SKENARIO E BLOK XX
Kelompok 3
Dosen Tutor: dr. Siti Rohani, M. Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario E Blok XX” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Siti Rohani, M. Biomed, Tutor kelompok 3
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual.
3. Teman-teman seperjuangan.
4. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. 2
Daftar Isi............................................................................................................ 3
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Skenario E
Pak Budi, usia 28 tahun, datang ke UGD RSMP dengan keluhan diare
sejak 2 hari yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan, dokter menyarankan
untuk rawat inap. Dokter melakukan pemasangan IV line, kemudian
2
diberikan antibiotik profilaksis berupa amphicilin. Selama masa observasi di
UGD 1 jam kemudian, pasien mengeluh timbul bengkak di area suntikan dan
bibir disertai ruam kemerahan di kulit seluruh tubuh, dan pasien merasa sesak.
Pasien tidak diketahui memiliki Riwayat alergi obat dan makanan
sebelumnya. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan ulang didapatkan
hasil sebagai berikut.
3
yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain (Dorland, 2015).
6. Profilaksis Pencegahan penyakit, pengobatan preventif
(Dorland, 2015).
7. Bengkak Pengumpulan cairan secara abnormal diruang
intertisial tubuh (Dorland, 2015).
8. Amphicilin Penisilin sensitive atau penisilinase
semisintetik yang resisten terhadap asam,
digunakan sebagai antibakteri terhadap
berbagai macam bakteri gram negatif dan
gram positif, juga digunakan sebagai garam
natrium (Dorland, 2015).
1. Pak Budi, usia 28 tahun, datang ke UGD RSMP dengan keluhan diare
sejak 2 hari yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan, dokter menyarankan
untuk rawat inap. Dokter melakukan pemasangan IV line, kemudian
diberikan antibiotik profilaksis berupa amphicilin.
2. Selama masa observasi di UGD 1 jam kemudian, pasien mengeluh timbul
bengkak di area suntikan dan bibir disertai ruam kemerahan di kulit
seluruh tubuh, dan pasien merasa sesak. Pasien tidak diketahui memiliki
Riwayat alergi obat dan makanan sebelumnya.
3. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan ulang didapatkan hasil sebagai
berikut.
4
Pemeriksaan Fisik ketika di Rumah Sakit:
Primary Survey:
- Airway: Tidak ada sumbatan jalan nafas (clear).
- Breathing: RR 32-34x/menit, tidak ada ronki dan wheezing (+).
- Circulation: TD 80/40 mmHg, nadi 143-145x/menit reguler, bising (-).
- Disability: E4M6V5.
- Exposure: Temp 37,3oC, kemerahan seluruh tubuh.
5
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
6
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
7
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media
disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah
bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring
C.Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan έφαγον, phagus -
"memakan").
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3. Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D.Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting :
8
1. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
9
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa
( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
10
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
11
berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari
bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
12
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
13
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau
dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix)
adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi
ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai
cacing dikenal sebagai appendektomi.
14
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB),
yang merupakan fungsi utama anus.
b. Apa makna pak Budi, usia 28 tahun, datang ke UGD RSMP dengan
keluhan diare sejak 2 hari yang lalu?
Jawab:
Maknanya adalah pasien mengalami Diare akut. Diare adalah hasil dari
berkurangnya penyerapan air oleh usus atau peningkatan sekresi air. Diare
dapat mengakibatkan demam, sakit perut, penurunan nafsu makan,
rasa lelah dan penurunan berat badan. Diare dapat menyebabkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, sehingga dapat
terjadi berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan
hipovolemik, kerusakan organ bahkan sampai koma. Yang mana
sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh etiologi infeksi. Pada diare
bakteri dan virus, tinja berair adalah hasil dari cedera pada epitel usus. Sel
15
epitel melapisi saluran usus dan memfasilitasi penyerapan air, elektrolit dan
zat terlarut lainnya. Etiologi infeksi menyebabkan kerusakan sel epitel yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas usus. Sel-sel epitel yang rusak tidak
dapat menyerap air dari lumen usus yang menyebabkan feses menjadi encer.
(Nikfarjam, dkk., 2017).
c. Apa makna saat dilakukan pemeriksaan, dokter menyarankan untuk
rawat inap. Dokter melakukan pemasangan IV line, kemudian
diberikan antibiotik profilaksis berupa amphicilin?
Jawab:
Makna menyarankan pasien untuk rawat inap adalah kemungkinan
kondisi pasien sudah menunjukkan gejala klinis berupa kehilangan
cairan dan elektrolit sehingga pasien perlu diterapi cairan melalui
pemasangan IV line dan dirawat inap di rumah sakit (Nikfarjam, dkk.,
2017).
16
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Malabsorpsi : Kandungan nutrient makanan yang berupa
karbohidrat, lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi,
malabsorpsi maupun alergi sehingga terjadi diare pada anak maupun
bayi. Malabsorbsi teridiri dari karbohidrat yaitu disakarida (laktosa,
maltosa, sukrosa) dan monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa),
lemak terutama Long Chain Triglycerida dan protein berupa asam
amino, B lactoglobulin.
3. Makanan yaitu makanan basi, belum waktunya diberikan,
keracunan berupa makanan beracun (bakteri: Clostridium botulinum,
Stafilokokus) dan makanan kecampuran racun (bahan kimia) serta
kwashiorkor, marasmus.
4. Alergi dan Imunodefisiensi : alergi susu, alergi makanan, Cow’s
milk protein sensitive enteropathy dan imunodefisiensi dimana
keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya
sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Auto Imune
Deficiency Syndrome). Pada anak imunosupresi berat, diare dapat
terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga
berlangsung lama
5. Penyebab lain (psikis) : Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi
pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi
17
pada anak balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
(Ngastiyah, 2014)
18
Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan ke seluruh tubuh termasuk ke
hati, empedu, otot, dan lemak. Obat ampicillin akan terkonsentrasi
dalam cairan empedu dan menjalani sirkulasi enterohepatik.
Metabolisme Sebagian besar obat ampicillin tidak dimetabolisme.
Sebagian kecil obat dimetabolisme dengan cara hidrolisis cincin beta-
laktam menjadi penicilloic acid.
3) Eliminasi
Waktu paruh obat per oral sekitar 60-90 menit, per injeksi sekitar 27
menit. Sebagian besar ampicillin diekskresikan ke urine dalam bentuk
tidak berubah, sama seperti amoxicillin. Obat juga diekskresikan ke
dalam air susu ibu dan feses. (Peechakara, B.V. and M. Gupta., 2019).
19
dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan
sudah sesuai dengan identitas atau kebutuhan pasien.
Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari
setiap alat, obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.
2) Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
3) Memasang infus set pada kantung infuse : - Buka tutup botol cairan
infus. - Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa
saluran infus. - Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan
membuka kran selang sehingga tidak ada udara pada saluran infus,
lalu dijepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½
penuh. - Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang
infus.
4) Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air
mengalir, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
5) Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
6) Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah
tempat suntikan.
7) Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke
atas, membentuk sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
8) Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah
mengalir keluar.
9) Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena
(stylet) kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter
vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam.
Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10) Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari
yang memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian
kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.
11) Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter
vena.
20
12) Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya
dengan kantung infus atau kantung darah.
13) Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan
14) Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit
menggunakan plester.
15) Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16) Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi
dengan plester. (Shlamovitz, 2021).
21
3) Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat,
misalnya trimetoprim dan sulfonamid.
4) Mempengaruhi sintesis metabolisme asam nukleat, misalnya
kuinolon, nitrofurantoin.
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)
22
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-3) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut.
IgE ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
2) Fase Aktivasi Adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang
dengan antigen yang sama. Mastosit dan basofil melepaskan isinya
yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang.
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamine, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktof lain
dari granula yang disebut dengan istilah preformed mediators.
Histamin adalah dianggap sebagai mediator utama syok anafilaksis.
Banyak tanda dan gejala anafilaksis yang disebabkan pengikatan
histamine pada reseptor tersebut: mengikat reseptor, H1 menyebabkan
pruritus, rhinorrhea, takikardia dan bronkospasme. Di sisi lain, baik
H1 dan H2 reseptor berpartisipasi dalam memproduksi sakit kepala
dan hipotensi. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam
arakidonat dari membrane sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT)
dan Prostaglandin D2 (PG2) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut newly formed mediators. PGD2
menyebabkan bronkospasme dan dilatasi pembuluh darah.
3) Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil
dengan aktivitas farmokologik pada organorgan tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi, mucus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor
(PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas
23
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik
menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan
menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan
antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan
sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi
menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi IgE spesifik
untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor pemukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil. Mastosit dan basofil melepaskan isinya
yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang.
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamine, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari
granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan
antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membrane sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan
prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi
yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator
yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan
bronkokonstriksi. Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak
menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan
aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik
24
sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan
tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang
berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi
pada keadaan syok yang membahayakan penderita (Johnson&Peebles,
2011).
c. Apa saja etiologi dari timbul bengkak di area suntikan dan bibir disertai
ruam kemerahan di kulit seluruh tubuh dan sesak?
Jawab:
• Makanan, obat obatan (antibiotic terutama penicillin), gigitan
serangga
• Sepsis: Infeksi
• Neurogenik: Cedera medulla spinalis, anestesi spinal
• Reaksi anafilaktik: Reaksi hipersensitivitas (alergik)
1) Anafilaksis (melalui IgE)
a) Antibiotik (penisilin, sefalosporin)
b) Ekstrak alergen (bisa tawon, polen)
c) Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)
d) Enzim (kemopapain, tripsin)
e) Serum heterolog (antitoksin tetanus)
f) Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
2) Anafilaksis (tidak melalui IgE)
a) Zat pelepas histamin secara langsung
a. Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol)
b. Obat (opiat, vankomisin, kurare)
25
c. Obat lain (dekstran, fluoresens)
b) Aktivasi komplemen
a. Protein manusia (imunoglobulin & produk darah lainnya)
b. Bahan dialisis
c) Modulasi metabolisme asam arakidonat
a. Asam asetilsalisilat
b. Antiinflamasi nonsteroid (Lieberman, 2013).
d. Apa makna pasien tidak diketahui memiliki Riwayat alergi obat dan
makanan sebelumnya?
Jawab:
Maknanya adalah pasien tidak memiliki riwayat atopi. Atopi
merupakan faktor risiko reaksi anafilaksis. Pada studi berbasis
populasi di Olmsted County, 53% dari pasien anafilaksis memiliki
riwayat penyakit atopi. Cara dan waktu pemberian berpengaruh
terhadap terjadinya reaksi anafilaksis. Pemberian secara oral lebih
sedikit kemungkinannya menimbulkan reaksi dan kalaupun ada
biasanya tidak berat. Selain itu, semakin lama interval pajanan pertama
dan kedua, semakin kecil kemungkinan reaksi anafilaksis akan muncul
kembali. Hal ini berhubungan dengan katabolisme dan penurunan
sintesis dari IgE spesifik seiring waktu.
Asma merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari
90% kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma.
Penundaan pemberian adrenalin juga merupakan faktor risiko yang
berakibat fatal.
Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis
adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, dan kesinambungan paparan
alergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis
adalah makanan, obat-obatan, sengatan seranga dan lateks. Udang,
kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih
telur dan susu adalah makanan yang biasanya menyebakan suatu
26
reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis
seperti antibiotik khusunya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan
otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain.
Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca
dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis (Stephen, 2011).
27
4. Reaksi histeris, tidak dijumpai danya tanda-tanda gagal napas,
hipotensi atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun
hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada
reaksi anafilaksis.
5. Carsinoid syndrome, pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala
seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak napas
seperti asma.
6. Chinese restaurant syndrome, dapat dijumpai beberapa keadaan
seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah
mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5gr
bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut
nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang
diberi makanan tanpa MSG.
7. Asma bronkial, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk
berdahak, dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya
timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan
makanan dan lebih sering terjadi pada pagi hari.
8. Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek,
bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang timbul, mata berair
yang disebabkan karena faktor pencetus, mis, debu, terutama du
udara dingin dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA
(Sudoyo, 2017 : 4133-4134).
28
khas syok hipovolemik traumatis adalah luka bakar permukaan yang
luas, luka bakar kimia, dan lesi kulit dalam.
29
respirasi = 22/menit, tekanan darah sistolik = 90 mmHg), dan jika
dicurigai adanya infeksi, dapat diasumsikan adanya sepsis
4) Syok anafilaksis ditandai dengan vasodilatasi masif yang diperantarai
histamin dan maldistribusi dengan perpindahan cairan dari
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Anafilaksis adalah reaksi
sistemik akut yang biasanya dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas
yang bergantung pada IgE.
5) Syok neurogenik adalah keadaan ketidakseimbangan antara regulasi
simpatis dan parasimpatis dari kerja jantung dan otot polos vaskular.
Tanda-tanda dominan adalah vasodilatasi mendalam dengan
hipovolemia relatif sementara volume darah tetap tidak berubah,
setidaknya pada awalnya.
6) Syok kardiogenik terutama merupakan gangguan fungsi jantung
berupa penurunan kritis kapasitas pemompaan jantung, yang
disebabkan oleh disfungsi sistolik atau diastolik yang menyebabkan
penurunan fraksi ejeksi atau gangguan pengisian ventrikel. Gejala
utama syok kardiogenik adalah agitasi, kesadaran terganggu,
ekstremitas dingin, dan oliguria. Kematian pada pasien syok
kardiogenik biasanya disebabkan oleh ketidakstabilan hemodinamik,
kegagalan multiorgan, dan inflamasi sistemik.
7) Syok obstruktif adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
penyumbatan pembuluh darah besar atau jantung itu sendiri.
Meskipun gejalanya mirip dengan syok kardiogenik, syok obstruktif
perlu dibedakan dengan jelas dari yang terakhir karena pengobatannya
sangat berbeda (Standl, 2018).
30
syok atau reaksi anafilaksis, 100 disebabkan oleh makanan, 400 oleh
penisilin, 900 oleh media radiokontras, 3 oleh lateks, 40-100 oleh
getah. Data yang disebutkan diatas menunjukkan bahwa anafilaksis
merupakan masalah serious kesehatan di USA.
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan,
terutama perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar
35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih
sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan, pada orang tua
dan bayi anafilaksis jarang terjadi karena sistem imun pada individu
ini belum sepenuhnya mengalami perkembangan yang optimal.
Syok anafilaktik : Berdasarkan World Allergy Organization (WAO)
2011, kelompok infantile, remaja, wanita hamil dan lanjut usia
memiliki peningkatan kerentanan terhadap anafilaksis. Penyakit
concomitant seperti asma berat yang tidak terkontrol, mastositosis,
penyakit kardiovaskuler, dan penggunaan medikasi seperti beta
blocker terbukti meningkatkan risiko anafilaksis fatal. Anafilaksis
dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan
mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada
anak-anak dan dewasa muda, sedangkan, pada orang tua dan bayi
anafilaksis jarang terjadi karena sistem imun pada individu ini belum
sepenuhnya mengalami perkembangan yang optimal. (Johnson, 2011)
31
secara imunologi terhadap bahanbahan yang umumnya imunogenik
(antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak
bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.
b) Reaksi Alergi tipe II {Antibody-Mediated Cytotoxicity (Ig G)}
Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan
kerusakan pada sel tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang
secara langsung antigen yang berada pada permukaan sel. Antibodi
yang berperan biasanya Ig G.
c) Reaksi Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders) Merupakan
reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibody berada di jaringan. Gambar berikut ini
menunjukkan mekanisme respons alergi tipe III. Secara ringkas
penulis merangkum reaksi alergi tipe 3.
d) Reaksi Alergi Tipe IV {Cell-Mediated Hypersensitivities (tipe
lambat)} Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan
intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel
imunokompeten, seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik: nikel, bhn
kimia Intrinsik: Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type
I diabetes), Multiple sclerosis (MS), Rheumatoid arthritis, TBC
(Abbas, 2016).
32
Aspirin, opiat, dan agen radiokontras juga dapat menyebabkan
anafilaksis, tetapi reaksi anafilaksis terhadap agen ini sering kali
disebabkan oleh mekanisme yang tidak diperantarai IgE (Fischer et al.,
2018).
33
b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik pada kasus?
Jawab:
wheezing (+).
Terpapar antigen (obat penicillin) Aktivasi antibody spesifik
Basofil Reaksi antibody-antigen Melepaskan mediator vasoaktif
(histamine, prostaglandin, leukotriens,dll) Histamin (utama)
vasodilatasi dan bronkospasme eritema dan Sesak napas dan
wheezing (Fitria, 2010)
Syok anafilaksis
Terpapar antigen (obat penicillin) Aktivasi antibody spesifik
Basofil Reaksi antibody-antigen Melepaskan mediator vasoaktif
(histamine, prostaglandin, leukotriens,dll) Histamin (utama)
vasodilatasi Aliran darah balik menurun (venous return menurun)
Preload menurun Pengisian diastolic menurun Tekanan darah
menurun Perfusi ke jaringan menurun hipoksia syok
anafilaksis
eritema
Terpapar antigen (obat penicillin) Aktivasi antibody spesifik
Basofil Reaksi antibody-antigen Melepaskan mediator vasoaktif
(histamine, prostaglandin, leukotriens,dll) Histamin (utama)
vasodilatasi eritema
34
2) Suction cairan atau darah apabila terdapat perdarahan dan terdengar
suara tambahan berupa grugling.
3) Orophringeal aiway (OPA), Membantu ventilasi dengan menahan
lidah yang jatuh kebelakang, menutup jalan nafas.
4) Epiglotis dan supraglotis device
5) Devinitive airway
a) Intubasi Endotrakea
b) Crichotyroidectomy
c) Trakeostomi
(American College Of Surgeons Commitee On Trauma, 2018)
35
2) Warna kulit.
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang
yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan
dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia
3) Nadi.
Periksalah pada nadi yang besar seperti a. femoralis atau a. carotis
sinistra-dextra untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang
tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volemia.
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun
dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan
jaminan bahwa normo-volemia. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda gangguan jantung.
4) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
5) Mengetahui sumber perdarahan internal
6) Tekanan darah
(American College of Surgeon. 2018)
36
2) Membuka semua pakaian, dan menjaga suhu pasien jangan sampai
hiportemi
3) Selimuti pasien
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2018).
37
6. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?
Jawab:
1) Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu
menentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa
pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil pengobatan serta
mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat
normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal.
2) IgE pesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay test
3) Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen
penyebab yaitu dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test),
dan uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-
point titration/SET). Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan
dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun
uji intradermal (SET) akan lebih ideal.
4) Pemeriksaan lain seperti analisa gas darah, elektrolit dan gula darah,
tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, elektrokardiografi, rontgen thorak,
dan lain-lain (Johnson & Peebles, 2011).
38
3) Berikan epinefrin 1:1000 sebanyak 0,3-0,5 mg IM pada 1/3 medial
anterolateral paha. Dosis dapat diulang 5-15 menit berikut apabila
belum ada perbaikan.
4) Untuk urtikaria dan angiedema berikan Difenhidramin HCL 50
mg/mL dengan dosis 25-50 mg IV atau IM (Lieberman, 2013).
39
12. Bagaimana nilai-nilai islam pada kasus?
Jawab:
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas:
ََِل يْ ه
صَلـى لا ل َ يِْا ألّل لَ ا
ُ يْ لَ له ل ّ َاّ ا يْـ اُْ هي
ِ ه لَ هِ لَ لا ل ُْل ن ُ هْ يْ نْ ل
ُ يْ هْ ْ هيِ لَا هْ هِ ْ هيِ ه َ يلِ أ ل هْ ي
ـَ ل
لَ ِ للَ لَ لو لَ هِ لَ ل: ََُل لَ َلا ل
َا لو ل
Artinya: Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu
anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh
ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
2.7 Kesimpulan
Pak budi, usia 28 tahun datang dengan keluhan diare dan diberikan
antibiotik profilaksi amphicilin kemudian 1 jam setelahnya mengalami
bengkak, ruam kemerahan dan sesak karena mengalami syok anafilaktik.
40
2.8 Kerangka Konsep
Etiologi dan Faktor
Resiko
Allergen
Syok anafilaktik
41
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009,
Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association.
Fischer, D et al. 2018. Anaphylaxis. Allergy Asthma Clin Immunol. 14(2): 63-70.
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa oleh
Andry Hartono. Jakarta: EGC. Hal : 343.
Lieberman PL. 2013. Anaphylaxis. Dalam : Adkinson NF, Bochnes BS, Busse
WW, Holtage SS, Lemanske RF, Simons FE. Middleton’s allergy : principle
and practice. Edisi ke-8. Elseiver Saunders
42
Munita, J.M. and C.A. Arias, Mechanisms of Antibiotic Resistance. Microbiology
spectrum, 2016. 4(2): 10-28.
Neugut AI, Ghatak AT, Miller RL. 2021. Anaphylaxis in the United States, An
Investigation Into Its Epidemiology, Arch Intern Med, Page 161:15-21
Standl, T., Annecke, T., Cascorbi, I., Heller, A. R., Sabashnikov, A., & Teske, W.
2018. The Nomenclature, Definition and Distinction of Types of Shock.
Deutsches Arzteblatt international, 115(45), 757–768.
Lund, F., Schultz, J.-H., Maatouk, I., Krautter, M., Möltner, A., Werner, A., …
Nikendei, C. 2021. Effectiveness of IV Cannulation Skills Laboratory
Training and Its Transfer into Clinical Practice: A Randomized, Controlled
Trial. PLoS ONE, 7(3), e32831.
Shenoy, E. S., Macy, E., Rowe, T., & Blumenthal, K. G. 2019. Evaluation and
Management of Penicillin Allergy. JAMA, 321(2):188.
43
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2017. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Jilid III edisi VI. Hal :
4133-4134
44