Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS JURNAL

EFEKTIVITAS PERAWATAN LUKA INSISI DENGAN MADU DAN


POVIDONE IODINE 10%

JUDUL
Penulisan Judul sesuai dengan kaidah penulisan judul yaitu tidak lebih
dari 20 kata ( Sugiono, 2006)

PENELITI

M. Zakariya, I Ketut Sudiana, Erna Dwi Wahyuni

PUBLIKASI

Tahun 2008

LATAR BELAKANG

Sudah sesuai dengan kaidah latar belakang karena mengkerucut dari


umum ke khusus akan tetapi di latar belakang tidak di jelaskan tentang
penelitian lain yang bertujuan untuk menguatkan dari latar belakang tersebut

TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui perbedaan efektivitas antara madu dan Povidone Iodine


10% pada proses penyembuhan luka insisi
METODE PENELITIAN

1 Desain penelitian yang digunakan adalah True eksperimental


randomized post test only control group
2 Sampel
a. Setelah memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, dan dilakukan dengan
cara random berdasar hasil perhitungan rumus besar sampel, sampel
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu satu kelompok kontrol
(perawatan luka dengan normal salin 0,9%), dan dua kelompok
perlakuan (satu kelompok perawatan luka dengan povidone 10%
dan satu kelompok perawatan luka dengan madu)
3 Jumlah sampel dalam setiap kelompok adalah 6, dan jumlah dalam
sampel secara keseluruhan dibutuhkan 18 Analisis Data
a. Oleh Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
b. Untuk mengetahui tingkat perbedaan pada penggunaan madu dan
povidone iodine digunakan uji statistik non parametrik Chi-Square.

HASIL PENELITIAN

Dalam jurnal ini, hasil penelitiannya adalah :

1. Jumlah sampel 18
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara madu dan povidone
iodine 10% dalam mempercepat hilangnya kemerahan fase inflamasi,
sedangkan dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan dalam mempercepat hilangnya
edema fase inflamasi.
3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara madu dan povidone
iodine 10% dalam mempercepat hilangnya edema fase inflamasi,
sedangkan dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan dalam mempercepat hilangnya
edema fase inflamasi (tingkat edema 0,6-2cm).
4. Percepatan granulasi antara kelompok madu, povidone iodine dan
kelompok kontrol menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
(kelompok madu 100%-kelompok povidone iodine 83,3%, kelompok
kontrol 100% )
5. Percepatan penyatuan tepi luka fase proliferasi antara kelompok madu
dibandingkan povidone iodine dan kelompok kontrol menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan (kelompok madu 100% menyatu
sempurna - kelompok povidone iodine dan kelompok kontrol 100%
menyatu sebagian )
6. Percepatan pembentukan struktur kulit fase proliferasi antara kelompok
madu dibandingkan povidone iodine 10% dan kelompok kontrol
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (kelompok madu fase post
insisi 100% berbentuk jaringan scar-kelompok povidone iodine dan
kelompok kontrol 100% berbentuk jaringan nekrosis)

PEMBAHASAN

Menurut jurnal yang diteliti oleh M. Zakariya dkk, penggunaan madu


lebih efektif dalam penyembuhan luka insisi dibandingkan povidone iodine
10% dan nacl 0,95% karena madu bersifat anti bakteri dalam mengatasi infeksi
pada luka serta antiinflamasi mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi
yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka.
Menurut jurnal yang berjudul “PENGARUH FREKUENSI
PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II DENGAN MADU NECTAR
FLORA TERHADAP LAMA PENYEMBUHAN LUKA” yang diteliti oleh
Dina Dewi SLI dkk menyatakan bahwa perawatan luka bakar derajat II dengan
menggunakan madu yang dilakukan 2-3 kali per hari paling efektif dalam
mempercepat lama penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan perawatan
luka 2 hari sekali dan 1 kali sehari.
Teori lain :
Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat
dapat membunuh mikroorganisme patogen. Selain itu dalam madu terdapat
banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat
berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan
penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor.
Povidon iodin sering digunakan dalam perawatan luka namun dapat
menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, mempunyai efek toksikogenik
terhadap fibroblas dan lekosit, menghambat migrasi netrofil dan menurunkan
sel monosit.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah bahwa


penggunaan madu lebih efektif dalam penyembuhan luka insisi pada fase
proliferasi.

KELEMAHAN PENELITIAN

Kelemahan penelitian yang diakui oleh peneliti adalah:

1. Faktor lingkungan tidak diteliti.


2. Sehubungan dengan penelitian ini masih belum dapat diterapkan pada
manusia maka digunakan pada hewan coba yaitu marmut cavia cobaya.
3. Hasil penilitian hari ke 6 post insisi menunjukkan tidak ada perbedaan
sehingga tidak dianalisis secra uji statistik.
4. Cara perawatan luka pada hewan coba yaitu marmot cavia cobaya tidak
dijelaskan.
5. Evektifitas perawatan luka insisi dengan madu dan povidine iodine 10%
, terbukti lebih efektihf terdapat pada fase proliferasi sedangkan pada
fase inflamasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara perawatan
luka menggunakan povidine iodine dengan madu.
6. Tidak diketahui kriteria madu yang cocok untuk luka insisi.
SARAN

Untuk mendukung pelaksanaan keperawatan yang tepat dan meningkat


kesejahteraan kesehatan pasien sebaiknya dalam perawatan luka pasien
menggunakan madu lebih efektif karena merangsang pertumbuhan jaringan
baru sehinga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya
parut atau bekas luka pada kulit.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

1. Penting bagi perawat mengetahui keefektifan kerja dari madu untuk


proses penyembuhan penyakit klien.
2. Penting bagi perawat untuk mengetahui dampak dari penggunaan madu
sebagai penutup primer luka insisi.
3. Perlu dilakukan standarisasi madu di Indonesia untuk penggunaan
dibidang medis.
DAFTAR PUSTAKA

Elitha,2008.Kuman Tak Mampu Melawan Madu, http://www.elitha-


erinet/2008/02/19, diakses tanggal 20 April 2008, jam 21.00

Hamad S, 2007. Terafi Madu, Jakarta: Pustaka Imam, Hal: 62-68

Ismail, 2008. Merawat Luka, http:// images.mailmkes.multiply.com, Diakses


tanggal 3 November 2008, jam 20.00 WIB

Morison J. Moya, 2004. Management Luka. Jakarta:EGC, Hal: 1-4

Novenda SD, 2008. Prawatan Luka Dahulu Dan Sekararang,


http://www.perawatanline.com.index, diakses tanggal 23 Oktober 2008. Jam
21.00 WIB

Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, 4, Jakarta: EGC,
Hal: 1853

R. Sjamsuhidayat & Wim De Jong, 2005. Buku Ajar: Ilmu Bedah, 2, Jakarta:
EGC, Hal: 67

Suranto, A, 2007. Terafi Madu, Jakarta: Penebar Swadaya, Hal : 26-47

Anda mungkin juga menyukai