Anda di halaman 1dari 37

1

MAKALAH ETIKA DAN PROFESI KEPERAWATAN


KONSEP DILEMA ETIK

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Fathra Annis Nauli, M.Kep, Sp.Kep.J

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Dwi Oktiviani 2011165360
Hilda Pratiwi 2011165358
Huriyah Isty 2011165366
Laras Sati 2011165355
Muhamad Edo Karefo 2011165251
Patri Cia Yeremia 2011165348
Renika Simamora 2011165363
T. Hidayu Marizal 2011165351

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dilema Etik” dengan baik tanpa
ada halangan yang berarti.

Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas tutor pada mata
kuliah Etika dan Profesi Kesehatan. Kesempatan ini penulis sampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan makalah ini.

Penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan


makalah ini, untuk itu kritik dan saran akan sangat berharga untuk penulis dalam
memperbaiki penulisan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
setiap usaha kita, Amin.

Pekanbaru, 3 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Pembelajaran..........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Istilah................................................................................................4
2.2 Identifikasi Masalah...........................................................................................4
2.3 Analisis Masalah................................................................................................4
2.4 Mind Map...........................................................................................................6
2.5 Learning Objective.............................................................................................6
2.5.1 Definisi Dilema Etik...........................................................................................7
2.5.2 Prinsip-prinsip Etik Keperawatan.......................................................................7
2.5.3 Hak-hak Pasien...................................................................................................9
2.5.4 Penatalaksanaan/Pemecahan Dilema Etik........................................................12
2.5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dilema Etik bagi Perawat.........................20
2.5.6 Permasalahan Etika Keperawatan dalam Dilema Etik......................................21
2.5.7 Aspek Legal Praktik Keperawatan...................................................................22
2.5.8 Isu Etika...........................................................................................................25

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................28
3.2 Saran................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dilema etik merupakan hal yang kerap dialami oleh perawat dalam
praktik keperawatan sehari-hari. Sebab perawat dianggap bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi masalah pasien, membuat keputusan klinis dan
mengevaluasi efek klinis dari pengobatan (Villa, 2012 dalam Nilawati 2019).
Ketika memecahkan masalah etika kita perlu membuat pilihan atas dasar
keyakinan dan perasaan baik secara fundamental ataupun hak kita. Konsep
dilema etika digunakan untuk merujuk kepada keadaan ketika sebuah pilihan
harus dibuat antara dua alternatif sama-sama memuaskan. Tindakan
keperawatan melibatkan pilihan etis dan nilai moral yang memberikan
bimbingan pada praktik keperawatan yang digambarkan berhubungan dengan
rasa kepedulian, belas kasih dan penghormatan terhadap martabat manusia
(Knutson, 2012).
Agar mampu mengambil keputusan yang tepat meski dilanda oleh
dilema etik, perawat tentunya perlu mengetahui konsep dari dilema etik itu
sendiri, maka penulis pun tertarik untuk menyusun makalah tentang “Konsep
Dilema Etik”.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa definisi dari dilema etik?
2) Apa sajakah prinsip-prinsip etik keperawatan?
3) Apa sajakah hak-hak pasien?
4) Bagaimanakah penatalaksanaan/pemecahan masalah dilema etik?
5) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dilema etik bagi perawat?
6) Apa saja permasalahan etika keperawatan yang terjadi dalam dilema
etik?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1) Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang konsep dilema
etik.
2) Tujuan khusus
a) Mampu memahami definisi dilema etik
b) Mampu memahami prinsip-prinsip etik keperawatan
c) Mampu memahami hak-hak pasien
d) Mampu memahami penatalaksanaan/pemecahan masalah dilema etik
e) Mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi dilema etik
bagi perawat?
f) Mampu memahami permasalahan etika keperawatan yang terjadi
dalam dilema etik

1.4 Manfaat Penulisan


1) Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan
dan pembelajaran tentang Konsep Dilema Etik.
2) Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan
untuk menunjang proses pembelajaran.
BAB 2
PEMBAHASAN

SKENARIO
Apa yang sebaiknya Saya lakukan....??
Seorang pasien Tn. A usia 38 tahun masuk UGD RS X menderita sariawan
sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-
angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya turun
dan telah turun 10 kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir
truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang,
kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Dokter menyuruh pasien untuk diopname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas dan memberikan advice kepada
perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel
darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat
tersebut untuk segera memberitahu penyakitnya setelah didapatkan hasil
pemeriksaan. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit HIV/AIDS.
Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter
yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat
menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan
bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak
memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan
frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik di mana satu sisi dia harus
memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak
pasien untuk mendapatkan informasi. Tetapi secara kode etik standard praktik
keperawatan dan profesi, perawat tersebut tetap harus merahasiakan dengan
menjalankan prinsip etik sesuai dengan kasus tersebut.
2.1 Klasifikasi Istilah

1) Sariawan merupakan suatu luka kecil dangkal di dalam mulut atau di


dasar gusi.
2) Opname merupakan perawatan terhadap pasien yang dilakukan secara
rawat inap.
3) Advice diangkat dari bahasa Inggris yang berarti saran atau nasehat.
4) HIV/AIDS; HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh yang selanjutnya melemahkan
kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada
tahap infeksi akhir.
5) Dilema etik adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang di mana ia
harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk
dilakukannya.
6) Frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang
disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan.

2.2 Identifikasi Masalah

1) Apa yang mendasari dokter memberikan advice kepada perawat untuk


melakukan tes laboratorium terhadap pasien?
2) Hasil laboratorium seperti apa yang menunjukkan indikator positif
terhadap penyakit HIV/AIDS?
3) Prinsip etik apa yang dilanggar dalam skenario tersebut?
2.3 Analisis Masalah

1) Hal yang mendasari dilakukannya pemeriksaan laboratorium terhadap


pasien tersebut yaitu dokter mencurigai adanya tanda dan gejala penyakit
HIV/AIDS pada diri pasien, seperti sariawan, penurunan berat badan
yang drastis, badan terlihat kurus, serta pekerjaan pasien sebagai sopir
yang sering keluar kota.
2) Hasil laboratorium untuk HIV/AIDS dinyatakan normal atau negatif jika:
a) Tidak ditemukan antibodi HIV di dalam darah pasien
b) Tes PCR tidak mendeteksi RNA atau DNA HIV

Hasil laboratorium untuk HIV/AIDS dinyatakan abnormal atau positif


jika:

a) Ditemukan antibodi HIV di dalam darah pasien


b) Tes PCR mendeteksi keberadaan materi genetik HIV (RNA atau
DNA)
3) Kode etik yang mungkin dapat dilanggar dalam kasus tersebut yakni
prinsip moral berupa autonomy (otonomi), veracity (kejujuran), fielity
(menepati janji), dan confidentiality (kerahasiaan).
2.4 Mind Map
2.5 Learning Objective

Topik pembahasan: Konsep Dilema Etik

1) Definisi dilema etik


2) Prinsip-prinsip etik
3) Hak-hak pasien
4) Penatalaksanaan/pemecahan dilema etik
5) Faktor-faktor yang mempengaruhi dilema etik bagi perawat
6) Permasalahan etika keperawatan dalam dilema etik

2.5.1 Definisi Dilema Etik

Dilema etik adalah kondisi yang mengharuskan perawat untuk


melakukan analisa, menepis, melakukan sintesa dan menentukan
keputusan terbaik bagi pasien. Dilema etik menempatkan perawat
pada kondisi dimana dia harus menimbang, memilah dan menapis
pilihan keputusan yang menjadi sulit diputuskan jika kedua pilihan
tidak ada yang benar-benar baik ataupun keduanya sama sama baik
berdasarkan prinsip etis (Fjetland, 2009 dalam Rosa, 2016).

Menurut Thompson & Thompson (1985) dalam Ngesti (2016)


dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang
memuaskan dan yang tidak memuaskan sebanding.

Dilema etik adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang


dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang
tepat dilakukan (Dalami dkk, 2015).
2.5.2 Prinsip-prinsip Etik Keperawatan
Menurut Dalami dkk (2015) prinsip- prinsip etik terdiri dari:
1. Otonomy (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan
sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktik profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak- hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience artinya hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik
bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencehag bahaya bagi
klien.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dinutuhkan untuk tercapainya sesuatu
yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-
prinsip moral, legal dan kemanusian. Nilai ini direfleksikan dalam
praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Non maleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera
fisik dan psikologis selama perawat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dan keluarga.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan utuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6. Menepati Janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai
janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan
menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan, mencegah penyakit.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang
klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat
dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien
dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar are
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali.

2.5.3 Hak-hak Pasien

Menurut Ngesti (2016), berikut hak-hak pasien di rumah sakit:


1) Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit, pelayanan yang
manusiawi, adil dan jujur;
2) Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi;
3) Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar
profesi keperawatan;
4) Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah
sakit; dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari
pihak luar;
5) Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang
terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap
penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat;
“privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya; mendapat informasi yang meliputi: penyakit yang
diderita, tindakan medik yang hendak dilakukan, alternatif terapi,
prognosa, perkiraan biaya, pengobatan;
6) Pasien berhak menyetujui/memberikan ijin atas tindakan yang
akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya;
7) Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya;
8) Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
9) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak menggangu pasien lainnya;
10) Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit;
11) Pasien berhak mengajukan usul, saran dan perbaikan atas
perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
12) Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual.

Menurut UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran


dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien
mempunyai hak :

a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d) menolak tindakan medis; dan
e) mendapatkan isi rekam medis. (Republik Indonesia, 2004)
Menurut UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, dalam
Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a) Mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang
tindakan Keperawatan yang akan dilakukan;
b) Meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan
lainnya;
c) Mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik,
standar Pelayanan Keperawatan, standar prolesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d) Memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang
akan diterimanya; dan
e) Memperoleh keterjagaan kesehatannya.

Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 38 huruf e dilakukan atas dasar :

a) Kepentingan kesehatan Klien;

b) Pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka


penegakan hukum;

c) Persetujuan Klien sendiri;

d) Kepentingan pendidikan dan penelitian; dan


e) Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam
Peraturan Menteri. (Republik Indonesia, 2014).

2.5.4 Penatalaksanaan/Pemecahan Dilema Etik


Menurut yang terdapat di dalam Rosa (2016) model dalam
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
a. Model berpusat pada pasien
Pengambilan keputusan berdasarkan model ini
mengambarkan tanggungjawab perawat kepada pasien/keluarga.
Ketika pasien benar dan terjadi konflik dengan dokter dan
lembaga. Perawat melihat mereka sendiri sebagai penasehat untuk
pasien dan melindungi otonomi pasien. Model pengambilan
keputusan berpusat pasien mereflesikan tanggung jawab perawat
atas sikap dokter atau pemegang otoritas (Murphy, dkk 1984 &
MCElmurry, dkk 1985).
b. Model berpusat pada dokter
Pengambilan keputusan berdasarkan model ini
mengambarkan tanggungjawab sikap dokter atau wewenang, atau
komunitas kesehatan. Perawat mengikuti model ini mereka
sendiri melihat yang bertanggungjawab hanya dokter dan
mempersepsikan bahwa tugas penting mereka adalah menjaga
kepercayaan dalam hubungan dokter-pasien.
c. Model berpusat pada birokrasi
Pengambilan keputusan berdasarkan model ini
mengambarkan tanggungjawab wewenang dari rumahsakit atau
sistem lembaga bahwa memperkerjakan perawat. Perawat
seharusnya mengikuti perintah, aturan, atau kebijakan dari
institusi dan tidak ada penyebab masalah dalam institusi.
Model yang berpusat pada birokrasi keputusan yang
diambil bedasarkan model yang berpusat pada birokrasi
mereflesikan tanggung jawab perawat kepada otoritas rumah sakit
atau sistem institusi tempat perawat bekerja. Perawat berpendapat
bahwa untuk mengikuti instruksi, peran, atau kebijakan institusi
sebaiknya tidak membuat permasalahan dalam institusi (Murphy,
dkk 1984 & MCElmurry, dkk 1985).
Ada juga beberapa model pengambilan keputusan etik dapat
disampaikan sebagai berikut (dikutip dari Sumijatun, 2009)
a. Thompson (1985)
1) Review situasi dan kondisi permasalahan kesehatan yang ada,
kebutuhan keputusan, komponen etik dan seseorang yang
dianggap sebagai kunci.
2) Mengumpulkan informasi awal untuk mengklarifikasi situasi
3) Identifikasi situasi dan isu etik yang ada.
4) Kejelasan posisi individu dan kedudukan moral professional.
5) Identifikasi posisi moral dan individu yang dianggap sebagai
kunci.
6) Identifikasi konflik nilai yang ada.
7) Menentukan siapa yang akan mengambil keputusan.
8) Identifikasi langkah kegiatan dengan mengantisipasi dampak
yang akan muncul.
9) Menentukan waktu yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan dan kapan harus selesai.
10) Evaluasi atau review keputusan/kegiatan yang telah
dilakukan
b. Cassells dan Readman (1989)
1) Identifikasi aspek moral pada asuhan keperawatan
2) Mengumpulkan fakta yang relevan dengan isu moral yang
ada
3) Klarifikasi dan aplikasi dari nilai yang dianut
4) Memahami prinsip dan teori etika keperawatan seperti
otonomi, kejujuran, dll
5) Menggunakan sumber-sumber interdisiplin yang ada seperti
keluarga, literature, konsultan, dsb
6) Usulan kegiatan yang akan dilakukan
7) Mengaplikasikan kode etik keperawatan sebagai panduan
kegiatan.
8) Memilih dan mengimplementasikan kegiatan.
9) Berpartisipasi aktif dalam isu pemecahan masalah.
10) Mengaplikasikan praktik keperawatan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
11) Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan.
c. Menurut Kozier, dkk (1997).
Secara garis besar perawat profesional harus bertanggung
jawab dalam meningkatkan kemampuan dirinya untuk dapat
mengambil keputusan dengan baik, pendidikan berkelanjutan
merupakan alternatif yang perlu dipahami. Beberapa komponen
yang penting dalam pengambilan keputusan adalah :
1) Fakta dan situasi spesifik
2) Prinsip dan teori etika keperawatan
3) Kode etik keperawatan
4) Sesuai untuk pasien
5) Nilai yang dianut
6) Faktor dan atribut terkait seperti nilai, kultur, harapan, derajat
komitmen, penggunaan waktu, kurangnya pengalaman,
ketidak tahuan atau kecemasan terhadap hukum dan adanya
loyalitas terhadap konflik.
d. Menurut Jones RA dan Beck SE (1996).
Pembuatan keputusan etis merupakan proses moral yang
melibatkan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi situasi etika (sensitifitas moral)
2) Kesadaran dan analisis dari informasi yang relevan
menggunakan kesadaran sebagai pemandu (refleksi moral)
3) Membangun pandangan tentang nilai moral (perspektif
moral)
4) Kesadaran dan pemahaman dari perbedaan perspektif oleh
orang-orang yang terlihat dalam kasus.
e. Menurut Potter dan Perry (2005).
Setiap situasi dan permasalahan yang ada dapat
dikembangkan dengan mengacu pada pendekatan proses
keperawatan. Hal terbaik yang harus dilakukan perawat adalah
mendiskusikan dan membantu mengatasi dilema etis dengan
mempertimbangkan seluruh informasi yang relevan, adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan bahwa
semua orang mempunyai maksud yang baik untuk
menyelesaikan masalah yang ada
2) Mengidentifikasi semua orang penting, menganggap bahwa
semua orang yang terlihat dalam proses pengambilan
keputusan merupakan orang penting dan perlu didengar
pendapatnya
3) Mengumpulkan informasi yang relevan. Informasi yang
relevan meliputi data tentang pilihan klien, sistem keluarga,
diagnosa dan prognosa medis, pertimbangan sosial dan
dukungan lingkungan.
4) Mengidentifikasi prinsip etis yang penting
5) Mengusulkan tindakan alternative.
6) Melakukan tindakan terpilih.

Berikut contoh pemecahan masalah etika dalam keperawatan


menurut teori Kozier :

Contoh Kasus

Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal


dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi
dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan
menyebabkan robekan di kepala.  laki-laki  tersebut mengalami nyeri
abdomen dan tulang  dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat
lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri
bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien
tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik.
Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-
sengal sehingga mutlak membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar
diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari
saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan
mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk
mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan
pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan
lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr
spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis
morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang
ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang
ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang
berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus
dilakukan?.

Pemecahan Kasus Dilema Etik

1. Mengembangkan data dasar :


 Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari
lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang
dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui :
a. Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang
terlibat meliputi : Klien, keluarga dokter, dan perawat.
b. Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti
keinginan keluarga untuk melepas alat bantu nafas atau
juga untuk memberikan penambahan dosis morphin.
c. Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri
klien dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.
d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti
keluarga untuk melepas alat bantu nafas dan tidak diberikan
penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan
perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan
apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD
mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :


Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah
mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan
dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta
penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan
nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu
apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien
agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a. Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian
morphin dapat mempercepat kematian klien yang berarti
melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience
b.  Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran
hak klien yang dapat melanggar nilai autonomy.

3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan


dan konsekuensi tindakan tersebut
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis
obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen   
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
3) Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin
4) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
5) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan
nasibnya sendiri
6) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk
manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian pasien
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya
(meningkatkan ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak
terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun
tidak sering dan apabila diperlukan.
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri
sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit
dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam
proses berdukanya
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
3) Keluarga tidak menginginkan  dilakuakn euthanasia terhadap
pasien
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan,
karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin
penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan
klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan
dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan
keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat
selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan
keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri,
kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen
nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka
keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


a. Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai
b. Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan
ambang nyeri
c. Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien
d. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan keyakinannya
e. Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang
adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi
f. Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko
dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter
perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan /
paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu
dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi,
pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem
berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila
terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak
efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan
dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.
2.5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dilema Etik bagi Perawat

Menurut Ngesti (2016), ada berbagai faktor yang


mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan etis, yaitu:
1) Faktor Agama dan Adat-Istiadat
Berbagai latar belakang adat istiadat merupakan faktor
utama dalam membuat keputusan etis.Setiap perawat disarankan
memahami nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang
dianutnya.
2) Faktor Sosial
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan
keputusan etis. Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum dan peraturan
perundang-undangan.
3) Faktor legislasi dan keputusan yuridis
Setiap perubahan sosial atau legislasi menyebabkan
timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan
tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum
sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat
menimbulkan suatu konflik.
4) Faktor Dana/Keuangan
Perawat dan tenaga kesehatan yang setiap hari
menghadapi klien, sering menerima keluhan klien mengenai
pendanaan. Dalam daftar kategori diagnosis keperawatan tidak
ada pernyataan yang menyatakan ketidakcukupan dana, tetapi hal
ini dapat menjadi etilogi bagi berbagai diagnosis keperawatan
antara lain ansietas dan ketidakpatuhan.
5) Faktor Pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan, perawat perlu
mempertimbangkan posisi pekerjaannya.Sebagian besar perawat
bukan merupakan tenaga yang praktek sendiri, tetapi bekerja
dirumah sakit, dokter praktek swasta, atau institusi kesehatan
lainnya
2.5.6 Permasalahan Etika Keperawatan dalam Dilema Etik
Didalam modul Laily (2016) dibahas sekilas beberapa hal yang
berkaitan dengan masalah etik yang berkaitan langsung pada praktik
keperawatan, yaitu:
a. Konflik Etik antara Teman Sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu
pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan
kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu
mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan
tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut.
b. Menghadapi Penolakan Pasien terhadap Tindakan Keperawatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini
banyak bentukbentuk pengobatan sebagai alternatif tindakan. Dan
berkembangnya teknologi yang memungkinkan orang untuk
mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien
menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat
sembuh cepat, keuangan, sosial dan lain-lain.
c. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran
perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan
adanya berbagai faktor sering kali peran ini menjadai kabur
dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat
yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga
kesehatan yang melakukan pengobatan banyak terjadi di
Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer
(puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
d. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung
sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata
tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur)
sesuai kaedah asuhan keperawatan. Sebagai contoh: sering terjadi
pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien
berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak
apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”.
Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau
pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut
akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut
perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur
akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila
berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
e. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau
pilfering, yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil.
Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah
pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa
yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya
membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam
inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien.

2.5.7 Aspek Legal Praktik Keperawatan

1. Pengertian legal

Legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum dan


undang-undang (Kamus Besar Bahasa indonesia).

2. Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur praktiknya untuk:


a. Memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat
yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
b. Melinndungi perawat

3. Perjanjian atau kontrak dalam perwalian

Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi


antara dua atau iebih partai untuk mengerjakan atau tidak sesuatu.
Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatari atau
perjanjian.

Perikatan artinya mengikat orang Yang satu dengan orang lain.


Hukum perikatan di atur dalam UU hukum Perdata pasal 1239
“Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan
umum yang termasuk dalam bab ini dan bab yang IaIu. “Lebih lanjut
menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk
memberikan berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu
perikatan dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang berbuat


perjanjian (Consencius).

b. Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian


(capacity).

c. Ada sesuatu hal tertentu (a certain sub/ed matter) dan ada sesuatu
sebab yang halal (Legal Cause) (Muhammad
1990).

d. Kontrak perawat-pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan


keperawatan.
e. Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat
kerja.

f. Kontrak P-PS digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah


pihak yang bekerja sama.

g. Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak


yang disepakati.

4. Batas tanggung jawab dalam keperawatan

a. Menjalankan pesanan dokter.

b. Menurut Beeker (Dalam Kozier, Erb 1990) empat hal yang harus
ditanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum :

 Tanyakan pesanan yang di tanyakan pasien.

 Tanyakan setiap pesanan setiap kondisi pasien berubah.

 Tanyakan dan catat pesan verbal untuk mencegah kesalahan


komunikasi.

 Tanyakan pesanan (Standing Order), terutama bila perawat tidak


berpengalaman

c. Melaksanakan intervasi keperawatan mandiri atau yang di delegasi.

Dalam melaksanakan intervensi keperawatan perawat


memperhatikan beberapa prekausi :
 Ketahui pembagian tugas (Job Deskription) mereka.

 Ikut kebijakan dan prosedur yang ditetapkan di tempat kerja.

 Selalu identifikasi pasien, terutama sebelum


melakukan intervensi utama.

 Pastikan bahwa obat yang benar diberikan dengan dosis, rute,


waktu, dan pasien yang benar.

 Lakukan setiap prosedur secara tepat.

 Catat semua pengkajian dan perawatan yang diberikan dengan


cepat dan akurat.

 Catat semua kecelakaan yang mengenal pasien.

 Jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik


(rapport) dengan pasien.

 Pertahankan kompetisi pratik keperawatan.

 Mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat.

 Sewaktu mendelegasikan tanggung jawab keperawatan, pastikan


bahwa orang yang diberikan delegasi tugas mengetahui apa yang
harus dikerjakan dan orang tersebut memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang di butuhkan.
 Selalu waspada saat melakukan intervasi keperawatan dan
perhatikan secara penuh setiap tugas yang dilaksanakan

5. Berbagai aspek legal dalam keperawatan

Fungsi hukum dalam praktik keperawatan

a. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan


keperawatan mana yang sesual dengan hukum.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan tanggung jawab


profesi yang lain.

c. Membantu menentukan batas batas kewenangan tindakan


keperawatan mandiri.

d. Membantu dalam mempertahankan Standar praktik keperawatan


dengan meletakkan posisi perawat memiliki
akuntabiltas di bawah hukum (Kozier Erb).

6. Perlindungan legal untuk perawat

Untuk menjalankan praktiknya Secara hukum perawat harus di


lindungi dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan
darurat. Contoh :

a. UU di AS yang bernama Good Samaritan Acts yang memberikan


penlindungan tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada
keadaan darurat.
b. Di Kanada terdapat UU lalu lintas yang memperbolehkan setiap orang
untuk menolong korban pada setiap situasi kecelakaan yang bernama
Traffic Acrt.

2.5.8 Isu Etika


Menurut Rosdahal, 1999: 45-46,masalah isu etik dan moral yang
sering terjadi dalam praktek keperawatan professional meliputi (dikutip dari
Yosef,I) :

a) Organ transplantation (transplantasi organ)


Banyak kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ
terhadap klien yang membutuhkan .Dalam kasus tumor ginjal,trauma
ginjal atau gagal ginjal.Masalah etik yang muncul apakah organ donor
bias diperjual-belikan? Bagaiman dengan hak donor untuk hidup sehat
dan smpurna,apakah tidak berkewajiban untuk menolong yang
membutuhkan? Bagaimana dengan tim operasi yang melakukannya
apakah sesuai dengan kode etik profesi? Semua penelahaan donor
organ harus diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari
dokter,pakar keperawatan,pakar agama,pakar hokum.Secara medis ada
persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ
diantaranya memiliki DNA,golongan dara,jenis antigen yang cocok
antara donor dan resipien,tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen
dan antibody oleh resipien.
Perlu ada nya sanksi yang disahkan secara hukum bahwa organ
seseorang yang didonorkan pada orang lain agar dikemudian hari tidak
ada masalah hukum dan biasa nya ada sertifikat yang menyertai bahwa
organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hukum dan
UU mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri
sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia banyak dilakukan di
China,Hongkong atau pun Singapura.
b) Determination of Clinical Death (Perkiraan Kematian Klinis)
Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya
seseorang secara klinis.Banyak kontroversi ciri-ciri dalam menentukan
mati klinis,hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organ-organ klien yang
sudah dianggap meninggal secara klinis. Menurut Rosdahl (1999),kriteria
kematian klinis di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagau berukut:
penghentian nafas setelah berhentinya pernafasan artifisal selama 3 menit
(inspirasi-ekspirasi),berhentinya denyut jantung tanpa stikulus
eksternal,tidak ada respon verbal dan non-verbal terhadap stimulus
eksternal,pupil dilatasi,hilangnya fungsi seluruh otak yang dibuktikan
dengan EEG.
c) Quality of Life (Kualitas dalam Kehidupan)
Masalah ini sering mejadi masalah etik,karena didasari tim
kesehatan untuk mengambil keputusan etis untuk menentukan klien harus
mendapat intervesi atau tidak.
d) Ethical Issues Intreatment (Isu Masalah Etik dalam Tindakan
Keperawatan)
Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar,apakah tindakan
tersebut tetap dilakukan meskipun klien tersebut tidak mampu dan tidak
mau? Masalah etik yang sering muncul seperti berikut :
 Klien menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal
oftreatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak
NGT,menolak dipasang kateter
 Klien menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl
oftreatment) misalnya DO (Drop out) berobat pada TBC, DO (Drop out)
kemoterapi pada kanker.
 Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak ada
donoratau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal atau cangkok
jantung.
e) Euthanasia
Merupakan masalah bioetik yang masih menjadi perdebatan di
dunia barat.Euthanasia berasal dari bahasa Yunani,eu (berarti
mudah,bahagia) dan thanatos (berarti meninggal dunia).Jadi bila
dipadukan berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia.Euthanasia
terdiri atas euthanasia volunter,involunter,aktif dan pasif, pada kasus
euthanasia volunter klien secara sukarela dan bebas memilih meninggal
dunia,pada euthanasia involunter tindakan yang menyebabkan kematian
dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien.Euthanasia aktif
melibatkan tindakan disengaja yang menyebabkan klien meninggal
sedangkan euthanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan
yang mempertahankan hidup
BAB 3
PENUTUP

.1 Kesimpulan
.Dilema Etik dapat diartikan suatu masalah yang sulit dimana tidak
ada alternatif yang memuaskan yang mengharuskan perawat untuk
melakukan analisa dan menentukan keputusan terbaik tentang perilaku seperti
apa yang tepat dilakukan bagi pasien. Dan memiliki beberapa cara untuk
menyelesaikan masalah dilema etik yaitu dengan mengembangkan data dasar,
mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut,membuat
tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan
tersebut,menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat,mendefinisikan kewajiban perawat serta
membuat keputusan nya. Dari pembahasan mengenai Dilema Etik dalam
memecahkan kebingungan seorang perawat dalam suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana
alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan itu sebanding.sehingga
seorang tenaga kesehatan harus tergantung kepada pemikiran rasional bukan
emosional. Jika dihubungkan dalam prinsip moral dalam menyelesaikan
masalah etik, kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya
sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan, sehingga apabila seorang
perawat mengambil keputusan etis harus memenuhi keputusan yang terarah
agar tercapainya keputusan yang legal.

3.2 Saran
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang profesional kita harus lebih
memilih pemikiran yang rasional dibandingkan dengan emosional.sehingga
disaat kita mengalami dilema etis kita dapat menghadapinya dengan
profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati dkk. 2015. Etika Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media

Laily, Dayang dkk. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan
SMK. Diakses pada 3 Oktober 2020. Terdapat di situs :
http://repositori.kemdikbud.go.id

Ngesti W Utami, dkk. 2016. ETIKA KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Nilawati. 2019. Analisis Jurnal Peran Perawat Manajer dan Kode Etik Terhadap
Pengambilan Keputusan di Dalam Manajemen Keperawatan (online).
Diakses pada 5 Oktober 2020.Terdapat di situs: https://osf.io/m7h58/

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun


2004 Tentang Praktik Kedokteran. Lembaran Negara RI Tahun 2204,
No. 4431. Sekretariat Negara. Jakarta.diakses pada 4 Oktober 2020.
Terdapat di situs : http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/

Republik Indonesia. 2014.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun


2014 Tentang Keperawatan. Lembaran Negara RI Tahun 2204, No.
5612. Sekretariat Negara. Jakarta.diakses pada 4 Oktober 2020.
Terdapat di situs : https://peraturan.bpk.go.id/

Rosa, Nela. 2016. Dilema Etik dan Model Pengambilan Keputusan Etis Perawat
dalam Merawat Pasien Skizofrenia di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan
(online). Diakses pada 3 Oktober 2020. Terdapat di situs :
http://repository.sari-mutiara.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai