Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pendidikan saat ini meningkat dengan pesat sebagai konsekuensi
dari logis globalisasi. Perkembangan pendidikan keperawatan hendaknya tidak
hanya berupah peningkatan kuantitas semata,namun harus di ikuti dengan
peningkatan kualitas pendidikan. Dengan demikian akan di hasilkan perawat yang
professional dan siap berkompotisi dengan enaga kesehatan lain,baik di tingkat
nasional atau internasonal.
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala
bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi
keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama
memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan
landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Perawat di tuntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien
baik secara individu,keluarga,kelompok,dan masyarakat dengan memandang
manusia secara biopsikososial spiritual yang komprehensif.Sebagai tenaga yang
professional,dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin
terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggung jawab secara moral.
Etika merupakan sesuatu yang dikenal,diketahui,diulang,serta menjadi suatu
kebiasaan di dalam suatu masyarakat,baik berupa kata-kata atau suatu bentuk
perbuatan yang nyata. Etika lebih menitik beratkan pada aturan-aturan,prinsip-
prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan-aturan, hukum
dan undang-undang yang membedakan benar atau salah secara moralitas.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, atau
komunitas, perawat sangat memerlukan etika keperawatan. Karena itu fokus dari
etika keperawatan di tujukan terhadap sifat manusia yang unik.

1
Pada penulisan makalah ini dibahas suatu kasus yang berkaitan dengan dilema
etik dalam praktek keperawatan dan bagaimana penyelesaian dari masalah etik
tersebut.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar etika dan
hukum keperawatan dan untuk lebih jauh memahami tentang etika dalam
keperawatan dan penyelesaian dilema etik.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan membuat kasus dilema etik yang sering
terjadi diruang perawatan dan selanjutnya dengan menggunakan studi literature
kasus tersebut dianalisa dan dicari bagaimana cara penyelesaian dilema etik tersebut.

D. Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu: Bab I,
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan dan
sistematika penulisan. Bab II tinjauan teoritis, terdiri dari; pengertian etika, kode etik
keperawatan, hak dan kewajiban perawat dan hak pasien, penyelesaian dilema etik,
masalah-masalah dilema etik yang sering terjadi, Bab IV pembahasan, merupakan
kasus dilema etik dan penyelesaian dari kasus dilema etik tersebut. Bab V penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Etika (Yunani kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan) adalah cabang
utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
sepertibenar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.(Wikipedia)
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yang berarti adat,
kebiasaan, perilaku atau karakter. Menurut buku Fundamental Keperawatan (Potter
dan Perry, tahun 2005), etika adalah terminatologi dengan berbagai makna.
Singkatnya, etik berhubungan dengan bagaimana mereka melakukan hubungan
dengan orang lain. Menurut buku Ilmu Keperawatan (Spruyt, Van Mantgem dan
De Does BV/Leiden, tahun 2000), etika berasal dari bahasa yunani ethoi yang
berarti kesusilaan/moral. Etika adalah sebagai ilmu tentang moral yang ditentukan
oleh opini umum. Menurut buku Etika Keperawatan (Hj.Nila Islami,SKM,tahun
2001), etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral.
Dari semua pengertian etika di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa etika
merupakan pertimbangan keputusan antara yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain yang berdasar atas nilai moral dan kesusilaan.Etika
keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan.
Etika keperawatan dihubungkan dengan hubungan antar masyarakat dan dengan
karakter serta sikap perawat terhadap orang lain.

B. Kode Etik Keperawatan


Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugas
dan pelayanan dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
praktek dibidang profesinya, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga,

3
masyarakat dan teman sejawat, profesi dan diri sendiri. Sedangkan Kode etik
keperawatan merupakan daftar prilaku atau bentuk pedoman/panduan etik prilaku
profesi keperawatan secara professional (Aiken, 2003). dengan tujuan utama adanya
kode etik keperawatan adalah memberikan perlindungan bagi pelaku dan penerima
praktek keperawatan.
Kode etik profesi disusun dan disyahkan oleh organisasi profesinya sendiri yang
akan membina anggota profesinya baik secara nasional maupun internasional.
(Rejeki, 2005). Konsep etik yang merupakan panduan profesi merupakan tanggung
jawab dari anggota untuk melaksanakannya. Profesi keperawatan sebagai salah satu
profesi yang professional dan mempunyai nilai-nilai/prinsip moral dalam melakukan
prakteknya maka kode etik sangatlah diperlukan. Perawat sebagai anggota profesi
keperawatan hendaknya dapat menjalankan kode etik keperawatan yang telah dibuat
dengan sebaik-baiknya dengan tetap memegang teguh dan selalu dilandasi oleh nilai-
nilai moral profesionalnya (Misparsih, 2005).
Etika keperawatan memberikan keputusan tentang tindakan yang diharapkan
benar-benar tepat atau bermoral. Etika keperawatan sebagai pedoman menumbuhkan
tanggung jawab atau kewajiban bagi anggotanya tentang hak-hak yang diharapkan
oleh orang lain. Anggota profesi mempunyai pengetahuan atau ketrampilan khusus
yang dipergunakan untuk membuat keputusan yang mempengaruhi orang lain.
(Samporno, 2005).
Etika profesi keperawatan merupakan practice discipline dan sebagai
implimentasinya diwujudkan dalam asuhan praktek keperawatan. Perawat harus
membiasakan diri untuk sepenuhnya menerapkan kode etik yang ada sebagai
gambaran tanggung jawabnya dalam praktik keperawatan.(Priharjo, 1995).

1. Tujuan dan Fungsi Kode etik keperawatan


Secara umum menurut Kozier (1992). dikatakan bahwa tujuan kode etik
profesi keperawatan adalah meningkatkan praktek keperawatan dengan moral
dan kualitas dan menggambarkan tanggung jawab, akontabilitas serta
mempersiapkan petunjuk bagi anggotannya. Etika profesi keperawatan
merupakan alat untuk mengukur prilaku moral dalam keperawatan. Dalam

4
menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai
standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi,
2002). Adanya penggunaan kode etik keperawatan, organisasi profesi
keperawatan dapat meletakkan kerangka berfikir perawat untuk mengambil
keputusan dan bertanggung jawab kepada masyarakat anggota tim kesehatan lain
dan kepada profesi.
Tujuan pokok rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik keperawatan,
merupakan standar etika perawat, yaitu:
a. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab kepada pasien, lembaga dan
masyarakat
b. Membantu tenaga/perawat dalam menentukan apa yang harus diperbuat
dalam menghadapi dilema etik dalam praktek keperawatan.
c. Memberikan kesempatan profesi keperawatan menjaga reputasi atau nama
dan fungsi profesi keperawatan.
d. Mencerminkan/membayangkan pengharapan moral dari komunitas.
e. Merupakan dasar untuk menjaga prilaku dan integrasi.
Sesuai tujuan tersebut diatas, perawat diberi kesempatan untuk dapat
mengembangkan etika profesi secara terus menerus agar dapat menampung
keinginan dan masalah baru dan mampu menurunkan etika profesi keperawatan
kepada perawat-perawat muda. Disamping maksud tersebut, penting dalam
meletakkan landasan filsafat keperawatan agar setiap perawat dapat memahami
dan menyenangi profesinya.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika
profesi keperawatan adalah, mampu:
a. Mengenal dan mengidentifikasi unsure moral dalam praktik keperawatan
b. Membentuk strategi/cara dan menganalisa masalah moral yang terjadi dalam
praktik keperawatan
c. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

5
Beberapa tujuan dan fungsi kode etik keperawatan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa fungsi kode etik keperawatan, adalah:
a. Memberikan panduan pembuatan keputusan tentang masalah etik
keperawatan.
b. Dapat menghubungkan dengan nilai yang dapat diterapkan dan
dipertimbangkan
c. Merupakan cara mengevaluasi diri profesi perawat
d. Menjadi landasan untuk menginisiasi umpan balik sejawat
e. Menginformasikan kepada calon perawat tentang nilai dan standar profesi
keperawatan
f. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.
Sedangkan kode etik keperawatan di Indonesia yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi (PPNI) telah diatur lima pokok etik, yaitu: hubungan perawat
dan pasien, perawat dan praktek, perawat dan masyarakat, perawat dan teman
sejawat, perawat dan profesi. Kelima pokok etik keperawatan yang ada
merupakan bentuk kode etik yang telah mejadi panduan dari semua perawat
Indonesia untuk menjalankan profesinya

2. Konsep Moral dalam praktek keperawatan


Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori
keperawatan, yaitu segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi
masalah keperawatan dengan menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan
praktek keperawatan tidak lepas dari fenomena keperawatan dan hubungan
pasien dan perawat.
Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat
individu untuk sampai pada tingkat masyarakat yang juga tercermin pada tingkat
system organ fungsional sampai subseluler (Henderson, 1978, lih, Ann Mariner,
2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek keperawatan,
dimana asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang diberikan pada pasein dengan menggunakan proses

6
keperawatan berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etiket
keperawatan (Kozier, 1991). Asuhan keperawatan ditujukan untuk memandirikan
pasien, (Orem, 1956,lih, Ann Mariner, 2003).
Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu,
keluarga dan masyarakat berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan
perawat dan pasien sebagai hubungan professional (Kozier, 1991). Hubungan
professional yang dimaksud adalah hubungan terapeutik antara perawat pasien
yang dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu adanya
kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan
dari sakit (Kozier,1991).

a. Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan


1) Menghargai otonomi (facilitate autonomy)
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan
hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa
seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan
dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang
didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut
prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan
apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002).
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan
pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya
sesuai dengan yang diinginkan
2) Kebebasan (freedom)
Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau
paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas
menentukan pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.

7
Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan
keperawatan yang diberikan.
3) Kebenaran (Veracity) truth
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika
yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut
Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang
sebenarnya dan tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang
sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran
merupakan hal yang fundamental dalam membangun hubungan saling
percaya dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian
sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil
penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa
pasien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).
Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP
yang berlaku dimana klien dirawat.
4) Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu.
Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi
yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari
keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat
harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat
diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka
menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula,
sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat
baik dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK
5) Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)
Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau
membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat
dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil.

8
6) Kemurahan Hati (Benefiecence)
Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan merugikan/
membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal yang
baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik
dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit
diterapkan dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang
dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak
adanya kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas
semua cara yang menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat harus
dapat merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar.
7) Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung
jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai
tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab
menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan
perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari
prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling
penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi
terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam
memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap
baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan
professional
Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan,
maka tidak boleh mengingkari janji tersebut.
8) Kerahasiaan (Confidentiality)
Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat
menghargai semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari
bahwa pasien mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan
dengan informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat
(Aiken, 2003). Contoh : Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien

9
pada orang lain, kecuali seijin klien atau seijin keluarga demi
kepentingan hukum.
9) Hak (Right)
Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan
moralitas, berhubungan dengan hukum legal.(Websters, 1998). Contoh :
Klien berhak untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala
sesuatu yang perlu diketahuinya.

b. Nilai-nilai professional yang harus diterapkan oleh perawat


1) JUSTICE (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang
dapat dilihat dari Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat,
Integrity, Morality, Objectivity), dan beberapa kegiatan yang
berhubungan dengan justice perawat: Bertindak sebagai pembela klien,
Mengalokasikan sumber-sumber secara adil, Melaporkan tindakan yang
tidak kompeten, tidak etis, dan tidak legal secara obyektif dan
berdasarkan fakta.
2) TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang
berhubungan denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas,
Honesty, Rationality, Inquisitiveness (ingin tahu), kegiatan yang
beruhubungan dengan sikap ini adalah: Mendokumentasikan asuhan
keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan data secara lengkap
sebelum membuat suatu keputusan, Berpartisipasi dalam upaya-upaya
profesi untuk melindungi masyarakat dari informasi yang salah tentang
asuhan keperawatan.
3) AESTHETICS : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada
pemberian kepuasan dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan
Appreciation, Creativity, Imagination, Sensitivity, kegiatan perawat yang
berhubungan dengan aesthetics: Berikan lingkungan yang menyenangkan
bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri
sendiri dan orang lain, Penampilan diri yang dapat meningkatkan
image perawat yang positif

10
4) ALTRUISM : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan
sikap yang ditunjukan yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih),
Generosity (murah hati), Perseverance (tekun, tabah (sabar), kegiatan
perawat yang berhubungan dengan Altruism:Memberikan perhatian
penuh saat merawat klien, Membantu orang lain/perawat lain dalam
memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya,
Tunjukan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan social yang
berdampak terhadap asuhan kesehatan.
5) EQUALITY (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap
yang dapt ditunjukan oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima),
Fairness (adil/tidak diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan
perawat yang berhubungan dengan equality: Memberikan nursing care
berdasarkan kebutuhan klien, tanpa membeda-bedakan klien, Berinteraksi
dengan tenaga kesehatan/teman sejawat dengan cara yang tidak
diskriminatif
6) FREEDOM (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap
yang dapat ditunjukan oleh perawat yaitu: Confidence, Hope,
Independence, Openness, Self direction, Self Disciplin, kegiatan yang
berhubungan dengan Freedom: Hargai hak klien untuk menolak terapi,
Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan saran perbaikan
rencana asuhan keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila terdapat
isu controversial terkait profesi keperawatan
7) HUMAN DIGNITY (Menghargai martabat manusia): menghargai
martabat manusia dan keunikan martabat manusia dan keunikan individu,
sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat, yaitu: Empathy, Kindness,
Respect full, Trust, Consideration, kegiatan yang berhubungan dengan
sikap Human dignity: Melindungi hak individu untuk privacy,
Menyapa/memperlakukan orang lain sesuai dengan keinginan mereka
untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan klien dan teman sejawat

11
C. Hak, Kewajiban Perawat dan Hak Pasien
Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar keadilan,
moralitas atau legalitas (Suhaemi, 2002). Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang
seseorang berhak, seperti kekuasaan atau hak istimewa.
Hak merupakan peranan fakultatif karena sifatnya boleh tidak dilaksanakan atau
dilaksanakan, menurut suryono (1990). Hak merupakan sutau yang dimilikin orang
atau subyek hukum baik manusia sebagai pribadi atau manusia sebagai badan hukum,
dimana subyek yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan atau
tidak memanfaatkan. Sedangkan kewajiban merupakan peran imperative karena tidak
boleh tidak dilaksanakan.
Pada prinsipnya hak dasar manusia, terdapat dua hal yaitu: Human Right dan
Fundamental Right. Beberapa hak manusiawi (human right) adalah hak untuk
mengekspresikan dirinya secara bebas untuk tumbuh dan untuk menerima
upah/pembayaran atas pekerjaannya, sedangkan Hak dasar (Fundamental right)
termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, seperti hak untuk
hidup layak, hak untuk bernafas, hak untuk mendapatkan makanan yang layak dan
sebagainnya (Aiken, 2003).
Perawat sebagai pelaku praktek keperawatan yang langsung memberikan
pelayanan kepada pasien, keluarga, masyarakat disamping mempunyai tanggung
jawab dalam praktek, perawat juga mempunyai hak sebagai manusia secara utuh baik
secara manusia dan hukum.
1. Hak-hak perawat, menurut Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat
berhak:
a. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
b. Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan latar
pendidikannya
c. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan serta standard an kode etik profesi
d. Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang
keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan

12
e. Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus
menerus.
f. Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun oleh
pasien
g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat
menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun emosional
h. Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan
kesehatan.
i. Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien
dan atau keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya.
j. Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun
pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan
perundang-undangan lainnya.
k. Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang
diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi
pelayanan yang bersangkutan
l. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang
profesinya.

2. Tanggung jawab/kewajiban perawat


Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam
mencapai keseimbangan hak perawat maka perawat juga harus mempunyai
kewajibannya sebagai bentuk tanggung jawab kepada penerima praktek
keperawatan. (Claire dan Fagin, 1975l,dalam Fundamental of nursing,Kozier
1991)
Kewajiban perawat, sebagai berikut:
a. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan
b. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar
profesi dan batas kemanfaatannya

13
c. Menghormati hak pasien
d. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang
mempunyai keahlihan atau kemampuan yang lebih kompeten, bila yang
bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
e. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan
keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi
yang ada.
f. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama tidak
mengganggu pasien yang lainnya.
g. Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan
lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada
pasien
h. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas
kemampuaannya
i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan
berkesinambungan
j. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan
atau kesehatan secara terus menerus
k. Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan
batas kewenangannya
l. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali
jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.
m. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.

3. Hak-hak pasien
Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus
mengenal hak-hak pasien sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai
hak dasar sebagai manusia maka penerima asuhan keperawatan juga harus

14
dilindungi hak-haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan dalam praktek
keperawatan saat ini pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan
mengontrol tubuh mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak
pasien untuk menolak pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri.
Hal-hal inilah yang perlu dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam
menjalankan kewajibannya.
Tetapi dilain pihak, seorang individu yang mengalami sakit sering tidak
mampu untuk menyatakan hak-haknya, karena menyatakan hak memerlukan
energi dan kesadaran diri yang baik sedangkan dalam kondisi sakit seseorang
mengalami kelemahan atau terikat dengan penyakitnya dan dalam kondisi inilah
sering individu tidak menyadari akan haknya, disinilah peran seoran professional
perawat.
Oleh karena itu sebagai perawat professional harus menganal hak-hak
pasien, menurut Annas dan Healy, 1974, hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
a. Hak untuk kebenaran secara menyeluruh
b. Hak untuk mendapatkan privasi dan martabat yang mandiri
c. Hak untuk memelihara penentuan diri dalam berpartisipasi dalam keputusan
sehubungan dengan kesehatan seseorang.
d. Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat
di Rumah Sakit.

Sedangkan pernyataan hak pasien (Patients Bill of Right) yang diterbitkan


oleh The American Hospital Association 1973, meliputi beberapa hal, yang
dimaksudkan memberikan upaya peningkatan hak pasien yang dirawat dan dapat
menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dirawat.
Adapun hak-hak pasien, adalah sebagai beriku, pasien mempunyai hak:
a. Mempertahankan dan mempertimbangkan serta mendapatkan asuhan
keperawatan dengan penuh perhatian
b. Memperoleh informasi terbaru, lengkap mengenai diagnosa, pengobatan dan
program rehabilitasi dari tim medis, dan informasi seharusnya dibuat untuk
orang yang tepat mewakili pasien, karena pasien mempunyai hak untuk

15
mengetahui dari yang bertanggung jawab dan mengkoordinir asuhan
keperawatannya.
c. Menerima informasi penting untuk memberikan persetujuan sebelum
memulai sesuatu prosedur atau pengobatan kecuali dalam keadaan darurat,
mencakup beberapa hal penting, yaitu; lamanya ketidakmampuan, alternatif-
alternatif tindakan lain dan siapa yang akan melakukan tindakan
d. Menolak pengobatan sejauh yang diijinkan hukum dan diinformasikan
tentang kosekwensi dari tindakan tersebut.
e. Setiap melakukan tindakan selalu mempertimbangkan privasinya termasuk
asuhan keperawatan, pengobatan, diskusi kasus, pemeriksaan dan tindakan,
dan selalu dijaga kerahasiaannya dan dilakukan dengan hati-hati, siapapun
yang tidak terlibat langsung asuhan keperawatan dan pengobatan pasien harus
mendapatkan ijin dari pasien.
f. Mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhan
keperawatan dan pengobatannya harus diperlakukan secara rahasia.
g. Pasien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain
yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan
rujukan tersebut, dan Rumah Sakit yang ditunjuk dapat menerimannya.
h. Memperoleh informasi tentang hubungan Rumah Sakit dengan instansi
lainnya, seperti pendidikan dan atau instansi terkait lainnya sehubungan
dengan asuhan yang diterimannya, Contoh: hubungan individu yang
merawatnya, nama perawat dan sebaginnya.
i. Diberikan penasehat/pendamping apabila Rumah Sakit mengajukan untuk
terlibat atau berperan dalam eksperimen manusiawi yang mempengaruhi
asuhan atau pengobatannya. Pasien mempunyai hak untuk menolak
berpartisipasi dalam proyek riset/penelitian tersebut.
j. Mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Pasien mempunyai
hak untuk mengetahui lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter yang ada.
Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan Rumah Sakit menyediakan
mekanisme sehingga ia mendapat informasi dari dokter atau staff yang
didelegasikan oleh dokter tentang kesehatan pasien selanjutnya.

16
k. Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya
sebagai pasien
l. Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya.

D. Masalah Etik dalam Praktek Keperawatan


Setelah beberapa definisi, dan teori yang berkaitan dengan etika, hak perawat,
hak pasien dan kewajiban dari pelaku asuhan keperawatan dalam praktek
keperawatan, masalah etik menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan
harapan perawat. Masalah eika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika
kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi,
2002).
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti
berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian
pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa
permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti:
evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang,
memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang
buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas
sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung
pada praktik keperawatan.

1. Konflik etik antara teman sejawat


Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian
kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien,
maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan
yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut.
Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat
sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain
pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada
teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang
perlu diselesaikan dengan bijaksana.

17
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau
pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk
pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang
memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan
pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social
dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan
merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak
memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai
dengan dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi
ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain
yang lebih tidak etis.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah
memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering
kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran
sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga
kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh
perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan
bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan
sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga
terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah,
pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-
aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan
keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.

18
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak
merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan
perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya
oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab tidak apa-
apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit. Dengan bermaksud
untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya
dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi
tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan
membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur,
perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti
mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah
meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan
sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-
obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga
pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak
ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah
komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari
keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun
bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain
bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak
dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap
peralatan dan barang din tempat kerja.

19
E. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan
atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan
sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat
keputusan etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan
emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli
yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan
masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).
Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam
membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang
menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang
membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari
keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis,
Hartley, 1980).

1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis


a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah
teleologi dan utilitariarisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi
merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat
yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering
disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu
tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi.teori ini menekankan pada
pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil
mungkin bagi manusia (Kellu, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat
dibedakan menjadi rule utilitarianisme dan act utilitarianisme, rule
utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung
pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum

20
tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan terhadap
tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau
ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalnya
bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya
menjadi beban dimasyarakat.
b. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip
pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan
oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai
moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan
tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut
secara moral benar atau salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau
yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan
imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak konsisten,
kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak kondisional, dan
imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia
harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat
menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak
memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu
sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah
seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain
misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena
keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan


pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-
matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal
ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih
luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan
hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.

21
2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu
persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional
dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan
kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan
prinsip-prinsip etis (gambar 1)

Nilai dan kepercayaan Pribadi

Kerangka Keputusan
Kode etik perawat Indonesia dan tindakan
pembuat
keputusan moral
Konsep Moral keperawatan

Teori/prinsip-prinsip etika

Gambar 1: Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan
moral dalam praktik keperawatan (diadaptasi dari Fry, 1991, lih, Prihardjo, 1995)

Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli
etika, di mana semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang
etika, yang menurut Fry meliputi:
a. Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
b. Jenis tindakan apakah yang benar?
c. Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
d. Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etik keperawatan dikembangkan dengan


mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun
berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain
dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di
pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan

22
oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode jameton dapat
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan pasien. Kerangka jameton, seperti yang ditulis oleh Fry
(1991), terdiri dari enam tahap:

a. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-


nilai, konflik dan hati nurani. Perawat juga harus mengkaji ke-terlibatannya
terhadap masalah etika yang timbul dan mengkaji parameter waktu untuk protes
pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban pada perawat terhadap
pernyataan: Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai
diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.

b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan


dalam tahap ini meliputi: orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat
dalam membuat keputusan bagi pasien, harapan/keinginan dari pasien dan orang yang
terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis
kisah dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan
atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang
memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta
dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban: Jenis tindakan apa yang benar?

c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti


perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu,
nilai-nilai dasar manusia yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip
etis yang dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan:
Bagaimana aturan-aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu?

d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat


keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini
menjawab pertanyaan etika: Apa yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu?

e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

Tahap Model Keputusan Bioetis

23
Tahap 1 Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi masalah kesehatan,
keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan.
Tahap 2 Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.
Tahap 3 Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
Tahap 4 Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
Tahap 5 Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
Tahap 6 Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada.
Tahap 7 Gali siapa yang harus membuat keputusan.
Tahap 8 Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
Tahap 9 Tentukan tindakan dan laksanakan.
Tahap 10 Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan.

Sumber : J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Pu-
blishing Co. Inc., 1981, diadaptasikan oleh Kelly, 1987.
Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb
(1989), adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi:
Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan
konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mendefinisikan kewajiban perawat
f. Membuat keputusan.

Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang


terdapat diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembuatan keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat,

24
social, ilmu pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan,
pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien (Priharjo, 1995).
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik
diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan
keputusan, yaitu:
a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang
seharusnya
b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari
berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan
etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal
c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative
tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak
dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih
e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan
tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan.
f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta
dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali
beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan.

25
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus
Ny. G seorang ibu rumah tangga, umur 40 tahun, rpendidikan SMA, dan suami Ny.G
bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.G dirawat di ruang
ginekologi sejak 4 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan Ny.G positif menderita
kanker rahim grade II, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi
pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan
operasi Ny.G.
Menjelang dua hari operasi, Ny.G hanya diam dan tampak cemas dan binggung
dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa
Ny.G harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Dan
dokter memberitahu perawat kalau Ny.G atau keluarganya bertanya, sampaikan
operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya
yang akan menjelaskannya.
Saat menghadapi hal tersebut Ny.G berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang
merawatnya. Ny.G bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu:
Apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti.karena kami masih
ingin punya anak. apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi dan
apakah operasi saya bisa diundur dulu suster
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,
Ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi, penyakit ibu hanya bisa
dengan operasi, tidak ada jalan lain, yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi
Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya
ya.
Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.G. perawat memberikan surat
persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.G mengatakan saya menunggu
suami saya dulu suster.

26
Perawat mengatakan secepatnya ya bu besok ibu sudah akan dioperasitanpa
penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.G.
Sehari sebelum operasi Ny.G berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak
operasi dengan alasan, Ny.G dan suami masih ingin punya anak lagi.
Dengan penolakan Ny.G dan suami, perawat mengatakan pada Ny.G dan suami Ibu
ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya
berusaha dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan
setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan
mengatakan bahwa Ny.G menolak untuk operasi. Ny.G masih ragu karena dokter
belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya
kepada perawat A kenapa tidak dijelaskan Perawat A menjawab pesan dokter, saya
tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter,
kepala ruangan mengatakan kalau begitu buat surat pernyataan saja dan kita
sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan
operasi yang akan dilakukan pada Ny.G dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang.
Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.G
yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.G dirawat. Oleh karena itu
pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu
kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.G dan akan mengambil tindakan bila ada unsur
pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit.
Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah
lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan S1 baru bekerja diruang tersebut.

B. Analisa Kasus
Sebelum menganalisa kasus diatas apakah merupakan pelanggaran etik atau dilema
etik, hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari
internal maupun exsternal ruangan termasuk staf yang bterlibat, perawat primer,
kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang
menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan
berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP).

27
Pada kasus yang melibatkan Ny.G dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut
nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik
keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk
standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan
menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan
pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan,
adalah sebagai berikut:

28
1. Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek
keperawatan, yaitu:
a. Otonomi pasien
Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk
hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku.
Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri.
Pada kasus Ny.G. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang
tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi
yang dibutuhkannya karena Ny.G berkeinginan bahwa ia masih ingin punya
anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan
mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang
lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien
sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.G tidak tertolong lagi.
Penolakan Ny.G dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien
tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu
dengan jalan dilakukan operasi.
b. Advokasi perawat terhadap pasien
Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek
keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan
penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada
tim dokter yang akan melakukan operasinya.
Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.G, dapat
berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.G,
melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan dengan masalah tersebut,
juga harus disampaikan bahwa Ny.G ingin mempunyai anak lagi. Bentuk-
bentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis
akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik.

29
2. Berkaitan hak-hak pasien
Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus
diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang
berhubungan dengan kasus Ny.G. Pasien berhak mendapatkan informasi yang
lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis
dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan
menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan.
Ny.G. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya,
pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan
kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat.
Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi
yang jela merupakan hak automi pasien.

3. Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)


a. Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.
Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada
individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk
melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang
didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya.
Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik
dalam kasus Ny.G. diantaranya berkewajiban memberikan informasi,
komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien,
perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan
pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan
pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi
pasien. Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa
mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan
tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban
diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan
kepada Ny.G dan keluarga dapat berfikir rasional dan logis atas kondisi yang
menimpannya.

30
b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)
Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga
hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan
tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Pada kasus Ny.G terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu
mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan
oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan
oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-
masalah yang terggambar pada kasus Ny.G. tim inilah yang merupakan
kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim
inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti
tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga
terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang
berkaitan dengan masalah Ny.G. Hubungan yang baik harus diciptakan
sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang
terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien
dapat sama dan saling menunjang.

4. Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.


Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu
dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan,
nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality,
freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.G. dapat dikatakan
bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya.
Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.G tidak terlihat sama sekali apalagi
kepedulian caring terhadap Ny.G, seakan perawat mengabaikan pasien,
selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi
saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien.
Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap
tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat

31
menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak
pasien.
Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy,
respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.G. penting
dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya.
Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran,
walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak
selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat
kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan
kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun
keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah
dilaksanakan.
5. Tinjauan dari standar praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi
harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-
informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat
penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban
memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi,
tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan
memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi
dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa
tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka
harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu
diperbaharui.

32
C. Penyelesaian Kasus
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny.G, dapat
diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang
dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari
informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:
a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter
bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer.
b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi
pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.G. dan perawat primer tidak boleh
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter
bedahnya.
c. Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.G
dapat diangkat (tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap
dilaksanakan keinginan Ny.G dan keluarga untuk mempunyai anak
kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker
rahim Ny.G kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter
untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi
Ny.G, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip
moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman
sejawat.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
a. Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:
- Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat
kawatir akan kondisi Ny.G akan semakin parah dan stress, putus asa akan
keinginannya untuk mempunyai anak.
- Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak
melaksanakan prinsip-prinsip professional perawat
- Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari
dirinya

33
- Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak
terhadap prinsip-prinsip moral/etik.
- Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A
melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak
disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi.
b. Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:
- Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan
perawat primer
- Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen
ruangan yang kurang terkoordinasi dengan baik.
- Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan
operasi apakah masih relevan atau tidak.

3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang


direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut.
a. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak
setelah dioperasi.
b. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit bila tidak dilakukan tindakan operasi
c. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan
dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan
sebagainnya.
d. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas
penolakan tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang
mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.
e. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat
bertemu dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan
memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-
luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan
bila tidak dilakukan.

34
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat.
Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam
membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu
dipikirkan, beberapa hal:
a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan
mengapa mereka ditunjuk.
b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social,
ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh
tindakan yang diusulkan.

Dalam kasus Ny.G. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau
tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-
faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang
rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan
oleh Ny.G dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai
advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang
tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal
terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.

Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan


rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah
mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang
kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien

35
telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien
dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga,
perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat
daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
b. meningkatkan kesejahteran pasien
c. membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak
dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem
pendukung
e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
f. melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan
dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku
diruangan tersebut.

6. Membuat keputusan.
Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi
dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah
ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang
diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan
pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik,
perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang
dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi
asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.
Pada kondisi kasus Ny.G dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan
keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara
lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi

36
atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim
yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.G. Tetapi harus
juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif
pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.G sebagai
bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya.
Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak
yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan
keluarga.

Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran
etik, dengan alasan-alasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu:
a. Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan
dengan tindakan operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau
standar praktek keperawatan)
b. Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai
penyakit, akibat dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya
c. Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat
dan psien tidak sesuai dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI)
d. Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi,
otonomi, altruism, justice, truh dan lainya
e. Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang
valid dan terkini

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian


etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan
dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan
baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-
masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai
tingkat pelanggaran etik masing-masing.

37
38
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian
pelayanan/asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika
keperawatan. Standar asuhan perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk
melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur oleh
organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih sulit dilaksanakan
dilapangan karena bentuk kode etik yang ada masih belum dijabarkan secara terinci
dan lengkap dalam bentuk petunjuk tehnisnya.
Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat
dipertanggung jawabkan, etik bicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan
didalam etik terdapat nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia
(niat). Prinsip-prinsip moral telah banyak diuraikan dalam teori termasuk didalamnya
bagaimana nilai-nilai moral di dalam profesi keperawatan. Penerapan nilai moral
professional sangat penting dan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi dan harus
dilaksanakan dalam praktek keperawatan.
Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian juga
bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama
walaupun sedang dalam kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-duannya
mempunyai hak dan kewajiban sesuai posisinya. Disinilah sering terjadi dilema etik,
dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor,
baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena adanya interaksi atau
hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema etik harus diselesaikan
baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan penuh
tanggung jawab dan tuntas.

39
Penyelesaian dilema etik harus mempunyai kerangka berfikir yang jelas sehingga
keputusan yang diambil dapat memberi kepuasan terhadap semua pihak baik pemberi
dan penerima asuhan keperawatan. Banyak teori yang membahas dan membuat
kerangka penyelesaian masalah etik, tetapi penyelesaian secara umum bila terjadi
kasus etik adalah sebagai berikut; melakukan peninjauan kembali terhadap kejadian,
memanggil saksi-saksi, mengkaji dan mengidentifikasi pelanggaran etik yang
dilakukan, dan menetapkan sangsi terhadap pelanggaran atau memberikan
rehabilitasi bila tidak terbukti melanggar etik. Semua hal tersebut yang penting
adalah bagaimana masalah dilema etik dapat diputuskan dengan baik dan memuaskan
semua pihak.
B. Saran
1. Pentingnya membuat standar praktek keperawatan yang jelas dan dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Perlunya peraturan atau perundang-undangan yang mengatur dan sebagai bentuk
pelindungan hukum baik pemberi dan penerima praktek keperawatan
3. Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-
perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan.
4. Keputusan dilema etik perlu diambil dengan hati-hati dan saling memuaskan dan
tidak merugikan bagi pasien, maka perlu dibentuk komite etik disetiap Rumah
Sakit dan bila perlu disetiap ruang ada yang mengawasi dan mengontrol
pelaksanaan etik dalam praktek keperawatan.
5. Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi keperawatan dan bila perlu
diadakan pelatihan yang bersifat review tentang etika keperawatan secara
periodic dan tidak terbatas.
6. Penyelesaian yang terbaik bila terdapat kasus etik, seperti pada kasus Ny.G,
penting adanya bentuk koordinasi dan kolaborasi yang jelas antara tim pengelola
pasien dan kasus tersebut dapat diselesaikan didalam tim/komite etik yang ada di
Rumah Sakit bersangkutan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia.


Addison Wesley.
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik Keperawatan, lambing
dan Panji PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI
Suhaemi, M.E. (2003). Etika Keperawatan:Aplikasi dan Praktik. diperoleh dari
https://books.google.co.id/books?
id=uyaKXqAGL0YC&pg=PA89&dq=etika+keperawatan:pelanggaran+privasi&hl=i
d&sa=X&ved=0ahUKEwiEkKbFybnJAhVlI6YKHY3uDCcQ6AEIHTAB#v=onepag
e&q=etika%20keperawatan%3Apelanggaran%20privasi&f=true. diakses tanggal 2
Januari 2016.

41

Anda mungkin juga menyukai