Anda di halaman 1dari 56

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

Dosen Pembimbing :
Hepta Nur Anugrahini, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh :
1. Riska Anindya Novianti (P27820119038)
2. Rizqiatul Fitria (P27820119039)

Tingkat 3 Reguler A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan


Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-NYA makalah ini dapat dibuat
dan disampaikan tepat pada waktunya.
Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
Keperawatan Medikal Bedah 2 tentang ”Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Luka Bakar”. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah  ini. Kami juga
berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi salah satu sumber
literature atau sumber informasi pengetahuan bagi pembaca.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang
kurang berkenan dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menjadikan makalah ini lebih sempurna. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                       

Surabaya, 08 September 2021

                                                                                            

Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Luka Bakar................................................................................................3
2.1.1 Definisi............................................................................................................3
2.1.2 Etiologi............................................................................................................3
2.1.3 Patofisiologi....................................................................................................4
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................................5
2.1.5 Fase-fase Luka Bakar......................................................................................18
2.1.6 Efek Patofisiologi Luka Bakar........................................................................18
2.1.7 Manifestasi Klinis...........................................................................................20
2.1.8 Luas Luka Pada Luka Bakar...........................................................................21
2.1.9 Perhitungan Resusitasi....................................................................................21
2.1.10 Kebutuhan Nutrisi.........................................................................................22
2.1.11 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................22
2.1.12 Pemeriksaan Penunjang................................................................................23
2.1.13 Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar.......................................................24
2.1.14 Penatalaksanaan............................................................................................24
2.1.15 Posisi dan Rehabilitasi..................................................................................25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA KLIEN LUKA
BAKAR
1. Pengkajian................................................................................................................32
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................41
3. Intervensi Keperawatan............................................................................................42
4. Implementasi Keperawatan......................................................................................49
5. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................49
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................51
3.2 Saran.......................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................53

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Luka bakar merupakan
luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut
meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2002).
Menurut data dari WHO Global Burden Disease, pada tahun 2017
diperkirakan 180.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien
berusia kurang dari 20 tahun. Umumnya korban meninggal berasal dari
negara berkembang, dan 80% terjadi di rumah. Berdasarkan data dari
departemen kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar diindonesia adalah
2,2 % . menurut tim pusbankes 118 persi DIY (2012) angka kematian akibat
luka bakar diindonesia berkisar 37-39%. Diindonesia angka kejadian luka
bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa per tahun meninggal akibat luka
bakar . Dikarenakan jumlah anak-anak cukup tinggi di Indonesia serta
ketidakpercayaan anak-anak untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka
usia anak-anak menyumbang kematian tertinggi akibat luka bakar di
Indonesia. Data dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya didapatkan
bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari
50% atau luka bakar pada saluran napas.
Pada jaringan yang rusak yang disebabkan oleh luka bakar harus
diperbaiki baik regenerasi sel maupun pembentukan jaringan parut
(Elizabeth, 2000 dalam Syahirah 2011). Proses yang terjadi pada jaringan
yang rusak adalah penyembuhan luka yang dibagi dalam 3 fase, yaitu fase
inflamasi, proliferasi dan remodelling yang merupakan perupaan kembali
jaringan. Berbagai karakteristik unit luka bakar membutuhkan intervensi

4
khusus yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh
penyebab luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih
luas dan dalam memerlukan perawatan/ intervensi lebih intensif
dibandingkan luka bakar yang hanya sedikit dan uperficial.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status
kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka
bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami
kejadian bersamaan yang merugikan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diangkat pada makalah ini antara lain:
1.2.1 Bagaimana konsep dari luka bakar itu?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien luka bakar menurut teoritis?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
Mengetahui bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
luka bakar.
Tujuan khusus :
1.3.1 Mengetahui konsep dari luka bakar
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien luka bakar menurut teoritis
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dibentuk sebagai acuan dalam menyusun asuhan
keperawatan pada klien dengan luka bakar serta dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam menyusun asuhan keperawatan medikal bedah.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Luka Bakar
2.1.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap
sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak-seimbangan
elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi saraf (Adibah
dan Winasis, 2014).
2.1.2 Etiologi
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab paling
sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan suhu panas
seperti terbakar api secara langsung atau terkena permukaan logam yang panas
(Fitriana, 2014).
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia
ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat– zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer
(Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang

6
elektrik itu sampai mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar listrik
ini biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan tubuh
(Fitriana, 2014).
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2012).
2.1.3 Patofisiologi
Kulit manusia memiliki banyak fungsi, antara lain menghindari terjadinya
kehilangan cairan. Apabila terjadi luka bakar, maka kulit akan mengalami
denaturasi protein, sehingga kehilangan fungsinya. Semakin banyak kulit yang
hilang, semakin berat kehilangan cairan (Basic Trauma Life Support, 2013).
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Burn shock (syok hipovolemik) menurut Smeltzer (2002),
merupakan komplikasi yang sering terjadi dengan manisfestasi sistemik tubuh
seperti:
a) Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun
dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok
luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan
katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan
frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer
menurunkan curah jantung.
b) Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran darah ke ginjal dan GFR menurun
mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.

7
c) Respon Gastro Intestinal
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik
(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik
usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi
akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan
vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lambung (dengan
pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses
atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung
atau duodenum (ulkus curling).
d) Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian
basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan
mikroorganisme masuk ke dalam luka.
e) Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan
respon lokal. Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung,
cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk
pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon
monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida,
amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang
dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) (Smeltzer, 2002).
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya luka bakar maka dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun.

8
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama.
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
4) Adanya cedera inhalasitanpa memperhitungkan luas luka bakar.
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi.
6) Disertai trauma lainnya.
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %.
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar ringan (minor burn)
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa.
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut.
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.

Luka bakar juga dapat dibagi berdasarkan kedalaman lukanya.


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu
tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang
langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka
bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba
(wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga
mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga
memperberat kedalaman luka bakar. Klasifikasi luka bakar menurut
kedalamannya, yaitu:
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan

9
Gambar 1: Zona kerusakan jaringan

a. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh panas.

b. Zona statis
Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit
dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca
cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

c. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.

Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi


dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab,
kedalaman luka, dan keseriusan luka serta waktu penyembuhannya,
yakni :

10
Kedalaman dan Perjalanan
Bagian Kulit
Penyebab Luka Gejala Penampilan Luka Kesembuha
yang terkena
bakar n

Kesemutan Memerah;
Kesembuhan
Derajat Satu Hiperestesia menjadi putih
lengkap dalam
(Superfisial) (supersensitivitas) ketika ditekan
waktu satu
Tersengat matahari Epidermis akibat iritasi dari Minimal atau
minggu
Terkena api dengan saraf sensorik tanpa edema,
Pengelupasan
intensitas rendah Rasa nyeri mereda tidak dijumpai
kulit
jika didinginkan bullae

- Kulit kemerahan - tidak ditemukan bula - terasa nyeri


Gambar 2: Luka bakar derajat I

Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan


(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; dua hingga tiga
mendidih udara yang dingin epidermis retak; minggu
Terbakar oleh nyala permukaan luka Pembentuka
api basah parut dan

11
Edema, dijumpia depigmentasi
adanya bullae Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat
tiga

- Tampak bula – Dasar luka kemerahan (derajat IIA) – Dasar luka pucat keputihan (derajat IIB)
– Nyeri hebat terutama pada derajat IIA
Gambar 3: Luka bakar derajat II

Derajat IIa Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan luka Penyembuhan


(superficial) mengenai derajat II bakar derajat II terjadi secara
bagian spontan dalam
superfisial waktu 10-14
dari dermis. hari, tanpa
Organ-organ operasi
kulit seperti penambalan
folikel kulit (skin
rambut,

12
kelenjar graft).
keringat,
kelenjar
sebasea
masih utuh.

Gambar 4. Luka bakar derajat II superficial

Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan luka Penyembuhan
mengenai derajat II bakar derajat II terjadi lebih
hampir lama,
seluruh tergantung biji
bagian epitel yang
dermis. tersisa.
Organ-organ Biasanya
kulit seperti penyembuhan
folikel terjadi dalam
rambut, waktu lebih
kelenjar dari satu bulan.
keringat, Bahkan perlu
kelenjar dengan operasi
sebasea penambalan
sebagian kulit (skin
besar masih graft).
utuh.

13
Gambar 5. Luka bakar derajat II dalam

Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Penyembuhan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna terjadi lama
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti karena tidak
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit atau ada proses
mendidih dalam kadang kemungkinan gosong, kulit epitelisasi
waktu yang lama jaringan terdapat luka retak dengan spontan dari
Tersengat arus listrik subkutan masuk dan keluar bagian lemak dasar luka.
(pada luka bakar yang tampak, Pembentukan
listrik) edema eskar
(koagulasi
protein pada
epidermis dan
dermis),
diperlukan
pencangkokan,
pembentukan
parut dan
hilangnya
kontour serta
fungsi kulit,
hilangnya satu
jari tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi

14
Gambar : 4. Luka Bakar derajat 3

Sumber : Smeltzer, 2002


Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, kemungkinan morbiditas,
dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar
hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan’The Rule of Nines’ yang dikembangkan oleh Wallace
(1940), dimana setiap anggota badan dihitung berdasarkan kelipatan sembilan
ini, yaitu:kepala 9%, tubuh bagian depan 18%, tubuh bagian belakang 18%,
ekstremitas atas 18%, ekstremitas bawah kanan 18%, ekstremitas bawah kiri
18%, organ genital 1%.

15
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus
10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20untuk anak.

Korban harus dibawa ke gawat darurat apabila:derajat 1 dengan luas luka lebih
dari 15%, derajat 2 lebih dari 10%, derajat 3 lebih dari 2%, derajat 4, mengenai
wajah, alat kelamin, persendian, tangan, kaki, luka bakar dengan komplikasi
patah tulang, gangguan jalan nafas, luka bakar akibat tegangan listrik, terjadi
pada anak anak dan manula.
 Metode Lund and Browder
Metode ini diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas

16
permukaan luka bakar pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut,
perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan rumus 9 dan
disesuaikan dengan usia:
a. Pada anak di bawah usia 1 tahun : kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

17
Klasifikasi berdasarkan Fase Penyembuhan Luka

No Fase dan Fisiologi Durasi Implikasi Penatalaksanaan


Fase Luka

1 Respon Inflamasi Akut Terhadap Cidera

Hemostasis 0-3 hari Adanya jaringan yang mengalami


Fase Konstriksi sementara devitalisasi secara terus menerus,
dari pembuluh darah yang adanya benda asing,
rusak, terjadi pada saat pengelupasan jaringan yang luas,
sumbatan trombosit dibentuk trauma kekambuhan, atau
dan diperkuat juga oleh penggunaan yang tidak tepat,
serabut fibrin untuk preparat topical untuk luka
membentuk sebuah bekuan. sehingga penyembuhan
Respon Jaringan yang diperlambat dan kekuatan regang
rusak : luka tetap rendah.

18
Jaringan yang rusak dan sel
mast melepaskan histamine
dan mediator lain sehingga
menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga
kulit menjadi merah dan
hangat. Permiabilitas kapiler
darah menyebabkan edema
local.

2 Fase Dekstruktif

Pembersihan terhadap 1-6 hari Polimorf& makrofag sangat


jaringan mati/yang dipengaruhi oleh turunnya suhu
mengalami devitalisasi dan tempat luka, dihambat agen
bakteri oleh polimorf kimia, hipoksia, dan perluasan
(menelan dan limbah metabolic yang
menghancurkan bakteri) dan disebabkan oleh buruknya perfusi
makrofag (menghancurkan jar.
bakteri & mengeluarkan jar.
Yang mengalami devitalisai
serta fibrin yang berlebih,
membentuk fibroblast &
menghasilkan factor
perangsang angiogenesis
(Fase 3)

3 Fase Proliferatif

Fibroblast meletakkan 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya


substansi dasar dan serabut- sangat banyak dan rapuh serta
serabut kolagen serta mudah sekali ruasak karena
pembuluh darah baru mulai penekanan yang kasar sehingga
infiltrasi luka. Kapiler perlu vitamin C yang cukup.

19
dibentuk oleh tunas Factor sistemik yang
endothelial, suatu proses memperlambat penyembuhan
yang disebut angiogenesis. adalah defisiensi besi,
Jar yang dibentuk dari hipoproteinemia dan hipoksia.
gelung kapiler baru, yang
menopang kolagen dan
substansi dasar disebut
jar.granulasi.

4 Fase Maturasi (Remodeling)

Epitelisasi, Kontraksi, dan 24-356 Epitelisasi terjadi 3x lebih cepat


Reorganisasi jar.ikat hari dilingkungan yang lembab
Sel-sel epitel pada pinggir (dibawah balutan yang oklusif
luka dan dari sisa-sisa folikel atau balutan semipermiable)
rambut, serta granula sebasea daripada dilingkungan yang
dan granula sudorifera kering. Kadang jar. Fibrosa pada
membelah dan mulai dermis menjadi sangat hipertropi,
bermigrasi diatas jar. kemerahan dan menonjol yang
Granula baru. Kontraksi luka pada kasus ekstrem menyebabkan
disebabkan karena jar. Parut, koloid tidak sedap
miofibroblast kontraktil yang dipandang.
membantu menyatukan tepi-
tepi luka. Terjadi suatu
penurunan progresif dalam
vaskularisasi jar. Parut,
penampilan yang merah
kehitaman menjadi putih.
Serabut kolagen mengadakan
reorganisasi dan kekuatan
regang luka meningkat.

Sumber : Marison (2003:2), Manajemen Luka


2.1.5 Fase-fase Luka Bakar

20
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada
luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi
pada saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini
dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di
rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan
elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau
perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya
maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka
bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang
terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.
2.1.6 Efek Patofisiologi Luka Bakar
Menurut (Effendi, 1999), Komplikasi yang timbul akibat luka
bakar yaitu, adalah :
1. Septikemia (infeksi)
2. Pneumonia
3. Gagal Ginjal Akut
Faktor resiko yang diketahui dapat meningkatkan insidens AKI pada
luka bakar adalah usia tua, luka bakar yang luas, sepsis dan multiple
organ failure. AKI dapat muncul 24 jam pertama setelah pasien
mengalami trauma luka bakar atau suatu saat ketika fase resusitasi telah
berakhir. AKI dapat didefiniskan sebagai kondisi dimana terjadi
penurunan fungsi secara tiba-tiba dan bertahan dalam kurun waktu

21
tertentu. AKI pada pasien luka bakar disebabkan oleh berkurangnya
perdusi renal diikuti dengan bekurangnya glomerular filtration rate
(GFR) dan renal plasma flow. Proses tersebut menyebabkan
berkurangnya klirens kreatinin dan terjadinya oliguria pada pasien. Jika
kerusakan hipoperfusi renal berlangsung secara progresif pada pasien
luka bakar, gagal ginjal dapat terjadi. Gagal ginjal dini pada luka bakar
dapat terjadi jika gagal ginjal muncul langsung saat pasien mengalami
trauma luka bakar dengan hasil akhir trauma iskemik dari hipovelomik
dan berkurangnya peredaran darah. Gagal ginjal dini pada pasien luka
bakar adalah salah satu komplikasi dari trauma luka bakar yang dapat
menyebabkan mortalitas hingga 70-100%.
4. Deformitas (perubahan bentuk tubuh)
5. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia (Purwanto, 2016).
6. Kekurangan Kalori, Protein
7. Kontraktur (lengketnya)
Kontraktur merupakan efek patologis jaringan parut yang mungkin
timbul dari proses penyembuhan luka. Luka Bakar menyebabkan
kehilangan jaringan, menyembuhkan luka dengan kontraksi dan dapat
menghasilkan kontraktur.Kontraktur dapat berupa intrinsik atau
ekstrinsik. Pada kondisi lanjut, kontraktur dapat menyebabkan
deformitas yang memerlukan pembebasan kulit dengan graft atau flap.
Kontraktur menyebabkan disabilitas dan gangguan fungsional.
Kontraktur yang terjadi pada daerah ekstremitas atas dapat
mempengaruhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari. Deformitas kontraktur
harus ditangani dengan kehati-hatian, dan diperlukan asesmen yang

22
komprehensif serta uji fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik
sehingga diagnosis fungsional dapat ditegakkan berdasarkan ICF.
8. Ileus Paralitik (distensi abdomen, mual).
2.1.7 Manifestasi Klinis
a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
1) Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
2) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
3) Kulit memucat bila ditekan.
4) Edema minimal.
5) Tidak ada blister.
6) Kulit hangat/kering.
7) Nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
8) Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
9) Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri-ciri:
Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
1) Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
2) Luka tampak merah sampai pink.
3) Terbentuk blister.
4) Edema.
5) Nyeri.
6) Sensitif terhadap udara dingin.
7) Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness
penyembuhannya14 - 21 hari, pada deep partial thickness
penyembuhannya 21 - 28 hari (penyembuhan bervariasi tergantung
dari kedalaman luka dan ada tidaknya infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
1) Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
2) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan
coklat atau hitam.

23
3) Tanpa ada blister.
4) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
5) Edema.
6) Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
7) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
8) Memerlukan skin graft.
9) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan
tindakan preventif.
d. Fourth degree (derajat IV)
1) Luka mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
2) Kulit tampak seperti arang, gosong, dan meninggalkan sisa kehitaman
bekas bakaran.
2.1.8 Luas luka pada luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
2.1.9 Perhitungan Resusitasi
a) Produksi urine 30 ѕаmраі 50 ml per jam pada orang dewasa, 75 ѕаmраі
100 ml per jam untuk luka bakar listrik pada orang dewasa.
b) Faktor kardiopulmonal: Tekanan darah (sistolik lebih dаrі 90-100 mmHg),
denyut nadi (kurang dаrі 120 kali/menit) pernafasan (16 ѕаmраі 20 kali per
menit)
c) Tekanan darah paling baik diukur dengan pemantauan arteri secara
kontinue.
d) Pengukuran perifer seringkali tidak valid kаrеnа adanya vasokonstriksi
dаn edema
e) Sensorium : Sadar dаn mempunyai orientasi уаng baik terhadap waktu,
tempat dаn orang

24
2.1.10 Kebutuhan Nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,
maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-
30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus (Purwanto, 2016).
2.1.11 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi:
1) Menentukan derajat dan kedalaman luka bakar (baik menggunakan
metode telapak tangan, rule of nine, atau Lund and Browder chart).
2) Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat.
3) Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan
parut tebal, berwarna kemerahan, terdapat bula, atau kerusakan seluruh
jaringan kulit.
4) Mukosa bibir kering.
5) Tanda-tanda inflamasi, seperti lubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolesa.
6) Klien tampak meringis karena nyeri
7) Klien tampak lemah.
8) Terdapat edema.
9) Klien tampak dispnea
10) Klien tampak sedikit berkemih
11) Distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
12) Perdarahan lambung ditandai dengan feses atau vomitus yang berdarah
b. Palpasi:
1) Denyut nadi (frekuensi meningkat dan lemah).
2) Suhu pada luka.
c. Perkusi :
1) Perkusi abdomen hipertimpani.
2) Perkusi paru hipersonor.
d. Auskultasi:
1) Auskultasi bunyi nafas pada paru (Stridor, wheezing, ronchi).

25
2) Auskultasi bising usus (BU menurun).
2.1.12 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
2.1.13 Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar

26
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya.
6. Adanya trauma inhalasi.
2.1.14 Penatalaksanaan
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
a) Clothing
Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada
fase cleaning.
b) Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan
3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering
diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia
(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan
es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila

27
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
c) Cleaning
Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
d) Chemoprophylaxis
Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partialthickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial.
Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil,
bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan.
e) Covering
Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan
lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan
kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan
lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
f) Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa (Rosfanty,
2009):
1. Paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg
2. Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
3. Morphine (IM-intramuskular) 0,2mg/kg
2.1.15 Posisi dan Rehabilitasi
A. Posisi Luka Bakar
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka
bakar yang mengenai kepala, leher dan dada sering kali berkaitan dengan
komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian
seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan

28
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk
bekerja secara permanen (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh
urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat
menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner (Rahayuningsih, 2012).
Penilaian luas luka bakar Untuk melakukan penilaian area luas luka bakar
secara baik dan benar dibutuhkan penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule
of Nines” untuk dapat menghasilkan presentasi total luas luka bakar
(%TBSA).“Rule of Nine” membagi luas permukaan tubuh menjadi multiple
9% area, kecuali perineum yang diestimasi menjadi 1%. Formula ini sangat
berguna karena dapat menghasilkan kalkulasi yang dapat diulang semua orang.

Gambar 4. Rule of Nine Dewasa

Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak
luas dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien
yang dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA). Metode ini sangat
berguna bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar sehingga tidak dapat
menggunakan metode “Rule of Nine”.

29
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien
dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan
karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien
dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan
kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, penggunaan
“Rule of Nine” tidak disarankan untuk pasien anakanak karena dapat
menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat. Penggunaan “Pediatric
Rule of Nine” harus digunakan untuk pasien anak dengan luka bakar. Namun
setiap peningkatan umur pada anak, persentasi harus disesuaikan. Setiap tahun
setelah usia 12 bulan, 1% dikurangi dari area kepala dan 0,5% ditambahkan pada
dua area kaki anak. Setelah anak mencapai usia 10 tahun, tubuh anak sudah
proporsional sesuai dengan tubuh dewasa

Gambar 5. Rule of Nine Anak – Anak


B. Rehabilitasi Luka Bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka
bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis
dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan “maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam,
sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam
merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka
bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian

30
morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai
tambahan. Dan dilakukan tindakan berikut :
A. Fase Akut
1. Pengaturan Posisi
Pengaturan posisi yang sesuai merupakan terapi lini pertama dan sejauh ini
merupakan cara terbaik untuk menghindari kontraktur. Pengaturan posisi
harus dimulai segera setelah terjadinya luka bakar dan dipertahankan
hingga proses penyembuhan luka berlangsung. Pengaturan posisi ini harus
disertai dengan latihan lingkup gerak sendi yang sesuai, sebab posisi yang
dipertahankan terlalu lama juga akan menimbulkan berkurangnya lingkup
gerak sendi dan timbulnya kontraktur.
2. Imobilisasi pasca bedah rekontruksi kulit
Pada bagian tubuh yang direkonstruksi, imobilisasi dilakukan segera
pascabedah. Imobilisasi dapat dilakukan menggunakan splint ataupun
pengaturan posisi (positioning) dengan lama waktu tergantung jenis
pembedahan. Prinsip utama yang harus diketahui adalah berapa lama
waktu imobilisasi pascabedah, strukturmana yang akan diimobilisasi, serta
perhatian khusus dalam pergerakan, fungsi dan ambulasi yang tergantung
pada lokasi pembedahan dan donor.
3. Splinting
Peresepan splint diberikan oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi (SpKFR). Splint dirancang untuk membantu mempertahankan
posisi fungsional atau anti kontraktur dari bagian tubuh yang cedera dan
dapat diberikan sejak fase awal. Pada kasus yang sulit untuk dilakukan
posisioning, yaitu pada geriatri, anak, atau pasien yang tidak kooperatif,
maka diperlukan tindakan splinting. Pemasangan splinting biasanya
dilakukan bila pasien memiliki luka bakar deep partial atau full thickness
untuk mengurangi risiko terjadinya edema dan kontraktur. Splinting tidak
diperlukan pada kasus dengan lingkup gerak sendi normal. Splinting
diperlukan pada luka bakar yang mengenai tendon, untuk mencegah agar
tendon tidak ruptur dan melindungi sendi yang terkena. Perlu diwaspadai
terjadinya deformitas yang diakibatkan oleh penggunaan splinting dalam

31
waktu lama, sehingga sangat perlu dilakukan evaluasi rutin lingkup gerak
sendi.
B. Fase Sub Akut
1. Terapi Latihan
Terapi latihan merupakan strategi yang paling penting
dan mendasar dalam kedokteran fisik dan rehabilitasi
yang meliputi latihan aktif dan pasif. Program latihan
harus dibuat dengan perencanaan yang tepat untuk
meminimalisasi cedera dan memastikan efek terapi yang
dilakukan. Terapi latihan ini meliputi :
a) latihan untuk mempertahankan Lingkup Gerak
Sendi (LGS)
b) latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
c) latihan untuk meningkatkan ketahanan otot dan
kardiorespirasi
d) latihan untuk koordinasi
e) latihan untuk memulihkan keseimbangan
f) latihan ambulasi
g) latihan untuk memulihkan fungsi AKS
2. Terapi modalitas fisik
Pemberian terapi modalitas fisik pada luka bakar harus
sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi. Jenis terapi
modalitas fisik yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut :
a) Electro Stimulation (ES), diberikan bila ada keterlibatan tendon yang
mengalami adhesi dengan kulit
b) Laser therapy, untuk membantu proses penyembuhan luka dan
mengurangi nyeri
c) Transcutaneus Electro Nerve Stimulation (TENS), untuk mengurangi
nyeri dan desensitisasi sensorik
d) Ultrasound Diathermy, untuk meningkatkan ekstensibilitas jaringan,
sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi

32
e) Intermitten compression, untuk mengurangi edema
f) Continuous passive motion (CPM), untuk fleksibilitas sendi.
3. Pemberian orthosis prostesis & assisstive devices
Pemberian ortosis prostesis dan alat bantu fungsional
diindikasikan sesuai dengan gangguan fungsional yang
ada pada pasien setelah ditegakkannya Diagnosis Fungsional oleh SpKFR.
Adapun yang termasuk Orthotik Prostetik & Assisstive
Devices adalah :
a) Alat bantu jalan
Crutches (axillary/elbow/forearm), Cane (tripod,
quadripod), Walker wheelchair.
b) Ortosis
1) Ortosis ekstremitas atas (shoulder/elbow/wrist/hand support),
2) Cervical collar (soft/semirigid/rigid),
3) Spine/tulang belakang korset/brace
4) Splint (wrist/hand/foot/digiti)
5) Ortosis ekstremitas bawah (hip/knee/ankle/foot
support/brace, ptb brace)
6) Ankle foot orthosis (AFO)
7) Insole (arch support/foot insole-pad)
8) Sling (arm/shoulder)
9) BackSlap (elbow/wrist/knee/ankle/foot backslap)
c) Prostesis
Prostesis ekstremitas bawah (prostesis above/below knee, prostesis
transfemoral/transtibial, prostesis articular hip/knee/ankle/foot), prostesis
ekstremitas atas (above/below elbow prosthesis, transhumeral/transradial
prostesis, prostesis articular shoulder/elbow/wrist/hand)
d) Sepatu khusus
Dennis Brown, Ortho Shoes
e) Alat bantu fungsional lainnya
Alat bantu activity daily living (ADL), sensoric toys &
alat play therapy untuk pasien anak

33
C. Fase Kronik
Program ini dimulai sejak pasien keluar dari perawatan di
rumah sakit berupa lanjutan program tata laksana KFR pada
fase subakut dan evaluasi kapasitas fungsional untuk dapat
kembali ke masyarakat dan bekerja (return to work). Program
yang diberikan meliputi latihan endurans, latihan penguatan,
latihan AKS, penggunaan assistive device, edukasi care giver,
modifikasi lingkungan, alih fungsi, hingga modifikasi role of
function.Rekomendasi latihan endurans dan penguatan pada luka
bakar.
1) Latihan endurans kardiorespirasi diberikan pada kasus
luka bakar dengan TBSA >15%.
2) Latihan penguatan diberikan pada luka bakar dengan
TBSA >30%

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR


A. Pengkajian Pada Tiap Fase
I. Identitas

34
Didalam identitas berisikan nama, umur (semua orang mungkin untuk
terjadi luka bakar dan umur tidak mempengaruhi keparahan luka bakar akan
tetapi anak dibawah 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun berisiko tinggi
mengalami kematian), serta data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan
memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar, agama dan pendidikan
menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan.
II. Keluhan Utama
1. Fase Akut : Pada fase ini biasanya klien mengeluh nyeri karena adanya
iritasi pada saraf dan sesak nafas.
2. Fase Sub akut : Pada fase subakut biasanya pasien mengeluh timbulnya
nyeri, suhu tubuh meningkat, kemerahan dan pembengkakan pada area yang
terdapat luka bakar
3. Fase Lanjut : pada fase ini terjadi massalah penyulit berupa parut yang
hipertrofik, kleoid, gangguan pigmentasi,deformitas dan kontraktur.
III. Riwayat Keperawatan (Nursing History )
1. Riwayat penyakit sekarang
a. Fase akut : gambaran keadaan klien mulai terjadinya luka bakar, penyebab
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta keluhan klien
selama menjalani perawatan ketika dilakukan pengkajian. apabila dirawat
meliputi beberapa fase emergency (setelah 48 jam pertama akan terjadi
perubahan pola BAK), fase akut (48 jam pertama beberapa hari/bulan), fase
rehabilitatif (menjelang klien pulang).
b. Fase subakut : Dikaji apakah pasien masih mengeluh nyeri pada daerah
yang terdapat luka bakar, daerah sekitar luka bakar mungkin mengalami
kemerahan atau pembengkakan, merasa panas dan sering merasa haus
c. Fase lanjut : Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun
memerlukan kontrol rawat jalan. permasalahan pada fase ini adalah
timbulnya penyulit seperti jaringan parut yang hipertrofik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan adanya kontraktur.
2. Riwayat penyakit dahulu
a. Fase akut : Dikaji apakah klien pernah mengalami luka bakar sebelumnya.
Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit

35
penyerta yaitu kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalahgunaan
obat dan alkohol.
b. Fase subakut : Dikaji apakah pernah mengalami luka bakar sebelumnya
serta riwayat pengobatan luka bakar sebelumnya. Dan perlu dikaji pula
riwayat penyakit jantung, ginjal, paru – paru dan diabetes.
c. Fase lanjut : Mengkaji riwayat penyakit yang di derita klien sebelum
mengalami luka bakar seperti riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alkohol.
3. Riwayat kesehatan keluarga
a. Fase akut : Dikaji apakah keluarga pernah mengalami riwayat luka bakar
seperti yang dialami oleh klien pada saat ini. dikaji pula apakah terdapat
anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
Sirosis Hepatitis dan penyakit kronik lainnya yang dapat mempengaruhi
daya pertahanan terhadap infeksi dan pemenuhan keseimbangan cairan.
b. Fase subakut : Dikaji apakah keluarga pernah mengalami riwayat luka
bakar seperti yang dialami oleh klien. Dikaji pula apakah terdapat anggota
keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti asma, jantung, dan
diabetes mellitus
c. Fase lanjut : Dikaji apakah keluarga pernah mengalami riwayat penyakit
turunan seperti asma, jantung, dan diabetes mellitus
IV. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola nutrisi dan metabolisme
a. Fase akut : Keluhan adanya edema pada jaringan umum, anoreksia,
mual/muntah
b. Fase sub akut : Terjadi oedema pada jaringan umum, anoreksia,
mual/muntah
c. Fase lanjut : Biasanya terjadi hipermetabolisme yang akan terus bertahan
sesudah terjadinya luka bakar sampai luka bakar tersebut menutup. Klien
akan mengalami kekurangan berat badan yang cukup besar selama fase
pemulihan akibat luka bakar yang berat, klien juga akan mengalami
anoreksia, mual dan muntah.
2. Pola eliminasi

36
a. Fase akut : Biasanya terjadi penurunan/tidak ada haluaran urine selama
fase darurat, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke
dalam sirkulasi)
b. Fase sub akut : Terjadinya penurunan bising usus khususnya pada luka
bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik
c. Fase lanjut : Biasanya klien mengalami diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), haluaran urine akan
menurun pada fase darurat, warna urine mungkin hitam kemerahan bila
terjadi myoglobin, teradi penurunan mobilitas usus atau peristaltik gastrik,
penurunan bising usus.
3. Pola tidur dan istirahat
a. Fase akut : biasanya klien mengalami kesulitan dalam tidur karena nyeri
yang dirasakan akibat luka bakar
b. Fase sub akut : biasanya klien mengalami kesulitan dalam tidur karena
nyeri yang dirasakan akibat luka bakar
c. Fase lanjut : biasanya klien mengalami kesulitan dalam tidur karena nyeri
yang dirasakan akibat luka bakar
4. Pola aktivitas
a. Fase akut : biasanya terjadi penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus
otot.
b. Fase sub akut : terjadi penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan
rentang gerak pada area yang nyeri, gangguan massa otot dan perubahan
otot.
c. Fase lanjut : biasanya klien mengalami keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit, gangguan massa otot, penurunan kekuatan otot, perubahan
tonus.
5. Pola hubungan dan peran
a. Fase akut : adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami penurunan kekuatan sehingga klien cenderung untuk istirahat.

37
b. Fase sub akut : sebagian penderita luka bakar mengalami perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami penurunan kekuatan
sehingga klien cenderung untuk istirahat.
c. Fase lanjut : sebagian penderita luka bakar mengalami perubahan pada
peran diri. perubahan tersebut meliputi perubahan sebagai pencari nafkah
pada klien laki-laki dan perubahan peran sebagai ibu pada klien wanita.
perubahan tersebut terjadi karena kondisi fisik yang masih dalam tahap
rehabilitasi
6. Pola persepsi dan konsep diri
a. Fase akut : biasanya klien merasa tidak berdaya, kurang percaya diri
terhadap penampilannya yang berubah karena luka.
b. Fase sub akut : biasanya klien merasa tidak berdaya, marah, dan menarik
diri dari lingkungan sosial akibat perubahan penampilannya karena luka
bakar.
c. Fase lanjut : perubahan pada penampilan tubuh klien memicu perasaan
malu, minder dan takut untuk bersosialisasi. hal tersebut dapat
menimbulkan perubahan harga diri
7. Pola sensori dan kognitif
a. Fase akut : biasanya klien mengalami penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstermitas. aktifitas kejang (syok listrik), laserasi
korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik),
ruptur membran timpani (syok listrik), paralisis (cedra listrik pada aliran
saraf), nyeri pada luka bakar.
b. Fase sub akut : biasanya klien mengalami kesemutan, perubahan
orientasi, afek, perilaku, penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstermitas.
c. Fase lanjut : biasanya klien mengalami penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, ruptur membran timpani
(syok listrik), paralisis (cedera litrik pada aliran saraf), penurunan reflek
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstermitas, aktifitas kejang (syok
listrik)
8. Pola Reproduksi seksual

38
a. Fase akut : Penurunan hasrat untuk melakukan kegiatan seksualitas
karena kondisi klien
b. Fase sub akut : Penurunan hasrat untuk melakukan kegiatan seksualitas
karena kondisi luka pada klien
c. Fase lanjut : Penurunan hasrat untuk melakukan kegiatan seksualitas
karena kondisi luka pada klien
9. Pola penanggulangan stres :
a. Fase akut : klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan percaya diri terhadap luka yang di deritanya.
b. Fase sub akut : biasanya klien mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena klien menarik diri dan mengalami gangguan percaya
terhadap dirinya sendiri akibat luka yang dialaminya.
c. Fase lanjut : biasanya klien mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena klien menarik diri dan mengalami gangguan percaya
terhadap dirinya sendiri akibat luka yang dialaminya.
10. Pola tata nilai dan kepercayaan
a. Fase akut : klien biasanya jarang bisa melakukan ibadah karena
kelemahan tubuh.
b. Fase sub akut : pada beberapa klien mengalami penurunan dalam hal
melakukan ibadah dikarenakan kelemahan yang dialaminya dan terkadang
klien juga meminta bantuan jika ingin beribadah diatas tempat tidur.
c. Fase lanjut : pada beberapa klien mengalami penurunan dalam hal
melakukan ibadah dikarenakan kelemahan yang dialaminya dan terkadang
klien juga meminta bantuan jika ingin beribadah diatas tempat tidur.
V. Pengkajian Fisik ( RAVIEW OF SYSTEM )
Keadaan Umum :
a. Fase akut : umumnya mengalami penurunan kesadaran. tanda-tanda
vital mengalami hipotensi (syok) yaitu penurunan nadi perifer distal pada
ekstermitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit pucat dan akral teraba dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama.

39
b. Fase sub akut : biasanya pada klien dengan luka bakar fase 2 (sub-akut)
mengalami peningkatan tanda-tanda vital berhubungan dengan adanya
pajanan bakteri pada area luka bakar.
c. Fase lanjut : composmentis, pernapasan, frekuensi nadi, suhu dan
tekanan darah sudah memasuki ambang batas normal

Status integument :
a. Fase akut : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka. area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat.
b. Fase sub akut : biasanya pada luka bakar fase 2 (sub-akut) timbul
bullae, kemungkinan terdapat kemerahan dan pembengkakan pada area
sekitar luka bakar karena adanya proses inflamasi.
c. Fase lanjut : terjadi kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur
Kepala dan rambut
a. Fase akut : kaji adanya lesi pada kepala, warna dan tekstur rambut.
biasanya pada klien dengan luka bakar di kepala terdapat perubahan
warna rambut setelah terkena luka bakar, terdapat lesi akibat luka bakar.
b. Fase sub akut : kaji adanya lesi pada kepala, warna dan tekstur
rambut. biasanya pada klien dengan luka bakar di kepala terdapat
perubahan warna rambut setelah terkena luka bakar, terdapat lesi akibat
luka bakar.
c. Fase lanjut : kaji adanya lesi pada kepala, warna dan tekstur rambut.
biasanya pada klien dengan luka bakar di kepala terdapat perubahan
warna rambut setelah terkena luka bakar, terdapat lesi akibat luka bakar.
Wajah/muka
a. Fase akut : kaji dengan cara inspeksi adanya kesimetrisan wajah kanan
dan kiri
b. Fase sub akut : kaji dengan cara inspeksi wajah, adanya kesimetrsan
wajah bagian kanan dan kiri. biasanya klien dengan luka bakar pada
bagian wajah mengalami oedema dan terdapat lesi akibat luka bakar.

40
c. Fase lanjut : pada inspeksi biasanya ditemukan ekspresi meringis
menahan nyeri, biasanya pada klien dengan luka bakar pada daerah
kepala, pada bagian muka akan mengalami oedema pembengkakan,
pada muka maka bentuk menjadi tidak simetris dan akan terdapat lesi
karena luka bakar tersebut.
Mata
a. Fase akut : apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai
memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. laserasi korneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok lisrik)
b. Fase sub akut : biasanya pada klien dengan luka bakar pada wajah
mengalami oedema, lesi akibat luka bakar, bulu mata yang rontok
terkena air panas dan bahan kimia yang menyebabkan luka bakar.
c. Fase lanjut : kaji kesimetrisan dan kelengkapan, oedema, kelopak
mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan
penglihatan serta bulu mata yang rontok terkena air panas, bahan kimia
akibat luka bakar.
Hidung
a. Fase akut : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, luka sekitar mukosa hidung akibat trauma inhalasi.
b. Fase sub akut : biasanya klien dengan luka bakar di bagian wajah
mukosa hidungnya kering, terdapat sumbatan dan bulu hidung yang
rontok akibat kebakaran.
c. Fase lanjut : kaji adanya perdarahan, mukosa kering, adanya sekret,
sumbatan dan bulu hidung yang rontok
Mulut
a. Fase akut : biasanya klien mengalami sianosis karena kurangnya
suplay darah ke otak, bibir kering karena kurangnya intake cairan
b. Fase sub akut : biasanya klien mengalami sianosis karena kurangnya
suplay darah ke otak, bibir kering karena kurangnya intake cairan
c. Fase lanjut : kaji adanya sianosis karena kurangnya suplay darah ke
otak, bibir kering karena intake cairan kurang

41
Telinga
a. Fase akut : kaji adanya gangguan pendengaran akibat benda asing,
perdarahan, biasanya klien mengalami kecacatan bentuk cuping telinga
karena luka bakar.
b. Fase sub akut : biasanya klien mengalami kecacatan bentuk cuping
telinga karena luka bakar
c. Fase lanjut : kaji gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan ditemukan serumen
Leher
a. Fase akut : pada saat memeriksa leher, periksa adanya luka, deformitas
dan selalu jaga jalan nafas.
b. Fase sub akut : biasanya denyut nadi karotis mengalami peningkatan,
terdapat lesi bekas luka bakar jika terkena di leher.
c. Fase lanjut : kaji posisi trakea, biasanya pada fase ini denyut nadi
karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengatasi
kekurangan cairan.
Thorax
a. Fase akut : pada pernafasan kadang didapatkan serak, batuk mengii,
partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral
dan sianosis, indikasi cedera inhalasi, pengembangan thorax mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/
mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal),
bunyi nafas gemericik (oedema paru), stridor (oedema laringeal), sekret
jalan nafas dalam (ronkhi)
b. Fase sub akut : pada pernafasan di dapatkan jaringan nekrosis dari
luka bakar dapat mengeluarkan burn toksin kedalam sirkulasi sistemik
yang menyebabkan disfungsi paru-paru sehingga terjadi ARDS.
c. Fase lanjut : kaji dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
inspeksi bentuk thorax, irama pernapasan ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi,
wheezing.

42
Abdomen
a. Fase akut : kaji dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
inspeksi bentuk abdomen, auskultasi bising usus. klien dengan luka
bakar lebih dari 20% akna mengalami penurunan aktivitas
gastrointestinal.
b. Fase sub akut : respon umum yang terjadi pada klien luka bakar lebih
dari 20% adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. hal ini disebabkan
oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon
endokrin terhadap adanya luas bakar.
c. Fase lanjut : inspeksi bentuk abdomen. biasanya abdomen klien
membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
Inguinal-Genetalia-Anus
a. Fase akut : cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada
pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat
ininkemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang
harus segera diatasi. bila ada indikasi pasang PASG/gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis
b. Fase sub akut : kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/terdapat
lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
c. Fase lanjut : kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/terdapat lesi
merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
Ekstermitas
a. Fase akut : biasanya terjadi penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit, penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstermitas
b. Fase sub akut : biasanya jarang ditemukan kelainan atau perubahan
tetapi dapat juga terjadi kontraktur akibat otot yang tidak di gerakkan.

43
sehingga terjadi penurunan kekuatan, tahanan, dan penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstermitas.
c. Fase lanjut : biasanya terjadi penurunan kekuatan, tahanan,
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit, penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstermitas
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sampai dengan
perpindahan atau kehilangan cairan
2. Elektrolit
Kalium dapat meningkat pada awal sampai dengan cedera jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan penurunan fungsi ginjal
3. Rontgen dada
Dapat tampak normal pada paska luka bakar dini meskipun dengan
cedera inhalasi, namun cedera inhalasi sesungguhnya akan tampak saat
foto thorax, kerusakan bagian-bagian paru.
4. EKG
Tanda iskemia, disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
A. Diagnosa Keperawatan Pada Tiap Fase
a. Fase akut :
1. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan luka bakar
(D.0036)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan PCO2 meningkat
diandai dengan penglihatan kabur, sianosis, pola napas abnormal
(D.0003)
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubuungan dengan kekurangan
volume cairan ditandai dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan
kulit (D.0129)
b. Fase sub akut :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas (D.0142)
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, dan peningkatan tanda-

44
tanda vital (D.0077)
3. Defisit pengetahuan tentang perawatan luka berhubungan dengan
kurang terpapar informasi ditandai dengan menunjukkan perilaku
tidak sesuai anjuran (D.0111)
c. Fase lanjut :
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
struktur/bentuk tubuh (luka bakar) ditandai dengan mengungkapkan
kecatatan/kehilangan bagian tubuh, fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang, kehilangan bagian tubuh (D.0083)
2. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai
dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah (D.0074)
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
tampak gelisah, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi (D.0080)
B. Intervensi Keperwatan Pada Tiap Fase
a. Fase akut
1. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan luka bakar
(D.0036)
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan
Kriteria hasil (SLKI.L.03020) :
- Turgor kulit membaik (CRT < 1 detik)
- Asupan cairan meningkat
- Haluaran urin meningkat
- Edema menurun
Intervensi (Manajamen Cairan 1.03098 ):
Observasi:
1) Monitor status hidrasi (mis. frekunsi nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, tugor kulit, tekanan
darah)
2) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urine, BUN)

45
3) Monitor status hemodinamik
Terapeutik
4) Catat Intake dan Output dan hitung balans cairan 24 jam
5) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
6) Berikan cairan intravena, jika perlu

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan PCO2 meningkat


ditandai dengan penglihatan kabur, sianosis, pola napas abnormal
(D.0003)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
pertukaran gas dapat kembali normal dengan
Kriteria hasil (SLKI. L. 01003):
- Penglihatan kabur menurun
- Bunyi napas tambahan menurun,
- PCO2 membaik,
- Sianosis membaik
- Pola nafas membaik
Intervensi (Pemantauan respirasi, SIKI. 101014) :
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Auskultasi bunyi napas
4) Memonitor saturasi oksigen
5) Monitor hasil AGD
Terapeutik
6) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
7) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Kolaborasi
8) Kolaborasi memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan
volume cairan ditandai dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan

46
kulit (D.0129)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
integritas kulit dan jaringan membaik dengan
Kriteria hasil (SLKI, L.14125) :
- Kerusakan jaringan menurun,
- Kerusakan lapisan kulit menurun,
- Nyeri menurun (Skala 2-4)
Intervensi (Perawatan Luka. SIKI. 1.14565) :
Observasi
1) Identifikasi penyebab luka bakar
2) Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat penanganan
luka sebelumnya
3) Monitor kondisi luka (mis. persentasi ukuran luka, derajat luka,
perdarahan, warna dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi
terapi luka)
Terapeutik
4) Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
5) Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan pendarahan
6) Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka
7) Bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan
antiseptik)
8) Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
9) Jadwalkan frekuensi terapi luka berdasarkan ada atau tidaknya
infeksi, jumlah eksudat dan jenis balutan yang digunakan
10) Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi luka
11) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/KgBB/hari
12) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin
C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
Edukasi
13) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

47
Kolaborasi
15) Kolaborasi prosedur debridement
16) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
b. fase sub akut
1. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas (D.0142)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi infeksi dengan
Kriteria hasil (SLKI,L.14137 :
- Bengkak menurun,
- Nyeri menurun (skala 1-3)
- Demam menurun (36,5-37,5°C )
Intervensi :
Observasi
1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi, seperti demam, nyeri,
kemerahan pada bekas luka dan bengkak
Terapeutik
2) Berikan perawatan luka pada klien
3) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
4) Tekankan pentingnya menjaga kebersihan tubuh klien, terutama
bagian sekitar area luka
5) Anjurkan konsumsi nutrisi yang adekuat
Kolaborasi
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, dan peningkatan tanda-
tanda vital (D.0077)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri akut berkurang
Kriteria hasil :
- Keluhan nyeri menurun (skala 1-3)
- Gelisah menurun,

48
- Frekuensi nadi membaik (60-100 x/ menit)
Intervensi (Manajemen Nyeri SIKI. 1.08238) :
Observasi:
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(Teknik imajinasi terbimbing, latihan tarik nafas dalam)
5) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
6) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
7) Jelaskan strategi meredakan nyeri
8) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
9) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
3. Defisit pengetahuan tentang perawatan luka berhubungan dengan
kurang terpapar informasi ditandai dengan menunjukkan perilaku
tidak sesuai anjuran (D.0111)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan
tingkat pengetahuan membaik
Kriteria hasil :
- Perilaku sesuai anjuran membaik
- Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun,
- Perilaku sesuai pengetahuan meningkat
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
2) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi

49
3) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
c. Fase lanjut
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
struktur/bentuk tubuh (luka bakar) ditandai dengan mengungkapkan
kecatatan/kehilangan bagian tubuh, fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang, kehilangan bagian tubuh (D.0083)
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam maka
diharapkan citra tubuh meningkat dengan
Kriteria hasil :
- Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
menurun
- Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun,
- Hubungan sosial membaik
Intervensi (Promosi Citra Tubuh, 1.09305) :
Observasi:
1) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
sosial
2) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Terapeutik
4) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
5) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi
7) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
8) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun
kelompok
2. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai
dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah (D.0074)

50
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam maka
diharapkan status kenyamanan meningkat dengan
Kriteria hasil :
- Keluhan tidak nyaman menurun,
- Gelisah menurun,
- Keluhan sulit tidur menurun
Intervensi :
1) Tempatkan pada posisi terapeutik
2) Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis. semi fowler)
3) Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
4) Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
5) Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka
6) Ubah posisi setiap 2 jam
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
tampak gelisah, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi (D.0080)
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tingkat ansietas membaik
Kriteria hasil :
- Perilaku gelisah menurun,
- Konsentrasi membaik,
- Pola tidur membaik(7-8 jam)
Intervensi (Reduksi Ansietas SIKI, 1.09314) :
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2) Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
3) Ciptakan suasana terapeutik untk menumbuhkaan kepercayaan
4) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
5) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
6) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang

51
Edukasi
7) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
8) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
9) Latih teknik relaksasi
C. Implementasi Keperawatan Pada Tiap Fase
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. pelaksanaan
merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan. tindakan ini berupa tindakan
individu (mandiri) dan tindakan kolaboratif dengan tenaga medis lainnya
(Setiadi, 2012)
D. Evaluasi Keperawatan Pada Tiap Fase
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. evaluasi disusun menggunakan
SOAP (suprajitno dalam wardani, 2013) :
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan
O : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A : analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

52
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan
fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012). Fase luka bakar ada tiga yaitu; fase
aktif, fase sub aktif, dan fase lanjut.
Klasifikasi Luka Bakar bisa dibagi berdasarkan berat ringannya luka
bakar, fase penyembuhan luka serta kedalaman luka bakar yaitu zona

53
koagulasi, zona statis, zona dan zona hiperemi. Berdasarkan Derajat dan
Kedalaman Luka Bakar derajat I (superficial partial-thickness), Derajat II
(deep partial-thickness), Derajat III (full thickness). Semakin luas permukaan
tubuh yang terlibat, kemungkinan morbiditas, dan mortalitasnya meningkat,
dan penanganannya juga akan semakin kompleks.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah:
a. Fase akut :
1. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan luka bakar
(D.0036)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan PCO2 meningkat
diandai dengan penglihatan kabur, sianosis, pola napas abnormal
(D.0003)
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubuungan dengan kekurangan
volume cairan ditandai dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
(D.0129)
b. Fase sub akut :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas (D.0142)
2. Nyeri akut berhubuungan dengan luka bakar ditandai dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, gelisah, dan peningkatan tanda-tanda vital
(D.0077)
3. Defisit pengetahuan tentang perawatan luka berhubungan dengan
kurang terpapar informasi ditandai dengan menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran (D.0111)
c. Fase lanjut :
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh (luka bakar) ditandai dengan mengungkapkan
kecatatan/kehilangan bagian tubuh, fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang, kehilangan bagian tubuh (D.0083)
2. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai
dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah (D.0074)
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
tampak gelisah, dan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi

54
yang dihadapi (D.0080).
4.2 Saran
1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan kegawatdaruratan luka bakar diharapkan mampu memahami
konsep dasar luka bakar serta konsep asuhan keperawatan.
2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang
berkaitan dengan penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA

118, A. (2013). Basic Trauma and Cardiac Life Support (BTCLS). Jakarta: AGD
118 Jakarta.

Digiukio, M. d. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Perpustakaan


Nasional.

Jaelani, Muhammad;. (2005). Sindrom Respons Respons Inflamasi Sistemik (Sffis)

Pada Luka Bakar. Jurnal Kedokteran , 27-38.

55
Moenadjat Y. 2009. Luka Bakar Masalah Dan Tatalaksana. 4th Ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Perry, A,G & ,A Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Kepewatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Purwanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan


Medikal Bedah II.

PPNI, DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.


DPP PPNI.
PPNI, DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
DPP PPNI.
PPNI, DPP 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. DPP
PPNI.

56

Anda mungkin juga menyukai