i
KATA PENGANTAR
Puji syukur para penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga para penulis dapat menyelesaikan makalah diskusi
tutorial yang berjudul “Laporan Diskusi Plenary Blok 8 Skenario In English”
sebagai pembahasan scenario diskusi yang telah diberikan. Shalawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Para penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu para penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, para penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, para penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual,
3. drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc selaku tutor kelompok 5,
4. Teman-teman seperjuangan,
5. Semua pihak yang membantu para penulis dalam pembuatan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung para penulis dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamin.
Yogyakarta, 26 Desember 2016
Tim Penyusun
ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................4
Pendahuluan................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Maksud dan Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
Pembahasan................................................................................................................................................5
2.1 Skenario.......................................................................................................................................5
2.2 Analisis Skenario.........................................................................................................................5
2.3 Seven Jumps................................................................................................................................5
BAB III........................................................................................................................................................17
Penutup.....................................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................17
3.2 Daftar Pustaka...........................................................................................................................17
3.3 Lampiran....................................................................................................................................17
iii
BAB I
Pendahuluan
Blok 9 pada semester 3 dari kurikulum Blok PBL Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan Blok
Etika dan Hukum Kedokteran Gigi.
Secara umum, isi blok ini memuat Sumpah dan Etika Dokter Gigi, Hukum
Kesehatan dan Identifikasi Korban.
Blok Etika dan Hukum Kedokteran Gigi ini bertujuan dapat memahami dan
mengintegrasikan ilmu etika, disiplin dan hukum yang ada di negara Indonesia,
khususnya yang menyangkut bidang kesehatan dan penelitian. Kemudian, dapat
membagi aturan-aturan yang berlaku dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran sehingga dapat melakukan praktek kedokteran gigi secara
profesional. Serta, dapat memahami pola-pola aturan etika dalam profesi
kedokteran, disiplin kedokteran yang berdasarkan pada bidang keilmuan dan
aturan baku hukum yang mempunyai sanksi yang tegas.
4
BAB II
Pembahasan
2.1 Skenario
One day there was a dental examination from the public health centre to Matahari
kindergarten school without confirmation. One of the student was diagnosed prolonged
retention on elemen 71and had to be extracted. He was in a good condition before the
extraction. The day after, he still felt a pain and their was an inflamation on the lower jaw.
The pain still occured one week after, so the public health centre referred to hospital. The
examination result showed there was an ameloblastoma that need a surgical procedure.
His family made a lawsuit over the incident, but the dentist felt had done nothing
wrong and has conducted correct procedures for medical treatment.
5
4. Apakah dari skenario termasuk malpraktek? Jika benar mengapa? Dan bagaimanakah
cara membuktikannya?
5. Bagaimanakah pembelaan atas gugatan pada skenario tersebut?
6. Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab pada informed consent?
7. Bagaimanakah prosedur untuk pengaduan?
8. Bagaimana upaya untuk mencegah malpraktek?
9. Apa saja hal yang diperlukan informed consent?
10. Apakah pada skenario ameloblastoma termasuk bagian dari malpraktek?
11. Apakah hubungan kelalaian medis dan malpraktik?
6
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk,
yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice),
ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan
yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan
yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang
dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau
norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek
perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek
administratif (administrative malpractice).
1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya
isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada
pasien.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat
melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna
dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi
beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan
kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga
kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.
Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya
kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa
loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang
harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang
dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang
bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka
seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.
7
Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi
ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban
yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal
tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak
menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
2) Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat
tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan
terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa
insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak
ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan
yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian
pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3) Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa
lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau
izinnya,menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.
8
Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, h. 88 c. Kompeten melaksanakan
cara-cara yang aman untuk klien.
2. Tidak melaksanakan kewajiban (Breach of the duty) : pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya. Contoh: a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti
tingkat kesadaran pada saat masuk; b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit; c. Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara-
cara pengamanan yang tepat (pengaman tempat tidur, restrain, dll).
3. Sebab-akibat (Proximate caused): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau
terkait dengan cedera yang dialami klien. Contoh: Cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal
menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan mengakibatkan
fraktur.
4. Cedera (Injury) :sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum
Cara pembuktian :
9
A. Criminal Malpractice
Pada criminal malpractice pembuktiannya didasarkan atas dipenuhi tidaknya unsur pidana,
sehingga karenanya tergantung dari jenis criminal malpractice yang dituduhkan sehingga
karenanya tergantung dari jenis criminal malpractice yang dituduhkan.Dalam hal dokter dituduh
melakukan kealpaan sehingga pasien yang ditangani meninggal dunia, menderita luka berat atau
luka sedang, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan yang salah yang
dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati. Jika terbukti bersalah maka
dokter dapat dipidana sesuai jenis tindak pidana yang dilakukannya
B. Civil Malpractice
Pada civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara langsung
dan tidak langsung:
a. Secara Langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni:
1) Duty
artinya tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh dokter. dokter memiliki kewajiban-kewajiban
yang muncul asli karena kedokterannya dan juga dokter memiliki kewajiban akibat dari adanya
hubungan dokter dan pasien yaitu kontrak terapetik,
2) Derilection of duty
artinya dokter menelantarkan tugas yang dibebankan pada pundaknya. Kewajiban atau tugas
tersebut tidak dilaksanakan oleh dokter, padahal dokter harus menyerahkan
prestasinya kepada pasien,
3) Damage
artinya kerusakan yang terjadi pada pasien. Kerusakan pada pasien diartikan sebagai adanya
kejadian tidak diinginkan. Kejadian tidak diinginkan tersebut ada menimbulkan kecurigaan
adanya malapraktek
4) Direct causation
artinya hubungan langsung antara Derilection of duty dan Damage yaitu adanya penelantaran
kewajiban yang dilakukan oleh dokter secara langsung mengakibatkan adanya
kerusakan
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan
pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
10
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga
kesehatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada,
misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan
risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-
unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya
paksa.
B. Pengaduan dilakukan secara tertulis dan bila tidak mampu mengadukan secara tertulis
dapat mengadukan secara lisan yang dilakukan di kantor MKDKI I MKDKI-P; dan
C. Belum pernah diadukan dan/atau diperiksa oleh Dinas Kesehatan Provinsi bagi
peristiwa yang diadukan yang terjadi pad a masa peralihan sebelum terbentuknya
MKDKI dan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada tanggal 6 Oktober 2004.
11
Pengaduan disampaikan kepada Ketua MKDKI/ MKDKI-P.Untuk memudahkan pengadu
dalam menyampaikan pengaduan kepada Ketua MKDKI/MKDKI-P, format pengaduan
disediakan oleh MKDKI/ MKDKI-P.
12
secara pidana. Yaitu apabila dalam pelaksanaan tindakan medik tersebut dilaksanakan tidak
sesuai dengan Standar Profesi kedokteran.
Pengaturan mengenai persetujuan tindakan medik (informed consent) ini diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.585/MENKES/Per/IX/1989.
3. Mencatat Semua Tindakan Yang Dilakukan Dalam Rekam Medis
Pengaturan mengenai Rekam Medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.749a/MENKES/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Record
(selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis). Pengertian Rekam Medis menurut Pasal 1
huruf a Permenkes Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan tentang identitas
pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain pada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan.
Didalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan disebutkan
yang dibuat dalam rekam medis sekurang-kurangnya:
a.identitas pasien
b.data kesehatan
c.data persalinan
d.data bayi yang dilahirkan (panjang badan dan berat lahir)
e.tindakan dan obat yang diberikan.
4. Apabila Terjadi Keragu-raguan, Konsultasikan Kepada Senior Atau Dokter lain
Apabila seorang dokter mengalami keraguan dalam menangani pasiennya. Baik pada
tahap diagnosis maupun terapi atau perawatan, sebaiknya dokter tersebut mengkonsultasikan hal
tersebut kepada senior atau dokter, atau dengan kata lain kepada orang yang menurut dokter
tersebut memiliki pengetahuan yanglebih mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh dokter
dalam menangani pasiennya.
Hal ini perlu dilakukan, agar dokter jangan sampai melakukan kesalahan mengenai
tindakan apa yang harus dilakukannya dalam menangani pasiennya.
5. Menjalin Komunikasi Yang Baik Dengan Pasien, Keluarga Dan Masyarakat
Sekitarnya.
Seorang dokter dalam kesehariannya, hidup didalam lingkungan masyarakat. Biasanya
masyarakat inilah yang akan menjadi pasien atau klien dari dokter tersebut.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar bagi
seorang dokter adalah sangat penting. Kedudukan dokter dalam sistem pelayanan kesehatan tidak
saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi sering pula dokter menjadi semacam
tempat tumpahan permasalahan dari klien maupun keluarganya. Seorang wanita dalam keadaan
hamil, melahirkan ataupun pada masa nifas, seringkali mendapat gangguan pada emosinya atau
pada keadaan kesehatan mentalnya. Dalam keadaan seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan
segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun keluarga pada seseorang
yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah dokter, yang pada waktu-waktu
tersebut sangat dekat dengan klien. Oleh karena itu sangat penting untuk menjalin komunikasi
yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar agar ketika mendapat perawatan dari
dokter sang klien atau pasien merasa nyaman sehingga dapat memberi kepercayaan kepada
dokter untuk membantunya.
13
Perlunya informed consent dilatarbelakangi oleh hal-hal dibawah ini ( Sofwan Dahlan,
2000) :
- Tindakan medis merupakan upaya yang penuh dengan ketidak-pastian, dan hasilnyapun tidak
dapat diperhitungkan secara matematis.
- Hampir semua tindakan medis memiliki risiko, yang bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi.
- Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat ikutan yang sifatnya tidak menyenangkan
bagi pasien. Sebagai contoh, operasi pengangkatan rahim pasti akan diikuti oleh kemandulan.
- Semua risiko tersebut jika benar-benar terjadi akan ditanggung dan dirasakan sendiri oleh
pasien, sehingga sangatlah logis bila pasien sendirilah yang paling utama untuk dimintai
persetujuannya.
- Risiko yang terjadi ataupun akibat ikutannya sangat mungkin sulit atau bahkan tidak dapat
diperbaiki.
- Semakin kuatnya pengaruh pola hidup konsumerisme, walaupun harus diingat bahwa otonomi
pasien dibatasi oleh otonomi profesi.
Landasan Hukum
Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan informed
consent adalah :
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (pasal 45)
- Non- selective ( berlaku untuk semua tindakan medis)
- Harus didahului dengan penjelasan yang cukup sebagai landasan bagi pasien untuk
mengambil keputusan
- Dapat diberikan secara tertulis atau lisan ( dapat dengan ucapan ataupun anggukan
kepala).
- Untuk tindakan medis berisiko tinggi harus diberikan secara tertulis.
- Dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent, tetapi sesudah sadar wajib
diberitahu dan diminta persetujuan.
Landasan Etika
Landasan etika dari informed consent adalah 4 prinsip dasar moral, yaitu :
o Beneficence
o Non maleficence
o Autonomy
o Justice
Dalam hal ini informed consent adalah perwujudan dari prinsip autonomy
Tindakan medis apa saja yang memerlukan informed consent?
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan medis/kedokteran harus
mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah non-selective. Hanya disebutkan
bahwa tindakan medis yang berisiko tinggi harus mendapatkan informed consent secara tertulis (
written consent).
Pada keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak diperlukan informed
consent. Dalam konteks praktik dilapangan informed consent tetap merupakan hal yang penting,
namun tidak boleh menjadi penghalang bagi tindakan penyelamatan jiwa.
Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan oleh
dokter walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat :
a. Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis terapetik, bukan
eksperimental.
14
b. Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan
c. Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak untuk hidup normal,
sehat dan bermanfaat.
Kalau dari skenario dibutuhkan informed consent secara tertulis dan ditujukanuntuk
pihak sekolah dan orang tua
15
– Malfeasance: dokter melakukan sesuatu tindakan medis yang melanggar hukum/tidak tepat.
Misal: melakukan tindakan medis tanpa indikasi.
– Misfeasance: dokter sudah memilih tindakan medis yang tepat tetapi tidak melakukannya
dengan betul. Misal: melakukan tindakan medis tidak sesuai prosedur (SOP)
– Nonfeasance: Dokter tidak melakukan
tindakan medis yang sebenarnya itu adalah kewajibannya.
16
BAB I
Penutup
3.1 Kesimpulan
Malpraktek menurut Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956 dapat didefinsikan dengan, “kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di
lingkungan yang sama”.
Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,
perikatan yang terjadi di antara tenaga kesehatan dengan pasien merupakan suatu bentuk
persetujuan dari pasien sebelum tenaga kesehatan melakukan tindakan medis kepada pasien.
Tindakan medis tersebut yang mengandung resiko yang tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Adanya
suatu perikatan, diharapkan pasien atau keluarga pasien pun dapat lebih mengerti pada resiko
yang akan terjadi. Sehingga pada sekenario tersebut perlu adanya inform consent.
3.3 Lampiran
17