Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PLENARY DISCUSSION

BLOK ETIKA DAN HUKUM KEDOKTERA GIGI


SKENARIO 3

Disusun oleh :Kelompok Tutorial 5

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
Telp. (0274) 387656, Fax (0274) 387646
Website: www.umy.ac.id
Tutor : drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc
Ketua : - Ridho Kurnia (20150340096)
Sekretaris : - Ilham Armada Sandhy (20150340106)
- Febri Silviana (20150340122)
Anggota :
1. Retnaningtyas Pinastika (20150340082)
2. Sri Dwi Mutiara (20150340088)
3. Riska Fitri Febriyanti (20150340090)
4. Rifkia Rohmatul Hidayah (20150340094)
5. Ridho Kurnia (20150340096)
6. Zeny Putri Ayu (20150340098)
7. Wasis Edwin (20150340104)
8. Ilham Armada Sandhy (20150340106)
9. Dimas Setyanto (20150340110)
10.Dina Fitriyana Mayrizka (20150340114)
11.Febri Silviana (20150340122)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur para penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga para penulis dapat menyelesaikan makalah diskusi
tutorial yang berjudul “Laporan Diskusi Plenary Blok 8 Skenario In English”
sebagai pembahasan scenario diskusi yang telah diberikan. Shalawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Para penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu para penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, para penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, para penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual,
3. drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc selaku tutor kelompok 5,
4. Teman-teman seperjuangan,
5. Semua pihak yang membantu para penulis dalam pembuatan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung para penulis dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamin.
Yogyakarta, 26 Desember 2016

Tim Penyusun

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................4
Pendahuluan................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Maksud dan Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
Pembahasan................................................................................................................................................5
2.1 Skenario.......................................................................................................................................5
2.2 Analisis Skenario.........................................................................................................................5
2.3 Seven Jumps................................................................................................................................5
BAB III........................................................................................................................................................17
Penutup.....................................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................17
3.2 Daftar Pustaka...........................................................................................................................17
3.3 Lampiran....................................................................................................................................17

iii
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Blok 9 pada semester 3 dari kurikulum Blok PBL Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan Blok
Etika dan Hukum Kedokteran Gigi.
Secara umum, isi blok ini memuat Sumpah dan Etika Dokter Gigi, Hukum
Kesehatan dan Identifikasi Korban.
Blok Etika dan Hukum Kedokteran Gigi ini bertujuan dapat memahami dan
mengintegrasikan ilmu etika, disiplin dan hukum yang ada di negara Indonesia,
khususnya yang menyangkut bidang kesehatan dan penelitian. Kemudian, dapat
membagi aturan-aturan yang berlaku dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran sehingga dapat melakukan praktek kedokteran gigi secara
profesional. Serta, dapat memahami pola-pola aturan etika dalam profesi
kedokteran, disiplin kedokteran yang berdasarkan pada bidang keilmuan dan
aturan baku hukum yang mempunyai sanksi yang tegas.

1.2 Maksud dan Tujuan

1. Makalah ini ditulis sebagai pembahasan scenario diskusi blok 9 Scenario


3 agar tercapai pemahaman mahasiswa secara teori.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada scenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4
BAB II
Pembahasan

2.1 Skenario
One day there was a dental examination from the public health centre to Matahari
kindergarten school without confirmation. One of the student was diagnosed prolonged
retention on elemen 71and had to be extracted. He was in a good condition before the
extraction. The day after, he still felt a pain and their was an inflamation on the lower jaw.
The pain still occured one week after, so the public health centre referred to hospital. The
examination result showed there was an ameloblastoma that need a surgical procedure.
His family made a lawsuit over the incident, but the dentist felt had done nothing
wrong and has conducted correct procedures for medical treatment.

2.2 Analisis Skenario


 Ada pemeriksaan gigi dari puskesmas ke TK Matahari tanpa konfirmasi
 Dari pihak puskesmas mencabut gigi murid elemen 71 kemudian menimbulkan
ameloblastoma yang sebelumnya murid tersebut dalam keadaan baik
 Keluarga menuntut pihak puskesmas karena setelah pencabutan menimbulkan
ameloblastoma
 Pihak puskesmas merasa bahwa tindakan sudah sesuai dengan prosedur

2.3 Seven Jumps

2.3.1 Mengklarifikasi Istilah atau Konsep


 Prolonged retention = dicabut saat gigi permanen nya belum tumbuh, dan menimulkan
sakit yang berkepanjangan
 Ameloblastoma = tumor jaringan enamel yang tidak berdiferensiasi untuk membentuk
enamel, memiliki karakteristik tumbuh secara lambat dan terus menerus serta
menginfiltrasi jaringan sekitarnya
 Lawsuit = masalah yang berhubungan dengan hukum

2.3.1 Main Topik


Dari masalah dalam scenario ini dapat diketahui bahwa pokok masalah dari
scenario diatas adalah mengenai

2.3.2 Menetapkan Permasalahan


1. Apa definisi dan macam malpraktek?
2. Apa saja syarat dan kriteria malpraktek?
3. Apa saja pasal yang mengatur mengenai malpraktek? Dan bagaimanakah sanksinya?

5
4. Apakah dari skenario termasuk malpraktek? Jika benar mengapa? Dan bagaimanakah
cara membuktikannya?
5. Bagaimanakah pembelaan atas gugatan pada skenario tersebut?
6. Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab pada informed consent?
7. Bagaimanakah prosedur untuk pengaduan?
8. Bagaimana upaya untuk mencegah malpraktek?
9. Apa saja hal yang diperlukan informed consent?
10. Apakah pada skenario ameloblastoma termasuk bagian dari malpraktek?
11. Apakah hubungan kelalaian medis dan malpraktik?

2.3.3 Menganalisis masalah


1. Apa definisi dan macam malpraktek?
Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian malpraktek.
Masing-masing pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktek berasal dari “malpractice” yang pada
hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter.
b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad practice, atau praktek
buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan
profesi medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan “how to
practice the medical science and technology”, yang sangat erat hubungannya dengan sarana
kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang yang melaksanakan praktek. Maka Hermien
lebih cenderung untuk menggunakan istilah “maltreatment”.
c. Danny Wiradharma memandang malpraktekpakat untuk merumuskan penggunaan istilah
medical malpractice (malpaktek medik) sebagaimana disebutkan dibawah ini :
a. John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai “a form of
professional negligence in which measerable injury occurs to a plaintiff patient as the direct
result of an act or ommission by the defendant practitioner” (malpraktek medik merupakan
bentuk kelalaian profesi dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada
pasien yang mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter).
b. Black Law Dictionary merumuskan malpraktek sebagai “any professional misconduct,
unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiacry duties, evil practice, or illegal or
immoral conduct…” (perbuatan jahat dari seorang ahli, kekurangan dalam keterampilan yang
dibawah standar, atau tidak cermatnya seorag ahli dalam menjalankan kewajibannya secara
hokum, praktek yang jelek atau ilegal atau perbuatan yang tidak bermoral).
Dari beberapa pengertian tentang malpraktek medik diatas semua sarjana sepakat untuk
mengartikan malpraktek medik sebagai kesalahan tenaga kesehatan yang karena tidak
mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan standar profesinya
yang akhirnya mengakibatkan pasien terluka atau cacat atau bahkan meninggal dunia.
Dari berbagai pengertian mengenai malpraktek yang dikemukakan oleh beberapa sarjana
diatas, terlihat bahwa sebagian orang mengaitkan malpraktek medik sebagai malpraktek yang
dilakukan oleh dokter. Hal ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus yang muncul ke
permukaan atau yang diajukan ke pengadilan adalah kasus-kasus yang dilakukan oleh dokter.
Selain itu dalam berbagai literatur, permasalahan malpraktek ataupun permasalahan yang
berhubungan dengan kesehatan, yang dijadikan sebagai patokan adalah profesi dokter.

6
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk,
yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice),
ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan
yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan
yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang
dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau
norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek
perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek
administratif (administrative malpractice).
1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya
isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada
pasien.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat
melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna
dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi
beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan
kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga
kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.
Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya
kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa
loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang
harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang
dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang
bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka
seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.

7
Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi
ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban
yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal
tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak
menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
2) Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat
tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan
terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa
insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak
ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan
yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian
pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3) Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa
lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau
izinnya,menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.

2. Apa saja syarat dan kriteria malpraktek?


Syarat Kelalaian (4D)
• Duty (Duty Of Care)
– Kewajiban profesi
– Kewajiban akibat kontrak dengan pasien
• Dereliction / Breach Of Duty
– Pelanggaran kewajiban tsb
• Damages
– Cedera, mati atau kerugian
• Direct Causalship
– Hubungan sebab-akibat, setidaknya Proximate Cause
Malpraktek terdiri dari 4 (empat) unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa
malpraktek atau kelalaian telah terjadi yaitu:
1. Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Contoh : Perawat rumah
sakit bertanggungjawab untuk: a. Pengkajian yang actual bagi pasien yang ditugaskan untuk
memberikan asuhan keperawatan; b. Mengingat tanggungjawab asuhan keperawatan
professional untuk mengubah kondisi klien; 15 M. Jusuf Hanafiah, 1999, Etika Kedokteran dan

8
Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, h. 88 c. Kompeten melaksanakan
cara-cara yang aman untuk klien.
2. Tidak melaksanakan kewajiban (Breach of the duty) : pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya. Contoh: a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti
tingkat kesadaran pada saat masuk; b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit; c. Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara-
cara pengamanan yang tepat (pengaman tempat tidur, restrain, dll).
3. Sebab-akibat (Proximate caused): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau
terkait dengan cedera yang dialami klien. Contoh: Cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal
menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan mengakibatkan
fraktur.
4. Cedera (Injury) :sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum

3. Apa saja pasal yang mengatur mengenai malpraktek? Dan bagaimanakah


sanksinya?
Keterikatan dokter terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya
merupakan tanggungjawab hukum yang harus dipenuhi dokter salah satunya adalah
pertanggungjawan hukum pidana terhadap dokter diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yaitu dalam Pasal 90, Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan (2) serta Pasal 361 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.
Salah satunya Pasal 360 KUHP menyebutkan :
1. Barangsiapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya satu tahun.
2. Barang siapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu
menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara,
dipidana dengan pidana penjara selamalamanya Sembilan bulan atau pidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya enam bulan atau pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima
ratus rupiah. Jika berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas, jika diterapkan pada kasus. Malpraktek
yang dilakukan oleh dokter, ada 3 unsur yang menonjol yaitu :
1. Dokter telah melakukan kesalahan dalam melaksanakan profesinya
2. Tindakan dokter tersebut dilakukan karena kealpaan atau kelalaian
3. Kesalahan tersebut akibat dokter tidak mempergunakan ilmu penegtahuan dan tingkat
keterampilan yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar profesi
4. Adanya suatu akibat yang fatal yaitu meninggalnya pasien atau pasien menderita luka berat.

4. Apakah dari skenario termasuk malpraktek? Jika benar mengapa? Dan


bagaimanakah cara membuktikannya?
Berdasarkan scenario tindakan yang dilakukan dokter termasuk malpraktik, tergolong
dalam Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), disebabkan melakukan tindakan
yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.

Cara pembuktian :

9
A. Criminal Malpractice
Pada criminal malpractice pembuktiannya didasarkan atas dipenuhi tidaknya unsur pidana,
sehingga karenanya tergantung dari jenis criminal malpractice yang dituduhkan sehingga
karenanya tergantung dari jenis criminal malpractice yang dituduhkan.Dalam hal dokter dituduh
melakukan kealpaan sehingga pasien yang ditangani meninggal dunia, menderita luka berat atau
luka sedang, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan yang salah yang
dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati. Jika terbukti bersalah maka
dokter dapat dipidana sesuai jenis tindak pidana yang dilakukannya

B. Civil Malpractice
Pada civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara langsung
dan tidak langsung:
a. Secara Langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni:
1) Duty
artinya tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh dokter. dokter memiliki kewajiban-kewajiban
yang muncul asli karena kedokterannya dan juga dokter memiliki kewajiban akibat dari adanya
hubungan dokter dan pasien yaitu kontrak terapetik,
2) Derilection of duty
artinya dokter menelantarkan tugas yang dibebankan pada pundaknya. Kewajiban atau tugas
tersebut tidak dilaksanakan oleh dokter, padahal dokter harus menyerahkan
prestasinya kepada pasien,
3) Damage
artinya kerusakan yang terjadi pada pasien. Kerusakan pada pasien diartikan sebagai adanya
kejadian tidak diinginkan. Kejadian tidak diinginkan tersebut ada menimbulkan kecurigaan
adanya malapraktek
4) Direct causation
artinya hubungan langsung antara Derilection of duty dan Damage yaitu adanya penelantaran
kewajiban yang dilakukan oleh dokter secara langsung mengakibatkan adanya
kerusakan

A. Cara tidak langsung


Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa
loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataanlain tidak ada
contributory negligence.

5. Bagaimanakah pembelaan atas gugatan pada skenario tersebut?

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan
pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.

10
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga
kesehatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada,
misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan
risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-
unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya
paksa.

6. Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab pada informed consent?


Yang bertanggungjawab terhadap informed consent adalah:
- Pasien itu sendiri (jika sudah diatas 18 tahun)
- Jika pasien masih dibawah umur, yang bertanggungjawab bisa orangtua ataupun
keluarga/kerabat yang mewakilkan.

7. Bagaimanakah prosedur untuk pengaduan?


A. keterangan atau informasi dalam pengaduan harus memuat:
1) identitas pengadu, meliputi:
a) nama lengkap;
b) alamat lengkap;
c) nomor kontak (telepon, faksimili, atau email yang dapat dihubungi jika ada); dan
d) kedudukan (hubungan dengan pasien);
2) identitas pasien, meliputi:
a) nama lengkap;
b) tanggal lahir (usia);
c) alamat lengkap; dan
d) jenis kelamin;
3) nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan,meliputi:
a) nama dokter atau dokter gigi yang diadukan;
b) STR dan/atau SIP dokter atau dokter gigi yang diadukan ; dan
c) alamat lengkap tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan;
4) waktu tindakan dilakukan;
5) alasan pengaduan (kronologis peristiwa yang diadukan);
6) nama saksi-saksi dan keterlibatannya (iika ada);

B. Pengaduan dilakukan secara tertulis dan bila tidak mampu mengadukan secara tertulis
dapat mengadukan secara lisan yang dilakukan di kantor MKDKI I MKDKI-P; dan

C. Belum pernah diadukan dan/atau diperiksa oleh Dinas Kesehatan Provinsi bagi
peristiwa yang diadukan yang terjadi pad a masa peralihan sebelum terbentuknya
MKDKI dan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada tanggal 6 Oktober 2004.

11
Pengaduan disampaikan kepada Ketua MKDKI/ MKDKI-P.Untuk memudahkan pengadu
dalam menyampaikan pengaduan kepada Ketua MKDKI/MKDKI-P, format pengaduan
disediakan oleh MKDKI/ MKDKI-P.

8. Bagaimana upaya untuk mencegah malpraktek?


1. Tidak Menjanjikan Atau Memberi Garansi Akan Keberhasilan Upayanya
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja
mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan dokter tersebut
dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil yang
datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja mengharapkan agar
dokter tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan
untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.
Dalam hal ini, dokter sebaiknya tidak menjanjikan atau memberi garansi bahwa upaya
yang akan dilakukannya akan seratus persen berhasil. Hal ini karena upaya yang dilakukan
dokter dalam perawatan pasiennya termasuk dalam perjanjian upaya
(inspanningsverbintenis) dan bukan perjanjian yang bersifat resultaatverbintenis.
Yang dimaksud dengan inspanningsverbintenis atau perjanjian upaya adalah kedua belah
pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang
diperjanjikan. Sedangkan yang dimaksud dengan Resultaatverbintenis adalah suatu
perjanjian bahwa pihak yang berjanji kan memberikan suatu Resultaat, yaitu suatu hasil yang
nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
2. Sebelum Melakukan Tindakan Medis Agar Selalu Dilakukan Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent). Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya (bagi bayi,anak
dibawah umur dan kloien/pasien yang tidak sadar) kepada dokter untuk melakukan tindakan
sesuai dengan kebutuhan.
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) adalah suatu proses bukan suatu
formulir atau selembar kertas. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) adalah suatu
dialog antara dokter dengan pasien atau walinya yang didasari akal dan pikiran yang sehat
dengan suatu acara birokratisasi yakni penandatanganan suatu formulir atauselembar kertas
yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien atau walinya telah
terjadi.
Hal-hal yang perlu disampaikan dalam informed consent adalah:
a.maksud dan tujuan tindakan medik tersebut
b.risiko yang melekat pada tindakan medik tersebut
c.kemungkinan timbulnya efek samping
d.alternatif lain tindakan medik tersebut
e.kemungkinan-kemungkinan (sebagai konsekuensi) yang terjadi bila tindakan medik itu
tidak dilakukan.
Leenen menyatakan bahwa Standar Profesi Medis dan informed consent merupakan dua
hal pokok yang harus dipenuhi, untuk menhilangkan sifat bertentangan dengan hukum
terhadap suatu tindakan atau perbuatan medik.
Akan tetapi, bukan berarti dengan adanya informed consent, seorang dokter dapat
memperlakukan pasien dengan seenaknya. Walaupun sudah ada informed consent dari pasien
atau walinya, apabila terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek negatif kepada pasien,
misalnya pasien menjadi cacat atau bahkan meninggal, sang dokter tetap dapat dituntut

12
secara pidana. Yaitu apabila dalam pelaksanaan tindakan medik tersebut dilaksanakan tidak
sesuai dengan Standar Profesi kedokteran.
Pengaturan mengenai persetujuan tindakan medik (informed consent) ini diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.585/MENKES/Per/IX/1989.
3. Mencatat Semua Tindakan Yang Dilakukan Dalam Rekam Medis
Pengaturan mengenai Rekam Medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.749a/MENKES/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Record
(selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis). Pengertian Rekam Medis menurut Pasal 1
huruf a Permenkes Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan tentang identitas
pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain pada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan.
Didalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan disebutkan
yang dibuat dalam rekam medis sekurang-kurangnya:
a.identitas pasien
b.data kesehatan
c.data persalinan
d.data bayi yang dilahirkan (panjang badan dan berat lahir)
e.tindakan dan obat yang diberikan.
4. Apabila Terjadi Keragu-raguan, Konsultasikan Kepada Senior Atau Dokter lain
Apabila seorang dokter mengalami keraguan dalam menangani pasiennya. Baik pada
tahap diagnosis maupun terapi atau perawatan, sebaiknya dokter tersebut mengkonsultasikan hal
tersebut kepada senior atau dokter, atau dengan kata lain kepada orang yang menurut dokter
tersebut memiliki pengetahuan yanglebih mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh dokter
dalam menangani pasiennya.
Hal ini perlu dilakukan, agar dokter jangan sampai melakukan kesalahan mengenai
tindakan apa yang harus dilakukannya dalam menangani pasiennya.
5. Menjalin Komunikasi Yang Baik Dengan Pasien, Keluarga Dan Masyarakat
Sekitarnya.
Seorang dokter dalam kesehariannya, hidup didalam lingkungan masyarakat. Biasanya
masyarakat inilah yang akan menjadi pasien atau klien dari dokter tersebut.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar bagi
seorang dokter adalah sangat penting. Kedudukan dokter dalam sistem pelayanan kesehatan tidak
saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi sering pula dokter menjadi semacam
tempat tumpahan permasalahan dari klien maupun keluarganya. Seorang wanita dalam keadaan
hamil, melahirkan ataupun pada masa nifas, seringkali mendapat gangguan pada emosinya atau
pada keadaan kesehatan mentalnya. Dalam keadaan seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan
segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun keluarga pada seseorang
yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah dokter, yang pada waktu-waktu
tersebut sangat dekat dengan klien. Oleh karena itu sangat penting untuk menjalin komunikasi
yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar agar ketika mendapat perawatan dari
dokter sang klien atau pasien merasa nyaman sehingga dapat memberi kepercayaan kepada
dokter untuk membantunya.

9. Apa saja hal yang diperlukan informed consent?

13
Perlunya informed consent dilatarbelakangi oleh hal-hal dibawah ini ( Sofwan Dahlan,
2000) :
- Tindakan medis merupakan upaya yang penuh dengan ketidak-pastian, dan hasilnyapun tidak
dapat diperhitungkan secara matematis.
- Hampir semua tindakan medis memiliki risiko, yang bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi.
- Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat ikutan yang sifatnya tidak menyenangkan
bagi pasien. Sebagai contoh, operasi pengangkatan rahim pasti akan diikuti oleh kemandulan.
- Semua risiko tersebut jika benar-benar terjadi akan ditanggung dan dirasakan sendiri oleh
pasien, sehingga sangatlah logis bila pasien sendirilah yang paling utama untuk dimintai
persetujuannya.
- Risiko yang terjadi ataupun akibat ikutannya sangat mungkin sulit atau bahkan tidak dapat
diperbaiki.
- Semakin kuatnya pengaruh pola hidup konsumerisme, walaupun harus diingat bahwa otonomi
pasien dibatasi oleh otonomi profesi.
Landasan Hukum
Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan informed
consent adalah :
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (pasal 45)
- Non- selective ( berlaku untuk semua tindakan medis)
- Harus didahului dengan penjelasan yang cukup sebagai landasan bagi pasien untuk
mengambil keputusan
- Dapat diberikan secara tertulis atau lisan ( dapat dengan ucapan ataupun anggukan
kepala).
- Untuk tindakan medis berisiko tinggi harus diberikan secara tertulis.
- Dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent, tetapi sesudah sadar wajib
diberitahu dan diminta persetujuan.
Landasan Etika
Landasan etika dari informed consent adalah 4 prinsip dasar moral, yaitu :
o Beneficence
o Non maleficence
o Autonomy
o Justice
Dalam hal ini informed consent adalah perwujudan dari prinsip autonomy
Tindakan medis apa saja yang memerlukan informed consent?
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan medis/kedokteran harus
mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah non-selective. Hanya disebutkan
bahwa tindakan medis yang berisiko tinggi harus mendapatkan informed consent secara tertulis (
written consent).
Pada keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak diperlukan informed
consent. Dalam konteks praktik dilapangan informed consent tetap merupakan hal yang penting,
namun tidak boleh menjadi penghalang bagi tindakan penyelamatan jiwa.
Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan oleh
dokter walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat :
a. Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis terapetik, bukan
eksperimental.

14
b. Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan
c. Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak untuk hidup normal,
sehat dan bermanfaat.
Kalau dari skenario dibutuhkan informed consent secara tertulis dan ditujukanuntuk
pihak sekolah dan orang tua

10. Apakah pada skenario ameloblastoma termasuk bagian dari malpraktek?


Ameloblastoma merupakan suatu tumor epithelial odontogenik yang berasal dari jaringan
pembentuk gigi, bersifat jinak, tumbuh lambat, penyebarannya local invasive dan destruktif serta
mengadakan proliferasi kedalam stroma jaringan ikat. Tumor ini mempunyai kecenderungan
untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak memadai. Sifat yang mudah kambuh dan
penyebarannya yang ekspansif dan infiltrative ini memberikan kesan ganas dan oleh karena sifat
penyebarannya maupun kekambuhannya local maka tumor ini sering disebut sebagai locally
malignancy.1
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli
mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan
atau iritasi local dalam rongga mulut.2,3
Patogenesis dari tumor ini, melihat hubungan dengan jaringan pembentuk gigi atau sel-sel
yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu rangsangan yang memulai terjadinya
proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk ameloblastoma belum diketahui.4,5
Shafer dkk.2 mengemukakan kemungkinan ameloblastoma berasal dari sumber-sumber sisa
sel organ enamel (hertwig’ssheat, epitel rest ofmallassez), gangguan pertumbuhan organ enamel,
epitel dinding kista odontogenik terutama kista dentigerous dan sel epitel basal permukaan
rongga mulut2.
Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak dijumpai pada usia
dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi predileksi pada golongan penderita
kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun maksila, paling sering pada
mandibula sekitar 81% - 98%, predileksi di daerah mandibula 60% terjadi di regio molar dan
ramus, 15% regio premolar, dan 10% regio simfisis.
Hubungan antara ameloblastoma dengan malpraktek adalah:
Sesuai dengan defines ameloblastoma diatas, yaitu merupakan tumor yang berasal dari
jaringan epitel embryonal yang harusnya berdiferensiasi menjadi enamel gigi. Pertumbuhannya
biasanya lambat dan jarang menyebar ke tempat lain. Jadi, ameloblastoma ini adalah kelainan
perkembangan sel dan jaringan, lalu menjadi tumor, mungkin sudah berlangsung bertahun-tahun
sejak lama, namun tidak disadari karena pertumbuhannya yang lambat dan kecil, dan sering kali
tidak bergejala, serta termasuk akibat yang tidak diramalkan dari pencabutan gigi, atau dalam hal
ini malpraktek.
Sumber : Shafer GS, Hine MR, Levy BM. A text book of oral pathology, 4thed. Philadelphia:
WB Sauders Co; 1983.p.276-85.

11. Apakah hubungan kelalaian medis dan malpraktik?


Kelalaian medis adalah bagian dari malpraktik. Tetapi malpraktik tidak selalu
terdapat unsur kelalaian medik, karna kelalaian biasanya adalah ketidaksengajaan. Sedangkan
malpraktik cakupannya lebih luas seperti terdapat unsur tindakan yang dilakukan dengan
sengaja(dolus).
Kelalaian terdapat 3 macam yaitu:

15
– Malfeasance: dokter melakukan sesuatu tindakan medis yang melanggar hukum/tidak tepat.
Misal: melakukan tindakan medis tanpa indikasi.
– Misfeasance: dokter sudah memilih tindakan medis yang tepat tetapi tidak melakukannya
dengan betul. Misal: melakukan tindakan medis tidak sesuai prosedur (SOP)
– Nonfeasance: Dokter tidak melakukan
tindakan medis yang sebenarnya itu adalah kewajibannya.

16
BAB I

Penutup

3.1 Kesimpulan
Malpraktek menurut Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956 dapat didefinsikan dengan, “kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di
lingkungan yang sama”.
Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,
perikatan yang terjadi di antara tenaga kesehatan dengan pasien merupakan suatu bentuk
persetujuan dari pasien sebelum tenaga kesehatan melakukan tindakan medis kepada pasien.
Tindakan medis tersebut yang mengandung resiko yang tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Adanya
suatu perikatan, diharapkan pasien atau keluarga pasien pun dapat lebih mengerti pada resiko
yang akan terjadi. Sehingga pada sekenario tersebut perlu adanya inform consent.

3.2 Daftar Pustaka

http://eprints.ung.ac. id/848/6/2013-2-74201- 271409147-bab2-09012014072152. pdf


Shafer GS, Hine MR, Levy BM. A text book of oral pathology, 4thed. Philadelphia: WB Sauders
Co; 1983.p.276-85
Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
Guwandi J, ( 2004). Medical Law, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum Kesehatan, Rambu-rambu bagi profesi dokter, Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

3.3 Lampiran

1. Jurnal “Dental Malpractice: De Facto et De Iure”


2.

17

Anda mungkin juga menyukai