Anda di halaman 1dari 35

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK XX

“MANAJEMEN TRAUMA PADA LAYANAN PRIMER DOKTER


KELUARGA”

Kelompok 3

Dosen Pembimbing : dr. Yuni Fitrianti, M. Biomed


Disusun Oleh : Salsabila Hidayati Malik
NIM : 702019020

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan Profesi yang
berjudul “Manajemen Trauma Pada Layanan Primer Dokter Keluarga”. Salawat
dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian Tugas
Pengenalan Profesi ini, saya banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT
2. dr. Yuni Fitrianti, M.Biomed sebagai dosen pembimbing
3. Orangtua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan material dan
moral
4. Teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tekait
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan semoga laporan Tugas
Pengenalan Profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................... 2
1.4 Manfaat........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Trauma.........................................................................................................3
2.1.1 Definisi...............................................................................................3
2.1.2 Klasifikasi.......................................................................................... 3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Palatum................................................................... 4
2.3 Luka Bakar Kimia....................................................................................... 7
2.3.1 Etiologi...............................................................................................7
2.3.2 Epidemiologi......................................................................................9
2.3.3 Patofisiologi..................................................................................... 10
2.3.4 Manifestasi Klinis............................................................................ 10
2.3.5 Penatalaksanaan............................................................................... 11
2.3.6 Komplikasi.......................................................................................13
2.3.7 Prognosis..........................................................................................13
2.4 Derajat Luka Bakar....................................................................................13
2.5 Dokter Keluarga........................................................................................ 14
BAB III METODE PELAKSANAAN................................................................16
3.1 Lokasi Penelitian....................................................................................... 16
3.2 Waktu Pelaksanaan....................................................................................16
3.3 Subjek Tugas Mandiri............................................................................... 16
3.4 Alat dan Bahan.......................................................................................... 16
3.5 Langkah Kerja........................................................................................... 16
BAB IV LAPORAN KASUS............................................................................... 18

ii
BAB V PEMBAHASAN...................................................................................... 22
BAB VI KESIMPULAN...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25
LAMPIRAN..........................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Traumatologi adalah ilmu (cabang ilmu kedokteran) yang mempelajari
berbagai luka/cedera oleh karena kekerasan serta interaksi antar luka dan
kekerasan itu (Parinduri, 2017). Cedera adalah kelainan yang terjadi pada
tubuh yang mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan tidak
dapat berfungsi baik pada otot, tendon, ligamen, persendian, maupun tulang
akibat aktivitas gerak yang berlebihan atau kecelakaan (Fauzi&Priyonoadi,
2018).
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber panas (thermal), listrik (electric), zat
kimia (chemical), atau radiasi (radiation). Luka bakar chemical (kimia)
disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar derajat 1 dan 2 memiliki Standar Kompetensi Dokter
Indonesia “4A”. Pada kompetensi 4A dijelaskan bahwa lulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut
secara mandiri dan tuntas berdasarkan kompetensi yang dicapai pada saat
lulus dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).
Pelayanan dokter keluarga merupakan upaya penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tingkat primer untuk memenuhi ketersediaan, ketercapaian,
keterjangkauan dan kesinambungan mutu pelayanan kesehatan bagi
masyarakat sampai paripurna. Dokter keluarga diperlukan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia karena banyak penyakit yang bisa dilakukan
pencegahan, oleh karena itu diperlukan dokter keluarga di masyarakat (Lestari
dkk, 2017). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan
pemahaman tentang manajemen trauma pada layanan primer dokter keluarga.
Pada kesempatan kali ini dibahas mengenai luka bakar akibat kimia.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini, yaitu
memahami bagaimana analisis kasus dari manajemen trauma pada layanan
primer dokter keluarga?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami Tugas Pengenalan Profesi (TPP) dengan judul
“Manajamen Trauma Pada Layanan Primer Dokter Keluarga” sebagai
kompetensi tugas individu yang harus dilakukan dalam pembelajaran
Blok XX.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari trauma
2. Mengetahui klasifikasi trauma
3. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari palatum
4. Mengetahui etiologi dari luka bakar kimia
5. Mengetahui epidemiologi dari luka bakar kimia
6. Mengetahui patofisiologi dari luka bakar kimia
7. Mengetahui manifestasi klinis dari luka bakar kimia
8. Mengetahui penatalaksanaan dari luka bakar kimia
9. Mengetahui komplikasi dari luka bakar kimia
10. Mengetahui prognosis dari luka bakar kimia
11. Mengetahui derajat luka bakar
12. Mengetahui peran dokter keluarga pada layanan primer
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah agar penulis dan pembaca dapat
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manajemen trauma pada
layanan primer dokter keluarga.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma
2.1.1 Definisi
Traumatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang luka dan
cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa). Luka
merupakan suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat
kekerasan. Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dibedakan
atas kekerasan yang bersifat mekanik yaitu kekerasan oleh benda tajam,
kekerasan oleh benda tumpul dan tembakan senjata api. Kekerasan yang
bersifat fisik yaitu suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara,
akustik dan radiasi sedangkan yang bersifat kimia yaitu asam atau basa
kuat. Luka yang dapat dikategorikan sebagai luka tumpul yaitu memar
(kontusio, hematom), luka lecet (abrasi, ekskoriasi), luka terbuka/robek
(laserasi) (Damitrias dkk, 2017).

2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya trauma dapat dibagi:
1. Luka mekanik: trauma tumpul, trauma tajam dan trauma tembak
2. Luka termis: temperatur panas dan temperatur dingin
3. Luka chemis: zat korosif dan zat iritan
4. Luka lainnya: petir, listrik dan baro trauma
(Parinduri, 2017).
Berdasarkan mekanisme trauma dan pola trauma yang dicurigai :
1. Trauma tumpul
a. Benturan depan (frontal impact)
b. Benturan samping (side impact)
c. Rear impact
d. Terlempar dari kendaraan (ejection)
e. Benturan kendaraan terhadap pejalan kaki (motor vehicle
impact with pedestrian)

3
f. Fall from height
2. Trauma penetrasi/tajam
a. Luka tusuk: thoraks anterior (cardiac tamponade, hemothorax,
pneumothorax, hemopneumothorax), thoraco abdominal
sinistra (cedera diafragma kiri/cedera lien/hemopneumothorax)
b. Luka tembak : trunkus, ekstremitas
3. Trauma termal/suhu
a. Luka bakar
b. Luka bakar listrik
c. Luka bakar inhalasi
(American College of Surgeons, 2018).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Palatum


Langit-langit (palatum) manusia terdiri dari bagian keras yaitu hard
palate dan bagian fibromuskular disebut soft palate. Bagian hard palate
dibagi menjadi hard palate primer dan hard palate sekunder. Bagian
hard palate primer berada di depan foramen incisivus, sedangkan hard
palate sekunder berada dibelakang memisahkan hidung dan faring,
seperti tampak pada gambar 1 (Burg dkk, 2016).

Gambar 1. Anatomi Palatum (Schuenke dkk, 2016).


Soft palate, atau disebut juga dengan velum merupakan bagian
fibromuscular yang menutup di belakang ke bagian hard palate dan
tersusun atas lima pasang otot yaitu m. palatoglossus, m.

4
palatopharyngeus, m. levator veli palatine, tendon tensor veli palatine,
dan uvulae (Burg dkk, 2016).
Hard Palate
Hard palate terdiri dari dua pertiga anterior langit-langit dan
merupakan segmen tulang keras yang tidak bergerak yang struktur
tulang dasarnya terdiri dari proses palatina rahang atas dan lempeng
horizontal tulang palatina. Terletak di anterior, prosesus palatina
maksila terdiri dari sebagian besar palatum durum dan menutupi area
antara kedua sisi lengkung gigi rahang atas. Prosesus palatina rahang
atas bertemu dengan dua lempeng horizontal tulang palatina di
posterior, yang menyatu di garis tengah. Hard palate secara resmi
memisahkan rongga mulut dari rongga hidung, membentuk dasar
rongga hidung dan atap rongga mulut. Hard palate ditutupi superior
oleh epitel kolumnar pseudostratified bersilia (mukosa pernapasan) dan
inferior oleh epitel skuamosa berlapis (mukosa mulut). Di anterior,
palatum durum memiliki tonjolan yang tidak teratur atau rugae, yang
disebut rugae palatinae, pada membran mukosa yang memfasilitasi
perjalanan makanan ke arah posterior menuju faring. Hard palate
mengandung tiga foramen/kanal yang berfungsi sebagai saluran untuk
struktur neurovaskular kritis yang mensuplai rongga mulut. Landmark
penting ini termasuk kanal insisivus, foramen palatina mayor, dan
foramen palatina minor. Kanalis insisivus terletak di garis tengah
anterior rahang atas, tepat di posterior gigi insisivus sentralis rahang
atas, dan berisi nervus nasopalatina dan arteri palatina desendens.
Foramen palatina mayor terletak di posterior palatum durum medial
gigi molar ketiga dan dilalui oleh pembuluh darah palatina mayor dan
saraf. Foramen palatina minor terletak di posterior foramen palatina
mayor di dasar prosesus piramidalis dan dilalui oleh nervus palatina
minor. Secara struktural, hard palate menyediakan dasar kaku ke
rongga hidung yang mencegah perubahan tekanan di dalam mulut dari
menutup saluran hidung. Hard palate juga penting untuk fonasi dan

5
mengandung rugae yang membantu pengunyahan dan pencernaan
(Helwany&Rathee, 2021).
Soft Palate
Soft palate membentuk sepertiga posterior langit-langit dan
merupakan kelanjutan posterior dari hard palate. Soft palate terdiri dari
serat otot dan jaringan ikat yang ditutupi oleh selaput lendir yang terdiri
dari epitel skuamosa berlapis dengan kelenjar ludah sekretori. Berbeda
dengan hard palatr, soft palate sangat fleksibel dan tidak mengandung
struktur tulang. Soft palate berfungsi untuk mengangkat nasofaring,
secara efektif menutup komunikasi dari orofaring ke nasofaring. Soft
palate terdiri dari lima otot yang memainkan peran penting dalam
pernapasan, fonasi, dan menelan (Helwany&Rathee, 2021).
Di anterior, palatum molle bersambung dengan palatum durum dan
aponeurosis palatina. Di posterior, soft palate berakhir sebagai proyeksi
garis tengah yang disebut uvula yang menonjol ke dalam rongga mulut.
Soft palate membentuk atap isthmus orofaringeal, area yang
menghubungkan faring dan rongga mulut. Dua lengkungan mengikat
langit-langit lunak ke lidah dan faring, lengkungan palatoglossal, dan
lengkungan palatopharyngeal, masing-masing. Tonsil palatina muncul
di antara lengkungan ini di fossa tonsilar orofaring (Helwany&Rathee,
2021).
Soft palate memiliki lima otot yang dipersarafi oleh pleksus faring
CN X, kecuali otot tensor veli palatini, yang menerima persarafan dari
cabang saraf trigeminal yang disebut saraf pterygoid medial. Otot-otot
yang membentuk soft palate termasuk otot palatoglossus,
palatopharyngeus, tensor veli palatini, musculus uvulae, dan levator
veli palatini. Otot tensor veli palatini menempel pada aponeurosis
palatina dari asalnya di lempeng pterygoid medial sphenoid. Otot tensor
veli palatini berfungsi untuk mengencangkan langit-langit lunak saat
menelan, mencegah masuknya makanan ke dalam nasofaring. Otot
levator veli palatini keluar dari tuba eustachius dan os petrosa
temporalis sebelum melekat pada aponeurosis palatina, otot ini

6
berfungsi untuk mengangkat palatum molle pada saat menelan untuk
mencegah masuknya makanan ke dalam nasofaring. Otot palatoglossus
muncul dari aponeurosis palatina dan berjalan ke inferior, anterior, dan
lateral untuk melekat pada sisi lidah, otot palatoglossus berfungsi untuk
menarik soft palate ke arah lidah dan memulai tindakan menelan. Otot
palatofaringeus muncul dari palatum durum dan aponeurosis palatina
dan melekat pada batas superior kartilago tiroid. Otot palatopharyngeus
menegangkan soft palate dan menarik faring ke superior dan anterior
selama tindakan menelan. Otot palatopharyngeus menutup jalan napas
laring selama menelan untuk mencegah aspirasi makanan. Otot
musculus uvulae berasal dari aponeurosis palatina dan tulang belakang
hidung posterior dan menempel pada selaput lendir uvula. Otot
musculus uvulae berfungsi untuk memperpendek uvula. Kontraksi
ipsilateral otot musculus uvulae menarik uvula pada sisi yang sama
(Helwany&Rathee, 2021).
Selama tindakan menelan, otot levator veli palatini mengangkat soft
palate, mendekatinya dengan dinding faring posterior dan sepenuhnya
menghalangi jalan napas dan saluran hidung. Akibatnya, soft palate
membentuk ruang hampa di rongga mulut, mencegah makanan masuk
ke saluran pernapasan. Pernapasan berhenti sebentar selama menelan;
ini karena penutupan fisik jalan napas oleh elevasi langit-langit lunak.
Selama bersin, soft palate melindungi saluran hidung dengan
mengalihkan beberapa sekresi ke rongga mulut. Soft palate berperan
dalam refleks muntah, menyentuh ujung soft palate atau uvula
membangkitkan refleks muntah pada sebagian besar orang
(Helwany&Rathee, 2021).

2.3 Luka Bakar Kimia


2.3.1 Etiologi
Luka bakar kimia adalah hasil dari paparan berbagai zat yang biasa
ditemukan di rumah, tempat kerja, dan lingkungan sekitarnya. Luka
bakar mungkin terlihat jelas, misalnya, dari tumpahan langsung atau

7
paparan lain, atau lebih tersembunyi, terutama pada anak-anak. Luka
bakar kimia dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka pendek,
jangka panjang, dan seumur hidup, terutama jika tidak diobati. Kadang-
kadang, mereka dapat menyebabkan kematian dini, terutama jika
tertelan dalam upaya untuk melukai diri sendiri (Tess dkk, 2022).
Penyebab umum luka bakar kimia adalah sebagai berikut:
1. Asam: sulfat, nitrat, hidrofluorat, hidroklorik, asam asetat, format,
fosfat, fenol, dan asam kloroasetat
2. Basa: natrium dan kalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium
dan kalsium hipoklorit, amonia, fosfat, silikat, natrium karbonat,
litium hidrida
3. Oksidator: pemutih seperti klorit yang digunakan di rumah,
peroksida, kromat, tokoh terkemuka
4. Lain-lain: fosfor putih, logam, zat pewarna rambut, cedera airbag
5. Vesicants seperti gas mustard
(Tess dkk, 2022).
Semua luka bakar baik yang bersifat termal maupun kimiawi
menyebabkan denaturasi protein di kulit. Bahan kimia bekerja pada
struktur ikatan tiga hidrogen protein di kulit dan membuatnya tidak
efektif. Selain itu, bahan kimia bertindak secara sistemik dan
menghasilkan toksisitas metabolik. Tingkat keparahan cedera kimia
tergantung pada konsentrasi agen, jumlah agen, durasi kontak agen
dengan kulit, kapasitas penetrasi agen dan mekanisme aksi. Luka bakar
kimia diklasifikasikan sebagai luka bakar asam atau luka bakar alkali.
Luka bakar kimia juga diklasifikasikan menjadi enam kelompok
berdasarkan mekanisme kerusakan jaringan, yaitu agen pereduksi, agen
pengoksidasi, agen korosif, racun protoplasma, vesicants dan desiccant
(Durairaj dkk, 2017).
Kamper adalah padatan lilin, putih atau transparan dengan bau
aromatik yang kuat. Ini ditemukan di kayu laurel kamper
(Cinnamomum camphora), pohon cemara besar yang ditemukan di Asia
khususnya di Kalimantan dan Taiwan. Rumus kimianya adalah

8
C10H16O. Sifat fisiknya adalah padatan stabil tidak berwarna sampai
putih dengan bau yang jelas dan khas memiliki berat jenis 0,99 dengan
titik leleh 177°C dan titik didih 204°C. Bahan ini mudah menyublim
(yaitu, berubah langsung dari padat menjadi uap). Kamper berbahaya
jika anda menelannya (Durairaj dkk, 2017).
Kamper mudah terbakar, jadi harus dijauhkan dari api. Begitu
mulai terbakar, uap dihasilkan dengan sangat cepat dan pembakaran
sangat kuat. Di kalangan masyarakat India, khususnya yang berasal dari
India Selatan, khususnya masyarakat Hindu, ada praktik untuk
menyampaikan permohonan atau sebagai tindakan penebusan dosa di
hadapan dewa-dewa mereka, para penyembah meletakkan kapur barus
di telapak tangan mereka dan telapak tangan mudah terbakar. Luka
bakar ini biasanya mengakibatkan luka bakar dengan ketebalan penuh
di telapak tangan. Jenis lain dari pola luka bakar yang langka dan tidak
biasa di komunitas Hindu India Selatan adalah fire walk. Cedera
berkisar dari ketebalan parsial hingga luka bakar ketebalan penuh.
Prinsip pengobatan baik luka bakar kamper maupun luka bakar karena
fire walk sama dengan luka bakar termal, memerlukan debridement dan
pencangkokan kulit split pada luka bakar. Sangat sedikit luka yang
sembuh dengan manajemen konservatif (Durairaj dkk, 2017).

2.3.2 Epidemiologi
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa luka bakar kimia lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, dan sebagian besar luka bakar
kimia terjadi di rumah. Untuk meminimalkan terjadinya luka bakar
kimia dan serangan asam, metode pengajaran pencegahan luka bakar
penting dilakukan di rumah dan di tempat kerja, serta membatasi akses
non-spesialis ke bahan kimia (Abbasi dkk, 2021).
Luka bakar asam dan alkali menyumbang 93,5% dan 6,5% dari
luka bakar. 77,4% pasien adalah laki-laki, dan 22,6% adalah perempuan.
Usia rata-rata pasien adalah 27 tahun. Persentase luka bakar rata-rata
adalah 16%. 70,6% pasien buta huruf atau memiliki pendidikan dasar.

9
Luka bakar terjadi di tempat kerja dan rumah dengan presentase 12,9%
dan 66,1% kasus. Selain itu, luka bakar terjadi karena kecelakaan
(61%), serangan asam (29%), dan bakar diri (10%). Rata-rata lama
rawat inap di rumah sakit adalah 20 hari. Satu pasien (1,6%) meninggal
karena luka bakar (Abbasi dkk, 2021).
Luka bakar kimia umumnya terjadi pada anak-anak yang sering
explore sesuatu. Banyak bahan kimia beracun yang berada di rumah,
seperti di bawah wastafel atau di lokasi lainnya di mana seorang anak
dapat mengaksesnya. Dalam beberapa tahun terakhir di Inggris, ada
banyak serangan kimia kaustik terhadap wanita. Anak-anak cenderung
menderita cedera kimia di rumah; sedangkan, orang dewasa menderita
cedera kimia di tempat kerja (Tess dkk, 2022).

2.3.3 Patofisiologi
Luka bakar kimia menyebabkan kerusakan sebagai akibat dari sifat
iritan, keasaman/kebasaan, konsentrasi, bentuk, jumlah kontak, lama
paparan, dan lokasi kontak. Misalnya, kontak dengan permukaan
mukosa seperti mata cenderung menyebabkan kerusakan lebih dini dan
lebih luas daripada kontak dengan kulit utuh di mana mungkin ada
beberapa perlindungan penghalang. Setelah konsumsi yang tidak
disengaja atau disengaja, akan ada kontak segera dengan permukaan
mukosa dan toksisitas langsung dan penyerapan (Tess dkk, 2022).

2.3.4 Manifestasi Klinis


Temuan yang paling umum merupakan perubahan struktural pada
jaringan yang terkena langsung, misalnya, mata, mukosa mulut, kulit,
kerongkongan, dan sistem usus bagian bawah, terutama lambung dan
pilorus, sistem pernapasan, antara lain. Pada anak-anak, menelan
umumnya merupakan peristiwa yang paling mengkhawatirkan, karena
perubahan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sering
menyebabkan kematian jaringan yang luas (Tess dkk, 2022).

10
2.3.5 Penatalaksanaan
Luka bakar kimia memerlukan perawatan segera, yaitu:
1. Melepas pakaian: gunakan sarung tangan untuk melindungi tangan.
Potong pakaian yang terkontaminasi bahan kimia. Hal ini bertujuan
agar bahan kimia tidak mengenai bagian tubuh lainnya.
2. Menghilangkan bahan kimia: masih mengenakan sarung tangan,
bersihkan sisa bahan kimia yang kering.
3. Bilas dengan air: bilas area kulit atau mata yang terbakar dengan air
dingin. Lanjutkan membilas setidaknya setengah jam, karena bahan
kimia dapat terus merusak kulit setelah kontak. Usahakan agar air
yang terkontaminasi tidak menyentuh bagian lain dari kulit. Bahan
kimia tertentu tidak boleh dibilas dengan air, termasuk asam karbol
atau fenol, asam sulfat, bubuk kering, dan senyawa logam.
4. Minum air: jika menelan zat kimia, minumlah air untuk
mengencerkannya di perut. Jangan melakukan tindakan yang
membuat muntah. Muntah zat kimia dapat menyebabkan lebih
banyak kerusakan saat kembali melalui kerongkongan.
Irigasi pada daerah yang terkena. Pemeriksaan endoskopi paling
baik mengeksplorasi cedera internal setelah konsumsi. Jika ada
kekhawatiran tentang menelan disk atau baterai datar lainnya, penilaian
radiografi diperlukan. Tidak dianjurkan untuk menggunakan agen
emetik atau agen "penetralisir" ke dalam pengobatan. Ada kekhawatiran
yang tinggi tentang aspirasi, peningkatan kerusakan jaringan dengan
muntah, dan kemungkinan kuat memperburuk situasi yang sedang
terjadi. Tidak ada rekomendasi obat sistemik seperti steroid, antibiotik,
atau terapi profilaksis ginjal/hati (Tess dkk, 2022).
Asam HF, di antara semua paparan yang disebutkan di atas, dapat
diobati dengan irigasi berlebihan dan aplikasi pasta (tersedia secara
komersial dan sering dipasok di lingkungan industri di mana HF dapat
digunakan secara umum atau dibuat di unit gawat darurat dengan bubuk
kalsium glukonat dan pelumas bedah). Beberapa peneliti telah
merekomendasikan larutan benzalkonium klorida. Ketika diterapkan,

11
dokter yang merawat harus menggunakan perlindungan penghalang.
Dalam beberapa keadaan, suntikan kalsium intradermal atau
intraarterial digunakan. Hilangnya rasa sakit adalah penanda yang baik
dari kemanjuran pengobatan. Pemantauan kadar kalsium dan
magnesium perlu diperhatikan. Konsumsi oral, sering dalam konteks
perilaku bunuh diri, cenderung berakibat fatal dan dapat diobati dengan
lavage atau bilas lambung. Pemantauan irama jantung dan elektrolit,
termasuk kalsium dan magnesium, diperlukan. Lavage atau bilas
lambung dapat membantu, terutama jika garam kalsium digunakan
(Tess dkk, 2022).
Menurut Dayakar dkk (2018), penanganan luka bakar kimia pada
rongga mulut, dapat dilakukan:
1. Pembersihan agen kimia, dapat melakukan irigasi dengan normal
saline atau betadine
2. Analgesia jika diperlukan
3. Aplikasi topikal kortikosteroid dan benzokain
4. Suplemen nutrisi berupa multivitamin yang akan meningkatkan
penyembuhan
5. Jika diperlukan, antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
6. Anjurkan pasien untuk mengonsumsi diet makanan lunak dan
dingin tanpa makanan pedas selama seminggu
7. Kontrol kembali setelah 1 minggu
Kunyit merupakan tanaman herbal yang memiliki bahan aktif
kurkumin. Pada pengobatan tradisional, kunyit digunakan sebagai anti-
inflamasi, antiseptik, antiiritans, dan anoreksia. Kurkumin memiliki
aktivitas biologi spektrum luas (Milasari dkk, 2019). Curcumin,
konstituen Curcuma longa (famili Zingiberaceae) dan komponen aktif
penting kunyit, telah terbukti meningkatkan penyembuhan luka kulit
dalam berbagai model, termasuk luka kulit akibat radiasi. Selanjutnya,
curcumin ditemukan sebagai antioksidan kuat dan agen radioprotektif
yang efektif (Kim dkk, 2016).

12
Kunyit juga mempunyai efek anti peradangan, antivirus, antibakteri,
antioksidan, aktivitas nematisida dan sebagainya. Komponen utama
yang berfungsi sebagai pengobatan adalah kurkumin (Simanjuntak,
2012). Kunyit juga terbukti sebagai anti-inflamasi, antioksidan,
antimutagenik, antidiabetes, antibakteri, hepatoprotektif, ekspektoran
dan aktivitas farmakologi antikanker (Krup dkk, 2013).

2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah rasa sakit dan jaringan parut.
Kebanyakan pasien memerlukan beberapa kunjungan dokter, dan
banyak pasien memerlukan cangkok kulit untuk mengurangi bekas luka
(Tess dkk, 2022).

2.3.7 Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis bahan kimia dan luasnya cedera.
Sebagian besar lesi kecil sembuh dengan baik, tetapi luka yang lebih
besar sering tidak sembuh dan dapat berkembang menjadi bekas luka
(Tess dkk, 2022).

2.4 Derajat Luka Bakar


1. Luka bakar grade I
a. Disebut juga luka bakar superficial
b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai
daerah dermis
c. Sering disebut sebagai epidermal burn
d. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
e. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling)
2. Luka bakar grade II
a. Superficial partial thickness
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
 Kulit tampak kemerahan, edem dan rasa nyeri lebih berat
daripada luka bakar grade I

13
 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena
luka, bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah
muda yang basah
 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan
 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu (bila tidak
terkena infeksi), tapi warna kulit tidak akan sama seperti
sebelumnya
b. Deep partial thickness
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
disertai juga dengan bula
 Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu
3. Luka bakar grade III
a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan
pembuluh darah sudah hancur.
c. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan
tulang
4. Luka Bakar grade IV: luka berwarna hitam (American College of
Surgeons, 2012).

2.5 Dokter Keluarga


Kedokteran keluarga berfokus pada keluarga. Ontologinya adalah
keluarga. Axiologinya adalah supaya keluarga menjadi sehat. Jadi yang perlu
dipelajari oleh mahasiswa S-1 mengenai kedokteran keluarga, seperti pada
kedokteran masysarakat, bukan penyakit-penyakit individual, tetapi dinamika
dalam keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit, ia tentu diobati, tetapi
ia dilihat sebagai representative dari keluarga itu. Timbul pertanyaan antara
lain misalnya: mengapa dia sakit, mengapa ada yang tidak sakit, apa
kekuatannya, bagaimana pengaruh keadaan sakit itu pada interaksi dalam
keluarga, bila yang sakit itu pencari nafkah, bagaimana pergeseran peran,
bagaimana relasi antar anggota keluarga, adakah yang dominan, bagaimana

14
pengambilan keputusan, autoriter atau demokratis, adakah KDRT atau
penyalahgunaan kekuasaan, bagaimana pola komunikasi, adakah kepercayaan
atau tabu serta faktor kebudayaan yang mempengaruhi penyakit, terapi,
promosi prevensi, rehabilitasi, apakah keluarga itu keluarga besar atau
keluarga inti, dan sebagainya (Maramis, 2014).
Menurut Kurniawan (2015) Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
merupakan standar minimal kompetensi lulusan yang diterbitkan di akhir
tahun 2012 yang akan digunakan oleh dokter di layanan primer. WHO juga
mencanangkan kompetensi dokter untuk mampu bertindak sebagai:
1. Care provider
2. Decision maker
3. Communicator/educator
4. Community leader
5. Manager
Prinsip kedokteran keluarga yang dipraktekkan:
1. Komprehensif dan holistik
2. Kontinu
3. Mengutamakan pencegahan
4. Koordinatif dan kolaboratif
5. Personal sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum
8. Sadar biaya dan sadar mutu
9. Dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
(Kurniawan, 2015).

15
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Penelitian


Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok XX ini dilakukan di rumah
mahasiswa masing-masing dengan cara studi literatur dan analisis laporan
kasus, dikarenakan sedang terjadinya pandemi COVID-19 sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan secara offline.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi (TPP) dilaksanakan dengan estimasi waktu
minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-6, selama proses pembelajaran blok
yang sedang berlangsung dan sebelum dilaksanakan ujian blok.

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi (TPP)
Blok Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik adalah laporan kasus
mengenai Manajemen Trauma Pada Layanan Primer Dokter Keluarga.

3.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperlukan:
1. Alat tulis
2. Laptop
3. Jurnal penelitian
4. Textbook

3.5 Langkah Kerja


Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1. Melakukan studi literatur dengan cara membaca jurnal dan textbook
terkait topik Tugas Pengenalan Profesi
2. Membuat laporan (case report dan makalah) Tugas Pengenalan Profesi
(TPP)

16
3. Konsultasi kepada pembimbing Tugas Pengenalan Profesi (TPP).
4. Melakukan perbaikan (revisi) jika terdapat kekurangan atau kekeliruan
dalam pembuatan Tugas Pengenalan Profesi

17
BAB IV
LAPORAN KASUS

Seorang perempuan 87 tahun datang dengan keluhan sakit gigi dan rasa
terbakar di sekitar gigi dan langit-langit mulut selama satu hari yang
menyebabkan ketidaknyamanan saat berbicara dan pengunyahan. Riwayat
penyakitnya mengungkapkan bahwa dia mengalami sakit gigi saat mengucapkan
mantra, dan dia segera mengatasinya di rumah dengan menempatkan kapur barus
di sekitar daerah gigi yang sakit dan di langit-langit mulutnya. Juga, dia berkumur
dengan air hangat berpikir bahwa rasa sakitnya akan hilang dengan cairan kapur
barus pada saat dia menyelesaikan nyanyiannya, karena dia percaya bahwa Tuhan
akan menyembuhkan masalah dan dosanya. Dalam beberapa menit, dia
mengalami sensasi terbakar intraoral dengan kemerahan. Riwayat psikososial
mengungkapkan bahwa pasien hanya memilih Ayurveda untuk semua masalah
medisnya dan bukan allopati karena riwayat dermatitis eksfoliatif dan sindrom
Steven Johnson, diikuti oleh rawat inap karena mengonsumsi analgesik selama
masa kanak-kanaknya. Tidak ada riwayat medis dan riwayat pengobatan lain yang
relevan yang dilaporkan.
Pemeriksaan intraoral menunjukkan ulserasi luas pada regio palatal sentral
posterior dengan batas eritematosa, pseudomembran, dan dasar kuning dan ulkus
ovoid tunggal pada gingiva palatal pada gigi 27 dengan eritema di sekitarnya
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Gambar pretreatment dari luka bakar palatal


yang diinduksi kamper dan gigi sekitarnya 27 (Raman, 2021).

18
Gigi 27 adalah grade-I mobile dengan poket periodontal dan resesi gingiva
tanpa lesi karies. Pemeriksaan jaringan sekitarnya dan kelenjar getah bening tidak
terdapat kelainan. Diagnosis sementara ulkus mulut dan diagnosis banding (DD)
dari luka bakar kimia, eritema multiforme (EM), dan infeksi virus herpes simpleks
(HSV; sekunder). Pemeriksaan hematologi rutin dalam batas normal. Uji biokimia
mengesampingkan kelainan endokrin. Berdasarkan riwayat, presentasi klinis, dan
penilaian oleh dua ahli kedokteran mulut setelah mengecualikan DD, lesi jaringan
lunak, dan nyeri periodontal akhirnya didiagnosis sebagai “luka bakar kimia
akibat kapur barus pada langit-langit mulut” dan “periodontitis kronis umum”,
masing-masing.
Intervensi Terapeutik dan Instruksi
Intervensi dan instruksi berikut diberikan: Curnex oral gel 2%, Curcuma
longa 10 mg, tiga kali sehari selama satu minggu sampai 10 hari; profilaksis oral
sesuai kenyamanan pasien; konseling pasien untuk berhenti mengoleskan kapur
barus di dalam mulut; diet lunak dan hambar sampai maag sembuh.

Penilaian Nyeri Luka Bakar


Nyeri luka bakar dinilai dan dievaluasi berdasarkan kombinasi skala peringkat
nyeri numerik dan verbal dari 0-5 cm, menurut National Initiative on Pain
Control™ (NIPC™). Nyeri subjektif (nyeri pagi, makan siang, dan sebelum tidur;
0-tidak ada nyeri, 1-ringan, 2-sedang, 3-parah, 4-sangat parah, dan kemungkinan
nyeri 5 terburuk) dicatat dalam log diary.

Kepatuhan, Efek Samping dan Tolerabilitas


Kepatuhan intervensi adalah 94%, dinilai melalui laporan diri dan catatan
harian. Curcumin ditoleransi dengan baik dan pasien kami memuaskan tanpa efek
samping.

Tindak Lanjut dan Hasil


Penyembuhan luka bakar/ulkus total, pengurangan nyeri, pengurangan luka
bakar, dan re-epitelisasi adalah hasilnya. Pada hari ke-5, pasien memiliki resolusi
yang baik (Gambar 3a). Pada hari ke-8, penyembuhan total tercatat (Gambar 3b).

19
Tiga bulan tindak lanjut menemukan pasien bebas dari ulserasi mulut. Garis
waktu laporan kasus diilustrasikan berdasarkan pedoman CARE (Case Report)
(Gambar 4).

Gambar 3a. Tindak lanjut pada hari ke-5 (Raman, 2021).


(presentasi klinis setelah pengobatan dengan 2% Curcuma longa topikal).

Gambar 3b. Luka bakar palatal menunjukkan regresi lesi yang lengkap
(Raman, 2021).

20
Gambar 4. Garis waktu laporan kasus berdasarkan CARE (Raman, 2021).

21
BAB V
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus dijelaskan bahwa seorang perempuan 87 tahun datang


dengan keluhan sakit gigi dan rasa terbakar di sekitar gigi dan langit-langit mulut
selama satu hari yang menyebabkan ketidaknyamanan saat berbicara dan
pengunyahan. Terdapat riwayat sakit gigi setelah menggunakan kapur barus di
sekitar daerah gigi yang sakit dan langit-langit mulutnya. Berdasarkan hal tersebut,
didapatkan penyebab dari keluhan utama yang dialami pasien. Menurut Durairaj
dkk (2017) kamper adalah padatan lilin, putih atau transparan dengan bau
aromatik yang kuat. Ini ditemukan di kayu laurel kamper (Cinnamomum
camphora), pohon cemara besar yang ditemukan di Asia khususnya di Kalimantan
dan Taiwan. Kamper berbahaya jika tertelan.
Pada kasus dijelaskan bahwa dia berkumur dengan air hangat dan dalam
beberapa menit, dia mengalami sensasi terbakar intraoral dengan kemerahan.
Pemeriksaan intraoral menunjukkan ulserasi luas pada regio palatal sentral
posterior dengan batas eritematosa, pseudomembran, dan dasar kuning dan ulkus
ovoid tunggal pada gingiva palatal pada gigi 27 dengan eritema di sekitarnya.
Beberapa gejala yang dirasakan pasien merupakan akibat dari kamper yang
digunakan dalam mulut, dan menyebabkan luka bakar kimia. Menurut Durairaj
dkk (2017) semua luka bakar baik yang bersifat termal maupun kimiawi
menyebabkan denaturasi protein di kulit. Bahan kimia bekerja pada struktur
ikatan tiga hidrogen protein di kulit dan membuatnya tidak efektif. Selain itu,
bahan kimia bertindak secara sistemik dan menghasilkan toksisitas metabolik.
Tingkat keparahan cedera kimia tergantung pada konsentrasi agen, jumlah agen,
durasi kontak agen dengan kulit, kapasitas penetrasi agen dan mekanisme aksi.
Menurut Tess dkk (2022) luka bakar kimia menyebabkan kerusakan sebagai
akibat dari sifat iritan, keasaman/kebasaan, konsentrasi, bentuk, jumlah kontak,
lama paparan, dan lokasi kontak. Temuan yang paling umum merupakan
perubahan struktural pada jaringan yang terkena langsung, misalnya, mata,
mukosa mulut, kulit, kerongkongan, dan sistem usus bagian bawah, terutama
lambung dan pilorus, sistem pernapasan, antara lain. Luka bakar kimia sering

22
terlokalisasi dan jarang terbatas hanya pada distribusi anatomis mukosa
pengunyahan, seperti yang ditunjukkan dalam kasus ini. Kontak mukosa mulut
dengan zat kimia biasanya berkembang sebagai peradangan (kemerahan) dan
ulserasi. Lesi yang dihasilkan bervariasi sesuai dengan sifat destruktif dan cara
aplikasi bahan kimia.
Pada laporan kasus saat pemeriksaan jaringan sekitarnya dan kelenjar getah
bening tidak terdapat kelainan. Berdasarkan riwayat dan presentasi klinis
didapatkan diagnosis kerja sebagai “luka bakar akibat kapur barus pada langit-
langit mulut” dan “periodontitis kronis umum”.
Pengobatan pada kasus sudah tepat untuk penanganan pasien, yaitu pasien
datang ke Rumah Sakit kemudian diberi pengobatan berupa Curnex oral gel 2%
dan Curcuma longa 10 mg, tiga kali sehari selama satu minggu sampai 10 hari,
serta diberi edukasi untuk berhenti menggunakan kapur barus di dalam mulut.
Menurut Milasari dkk (2019) kunyit merupakan tanaman herbal yang memiliki
bahan aktif kurkumin. Pada pengobatan tradisional, kunyit digunakan sebagai
anti-inflamasi, antiseptik, antiiritans, dan anoreksia. Kurkumin memiliki aktivitas
biologi spektrum luas. Menurut Kim dkk (2016) Curcumin, konstituen Curcuma
longa (famili Zingiberaceae) dan komponen aktif penting kunyit, telah terbukti
meningkatkan penyembuhan luka. Selanjutnya, curcumin ditemukan sebagai
antioksidan kuat dan agen radioprotektif yang efektif. Menurut Simanjuntak (2012)
kunyit juga mempunyai efek anti peradangan, antivirus, antibakteri, antioksidan,
aktivitas nematisida dan sebagainya.
Berdasarkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, mendapatkan hasil yang
memuaskan dan tanpa efek samping. Terjadi penyembuhan luka bakar/ulkus total,
pengurangan nyeri, dan re-epitelisasi. Pada hari ke-8 sudah terjadi penyembuhan
total. Setelah tiga bulan, sudah tidak terdapat ulserasi mulut dan pasien dinyatakan
sembuh.

23
BAB VI
KESIMPULAN

1. Luka merupakan suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat


kekerasan.
2. Berdasarkan etiologinya luka dapat dibagi menjadi 4, yaitu luka mekanik,
luka termis, luka chemis dan luka lainnya.
3. Penyebab umum luka bakar kimia adalah asam, basa, oksidator, vesicants,
dan lain-lain.
4. Luka bakar kimia menyebabkan kerusakan sebagai akibat dari sifat iritan,
keasaman/kebasaan, konsentrasi, bentuk, jumlah kontak, lama paparan, dan
lokasi kontak.
5. Perawatan luka bakar kimia secara umum yang dapat dilakukan pada layanan
primer, yaitu: pembersihan agen kimia, pemberian analgesia, aplikasi topikal
kortikosteroid dan benzokain, suplemen nutrisi, antibiotik, memberi edukasi
kepada pasien untuk mengonsumsi diet makanan lunak dan dingin tanpa
makanan pedas selama seminggu dan kontrol kembali setelah satu minggu.
6. Komplikasi yang paling umum adalah rasa sakit dan jaringan parut.
7. Prognosis tergantung pada jenis bahan kimia dan luasnya cedera. Sebagian
besar lesi kecil sembuh dengan baik, tetapi luka yang lebih besar sering tidak
sembuh dan dapat berkembang menjadi bekas luka.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, H, Dehghani, A, Mohammadi, A, Ghadimi, T, Keshavarzi, A 2021, ‘The


Epidemiology of Chemical Burns Among the Patients Referred to Burn
Centers in Shiraz, Southern Iran, 2008-2018’, Bulletin of Emergency and
Trauma, vol. 9, no. 4, hh. 195-200.
American College of Surgeons 2012, Advanced Trauma Life Support, America,
American College of Surgeons.
American College of Surgeons 2018, Advanced Trauma Life Support, America,
American College of Surgeons.
Burg, M, dkk 2016, ‘Epidemiology, Etiology and Treatment os Isolated Cleft
Palate’, Frontiers in Physiology, vol. 7, hh. 67.
Damitrias, P, Bhima, S & Dhanardono, T 2017, ‘Hubungan Kadar Lemak Tubuh
dengan Perubahan Warna Memar yang Dilihat dengan Menggunakan
Teknik Fotografi Forensik’, Jurnal Kedokteran Diponegoro, vol. 6, no. 2,
hh. 1073-1081.
Dayakar, M, Pai, P & Madhavan, S 2012, ‘Tetracycline Hydrochloride Chemical
Burn as Self-Inflicted Mucogingival Injury: A Rare Case Report’, Journal
of Indian Society of Periodontology, vol 16, no. 2, hh. 282.
Durairaj, A, Mahipathy, S, Ramachandran, M, Sundaramurthy, N 2017, ‘A Study
of Unusual Burns at A Tertiary Burn Unit: A Prospective Study’,
International Study Journal, vol. 4, no. 12, hh. 3980-3988.
Fauzi, I & Priyonoadi, B 2018, ‘Klasifikasi dan Pemahaman Penanganan Cedera
Pada Saat Latihan Menari’, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, hh.
44-53.
Helwany, M & Rathee, M 2021, ‘Anatomy, Head and Neck, Palate’, StatPearls
[Internet] Publishing: Treasure Island.
Kim, J, Park, S, Jeon, B, Jang, W, Lee, S, dkk 2016, ‘Therapeutic Effect os
Topical Application of Curcumin During Treatment of Radiation Burns in
A-Mini Pig Model’, International Journal of Veterinary Sciences, vol. 17,
no. 4, hh. 435-444.

25
Konsil Kedokteran Indonesia 2012, Standar Pendidikan Profesi Dokter, Jakarta,
Konsil Kedokteran Indonesia.
Krup, V, Prakash, L & Harini A 2013, ‘Pharmacological Activities of Tumeric
(Curcuma longa linn): A Review’, Journal of Homeopathy & Ayurvedic
Medicine, vol. 2, no. 4, hh. 1-4.
Kurniawan, H 2015, ‘Dokter di Layanan Primer dengan Pendekatan Kedokteran
Keluarga dalam Sistem Pelayanan Kesehatan’, Jurnal Kedokteran Syah
Kuala, vol. 15, no. 2, hh. 114-119.
Lestari, P, Wahyati, E & Sarwo, Y 2017, ‘Peran dan Kedudukan Hukum Dokter
Keluarga Dalam Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Asuransi Kesehatan
(PT Askes Persero) di Kabupaten Temanggung’, SOEPRA Jurnal Hukum
Kesehatan, vol. 3, no. 2, hh. 229-244.
Maramis, W 2014, ‘Kedokteran Keluarga’, Jurnal Widya Medika Surabaya, vol. 2,
no. 2, hh. 67-72.
Milasari, M, Jamaluddin, A & Adikurniawan, Y 2019, ‘Pengaruh Pemberian
Salep Ekstrak Kunyit Kuning (Curcuma longa Linn) Terhadap
Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)’, Jurnal
Ilmiah Ibnu Sina, vol. 4, no. 1, hh. 186-202.
Parinduri, A 2017, ‘Trauma Tumpul’, Ibnu Sina Biomedika, vol. 1, no. 2, hh. 29-
36.
Rahayuningsih, T 2012, ‘Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio), Jurnal
Profesi, vol. 8.
Raman, P 2021, ‘Curcumin on Champor-Induced Chemical Burn on the Palate:
Report of a Peculiar Self-Inflicted Case’, Cureus, vol. 13, no. 12.
Schuenke, M, Schulte, E & Schumacher, U 2016, Head and Neck, THIEME Atlas
of Anatomy, New York, Thieme Medical Publishers.
Simanjuntak, P 2012, ‘Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma
longa L) Sebagai Tumbuhan Serbaguna’, AGRIUM: Jurnal Ilmu
Pertanian, vol. 17, no. 2, hh. 103-107.
Tess, B, Heidi, M & Bhupendra, C 2022, ‘Chemical Burns’, StatPearls [Internet]
Publishing: Treasure Island.

26
LAMPIRAN

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai