Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO E BLOK XVI

“SISTEM SENSORIS DAN INTEGUMENTUM”

KELOMPOK 7
Dosen Pembimbing : dr. Thia Prameswarie, M. Biomed

Eldo Kusuma Wijaya 702018004


Salsabila Putri Aqilah 702018024
Vinna Ezka Chairunnisa 702018043
Dinda Putri Kencana Ningrum 702018045
Suci Dwi Cahya 702018056
Ahmad Rosihan 702018065
Natasya Vianna Permata S 702018066
Yolanda Fitriyani 702018070
Laila Rahmawati 702018087
Mona Regita Utami 702015095

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Kasus Skenario E Blok XVI” sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Thia Prameswarie, M. Biomed selaku Tutor kelompok 1.
2. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 06 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................... 1
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial .......................................................................... 2
2.2 Skenario Kasus ....................................................................... 2
2.3 Klarifikasi Istilah .................................................................... 3
2.4 Identifikasi Masalah................................................................ 4
2.5 Prioritas Masalah .................................................................... 4
2.6 Analisis Masalah ..................................................................... 5
2.7 Kesimpulan ............................................................................ 46
2.8 Kerangka Konsep.................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………. 47

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) ini adalah Tutorial. Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode
Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen
sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada blok XVI yaitu Sistem Sensoris dan Integumentum dilaksanakan
tutorial studi kasus skenario yang memaparkan Andri, seorang anak laki-laki
berusia 7 tahun dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas karena mengalami
keluhan kulit berupa bercak kemerahan di pipi kiri sejak 15 hari terakhir. Awalnya
bercak kemerahan tersebut hanya sebesar koin lalu membesar dan terasa gatal.
Kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan serupa di pipi sejak 1 bulan terakhir.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus: distribusi lesi regioner,
di regio pipi kiri terdapat lesi soliter dengan ukuran diameter 3x3x0.2 cm, batas
tegas, bulat, kering, menimbul, berupa plak anular eritema, dengan tepi inflamatif
yang lebih aktif. Pada pemeriksaan mikroskopis langsung dengan penambahan
KOH 10% dari kerokan kulit lesi di pipi kiri ditemukan adanya hifa panjang,
bercabang, dan double contour. Hasil kultur didapatkan adanya Klamidospora yang
menunjukkan suatu Tricophyton violaceum.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
2. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Thia Prameswarie, M. Biomed
Moderator : Ahmad Rosihan
Sekretaris Meja : Mona Regita Utami
Sekretaris Papan : Vinna Ezka Chairunnisa
Waktu : Senin, 4 Januari 2021
Pukul 08.00 – 11.00 WIB
Rabu, 6 Januari 2021
Pukul 08.00 – 11.00 WIB

Peraturan Tutorial:
1. Saling menghormati antar sesama peserta tutorial.
2. Menggunakan komunikasi yang baik dan tepat.
3. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat.
4. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses tutorial berlangsung.
5. Tepat waktu.

2.2 Skenario
“Pipi Ku !”
Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa berobat oleh ibunya
ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit berupa bercak kemerahan di pipi
kiri sejak 15 hari terakhir. Awalnya bercak kemerahan tersebut hanya sebesar koin
lalu membesar dan terasa gatal. Kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan
serupa di pipi sejak 1 bulan terakhir. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status
dermatologikus: distribusi lesi regioner, di regio pipi kiri terdapat lesi soliter dengan
ukuran diameter 3x3x0.2 cm, batas tegas, bulat, kering, menimbul, berupa plak
anular eritema, dengan tepi inflamatif yang lebih aktif. Pada pemeriksaan
mikroskopis langsung dengan penambahan KOH 10% dari kerokan kulit lesi di
pipi kiri ditemukan adanya hifa panjang, bercabang, dan double contour. Hasil

2
kultur didapatkan adanya Klamidospora yang menunjukkan suatu Tricophyton
violaceum.

2.3 Klasifikasi Istilah


No. Istilah Makna

1. Bercak kemerahan Burik kecil-kecil, bintik-bintik berwarna


merah pada kulit (KKBI, 2017)
2. Lesi soliter Hanya satu lesi (Dorland, 2015).
3. Lesi regioner Lesi yang mengenai regio atau area
tertentu dari tubuh (Dorland, 2015).
4. Hifa Satu dari filamen-filamen penyusun
miselium jamur (Dorland, 2015).
5. Eritema Kemerahan pada kulit yang dihasilkan
oleh kongesti pembuluh kapiler (Dorland,
2015).
6. Inflamatif: Respon jaringan yang bersifat protektif
terhadap cedera atau pengrusak jaringan
yang berfungsi mengahncurkan agen yang
menyebabkan cedera maupun jaringan
yang cedera itu (Dorland, 2015).

3
7. Klamidospora Spora berdinding tebal, terletak diujung
hifa atau interkalar, tidak luruh, bentuknya
kebanyakan bulat, umumnya berfungsi
sebagai spora istirahat (Dorland, 2015).
8. Tricophyton Merupakan jenis jamur yang paling umum
violaceum penyebab infeksi jamur kronis pada kulit
manusia (Dorland, 2015).
9. Double contour Dua garis lurus sejajar yang transparan
pada hifa (Dorland, 2017).
10. Gatal Sensasi yang tidak menyenangkan pada
kulit yang menimbulkan keinginan untuk
mneggaruk (KBBI, 2017).

2.4 Identifikasi Masalah


1. Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa berobat oleh ibunya
ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit berupa bercak kemerahan
di pipi kiri sejak 15 hari terakhir. Awalnya bercak kemerahan tersebut
hanya sebesar koin lalu membesar dan terasa gatal.
2. Kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan serupa di pipi sejak 1 bulan
terakhir.
3. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus: distribusi lesi
regioner, di regio pipi kiri terdapat lesi soliter dengan ukuran diameter
3x3x0.2 cm, batas tegas, bulat, kering, menimbul, berupa plak anular
eritema, dengan tepi inflamatif yang lebih aktif.
4. Pada pemeriksaan mikroskopis langsung dengan penambahan KOH 10%
dari kerokan kulit lesi di pipi kiri ditemukan adanya hifa panjang,
bercabang, dan double contour. Hasil kultur didapatkan adanya
Klamidospora yang menunjukkan suatu Tricophyton violaceum.

4
2.5 Prioritas Masalah
Identifikasi masalah nomor 1 : Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun
dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit berupa
bercak kemerahan di pipi kiri sejak 15 hari terakhir. Awalnya bercak kemerahan
tersebut hanya sebesar koin lalu membesar dan terasa gatal.
Alasan: merupakan keluhan utama, apabila tidak ditatalaksana dengan tepat
dan cepat dapat meningkatkan resiko morbiditasnya.

2.6 Analisis Masalah


1. Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa berobat oleh ibunya
ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit berupa bercak kemerahan
di pipi kiri sejak 15 hari terakhir. Awalnya bercak kemerahan tersebut
hanya sebesar koin lalu membesar dan terasa gatal.
a. Apa anatomi, fisiologi dan histologi pada kulit?
Jawab :
ANATOMI

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan


merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya
dan membangun sebuah barier yang memisahkan organ-organ
internal dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak
fungsi tubuh yang vital.

5
1. Luas kulit orang dewasa 1,5-2 m2 dengan berat kira-kira 15%
dari berat badan manusia
2. Tebal bervariasi antara ½ - 3 mm
3. Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif bervariasi pada
keadaan iklim, umur, sex, ras dan juga bergantung pada lokasi
tubuh.
Adapun lapisan-lapisan kulit terdiri dari :
1. EPIDERMIS
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke
bawah:
a. Stratum Corneum
a) Lapisan paling luar terdiri dari sel-sel gepeng dan
tidak berinti lagi, sudah mati dan protoplasmanya
telah berubah menjadi keratin.
b) Makin keatas makin halus dan lama-lama terlepas
dari kulit berupa sisik-sisik yang sangat halus.
c) Diperkirakan, tubuh melepaskan 50-60 milyar
keratinosit (korneosit) setiap hari
b. Stratum Lucidum
a) Hanya terdapat pada kulit yang tebal.
b) Mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel-selnya
sejenis dengan sel-sel yang berada di stratum
corneum.
c. Stratum Granulosum
a) Terdiri dari tiga sampai empat lapisan atau
keratocytes yang dipipihkan.
b) Keratocytes ini berperan besar terhadap susunan
keratin di dalam lapisan atas epidermis.
d. Stratum Spinosum

6
a) Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda, karena
adanya proses mitosis.
b) Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung
glikogen dan inti terletak ditengah-tengah.
c) Diantara sel spinosum terdapat sel langerhans yang
mengaktifkan sistem imun.
e. Stratum Basale
a) Lapisan terdalam epidermis
b) 10-20 % sel di stratum basale adalah melanocytes
sehingga melanin, sel warna untuk kulit (pigmen).
c) Butiran melanin berkumpul pada permukaan setiap
keratinocytes.

2. DERMIS
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan
memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Lapisan ini
tersusun dari dua lapisan yaitu :
a. Lapisan papillaris yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis merupakan jaringan fibrous tersusun longgar
yang berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Lapisan retikularis yaitu bagian di bawah lapisan
papilaris yang menonjol ke arah subcutan, lebih tebal
dan banyak jaringan ikat.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe,
serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.

3. HIPODERMIS
Merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini
terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.

7
Jaringan subcutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan
faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh (Djuanda, 2010).

FISIOLOGI
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Penjelasan sebagai berikut:
1. Fungsi Proteksi
kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis
atau mekanis, misalnya: tekanan, gesekan, tarikan; gangguan
kimiawi, misalnya: zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan,
contohnya: lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan
yang bersifat panas misalnya: radiasi, sengatan ultraviolet;
gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak,
tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang
yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.
Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap
pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi
rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang
unpermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu
terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat
kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin
terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit
menyebabkan pH kulit berkisar pada pH kulit berkisar pada pH
5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi
bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan
sebagai sawar (barrier)mekanis karena sel-sel mati melepaskan
diri secara teratur.

8
2. Fungsi Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap
O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, metabolisme, dan
jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsunng melalui celah
antar sel, menembus sel-sel epidermis daripada yang melalui
muara kelanjar.
3. Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolisme dalm tubuh berupa NaCl,
urea, asam urat, dan ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas
pengaruh hormone androgen dari ibunya memproduksi sebum
untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu
lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum (kelenjar minyak)
yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain
meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan
keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-
badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis.
Badan taktil Meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap
rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan
Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah erotic.

9
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat
dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit
kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit
mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vascular dipengaruhi
oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding
pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi
ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa
karena lebih banyak mengandung air dan Na.
6. Fungsi Pembentuk Pigmen
Sel pembengtuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan
sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel
basal:melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit dan jumlah serta
besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit
ran maupun individu. Pada pulasan H.E. sel ini jernih berbentuk
bulat dan merupakan sel dendrite, disebut pula sebagai clear cell.
Melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim
tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangakn ke lapisan
kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna
kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan
juagoleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.
7. Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari
sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,
makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula
menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan
keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini

10
berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan sampai sekarang
belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin
keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan
tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21
hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara
mekanis fisiologik.
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin
D tidaj cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian
vitamin D sistemik masih tetap di perlukan (Guyton, 2007).

HISTOLOGI

Kulit merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya


yaitu 15% dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit
terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis dan subkutan
atau subkutis (Junqueira, 2011).
1. Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan, yaitu:
a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal
karena selselnya terletak dibagian basal. Stratum

11
germinativum menggantikan sel-sel di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–
sel tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan
permukaan kulit.
d. Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng
tanpa inti dengan protoplasma.
e. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak
mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan
epidermis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah
berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya yang
bisa dilihat sebagai tanda 9 yaitu mulai terdapat sel lemak pada
bagian tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas,
pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah pars retikularis
(stratum retikularis) (Junqueira, 2011).
3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel
lemak ini bentuknya bulat dengan inti yang terdesak kepinggir,
sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut
penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat.
Fungsi penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau
pegas bila terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator

12
panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan
tambahan untuk kecantikan tubuh. Dibawah subkutis terdapat
selaput otot kemudian baru terdapat otot. Vaskularisasi kulit
diatur oleh dua pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas
dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang terdapat pada dermis bagian atas
mengadakan anastomosis di papil dermis, sedangkan pleksus
yang di subkutis dan di pars retikular juga mengadakan
anastomosis, dibagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah
bening (Junqueira, 2011).
4. Adnekna Kulit
Pada bagian adneksa terdapat banyak kelenjar-kelenjar kulit,
rambut dan kuku. Pada bagian kelenjar kulit terbagi lagi seperti
kelenjar keringat contohnya yang memiliki kelenjar enkrin,
saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di
permukaan kulit. Terdapat diseluruh permukaan kulit dan
terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi
bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan emosional (Junqueira, 2011).
5. Reseptor Sensorik Kulit
a. Cakram taktil yang berhubungan dengan sel taktil
epidermis dengan fungsi sebagai reseptor unfuk sentuhan
ringan.
b. Ujung saraf bebas di dermis papilar dan terjulur ke dalam
lapisan epidermis bawah" yang terutama berespons
terhadap suhu tinggi dan rendah, nyeri dan gata1, tetapi
juga berfungsi sebagai reseptor taktil. ' Pleksus akar rambut,
suafu jaring serabut sensorik yang mengelilingi dasar
folikel rambut di dermis retikular yang mendeteksi gerakan
rambut.

13
c. Korpuskel taktil (juga disebut korpuskel Meissner)
merupakan strukfur elips berukuran sekitar diameter
terpendek 30-75 pm dengan diameter panjang 150 prm,
yang tegak lurus terhadap epidermis di papilla dermis dan
lapisan papilar di ujung jari, telapak tangan dan telapak
kaki. Reseptor ini mendeteksi sentuhan ringan.
d. Korpuskel (Pacini) lamelar merupakan struktur oval besar
dengan ukuran sekitar 0,5 mm x 1 mm, yang ditemukan di
dalam dermis atau hipodermis retikular, dengan simpai luar
dan 15 sampai 50 lamela konsentris tipis sel tipe Schwann
pipih dan kolagen yang mengelilingi akson tak bermielin
yang sangat bercabang. Korpuskel berlamela dikhususkan
untuk mendeteksi sentuhan kasar, tekanan (sentuhan
bersinambungan), dan getar dengan distorsi simpai yang
memperkuat suatu rangsang mekanis ke inti aksonal tempat
impuls awalnya terbentuk.
e. Korpuskel Krause dan korpuskel Ruffini adalah
mekanoreseptor bersimpai lain yang mendeteksi tekanan di
dermis, tetapi strukturnya tidak terlalu khas (Junqueira,
2011).

b. Apa makna Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa


berobat oleh ibunya ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit
berupa bercak kemerahan di pipi kiri sejak 15 hari terakhir?
Jawab :
Maknannya bahwa kemungkinan muncul bercak kemerahan
yaitu adanya respon inflamasi akibat MO yang menginvasi kulit.
Dimana respon inflamasi ini diperantarai oleh histamin dan
bradykinin yang mengakibatkan adanya pelebaran pembuluh darah.
15 hari terakir menandakan respon inflamasi akut (Budianti, W.K.
2019).

14
c. Apa makna awalnya bercak kemerahan tersebut hanya sebesar koin
lalu membesar dan terasa gatal?
Jawab :
Gatal disebabkan karena adanya pelepasan mediator histamin
dan bradykinin yang merangsang saraf nociceptor sehingga timbul
gatal (Widaty, 2017).
Lesi meluas kemungkinan diakibatkan dari lesi yang sering
digaruk garuk karena gatal. Kemudian kuku yang digunakan untuk
mengaruk menjadi media penyebaran jamur dan adanya trauma pada
kulit sehingga memudahkan jamur untuk menginvasi dan
menyebabkan lesi membesar (Widaty, 2017).

d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?


Jawab :
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang
ditandai lesi inflamasi maupun non inflamasi pada kulit yang tidak
berambut (glabrous skin) yaitu seperti pada bagian muka, leher,
badan, lengan, tungkai dan gluteal. Tinea korporis didapatkan lebih
banyak pada Laki-laki pasca pubertas dibanding wanita, dapat terjadi
pada semua usia, biasanya mengenai usia 18-25 tahun serta 40-50
tahun. Tinea korporis juga bisa didapatkan pada pekerja yang
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan
menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga
menyebabkan terjadinya infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dan kontak tidak langsung (Siregar, 2016).

e. Apa kemungkinan etiologi keluhan kulit berupa bercak kemerahan di


pipi kiri sejak 15 hari terakhir?
Jawab :
Kemungkinan etiologi keluhan kulit berupa bercak kemerahan
di pipi kiri sejak 15 hari terakhir, yaitu:

15
1. Bahan kimia (contoh: detergen, oli, semen, dll)
2. Fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur)
3. Dari dalam (endogen) misalnya dermatitis atopic
4. Kontak iritan, adalah bahan yang bersifat iritan , misalnya bahan
pelarut detergen
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna
keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi
menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah
Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes (Sularsito,
2016).

f. Bagaimana patofisiologi keluhan kulit berupa bercak kemerahan di


pipi kiri?
Jawab :
Faktor resiko (Tertular kakak yang mengalami keluhan sama
yaitu penularan antar manusia) dermatofita (Tricophyton Violaceum)
→ melekta pada stratum korneum dilapisan epidermis → serabut
dinding terluar dermatofita memproduksi keratinase → hidrolisis
keratin → mencerna keratin dari lapisan superfisial di epidermis →
keratin rusak → jamur menginvasi ke stratum korneum → terjadi
kolonisasi jamur → antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans
epidermis → akan dipresentasikan dalam limfosit T → limfosit T
migrasi dan proliferasi ketempat inflamasi untuk menyerang jamur →
terjadi reaksi inflamasi → merangsang aktivasi komplemen seperti
C3a → degranulasi sel mast → pengeluaran mediator kimia seperti
histamin → meningkat permeabilitas kapiler dan vasodilatasi
pembuluh darah → bercak kemerahan.

16
(Nenoff, 2014; Surendra, 2014; Sahoo, 2016; Leung et al, 2019; Hon
et al, 2020).

g. Bagaimana patofisiologi keluhan bercak kemerahan membesar dan


terasa gatal?
Jawab :
Faktor resiko (Tertular kakak yang mengalami keluhan sama
yaitu penularan antar manusia) dermatofita (Tricophyton Violaceum)
→ melekat pada stratum korneum dilapisan epidermis → serabut
dinding terluar dermatofita memproduksi keratinase → hidrolisis
keratin → mencerna keratin dari lapisan superfisial di epidermis →
keratin rusak → jamur menginvasi ke stratum korneum → terjadi
kolonisasi jamur → antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans
epidermis → akan dipresentasikan dalam limfosit T → limfosit T
migrasi dan proliferasi ketempat inflamasi untuk menyerang jamur →
terjadi reaksi inflamasi → merangsang aktivasi komplemen seperti
C3a → degranulasi sel mast → pengeluaran mediator kimia seperti
histamin dan bradykinin → merangsang ujung saraf sensorik pada
kulit dan meningkat permeabilitas kapiler ,vasodilatasi pembuluh
darah→ bercak kemerahan disertai gatal → trauma garukan → jamur
akan menyebar → lesi meluas → bercak kemerahan membesar.

Faktor resiko (Tertular kakak yang mengalami keluhan sama


yaitu penularan antar manusia) dermatofita (Tricophyton Violaceum)
→ melekat pada stratum korneum dilapisan epidermis → serabut
dinding terluar dermatofita memproduksi keratinase → hidrolisis
keratin → mencerna keratin dari lapisan superfisial di epidermis →
keratin rusak → jamur menginvasi ke stratum korneum → terjadi
kolonisasi jamur → antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans
epidermis → akan dipresentasikan dalam limfosit T → limfosit T
migrasi dan proliferasi ketempat inflamasi untuk menyerang jamur →

17
terjadi reaksi inflamasi → merangsang aktivasi komplemen seperti
C3a → degranulasi sel mast → pengeluaran mediator kimia seperti
histamin dan bradykinin → merangsang ujung saraf sensorik pada
kulit → gatal.
(Nenoff, 2014; Surendran, 2014; Sahoo, 2016; Leung et al, 2019; Hon
et al, 2020).

h. Apa kemungkinan penyakit pada kasus?


Jawab :
1. Tinea corporis
2. Tine cruris
3. Dermatitis numularis
4. Dermatitis seboroik
5. Psoriasis
6. Ptririasis rosea (Djuanda et al., 2017).

2. Kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan serupa di pipi sejak 1 bulan


terakhir.
a. Apa makna Kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan serupa di pipi
sejak 1 bulan terakhir?
Jawab :
Kakak pasien yang telah mengalami keluhan serupa sejak 1
bulan yg lalu maknanya adalah sumber penularan untuk terjadinya
infeksi jamur pada Andri. Penularan yang terjadi berupa penularan
dari manusia ke manusia (antropophilic). Dimana penularan ini dapat
terjadi secara tidak langsung dengan kontak dengan pakaian, handuk,
atau apapun yang sudah berkontak dengan penderita dan dapat
ditularkan secara langsung dari penderita (Rosita et al, 2013).

18
b. Apa saja faktor resiko terjadinya keluhan pada kasus?
Jawab :
Beberapa faktor pencetus infeksi jamur antara lain kondisi
lembab dan panas dari lingkungan, dari pakaian ketat, dan pakaian tak
menyerap keringat, keringat berlebihan karena berolahraga atau
karena kegemukan, friksi atau trauma minor (gesekan pada paha
orang gemuk), keseimbangan flora tubuh normal terganggu (antara
lain karena pemakaian antibiotik, atau hormonal dalam jangka
panjang), penyakit tertentu, misalnya HIV/AIDS, dan diabetes,
kehamilan dan menstruasi (kedua kondisi ini terjadi karena
ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga rentan terhadap
jamur). Selain itu keadaan sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan
memegang peranan yang penting pada infeksi jamur (insiden penyakit
jamur pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada
sosial ekonomi yang lebih baik), dan yang terakhir adalah umur dan
jenis kelamin, dimana kejadian infeksi jamur banyak ditemukan pada
wanita dibandingkan pada pria, hal ini berhubungan dengan
pekerjaan. Selain faktor-faktor diatas, timbulnya kelainan pada kulit
tergantung pada beberapa faktor antara lain faktor virulensi dari
dermatofita (dimana virulensi bergantung pada afinitas jamur, apakah
Antrofilik, Zoofilik, atau Geofilik) kemampuan spesies jamur
menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit (Aprillia et al.,
2014).
1. Kebersihan diri dan lingkungan yang kurang
2. Memakai pakaian, handuk yang sudah terkontak dengan
penderita
3. Lontak kulit ke kulit dengan penderita
4. Lebih sering menghabiskan waktu ditempat yang tertutup
5. Daerah dengan iklim panas dan kelembapan udara yang tinggi
6. Penggunaan obat obatan jangka panjang (Putri, 2015).

19
c. Apa hubungan kakak laki-lakinya juga mengalami keluhan serupa di
pipi sejak 1 bulan terakhir dengan keluhan pasien dan bagaimana
proses penyebarannya (penularannya)?
Jawab :
Kakak laki-lakinya yang mengalami keluhan serupa sejak 1
bulan yg lalu merupakan sumber penularan untuk terjadinya infeksi
jamur pada Andri. Penularan yang terjadi berupa penularan dari
manusia ke manusia atau antropophilic. Dimana penularan ini dapat
terjadi secara tidak langsung dengan kontak dengan pakaian, handuk,
atau apapun yang sudah berkontak dengan penderita dan dapat
ditularkan secara langsung dari penderita (Rosita, 2013).
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu:
1. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam
renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa
reaksi keradangan (silent “carrier”).
2. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui
kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang
yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan
pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman
hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi,
kuda dan mencit.
3. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis
menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang (Kurniati,
2008; Brasch, 2010).

d. Dimana saja kemungkinan lokasi lesi (predileksi) terjadinya keluhan


pada kasus?
Jawab :

20
Tinea corporis suatu dermatofistosis superfisial yang terbatas
pada kulit yang tidak berambut seperti wajah, leher, badan, lengan,
tungkai dan gluteal.
Pada wanita dapat muncul pada permukaan wajah termasuk
bibir atas dan dagu yang disebut tinea facialis, sedangkan pada laki-
laki dapat muncul didaerah janggut disebut tinea barbae (Goldsmith,
2012; Menaldi, 2015).

e. Apa saja klasifikasi penyakit kulit akibat jamur dan pada kasus
termasuk yang mana?
Jawab :
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan
yang menjadi zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum
pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita.
1. Tinea Capitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut
yang disebabkan jamur golongan dermatofita. Disebabkan oleh
species dermatofita trichophyton dan microsporum. Gambaran
klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal sering
disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan
berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan
mikroskopis terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut.
Pengobatan pada anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB
perhari, pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu.

2. Tinea Favosa adalah infeksi jamur kronis terutama oleh


trychophiton schoen lini, trychophithon violaceum, dan
microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea kapitis yang
ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus
pada kulit kepala, lesi menjadi sikatrik alopecia permanen.
Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan berupa kemerahan

21
pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa
kerontokan hingga skutula dan kerontokan rambut serta lesi
menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan
lebih luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan
parut permanen. Diagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopis langsung, prinsip pengobatan tinea favosa sama
dengan pengobatan tinea kapitis, hygiene harus dijaga.

3. Tinea Korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus


(globurus skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea.
Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes.
Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi
anular, arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan
tanda peradangan yang lebih jelas. Daerahsentral biasanya
menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas
sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh,
tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi
bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan mikroskop
langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau
spora jamur. Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500mg
sehari selama 3-4 minggu, itrakenazol 100 mg sehari selama 2
minggu, obat topikal salep whitfield.

4. Tinea Imbrikata adalah penyakit yang disebabkan jamur


dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa lesi
bersisik yang melingkar-lingkar dan gatal. Disebabkan oleh
dermatofita T. concentricum.Gambaran klinik dapat menyerang
seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering digolongkan
dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa
yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak

22
konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah
melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian
tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa
lesi konsentris. Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari
selama 4 minggu, sering kambuh setelah pengobatan sehingga
memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama, ketokonazol
200 mg sehari, obat topikal tidak begitu efektif karena daerah
yang terserang luas.

5. Tinea Kruris adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat


paha, genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong
dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-
kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi
simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa
bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga
dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang
disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar
gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung
memakai larutan KOH 10-20%. Pengobatan sistemik
griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, ketokonazol,
obat topikal salp whitefield, tolsiklat, haloprogin,
siklopiroksolamin, derivat azoldan naftifin HCL.

6. Tinea Manus et Pedis merupakan penyakit yang disebabkan


oleh infeksi jamur dermatofita didaerah kilit telapak
tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T.
mentagrophytes, E. floccosum. Gambaran klinik ada 3 bentuk
klinis yang sering dijumpai yaitu:

23
a. Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan
erosi pada sela jari tampak warna keputihan basah terjadi
fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat meluas sampai ke
kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering mulai dari sela jari
III, IV dan V.

b. Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-


vesikula dan bila terletak agak dalam dibawah kulit
sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah telapak kaki
bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah.

c. Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan


telapak tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal
dan berskuama, eritema biasanya ringan terutama terlihat
pada bagian tepi lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar
gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan kulit dengan
larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur.
Pengobatan cukup topikal saja dengan obat-obat anti jamur
untuk interdigital dan vesikular selama 4-6 minggu.

7. Tinea unguium Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi


jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T.
mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya
menyertai tinea pedis atau manus penderita berupa kuku
menjadi rusak warna menjadi suram tergantung penyebabnya,
distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan.
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan
kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk
menemukan elemen jamur. Pengobatan infeksi kuku
memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan kepercayaan
penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan
lama. Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 bulan

24
untuk jari tangan untuk jari kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat
diberikan dalam bentuk losion atau crim.

8. Kandidiasis adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut,


disebabkan jamur intermediate yang menyerang kulit, kuku,
selaput lendir dan alat-alat dalam. Penyebab jamur golongan
candida yang patogen dan merupakan kandidiasis adalah
candida albicans.

9. Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi


berupa bercak putih seperti membran pada mukosa mulut dan
lidah bila membran tersebut diangkat tampak dasar kemerahan
dan erosif.

10. Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila
tersentuh makanan atau air.

11. Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa


yang eritematosa erosif, mulai dari servik sampai introitus
vagina, didapatkan fluor albus putihkekuningan disertai
semacam butiran tepung kadan seperti susu pecah terasa gatal
serta dispareuni karena ada erosi.

12. Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa
gatal disertai timbulnya membran atau bercak putih pada
gland penis.

13. Kandidiasis kulit terdiri dari:

a. Kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang gemuk


menyerang lipatan kulit yang besar seperti inguinal,
aksila, lipat payudara, yang khas adalah bercakkemerahan
agak lebar dengan dikelilingi oleh lesi-lesi satelit.

25
b. Kandidiasis kuku infeksi jamur pada kuku dan jaringan
sekitar terasa nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak
dan menebal lesi berwarna kehijauan.

c. Kandidiasis granulomatosa bentuk ini jarang dijumpai,


manifestasi berupa granuloma terjadi akibat penumpukan
krusta serta hipertropi setempat, biasa terdapat dikepala
atau ektremitas.

d. Kandidiasis adalah suatu alergi terhadap elemen jamur atau


metabolit candida SSP. Diagnosis dengan pemeriksaan
langsung kerokan kulit atau usap mukokutan dengan
larutan KOH 10% atau pewarnaan gram yang terlihat sel
ragi, blastospora atau hifa semu. Pengobatan kandidiasis
kulit dan kandidiasis selaput lendir yang lokal dengan
memberi obat anti jamur topikal. Pengobatan
kandidiasis oral berupa lozenges atau oral gel yang
mengandung nistatin atau mikonazole, pengobatan
kandidiasis vaginal obat yang dipakai adalh preparat
khusus intravaginal yang mengandung imidasol selama
1-5 hari, terapi oral juga diberikan 1-5 hari (Djuanda, 2017).

3. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus: distribusi lesi


regioner, di regio pipi kiri terdapat lesi soliter dengan ukuran diameter
3x3x0.2 cm, batas tegas, bulat, kering, menimbul, berupa plak anular
eritema, dengan tepi inflamatif yang lebih aktif.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan status dermatologikus?
Jawab :
1. Lesi Regioner à hanya mengenai bagian tubuh tertentu
2. Lesi soliter dengan ukuran D 3x3x0,2cm à Lesi soliter (lesi satu)

26
3. Batas tegas, bulat à sirkumskripta (berbatas tegas), bulat
(Anular)
4. Plak anular eritema dengan tepi lebih aktif dari pada tengah à
Efloresensi dari Tinea (Dermatofitosis) khasnya adalah Central
Healing

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan status


dermatologikus?
Jawab :
Faktor resiko (Tertular kakak yang mengalami keluhan sama yaitu
penularan antar manusia) dermatofita (Tricophyton Violaceum) →
melekat pada stratum korneum dilapisan epidermis → serabut
dinding terluar dermatofita memproduksi keratinase → hidrolisis
keratin → mencerna keratin dari lapisan superfisial di epidermis →
keratin rusak → jamur menginvasi ke stratum korneum → terjadi
kolonisasi jamur → antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans
epidermis → akan dipresentasikan dalam limfosit T → limfosit T
migrasi dan proliferasi ketempat inflamasi untuk menyerang jamur →
terjadi reaksi inflamasi → merangsang aktivasi komplemen seperti
C3a → degranulasi sel mast → pengeluaran mediator kimia seperti
histamin dan bradykinin → merangsang ujung saraf sensorik pada
kulit dan meningkat permeabilitas kapiler ,vasodilatasi pembuluh
darah→ bercak kemerahan disertai gatal → trauma garukan → jamur
akan menyebar → lesi meluas → bercak kemerahan membesar →
plak anular eritema distribusi regioner dan lesi soliter.

Faktor resiko (Tertular kakak yang mengalami keluhan sama


yaitu penularan antar manusia) dermatofita (Tricophyton Violaceum)
→ melekat pada stratum korneum dilapisan epidermis → serabut
dinding terluar dermatofita memproduksi keratinase → hidrolisis
keratin → mencerna keratin dari lapisan superfisial di epidermis →

27
keratin rusak → jamur menginvasi ke stratum korneum → terjadi
kolonisasi jamur → antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans
epidermis → akan dipresentasikan dalam limfosit T → limfosit T
migrasi dan proliferasi ketempat inflamasi untuk menyerang jamur →
terjadi reaksi inflamasi → merangsang aktivasi komplemen seperti
C3a → degranulasi sel mast → pengeluaran mediator kimia seperti
histamin dan bradykinin → terjadi clearance jamur oleh mediator
inflamasi. Namun karena jamur terus mencari keratin+ jamur tumbuh
sentrifugal → bagian tengah telah mengalami healing sedangkan
bagian tepi baru ditumbuhi jamur → terbentuk central healing.
(Nenoff, 2014; Surendran, 2014; Sahoo, 2016; Leung et al, 2019; Hon
et al, 2020).

c. Apa saja jenis-jenis efloresensi pada kulit?


Jawab :
A. Primer (terjadi pada kulit yang semula normal atau kelainan yang
pertama muncul)
1. Makula Makula merupakan lesi datar, secara jelas terlihat
sebagai daerah dengan warna yang berbeda dengan jaringan
di sekitarnya atau membrane mukosa. Contoh: Tinea
vesikolor, morbus Hansen, melanoderma, leukoderma,
purpura, petekie, ekimosis. Makula tidak dapat dipalpasi.
Bentuknya bervariasi dan pinggirnya tidak jelas.
Makuloskuamosa merupakan suatu istilah baru untuk
menggambarkan makula yang tidak dapat dipalpasi, yang
hanya dapat jelas terlihat setelah dibuat goresan ringan.
2. Papul Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip,
berukuran diameter lebih kecil dari 1/2 cm, dan berisikan zat
padat. Bentuk papul dapat bermacam-macam, misalnya
setenga bola, contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut
pada keratosis folikularis, datar pada veruka plana juvenilis,

28
datar dan berdasar polygonal pada liken planus, berduri dapa
veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans da nada
veruka filiformis. Warna papul dapat merah akibat
peradangan, pucat, hiperkrom, putih atau seperti kulit
sekitarnya. Beberapa infiltral mempunyai warna sendiri yang
biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan
36 ditekan dan hilang (lupus, sifilis). Letak papul dapat
epidermal atau kutan.
3. Plak (Plaque) Peninggian di atas permukaan kulit,
permukaannya ratadan berisi zat padat (biasanya ilfiltrat),
diameternya 2 cm atau lebih. Contohnya papul yang melebar
atau papul-papul yang berkonfluensi pada psoriasis.
4. Urtika Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang
perlahan-lahan, tetapi bisa hilang beberapa jam kemudian
merah jambu atau merah suram/luntur.
5. Nodus Massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau
subkutan, dapat menonjol, jika diameternnya lebih kecil dari
pada 1 cm disebut nodulus. Nodul lebih padat konsistensinya
daripada papul.
6. Vesikel Gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran
kurang dari ½ cm garis tengah, mempunyai dasar dan puncak
vesikula dapat bulat, runcing/umbilikasi; vesikel berisi darah
disebut vesikel hemoragik.
7. Bula Vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah
bula hhemoragik, bula purulent, dan bula hipopion.
8. Pustul Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di
bagian bawah vesikel disebut vesikel hipopion.
9. Kista 37 Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun
sisa sel. Kista terbentuk bukan akibat peradagan, walaupun
kemudian dapat meradang. Dinding kista merupakan selaput
yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya dilapisi sel epitel

29
atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan
tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah , saluran getah
bening, atau lapisan epidermis. Isi kista teriri dari atas hasil
dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-
sel epitel, lapisan tanduk, dan rambut.

B. Sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer)


1. Skuama Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Skuama dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan
tebal dan luas sebagai lembaran kertas. Dapat dibedakan,
misalnya pitiriasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis-
lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar
(berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-
lembaran), dan keratorik (terdiri atas zat tanduk).
2. Krusta Cairan badan yang mengering. Dapat bercampur
dengan jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotoran,
obat, dan sebagainya). Warnanya ada beberapa macam:
kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan berasal
dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.
3. Erosi Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan
yang tidak melampaui stratum basal. Contoh bila kulit
digaruk sampai stratum spinosumm akan keluar cairan sereus
dari bekas garukan.
4. Ulkus Hilangnya jarigan yang lebih dalam dari eksoriasi.
Ulkus dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan
isi. Termasuk erosi dan ekskoriasi dengan entuk liniar ialah
fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang terjadi oleh
tarikan jaringan jaringannya di sekitarnya, terutama terlihat
pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.
5. Sikatriks Terdiri atas jaringan tidak utuh, relief kulit tidak
normal, permukaan kulit tidak licin dan tidak terdapat

30
adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung dan
dapat hipertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol karena
kelebihan jaringan ikat. Bila sikatriks hipertrofik menjadi
patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid
(sikatriks yang pertumbuhhan selnya mengikuti
pertumbuhan tumor), dan ada kecenderungan untuk terus
melebar (Djuanda, 2019).

d. Dimana saja ditribusi lesi pada penyakit kulit?


Jawab :
1. Sirkumskrip : berbatas tegas
2. Difus : tidak berbatas tegas
3. Generalisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh.
4. Regional : mengenai daerah tertentu.
5. Universalis : seluruh atau hamoir seluruh tubuh
(90%-100%).
6. Solitar : hanya satu lesi.
7. Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes
zoster.
8. Konflues : dua atau lebih lesi yang menjadi satu.
9. Diskret : terpisah satu dengan yang lain.

31
10. Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti
oleh penyembuhan pada bagian yang
ditinggalkan.
11. Irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan
vesikel warna yang lebih tengah
ditengahnya.
12. Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama.
13. Bilateral : mengenai kedua belah badan
14. Unilateral : mengenai sebelah badan.
(Budianti, W. K. 2019).

e. Bagaimana pengelompokkan lesi pada penyakit kulit?


Jawab :
1. Ukuran lesi
a. Milier : sebesar kepala jarum pentul

b. Lentikular : sebesar biji jagung

32
c. Numular : sebesar uang logam, diameter 3-5 cm

d. Plakat : lebih besar dari nummular

2. Bentuk atau Susunan Lesi


a. Bentuk
a) Teratur : bulat, oval dan sebagainya

b) Tidak teratur : tidak mempunyai bentuk teratur


b. Susunan atau konfigurasi
a) Linier : seperti garis lurus

33
b) Sirsinar atau anular : seperti lingkaran/ melingkar seperti
cincin

c) Arsinar : berbentuk bulan sabit


d) Polisiklik : tepi lesi sambung menyambung membentuk
gambaran seperti bunga

e) Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang


dikelilingi anak – anaknya

34
f) Irisformis atau lesi target : lesi berbentuk bulat atau
lonjong yang terdiri dari 3 zona: bagian sentral berupa
papul/ vesikel/ bula, bagian tengah berupa edema
berwarna putih/ pucat, bagian paling luar berupa eritem,
yang menyerupai iris mata/ membentuk gambaran
seperti target anak panah

g) Herpetiformis : vesikel yang berkelompok/ bergerombol

h) Serpiginosa : lesi berbentuk seperi ular

(sumber: Bolognia et al, 2012; Keumala, 2017)

35
4. Pada pemeriksaan mikroskopis langsung dengan penambahan KOH 10%
dari kerokan kulit lesi di pipi kiri ditemukan adanya hifa panjang,
bercabang, dan double contour. Hasil kultur didapatkan adanya
Klamidospora yang menunjukkan suatu Tricophyton violaceum.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan mikroskopis?
Jawab :

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan mikroskopis?


Jawab :
Faktor resiko (penularan secara antrofofilik: kontak kulit
dengan penderita dermatofitosis sebelumnya) → paparan pathogen
berupa jamur genus Trycophyton spp. (Tricophyton Violaceum) →
interaksi glikoporotein jamur di sel epitel perifer kulit → invasi
dermatofita → aktivasi stadium germinasi pada jamur → jamur
memproduksi enzim keratolikik → produksi keratinase meningkat →
keratinase mencerna keratin kulit (digesti keratin) → penetrasi
keratinosit di stratum corneum epidermis → invasi ke dermis kulit →
terjadi kolonisasi hifa di jaringan keratin yang mati → menempel pada
stratum corneum → pemeriksaan kerokan kulit → Hifa panjang dan
bercabang serta double contour dan merupakan jamur jenis
Trycophyton Violaceum (Menaldi, 2017).

c. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan hasil kultur?


Jawab :

36
Tricphyton Violaceum à Dermatofita yang perantara
invasinya sesama manusia (Antrofilik) yang akan membentuk
kolonisasi sehingga ketika dilakukan kultur ditemukan adanya
klamidospora

d. Apa saja jenis dermatofita yang dapat menyebabkan keluhan pada


kasus?
Jawab :
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Dermatofita terbagi dalam 3 genus yaitu:
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
1. Antrofilik à Manusia
Trichophyton rubrum
Trichophyton tonsurans
Trichophyton interdigitale
Trichophyton schoenleinii
Trichophyton soundanense
Trichophyton violaceum (Trichophyton yaoundei)
Trichophyton concentricum
Microsporum audouinii
Microsporum ferrugineum
Epidermophyton floccosum
2. Zoofilik
T. mentagrophytes (T. mentagrophytes var. quinckeanum) à
Tikus
T. interdigitale (T. mentagrophytes var. mentagrophytes, T.
mentagrophytes var. granulosum) à Tikus
Trichophyton simii à Primata
Trichophyton verrucosum à Binatang ternak
Microsporum canis (Microsporum distrotum, Microsporum
equinum) à Kucing, Anjing, Kuda

37
Microsporum amazonicum à Tikus
Microsporum gallinae à Unggas
Microsporum nanum à Babi
Microsporum persicolor à Tikus
3. Geofilik
Microsporum gypseum
Microsporum cookie
Microsporum persicolor (Gupta, 2017).

e. Apa saja pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis


dermatofita?
Jawab :
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis dermatofita yaitu pemeriksaan lampu wood.
Penggunaan lampu wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm,
(atau sinar “hitam”) yang dapat digunakan untuk membantu evaluasi
penyakit kulit dan rambut. Dengan lampu Wood, pigmen fluoresen
dan perbedaan warna pigmentasi melanin yang subtle bisa
divisualisasi. Lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan
adanya eritrasma dimana eritrasma akan tampak floresensi merah bata
(Siregar, 2016).

5. Bagaimana cara mendiagnosis?


Jawab :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan bercak kemerahan yang disertai gatal di
pipi sejak 15 hari yang lalu. Kakak laki-laki pasien juga mengalami
keluhan yang serupa sejak 1 bulan yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik
Pada status dermatologikus ditemukan distribusi lesi regioner, di
regio pipi kiri terdapat lesi soliter dengan ukuran diameter 3x3x0.2

38
cm, batas tegas, bulat, kering, menimbul, berupa plak anular eritema,
dengan tepi inflamatif yang lebih aktif
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH 10% dari kerokan kulit lesi di pipi kiri ditemukan
adanya hifa panjang, bercabang, dan double contour. Hasil kultur
didapatkan adanya Klamidospora yang menunjukkan suatu
Tricophyton violaceum.

6. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?


Jawab :
Gejala Tinea Psoriasis Pitiriasis Dermatitis
Facialis Rosea seboroik

Eritema + + + +

Skuama kasar Kasar, halus Kuning,


berlapis- berminyak
lapis, tebal
(mika)
Gatal Sangat Ringan Ringan Sedang
gatal
Predileksi Wajah Siku, lutut, Badan, Scalp, daerah
scalp, lengan atas perbatasan
punggung, proksimal, rambut,
wajah tungkai atas belakang
telinga, leher

Khas lesi Central Skuama Lesi sejajar Skuama yang


healing seperti kosta seperti berminyak dan
mika pohon kekuningan.
cemara
terbalik

39
(Keumala, 2017).

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab :
1. Pemeriksaan lampu wood
Penggunaan lampu wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm,
(atau sinar “hitam”) yang dapat digunakan untuk membantu evaluasi
penyakit kulit dan rambut. Dengan lampu Wood, pigmen fluoresen
dan perbedaan warna pigmentasi melanin yang subtle bisa
divisualisasi. Lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan
adanya eritrasma dimana eritrasma akan tampak floresensi merah bata
(Siregar, 2016).
2. Kultur
Kulit yang terinfeksi di kultur pada media Sabouraud’s agar inkubasi
suhu kamar. Pada media pembiakan (Sabouraud Dektrosa Agar),
koloni tumbuh dengan lambat, menonjol dan terlipat, gundul dan
terlihat seperti lunak, biasanya berwarna putih sampai krem, tapi
kadang berwarna coklat keorangean, kadang lipatannya terlalu dalam
ke agar sehingga membagi media pada beberapa kultur.
3. Biopsi kulit
Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan cosin pada tinea
corporis menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrate
inflamasi superfisial (rembesan sel radang ke permukaan) (Jack L
Lesher Jr, 2012).

8. Bagaimana working diagnosis pada kasus?


Jawab :
Tinea fascialis ec Tricophyton violaceum.
a. Definisi?
Jawab :

40
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang
terbatas pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah,
memiliki karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan
batas yang jelas (Gupta, 2017).

b. Etiologi?
Jawab :
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Dermatofita terbagi dalam 3 genus yaitu :
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Belum banyak
penelitian yang menjelaskan jenis terbanyak dermatofita yang
terdapat pada tinea fasialis tapi ada beberapa sumber mengatakan di
Asia, Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyto rubrum
merupakan penyebab tersering (Wirya, 2016).

c. Epidemiologi?
Jawab :
Tinea korporis didapatkan lebih banyak pada Laki-laki pasca
pubertas dibanding wanita, dapat terjadi pada semua usia, biasanya
mengenai usia 18-25 tahun serta 40-50 tahun. Tinea corporis dapat mengenai
jenis kelamin pria ataupun wanita. Namun, wanita usia reproduktif
dilaporkan lebih sering terkena karena lebih sering berkontak dengan anak
yang terinfeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur tetapi lebih
sering menyerang anak-anak (Djuanda, 2017).

d. Imunopatogenesis dari jamur?


Jawab :
Patogenesis dari tinea ini juga masih belum begitu jelas. Dikatakan
bahwa dermatofit merilis beberapa enzim, termasuk keratinases, yang
memungkinkan mereka untuk menyerang stratum korneum dari epidermis
sehingga menyebabkan kerusakan. ada juga teori patogenesis yang
mengungkapkan adanya invasi epidermis oleh dermatofit mengikuti pola

41
biasa pada infeksi yang diawali dengan pelekatan antara artrokonidia dan
keratinosit yang diikuti dengan penetrasi melalui sel dan antara sel serta
perkembangan dari respon penjamu.

Perlekatan:
Pada stratum korneum, fase pertama dari invasi dermatofit melibatkan
infeksi artrokonidia ke keratinosit. Secara in vitro, proses ini komplit
dalam waktu 2 jam setelah kontak, dimana stadium germinasi dan
penetrasi keratinosit timbul. Berbagai dermatofit menunjukkan kerja
yang sama, yang tidak terpengaruhi oleh sumber keratinosit.
Dermatofit ini harus bertahan dari efek sinar ultraviolet, temperatur
dan kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora normal, dan
dari asam lemak yang bersifat fungistatik.
Penetrasi:
Diketahui secara luas dermatofit bersifat keratinofilik. Kerusakan
yang ditimbulkan di sekitar penetrasi hifa diperkirakan berasal dari
proses digesti keratin. Dermatofit akan menghasilkan enzim-enzim
tertentu (proteolitik), termasuk enzim keratinase dan lipase, yang
dapat mengakibatkan dermatofit tersebut akan menginvasi stratum
korneum dari epidermis. Proteinase lainnya dan kerja mekanikal
akibat pertumbuhan hifa mungkin memiliki peran. Meskipun
demikian, masih sulit untuk membuktikan mekanisme produksi
enzim oleh dermatofit dengan aktivitas keratin- specific proteinase.
Trauma dan maserasi juga memfasilitasi proses penetrasi ini.
Pertahanan tubuh dan imunologi:
Deteksi imun dan kemotaktik dari selsel inflamasi terjadi melalui
mekanisme yang umum. Beberapa jamur memproduksi faktor
kemotaktik yang memiliki berat molekul yang rendah, seperti yang
diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya yang teraktivasi,
membuat komplemen yang tergantung oleh faktor kemotaktik.
Keratinosit mungkin dapat menginduksi kemotaktik dengan
memproduksi IL-8 sebagai respon kepada antigen seperti

42
trichophytin. Kandungan serum dapat menghambat pertumbuhan
dermatofit, sebagai contohnya antara lain unsaturated transferrin
dan asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea (derivat
undecenoic acid) (Gupta, 2017).

e. Manifestasi klinis?
Jawab :
Manifestasi klinis tinea fascialis dapat berupa rasa terbakar dan gatal
yang diperburuk oleh paparan sinar matahari. Terdapat lesi
eritematosa melingkar tetapi terkadang tidak jelas (terutama pada
individu berkulit gelap). Lesi memiliki tepi atau scaling yang
menonjol (Baumgardner, 2017).

9. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawab :
Farmakologi :
1. Ketokonazole cream tube 2% 2x sehari (pada lesi) dioles tipis
2. Cetirizine 2x 10 mg
(Widaty, 2017).
Non-Farmakologi
1. Menjaga & meningkatkan personal hygiene
2. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang
lain.
3. Hindari menggaruk apabila terasa gatal
4. Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan menghindari
berkeringat yang berlebihan.
5. Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing,
anjing, atau kontak penderita lain (penggunaan handuk atau pakaian
bergantian)
6. Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian
endokrin yang lain, leukemia, harus dikontrol (Anggraini, 2015).

43
10. Bagimana komplikasi pada kasus?
Jawab :
1. Penyebaran infeksi ke area yang lain (Infeksi sekunder pada kulit).
2. Infeksi bakteri pada lesi
3. Dermatitis kontak atau kelainan kulit yang lain (Peradangan pada
folikel rambut (folikulitis).
4. Abses (kumpulan nanah) di kulit (Suryantara, 2014).

11. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab :
Quo ad Vitam: bonam
Quo ad Fungsionam: bonam
Quo ad Sanationam: dubia ad bonam

12. Bagaimana standar kompetensi dokter umum pada kasus?


Jawab :
Tingkat Kemampuan 4
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2019).

13. Bagaimana nilai-nilai islam pada kasus?


Jawab :
1. Qs. At-taubah : 108

‫ﺲ َﻋﻠَﻰ اﻟﺘ ﱠۡﻘٰﻮى ِﻣۡﻦ ا َﱠوِل ﯾَ ۡﻮٍم ا ََﺣﱡﻖ‬ ّ ِ ُ ‫َﻻ ﺗ َﻘُۡﻢ ِﻓۡﯿِﮫ ا َﺑَﺪًا ؕ◌ ﻟََﻤۡﺴِﺠﺪٌ ا‬
َ ‫ﺳ‬
‫ﺐ‬
‫ُ ﯾُِﺤ ﱡ‬W َ َ ‫ا َۡن ﺗ َﻘُ ۡﻮَم ِﻓۡﯿ ِؕﮫ ِﻓۡﯿِﮫ ِرَﺟﺎٌل ﯾﱡِﺤﺒﱡ ۡﻮَن ا َۡﻧﺘ‬
‫ﻄﱠﮭُﺮ ۡوا ؕ◌ َو ﱣ‬
‫ﻄِّﮭِﺮۡﯾَﻦ‬ ‫اۡﻟُﻤ ﱠ‬

44
Artinya:
Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu selama-
lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak
hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat di
dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan
diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.

2. Qs. Al-Muddasir : 4

َ َ‫َوِﺛﯿَﺎﺑََﻚ ﻓ‬
‫ﻄِّﮭۡﺮ‬
Artinya :
dan bersihkanlah pakaianmu,
3. Qs. Al-Baqarah : 22

‫ﺴَﻤﺎ َٓء ِﺑﻨَﺎ ًٓء ﱠوا َۡﻧَﺰَل ِﻣَﻦ اﻟ ﱠ‬


‫ﺴَﻤﺎ ِٓء‬ ‫ﺷﺎ ﱠواﻟ ﱠ‬ َ ‫اﻟﱠِﺬۡى َﺟﻌََﻞ ﻟَـُﻜُﻢ اۡﻻَۡر‬
ً ‫ض ِﻓَﺮا‬
‫ِ ا َۡﻧﺪَادًا‬r‫ت ِرۡزﻗًﺎ ﻟﱠـُﻜ ۡ ۚﻢ ﻓََﻼ ﺗ َۡﺠﻌَﻠُ ۡﻮا ِ ﱣ‬ِ ‫َﻣﺎ ًٓء ﻓَﺎ َۡﺧَﺮَج ِﺑٖﮫ ِﻣَﻦ اﻟﺜ ﱠَﻤٰﺮ‬
‫ﱠوا َۡﻧـﺘ ُۡﻢ ﺗ َۡﻌﻠَُﻤ ۡﻮَن‬
Artinya :
(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mengetahui.

45
2.7 Kesimpulan
Andri, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa berobat oleh ibunya
ke Puskesmas karena mengalami keluhan kulit berupa bercak kemerahan sebesar
koin lalu membesar dan terasa gatal di pipi kiri karena mengalami tinea fascialis ec
Tricophyton violaceum.

2.8 Kerangka Konsep


FR: Tertular kakaknya yang mangalami keluhan bercak kemerahan

Terinfeksi jamur Tricophyton violaceum

Jamur akan mengeluarkan kreatinase

Merusak kreatin pada lapisan startum korneum

Mediator kimiawi (histamin dan bradikinin)

Bercak kemerahan sebesar koin Gatal central healing

46
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. I. 2015. Tatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen
dengan Reaksi Reversal. Jurnal Kedokteran Unila. 5(9): 48-53.
Aprillia, E., Kanti, A., Rahmanisa, S. 2014. Tinea Corporis With Grade I in Woamn
Domestic. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2: 24-32.
Baumgardner, D. J. 2017. Fungal Infections From Human and Animal Contact. J
Patient Cent Res Rev. 4(2)-78-89.
Bolognia, J. L., Jorizzo, J. L., Schaffer, J. V. 2012. Dermatology. Edisi 3. China:
Elsevier.
Brasch, J. 2010. Pathogenesis of Tinea. Journal of the German Society of
Dermatology. 8: 780-786.
Budianti, W.K. 2019. Dermatomikosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 17. Jakarta: FKUI.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Goldsmith, L. A et al. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eight
Edition. US: Mc Graw Hil.
Gupta, A. K., Foley, K. A., Versteeg, S. G. 2017. New Antifungal Agents and New
Formulations Againts Dermatophytes. Mycopathologia. 182(1-2): 127-141.
Guyton, Arthur. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Jack, L., Lesher, J. L. 2012. Tinea Corporis. US: Medical College of Georginia.
Janquiera, L. C., J. Carneiro, R. O., Kelley. 2011. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.
Keumala, B., Windy. 2017. Dermatofitosis. Dalam: Menaldi, L.S., Bramono, K.,
Indriatmi, W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteram Universitas Indonesia.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2019. Standar Nasional Pendidikan Profesi
Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Kurniati, CR. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. 20(3): 243-250.
Leung, A. K. C., Barankin, B. 2019. An Itchy, Round Rash On The Back Of an
Adolescent’s Neck. Consultant for Pediatricians. 13: 466-469.

47
Menaldi, S. L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Nenoff, P et al. 2014. Mikologi- Pembaruan. Bagian 1: Dermatokomikosis: Agen
Penyebab, Epidemiologi dan Patogenesis. J Dtsch Dermatol Ges. 12(3):
188-209.
Putri, M., Burmana, F., Nusadewiarti, A. 2015. Penatalaksanaan dan Pencegahan
Tinea Korporis pada Pasien Wanita dan Anggota Keluarga. J
AgromedUnila. 4(1): 103-108.
Sahoo, A.K., Mahajan, R. 2016. Pengelolaan Tinea Corporis, Tinea Kruris, dan
Tinea Pedis: Tinjauan Komprehensif. Indian Dermatol Online J. 7(2): 77-
86.
Siregar, R. S. 2016. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sularsito., Adi, A. 2016. Dermatologi Praktis. Jakarta: Perkumpulan Ahli
Dermatologi dan Venereologi Indonesia.
Surendran, K.A et al. 2014. Studi Klinis dan Mikologi Infeksi Dermatofitik. Indian
J Dermatol. 59(3): 262-267.
Suryantara dkk. 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Tinea Fasialis. Denpasar:
Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Rosita, J et al. 2013. Tinea Korporis Et Kruris Kronis Disebabkan Oleh
Trichopyton Tonsurans Pada Pasien Obesitas. MDVI. 40(4): 182-187.
Widaty, S., Budimulja, U. 2017. Dermatofitosis, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Wirya, D dkk. 2016. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUP Denpasar.
Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

48

Anda mungkin juga menyukai