11) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
12) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
13) Musculoskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri.
14) Pemeriksaan neuorologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik).
15) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka).
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
40

tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon


monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
3.2 Diagnosa Keperawatan Pada Tiap Fase
Fase 1 : Resiko Ketidakseimbangan Cairan b.d Luka Bakar (D.0036)
Fase 2 : Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
Fase 3 : Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh (luka
bakar) d.d Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh,
fungsi/struktur tubuh berubah/hilang, kehilangan bagaian tubuh
3.3 Intervensi Keperawatan Pada Tiap Fase (Ambil 3 Diagnosa Utama
pada Tiap Fase untuk diimplementasikan
Fase 1
41

Diagnosa Keperawatan :
Resiko Ketidakseimbangan Cairan b.d Luka Bakar (D.0036)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan klien dalam ambang normal
Kriteri Hasil :
a. Turgor kulit normal
b. Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang
Intervensi :
1. Monitor ke elastisitas atau turgor kulit
Rasional : Agar mengetahui keadaan Turgor dan elastisitas kulit pada
klien
2. Monitor intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien
3. Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
Rasional : mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada
keadaan umum pasien terutama untuk mengetahui adakah tanda-tanda
syok hipovolemik
4. Identifikasi faktor resiko ketidak seimbangan cairan
Rasional : Agar tidak terjadi trauma pembedahan serius dan obstruksi
intestinal
Fase 2
Diagnosa Keperawatan :
Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Area luka bakar mulai pulih secara adekuat
Intervensi :
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi, seperti demam, nyeri,
kemerahan pada bekas luka, dan begkak
42

Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah


mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2. Berikan perawatan pada luka klien
Rasional : Luka yang kotor dapat mengakibatkan sirkulasi perifer
terganggu sehingga ada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan
infeksi.
3. Tekankan pentingnya menjaga kebersihan tubuh klien, terutama bagian
sekitar area luka
Rasional : Meminimalisir bakteri yang ada dalam tubuh, sehingga tidak
dapat masuk ke dalam luka dan mengakibatkan infeksi
Fase 3
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh (luka bakar)
d.d Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh, fungsi/struktur
tubuh berubah/hilang, kehilangan bagaian tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka
diharapkan citra tubuh meningkat dengan
Kriteria Hasil :
a. Verbaliisasi kekhawatiran pada penolakan / reaksi orang lain menurun
b. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
c. Hubungan sosial membaik
Intervensi :
1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
Rasional : Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau
keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan sesorang terhadap
dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri..
2. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
Rasional : Untuk membantu klien dalam membangun kembali untuk
percaya diri..
3. Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh
Rasional : Membantu klien mengurangi beban stress yang dihadapi
43

4. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis


Rasional : Tindakan ini memberikan kesempatan pada petugas
kesehatan untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan
memulihkan realitas situasi.
5. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman yang harus didengarkan
dan dipahami.
3.4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012)
3.5 Evaluasi Keperawaan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistemis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, dan
tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2012)
44

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi. (Moenajat, 2001). Fase luka bakar ada tiga yaitu;
fase aktif, fase sub aktif, dan fase lanjut.
Klasifikasi luka bakar menurut Moenajat (2001) antara lain: dalamnya
luka bakar, berat ringannya luka bakar, luas luka bakar.Penatalaksanaan
secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri).
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek
dari inhalasi hisap
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
3. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
atau interupsi aliran darah arteri / vena.

4.2 Saran
1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan kegawatdaruratan luka bakar diharapkan mampu memahami
konsep dasar luka bakar serta konsep asuhan keperawatan.
2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang
berkaitan dengan penyakit ini.
45

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, a. S., 1988. Text Book of Medical Surgical Nursing. 6nd penyunt. Philadelpia: J.
B. Lippincott Campany.

Carolyn, M. H., Critical Care Nursing. 1990. 5nd penyunt. Philadelpia: J. B. Lippincott
Campany.

Carpenito, J. L., 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. 2nd


(terjemahan) penyunt. Jakarta: PT EGC.

Djohansjah, M., 1991. Pengelolaan Luka Bakar. Surabaya: Airlangga Univesity Press.

Doenges, M. E., 1989. Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care. 2nd
penyunt. Philadelpia: F. A. Davis Company.

Gallo, H. &., 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Volume 1 penyunt. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B. C., 1996. Perawatan Medikal Bedah.. Volume 1 (terjemahan) penyunt. Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Marylin E, D., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. 3nd penyunt. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
46

PEMBAGIAN TUGAS MENGERJAKAN

1. Arifa Puteri Nurmarch : Cover,Kata Pengantar,Daftar isi,BAB 1,


BAB 2 Definisi Luka Bakar, Etiologi Luka Bakar,Klasifikasi Luka Bakar,
Patofisiologi Luka Bakar, Patway, Fase –Fase Luka Bakar, Efek
Patofisiologi Luka Bakar, Askep fase 1, Askep fase 3)
2. Qhusnul Qhotifah N. H : (Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan,
Resusitasi Cairan, Kebutuhan Nutrisi , Posisi dan Rehabilitasi, Perhitungan
Luas Rehidrasi, Perubahan Fisiologis Luka Bakar, Perawatan Luka Bakar,
Askep fase 2, BAB 3 Penutup, Daftar Pustaka)

Anda mungkin juga menyukai