Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN PROFESIONAL

ISSUE LEGAL DAN TANTANGAN DALAM PRAKTIK


KEPERAWATAN

Dosen Pengampu : Deden Dermawan S.Kep.,Ns M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Dwi Jayanti

NIM : 19121090

Prodi : D3 Keperawatan Semester 3

POLTEKKES BHAKTI MULIA

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2


BAB ….
ISSUE LEGAL DAN TANTANGAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN............... 3
A. Falsafah Praktik Keperawatan .................................................................................... 3
B. Pengertian Praktik Keperawatan Profesional ............................................................... 3
C. Hakikat Praktik Keperawatan ..................................................................................... 4
D. Fokus Praktik Keperawatan Profesional ...................................................................... 5
E. Lingkup Kewenangan Perawat ................................................................................... 5
F. Sistem Pengaturan Praktik Keperawatan ..................................................................... 6
G. Issue Legal dalam Keperawatan Berkaitan dengan Hak Pasien ..................................... 7
H. Hak Asasi Manusia .................................................................................................... 8
I. Hak Pasien ................................................................................................................ 8
J. Kewajiban Perawat ................................................................................................... 9
K. Hak-Hak Perawat ...................................................................................................... 9
L. Masalah Legal dalam Keperawatan ............................................................................. 9
M. Keperawatan Di Indonesia ......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 18

2
Bab ….

ISSUE LEGAL DAN TANTANGAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

A. Falsfah Praktik Keperawatan


Sebagian besar dasar falsafah praktik keperawatan professional disusun
merujuk kepada konsep praktik keperawatan professional dan teori keperawatan.
Falsafah praktik keperawatan secara umum mengandung dasar-dasar pemikiran yang
sama untuk mengemban tugas keperawatan,tetapi di setiap Negara, pernyataan yang
disusun juga disesuaikan dengan nilai dan latar belakang budayanya.
Dalam Loka karya Nasional bulan Januari 1983 telah disepakati adanya
profesionalisasi keperawatan dengan menetapkan pengertian keperawatan, falsafah
keperawatan, serta peran dan fungsi perawat.
Pernyataan falsafah keperawatan di Indonesia
1. Perawat merupakan bantuan,diberikan karena adanya kelemahan fisik an mental,
keterbatasan pengetahuan , serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari.
2. Kegiatan dilakukan dalam upaya penyembuhan , pemulian, serta pemeliharaan
kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayaab utama (PHC) sesuai dengan
wewenang, tanggung jawab dan etika keperawatan.
FalsafahKeperawatan dari lokakarya 1983 dapat dipakai sebgai kerangka untuk
menyusun falsafah praktik keperawatan kita tidak dapat hanya mengacu kepada satu
teori keperawatan, namun falsafah harus menjelaskan berbagai pandangan dasar
tentang hakikat manusia da esensi keperawatan sehingga dapat dijadikan kerangka
dasar yang kokh bagi pratik keperawatan.

B. Pengertian Praktik Keperawatan Profesional


Praktik keperawata adalah: Tindakan mandiri perawat professional melalui
kerja sama bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya
Karakteristik praktik keperawatan professional :
1. Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang
akan memengaruhi prose asuhan melalui peran professional.

3
2. Akuntabilitas (accountability), yaknu tanggung gugat terhadap apa yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan tanggung jawab
kepada klien,diri sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang
berhubungan dengan asuhan
3. Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision ,making), berarti
sesuai denagn kewenangannya dengandilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan
keputusan (judgment) pada tiap tahapproses keperawatan dalam menyelesaikan
masalah klien.
4. Kolaborasi,atinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun lintas sector
dengan berbagai disiplin dalam mengakse masalh klien dan membantu klien
menyelesaikannya.
5. Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hakl klien untuk
mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk
kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi masalahnya, serta behadapan
dengan pihak-pihak lain yang lebih luas (sistem at large).
6. Fasilitasi (Facilitation), artinya mampu memberdayakan klien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan potensi dari organisasi
dan sistem klien keluarga dalam asuhan.

C. Hakikat Praktik Keperawatan


Pada hakikatnya, keperawatan sebagai profesi senantiasa mengabdi kepada
kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan klien diatas kepentingan sendiri,
bentuk pelayanan bersifat humanistik, menggunakan pendekatan secara holistik,
dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat kepperawatan serta menggunakan kode
etik sebagai tuntutan utama dalam melaksankan asuhan keperawatan.
Hubungan profesional perawat klien yang pada hakikatnya mengacu pada
sistem interaksi antara perawat klien secara positif atau mengadakan hubungan
terapeutik yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukan memberikan dampak
terapeutik yang memungkinkan klien untuk berkembang lebih baik.
Karakteristik hubungan professional :
1. Berorientasi pada kebutuhan klie
2. Diarahkan pada pencapaian tujuan
3. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah klien
4. Memahami kondisi klien dengan berbagai keterbatasannya
5. Memberikan penilaian berdasarkan norma yang disepakati antara pearawat klien
4
6. Berkewajiban memberi bantuan pada klien agar mampu menolong dirinya secara
mandiri
7. Berkewajiban untuk membina hubungan berdasarkan pada rasa percaya
8. Bekerja sesuai kaidah etik untuk menjaga kerahasiaan klien dan hanya
menggunakan informasi untuk kepentingan dan persetujuan klien.
9. Berkewajiban menggunakan komunikasi efektf dalam memenuhi kebutuhan klien
Dengan terciptanya hubungan profesional perawat-klien, maka perawat sebagai
pemberi pelayanan keperawatan atau praktisi keperawatn akan mendapat suatu
kepercayaan (profesional trust)

D. Fokus Praktik Keperawatan Profesional


Praktik keperawatan tidak boleh terlepas dari upaya kesehatan masyarakat
dunia dan sistem kesehatan nasional. Fokus utama keperawatan saat ini adalah
kesehatan masyarakat dengan target populasi total. Manusia tidak dipandang hanya
dari aspek fisik tetapi dipandang sebagai makhluk yang holistik yang terdiri atas bio-
psiko-sosio-kultural dan spiritual.
Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) harus
diupayakan pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan
masyarkat, perawatan diri dan peningkatan kepercayaan diri.
Praktik keperawatan meliputi 4 area yang terkait dengan kesehatan (kozier dan
erb,1990), yaitu :
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
2. Pencegahan penyakit
3. Pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
4. Pemulihan kesehatan (health restoration) dan
5. Perawatan pasien menjelang ajal

E. Lingkup Kewenangan Perawat


Kewenangan perawat adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan
keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan, dan posisi yang dimiliki.
Lingkup kewenangan perawat dalam ptaktik keperawatan profesional pada kondisi
sehat dan sakit sepanjan daur kehidupan (mulai dari konsepsi sampai meninggal
dunia), mencakup hal-hal berikut:
1. Asuahan keperawatan anak, yaitu asuhan keperawatan yang diberikan pada anak
berusia mulai dari 28 hari sampai 18 tahun.
5
2. Asuhan Keperawatan maternitas, yaitu asuhan keperawatanm klien wanita pada
masa subur dan neonatus (bayi baru lahir-28 hari) dalam keadaan sehat
3. Asuhan keperawatan medikal-bedah, yaitu asuhan pada klien usia diatas 18tahun-
60tahun dengan gangguan fungsi tubuh baik karena trauma/kelainan fungsi tubuh
4. Asuhan keperawatan jiwa, yaitu asuhan kepearawatan pada semua usia yang
mengalami berbagai masalah kesehatan jiwa
5. Asuhan keperawatan keluarga, yaitu asuhan keperawatan pada klien keluarga
sebagai unit terkecil dalam masyarakat sebagai akibat pola penyesuaian keluarga
yang tidak sehat sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga
6. Asuahan kepearawatan komunitas, yaitu asuhan keperawatan pada klien
masyarakat pada kelompok diwilayah tertentu pada semua usia sebagai akibat
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
7. Asuhan keperawatan gerontik, yaitu asuhan keperawatan pada usia 60 tahun keatas
yang mengalami masalah penuaan dan permasalahannya.

F. Sistem Pengaturan Praktik Keperawatan


Praktik keperawatan perlu diatur dengan seperangkat undang-undang/peraturan
yang mengatur praktik yang bermutu. Pengaturan ini diperlukan karena beberapa alsan
berikut. Perlindungan terhadap masyarakat, yaitu :
1. Alasan utama perlunya pengaturan praktik keperawatan yakni mengacu kepada
azas untuk melindungi masyarakat penggunan jasa pearawat. Azas ini dapat
dilaksanakan apabila ada seperangkat undang-undang/peraturan yang mengatur
praktik keperawatan, sehingga praktik yang dilaksanakan bermutu. Masyarakat
akan terlindung terhadap tindakan kelalaian atau tidak tepat dalam praktik
kepearwatan tersebut.
2. Dengan berkembangnya IPTEK dan berdampak pula terhadap pendidikan dasar
masyarakat yang makin meningkat, maka masyarakat semakin kritis dalam
memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan
yang bermutu.
3. Era sejagatan atau globalisasi sudah diambang pintu yang akan ditandai dengan
adanya pasar bebas, tempat disetiap negara dapat menawarkan produk dan jasanya
ke Indonesia, termasuk jasa keperawatan
Perlindungan terhadap perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan(care provider)
:
1. Mencegah penyimpangan atau malpraktek
6
Pada dasarnya setiap profesi bertanggung jawab terhadap kinerjanya dan harus
dapat mempertanggung jawabkan pelayanan yang diberikan. Untuk itu perlu
adanya undang-aundang atau peraturan yang mengaturnya sehingga lingkup
prakter keperawatan dan bats kewenangan menjdi jelas.
2. Otonomi perawat
Setiap profesi seyogyanya memiliki otonomi yang luas untuk mengatur
ketentuan praktek yang akan dilaksanakan termasuk keperawatan. Hal ini
dimungkinkan karena keperawatan memiliki ilmu dan kiat yang mendasari praktek
profesionalnya.
3. Globalisasi
Memasuki era globalisasi tenaga perawat Indonesia diharapkan mampu
bersaing dengan perawat yang dating dari luar negeri.
Tujuan Perapan system regulasi atau penaturan praktek keperawatan
Ssisten regulasi merupakan sustu mekanisme pengaturan yang harus ditempuh
oleh setiap tenaga keperawatan yang ingin untuk memberikan pelayanan
keperawatan kepada klien.
Tujuan pokok system regulasi yaitu :
1. Menciptakan lingkungan system keperawatan yang didasarkan keinginan
merawat(caring environment)
2. Menjamin bektuk keperawatan yang aman bagi klien.
3. Meningkatkan hubungan kesejawatan(kolegialitas).
4. Mengembangkan jaringan kerja yang bermanfaat bagi klien
5. Meningkatkan tanggung jawab professional dan social.
6. Meningkatkan advokasi bagi klien.
7. Meningkatkan system pencatatan dan pelaporan keperawatan
8. Menjadi landasan untuk mengembangan karier tenaga keperawatan.

G. Issue Legal dalam Keperawatan Berkaitan dengan Hak Pasien


Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan
dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya
pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah
terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh
jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan
pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang
7
dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.
Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk
mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.
Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional
dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan
pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-
sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

H. Hak Asasi Manusia


Menurut sifatnya hak asasi manusia biasanya dibagi atau dibedakan dalam
beberapa jenis (Prakosa, 1988), yaitu :
1. Personal Rights (hak-hak asasi pribadi.
2. Property Rights (hak asasi untuk memilih sesuatu)
3. Rights of legal equality
4. Political Rights (hak asasi politik)
5. Social and Cultural Rights (hak-hak asasi sosial dan kebudayaan)
6. Procedural Rights.

I. Hak Pasien Antara Lain :


1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di RS dan
mendapat pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
2. Memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yg bermutu
3. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dgn keinginannya dan sesuai dgn
peraturan yang berlaku di RS
4. Meminta konsultasi pada dokter lain (second opinion) terhadap penyakitnya
5. “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya.
6. Mendapatkan informasi yg meliputi : penyakitnya, tindakan medik, alternative
terapi lain, prognosa penyakit dan biaya.
7. Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat
8. Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
9. Hak didampingi keluarga dalam keadaan kritis
10. Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
11. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
8
12. Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
13. Hak didampingi perawat/keluarga pada saat diperiksa dokter
14. Hak pasien dalam penelitian (Marchette, 1984; Kelly, 1987)

J. Kewajiban Perawat :
1. Wajib memiliki : SIP, SIK, SIPP
2. Menghormati hak pasien
3. Merujuk kasus yang tidak dpt ditangani
4. Menyimpan rahasia pasien sesuai dgn peraturan perundang-undangan
5. Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
6. Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat sesuai dgn
kondisi pasien baik scr tertulis maupun lisan
7. Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yg
berlaku
8. Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan
praktik
9. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
10. Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dg kewenangan
11. Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
12. Mentaati semua peraturan perundang-undangan
13. Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dgn anggota
tim kesehatan lainnya.

K. Hak-Hak Perawat :
1. Hak perlindungan wanita.
2. Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.
3. Hak mendapat upah yang layak.
4. Hak bekerja di lingkungan yang baik
5. Hak terhadap pengembangan profesional.
6. Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.

L. Masalah Legal dalam Keperawatan


Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga
negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk
9
menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari
seorang perawat :
1. Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara
tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak
melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan
cedera.
2. Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena
mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang tidak
berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
3. Fitnah
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang
tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda
menyatakan secara verbal atau tertulis.
4. False imprisonment
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan
pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau
bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga
termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan
sesuai dengan perintah dokter.
5. Penyerangan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang
lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara nyata
menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas ijin pasien
atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan menyetujui apa
yang kita rencanakan dan kita lakukan.
6. Pelanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu adalah
tindakan yang melawan hukum.
7. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat
secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta perawat
untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien.Setiap orang dapat
10
dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling rentan. Biasanya,
pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan
ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang
lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa
mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari
perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga
keamanan dan keselamatan pasiennya.

M. Keperawatan Di Indonesia
Seiring dengan era reformasi dan era globalisasi di Indonesia saat ini, juga
diikuti dengan perubahan pemahaman terhadap konsep sehat-sakit, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi tentang determinan kesehatan
yang bersifat multifaktorial . Kondisi ini mendorong pembangunan kesehatan nasional
ke arah paradigma baru yaitu paradigma sehat. Dalam perkembangannya keperawatan
mengalami pasang surut sekaligus babak baru bagi kehidupan profesi keperawatan di
Indonesia.
1. Gambaran Keperawatan di Indonesia.
Kondisi keperawatan di Indonesia memang cukup tertinggal dibandingkan
negara-negara ASEAN seperti Piliphina, Thailand, dan Malaysia, apalagi bila
ingin disandingkan dengan Amerika dan Eropa. Pendidikan rendah, gaji rendah,
pekerjaan selangit inilah paradoks yang ada. Rendahnya gaji menyebabkan tidak
sedikit perawat yang bekerja di dua tempat, pagi hingga siang di rumah sakit
negeri, siang hingga malam di rumah sakit swasta. Dalam kondisi yang demikian
maka sulit untuk mengharapkan kinerja yang maksimal. Apalagi bila dilihat dari
rasio perawat dan pasien, dalam satu shift hanya ada 2-3 perawat yang jaga
sedangkan pasien ada 20-25 per bangsal jelas tidak proporsional(Yusuf,2006).
Jumlah perawat yang menganggur di Indonesia ternyata cukup
mencengangkan. Hingga tahun 2005 mencapai 100 ribu orang. Hal ini disebabkan
kebijakan zero growth pegawai pemerintah, ketidakmampuan rumah sakit swasta
mempekerjakan perawat dalam jumlah memadai, rendahnya pertumbuhan rumah
sakit dan lemahnya kemampuan berbahasa asing. Ironisnya, data WHO 2005
menunjukkan bahwa dunia justru kekurangan 2 juta perawat, baik di AS, Eropa,
Australia dan Timur Tengah. Fakta lain di lapangan, saat ini banyak tenaga
perawat yang bekerja di rumah sakit dan puskesmas dengan status magang (tidak
menerima honor seperserpun) bahkan ada rumah sakit yang meminta bayaran
11
kepada perawat bila ingin magang. Alasan klasik dari pihak rumah sakit “mereka
sendiri yang datang minta magang”. Dilematis memang, tinggal di rumah
menganggur , magang di rumah sakit/puskesmas tidak dapat apa-apa . Padahal
kalau kita menyadari sebenarnya banyak sekali kesempatan dan tawaran kerja di
luar negeri seperti :USA,. Canada, United Kingdom (Inggris), Kuwait, Saudi
Arabia, Australia, New Zaeland, Malaysia, Qatar, Oman, UEA, Jepang, German,
Belanda, Swiss (Yusuf, 2006).
Kemampuan bersaing perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-
negara lain seperti Philipines dan India masih kalah . Pemicu yang paling nyata
adalah karena dalam system pendidikan keperawatan kita masih menggunakan
“Bahasa Indonesia”sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang
membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global. Salah satu tolak ukur
kualitas dari Perawat di percaturan internasional adalah kemampuan untuk bias
lulus dalam Uji Kompetensi keperawatan seperti ujian NCLEX-RN dan EILTS
sebagai syarat mutlak bagi seorang perawat untuk dapat bekerja di USA. Dalam
hal ini kualitas dan kemampuan perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan
(Muhammad, 2005)
Sejak disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada Lokakarya
Nasional Keperawatan tahun 1983, terjadilah pergeseran paradigma keperawatan
dari pelayanan yang sifatnya vokasional menjadi pelayanan yang bersifat
professional. Keperawatan kini dipandang sebagai suatu bentuk pelayanan
professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
meliputi aspek bio,psiko,sosio dan spiritual yang komperehensif, dan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang baik yang sehat
maupun yang sakit dan mencakup seluruh siklus hidup manusia . Sebagai profesi
yang masih dalam proses menuju “perwujudan diri”, profesi keperawatan
dihadapkan pada berbagai tantangan. Pembenahan internal yang meliputi empat
dimensi domain yaitu; Keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan,
dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan
adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit,
peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan sistem
pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada suprasystem dan pranata lain
yang terkait (Yusuf, 2006).
Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri
12
Kesehatan No 1239/Menkes/SK/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan
lebih mengukuhkan keperawatan sebagai suatu profesi di Indonesia. Adanya
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen semakin
menuntut perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara profesional
menjadi suatu keharusan dan kewajiban yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Penguasaan Ilmu dan keterampilan, pemahaman tetang standar praktik, standar
asuhan dan pemahaman hak-hak pasien menjadi suatu hal yang penting bagi setiap
insan pelaku praktik keperawatan di Indonesia (Yanto, 2001).
Konsekuensi dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan
pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem
penghargaan yang sesuai dan memadai. Rendahnya imbalan jasa bagi perawat
selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah
minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di
Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara
perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta (Kompas, 2001)
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di
Indonesia juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia
menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan
yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.
Tetapi yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan
Perawat yang melakukan “Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan” yang
sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri. Hal tersebut telah
membuat profesi Perawat di pandang rendah oleh profesi lain. Banyak hal yang
menyebabkan hal ini berlangsung berlarut-larut antara lain:
a. Kurangnya kesadaran diri dan pengetahuan dari individu perawat itu sendiri.
b. Tidak jelasnya aturan yang ada serta tidak tegasnya komitmen penegakan
hukum di Negara Republik Indonesia.
c. Minimnya pendapatan secara finansial dari rekan-rekan perawat secara umum
d. Kurang peranya organisasi profesi dalam membantu pemecahan permasalah
tersebut.
e. Rendahnya pengetahuan masyarakat, terutama di daerah yang masih
menganggap bahwa Perawat juga tidak berbeda dengan “DOKTER”atau
petugas kesehatan yang lain (Muhammad, 2005).
2. Kondisi Sistem Pendidikan Keperawatan di Indonesia.

13
Pengakuan body of knowledge keperawatan di Indonesia dimulai sejak tahun
1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan untuk pertama kali dibuka di
Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya body of knowledge tersebut
maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan tidak lagi dianggap sebagai
suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang kedudukannya sejajar dengan profesi
lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum untuk mempersiapkan
perawat menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti. Kurikulum
ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri
sebagai Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat
profesional. Program Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah
ada Program Magister Keperawatan dan Program Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu
tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi
keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim
kemarau. Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat
justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan
penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan
dari profesi non keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi
keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang
dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada
sangat terbatas (Yusuf, 2006). Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik
kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang berstatus milik daerah,ABRI dan swasta
(DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar 20.000 – 23.000 lulusan tenaga
keperawatan setiap tahunnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan
untuk menunjang Indonesia sehat 2010 sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka
akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto,
2005).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan
jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun
secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah
rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang bekerja di unit pelayanan
kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU).
14
Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun waktu 1990-2000 dengan
bantuan dana dari World Bank, melalui program “health project” (HP V)
dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap kabupaten. Selain itu
bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan kualitas guru dan dosen
melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan suatu percepatan
untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya berlatar
belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan
lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter
sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged
physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan
kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan
di Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan
pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas
no. 0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi,
2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu
merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan
memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad
(2005) adalah :
a. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
b. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan
menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi
pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
c. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
d. Institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan
keperawatan
e. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi
dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing,
coronary nursing.
f. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi
pendidikan keperawatan
g. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta
sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung
jawab moril untuk melakukan pembinaan.
15
3. Trend Dan Isu Keperawatan Di Indonesia.
Salah satu masalah kesehatan yang menonjol di Indonesia semenjak otonomi
daerah adalah kasus gizi buruk. Salah satu cara pemerintah untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan melakukan revitalisasi untuk menghidupkan kembali
konsep Posyandu melalui konsep Desa Siaga. Kebijakan pemerintah ini dapat
mengalami hambatan untuk diwujudkan karena tidak melibatkan perawat untuk
ambil bagian dari desa siaga tersebut, yang disebabkan kurangnya pemahaman
pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut atau memang sengaja
pemerintah untuk tidak melibatkan perawat. Padahal dengan adanya spesialisasi
keperawatan komunitas dan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239 tahun
2001 tentang registrasi dan praktik perawat, tenaga keperawatan dapat
memberikan kontribusi yan maksimal dalam penyukseskan program desa siaga.
Saat ini masih terjadi persepsi yang keliru si masyarakat tentang profesi
keperawatan di Indonesia. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalahan informasi
yang mereka terima dan kenyataan di lapangan. Kondisi ini didukung pula dengan
kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan perawat seperti mengambilkan stetoskop,
tissue untuk para dokter. Masih banyak para perawat yang tidak percaya diri ketika
berjalan dan berhadapan dengan dokter. Paradigma ini harus dirubah, mengikuti
perkembangan keperawatan dunia. Para perawat menginginkan perubahan
mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu pelaksanaan
tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini
mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai
tujuan asuhan keperawatan
Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggungjawab dan berperan
penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkuwalitas dan
berdedikasi. Pemilik dan pengelola insititusi pendidikan keperawatan yang sama
sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara
disiplin ilmu atau profesi dapat menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan dari
pendidikan keperawatan yang ada. Hal ini dapat di ukur dengan kalah bersaingan
para Perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti
Philipina dan India. Pemicu yang paling nyata adalah karena dalam system
pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia”sebagai
pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah
bersaing di tingkat global.Disisi lain dengan berkembangnya pola pelayanan
kesehatan di Indonesia memberikan kesempatan pada perawat untuk memperluas
16
peran dan fungsinya, sehingga perlu ditunjang dengan latar belakang jenjang
pendidikan tinggi dalam bidang keperawatan termasuk pendidikan spesialistik,
sehingga mampu bekerja pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional
adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak,
karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti penurunan mutu pelayanan,
meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk
rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat
perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari
keperawatan sebagai profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia
menghadapi AFTA 2003.
Menurut Muhammad (2005) dan kompas (2001), Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah tenaga perawat yang menganggur , antara
lain :
a. Mengembangkan praktik mandiri keperawatan secara berkelompok maupun
individu untuk konsultasi, melakukan kunjungan rumah, hospice care untuk
pasien terminal
b. Perawat bisa bekerja di perusahaan untuk menjaga kesehatan pekerja dan
kecelakaan kerja
c. Perawat dapat melakukan dan terlibat secara aktif dalam melakukan riset dan
penelitian di bidang keperawatan
d. Pemerintah memfasilitasi dan menggalakkan penempatan tenaga perawat di
luar negeri bagi perawat yangmemenuhi kualifikasi.
e. Memberi sangsi kepada rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan yang
memberikan gaji di bawah standar.
Pada akhirnya keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang
mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk
mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri, Perawat harus bekerja
sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung
jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan
yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.

17
DAFTAR PUSTAKA :

Fanany, IY.2011. Issue Legal dan Tantangan dalam Praktik Profesi Keperawatan.
Https://rab3ean.blogspot.com/2011/05/issue-legal-dan-tantangan-dalam-profesi-
keperawatan.html (Online). Diakses 04 Desember 2020

18

Anda mungkin juga menyukai