Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

BERDASARKAN TEORI MODEL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Medikal Bedah Dasar

Dosen Koordinator

Susilawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun Oleh :
Ahmad Zakiudin Nim.215119029
Sukirno Nim.215119031
Tati Karyawati Nim.215119030

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

STIKES JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

TAHUN AJARAN 2019 / 2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa
tanda-tanda klinis baik local maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang
disebabkan gangguan peredaran darah ke otak antara lain peredaran darah sub
arakhnoid, peredaran serebral, dan infrak serebral (Israr, 2008 dalam Yuliatun, 2017).
Stroke semakin menjadi masalah serius karena serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun
usia lanjut ( Junaedi, 2011 dalam Adha, 2016).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia (WHO, 2012). Data yang lebih rinci oleh
American Heart Association (AHA) tahun 2015, memperkirakan terdapat sekitar
795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahun dengan angka
kematian sebanyak 27,9% pada perempuan dan pada laki-laki sebanyak 25,8% (AHA,
2015). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah
14,7 permil penduduk dengan kasus tertinggi di Kalimantan Timur yaitu sebanyak
10,9 permil penduduk sedangkan terendah di provinsi Papua yaitu sebanyak 4,1
permil penduduk (Riskesdas, 2018).
Stroke merupakan penyakit neurologi yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi gerak sehingga seseorang mengalami kelumpuhan (Junaidi, 2011 dalam Adha,
2016). Stroke umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu hemoragik
(perdarahan) dan iskemik (non perdarahan). Stroke iskemik terjadi akibat adanya
sumbatan pada lumen pembuluh darah yang memunculkan manifestasi klinis seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan, dan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh,
kelemahan otot wajah, gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir serta
hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat
dimanifestasikan dengan disfungsi motorik seperti hemiplagi (paralisis pada salah
satu sisi tubuh) atau hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada salah satu sisi tubuh)
sehingga mereka memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(Smeltzer & Bare, 2009).
Pada beberapa kasus serangan stroke klien akan mengalami kecacatan baik
bersifat sementara maupun menetap. Hal ini tentunya merupakan tantangan tersendiri
bagi klien, dikarenakan perubahan situasional dan kondisi klien yang mengalami
kelumpuhan akan mempersulit mobilitas baik selama perawatan di Rumah Sakit
maupun ketika di rumah. Oleh karena itu untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas maka perawat perlu mengembangkan ilmu dan praktik
keperawatan salah satunya melalui penggunaan model konseptual dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien (Idawati & Muhlisin, 2017).
Berbagai model konseptual keperawatan yang telah dikembangkan oleh para
ahli, salah satunya adalah Self Care Defisit oleh Dorothea Orem. Fokus utama dari
model konseptual ini adalah kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri
secara mandiri sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraannya. Teori ini juga merupakan suatu landasan bagi perawat dalam
memandirikan klien sesuai tingkat ketergantungannya bukan menempatkan klien
dalam posisi dependent, karena menurut Orem, self care itu bukan proses intuisi tetapi
merupakan suatu prilaku yang dapat dipelajari (Idawati & Muhlisin, 2017).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien stroke dengan pendekatan teori model
Dorothoe Orem”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke
dengan pendekatan teori model D. Orem
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang konsep teori model D. Orem
b. Mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan
pendekatan teori model D.Orem
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori Dorothea E. Orem


1. Latar Belakang Dorothea E. Orem
Dorothea Orem adalah salah seorang teoritis keperawatan terkemuka di Amerika.
Dorothe Orem lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia memperoleh gelar
sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan Master Keperawatan pada tahun 1945.
Selama karir profesionalnya, dia bekerja sebagai seorang staf keperawatan, perawat
pribadi, perawat pendidik dan administrasi, serta perawat konsultan. Ia menerima
gelar Doktor pada tahun 1976. Dorothea Orem adalah anggota subkomite kurikulum
di Universitas Katolik. Ia mengakui kebutuhan untuk melanjutkan perkembangan
konseptualisasi keperawatan. Ia pertama kali mempubilkasikan ide-idenya dalam
“Keperawatan : Konsep praktik”, pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan
yang terakhir di tahun 1995. Ia meninggal pada tahun 2007 (Alligoood 2010).
2. Definisi Keperawatan
Dorothea orem (1971) mengembangkan definisi keperawatan yang menekankan
pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri. Orem menggambarkan filosofi
tentang kaperawatan dengan cara seperti berikut: Keperawatan memiliki perhatian
tertentu pada kebutuhan manusia terhadap tindakan perawatan dirinya sendiri dan
kondisi serta penatalaksanaannya secara terus menerus dalam upaya
mempertahankan kehidupan dan kesehatan, penyembuhan dari penyakit, atau cidera,
dan mengatasi hendaya yang ditimbulkannya.
Perawatan diri sendiri dibutuhkan oleh setiap manusia, baik laki-laki perempuan
dan anak-anak. Ketika perawatan diri tidak dapat dipertahankan akan terjadi
kesakitan atau kematian. Keperawatan berupaya mengatur dan mempertahankan
kebutuhan keperawatan diri secara terus menerus bagi mereka yang secara total tidak
mampu melakukannya. Dalam situasi lain, perawat membantu klien untuk
mempertahankan perawatan diri dengan melakukannya sebagian, tetapi tidak seluruh
prosedur, melainkan pengawasan pada orang yang membantu klien dengan
memberikan instuksi dan pengarahamn secara individual sehingga secara bertahap
klien mampu melakukannya sendiri.
Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam pandangan mengenai
pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam konsep kebutuhan dasar yang
terdiri dari:
a. Air (udara): pemelihraan dalam pengambilan udara yang cukup.
b. Water (air): pemeliaraan pengambilan air air yang cukup.
c. Food (makanan): pemeliharaan dalam mengkonsumsi makanan
d. Elimination (eliminasi): pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi
e. Rest and Activity (Istirahat dan kegiatan): keseimbangan antara istirahat dan
aktivitas.
f. Solitude and Social Interaction (kesendirian dan interaksi sosial) : pemeliharaan
dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial
g. Hazard Prevention (pencegahan risiko): kebutuhan akan pencegahan risiko pada
kehidupan manusia dalam keadaan sehat .
h. Promotion of Normality
3. Keyakinan dan Nilai-Nilai
Keyakinan Orem’s tentang empat konsep utama keperawatan adalah :
a. Klien/Individu
Individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus menerus mempertahankan
self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari sakit/trauma atau coping dan
efeknya.
b. Sehat
Kemampuan individu atau kelompok memenuhi tuntutan self care yang berperan
untuk mempertahankan dan meningkatkan integritas struktural fungsi dan
perkembangan.
c. Lingkungan :
Tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan keperluan self care dan
perawat termasuk di dalamnya tetapi tidak spesifik.
d. Keperawatan
Pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan yang dilakukan untuk
membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam mempertahankan
seft care yang mencakup integrias struktural, fungsi dan perkembangan.
4. Konsep Utama
Berdasarkan keyakinan empat konsep utama diatas, Orem’s mengembangkan konsep
modelnya hingga dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
a. Universal Self-Care Requisites.
Tujuan universally required adalah untuk mencapai perawatan diri atau
kebebasan merawat diri dimana harus memiliki kemampuan untuk mengenal,
memvalidasi dan proses dalam memvalidasi mengenai anatomi dan fisiologi
manusia yang berintegrasi dalam lingkaran kehidupan. Dibawah ini terdapat 8
teori self care secara umum yaitu :
1) Pemeliharaan kecukupan pemasukan udara
2) Pemeliharaan kecukupan pemasukan makanan
3) Pemeliharaan kecukupan pemasukan cairan
4) Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan eksresi
5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
6) Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi social
7) Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan manusia.
8) Peningkatan promosi fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok social sesuai dengan potensinya
b. Developmental Self-Care Requisites (DSCR)
Berhubungan dengan tingkat perkembangn individu dan lingkungan dimana
tempat mereka tinggal yang berkaitan dengan perubahan hidup seseorang atau
tingkat siklus kehidupan. Tiga hal yang berhubungan dengan tingkat
perkembangan perawatan diri adalah:
1) Situasi yang mendukung perkembangan perawatan diri
2) Terlibat dalam pengembangan diri
3) Mencegah atau mengatasi dampak dari situasi individu dan situasi kehidupan
yang mungkin mempengaruhi perkembangan manusia. (Orem, 1980,p.231).
c. Healt Deviation Self-Care Requisites.
Istilah perawatan diri ditujukan kepada orang-orang yang sakit atau trauma,
yang mengalami gangguan patologi, termasuk ketidakmampuan dan penyandang
cacat juga yang berada sedang dirawat dan menjalani terapi. Adanya gangguan
kesehatan terjadi sepanjang waktu sehingga mempengaruhi pengalaman mereka
dalam menghadapi kondisi sakit sepanjang hidupnya.
Penyakit atau trauma tidak hanya pada struktur tubuh, fisiologi dan psikologi
tetapi juga konsep diri seutuhnya. Ketika konsep diri manusia mengalami
gangguan (termasuk retardasi mental atau autisme), perkembangan individu akan
memberikan dampak baik permanen maupun sementara. Dinegara-negara yang
warganya banyak mengalami gangguan kesehatan, self-care (perawatan diri)
digunakan sebagai alat dalam pengobatan dan terapi kesehatan.
Perawatan diri (self-care) adalah komponen system tindakan perawatan diri
individu yang merupakan langkah-langkah dalam perawatan ketika terjadi
gangguan kesehatan. Kompleksitas dari self-care atau system dependent-care
(ketergantungan perawatan) adalah meningkatnya jumlah penyakit yang terjadi
dalam waktu-waktu tertentu.
d. Therapeutic Self-Care Demand
Terapi pemenuhan kebutuhan dasar berisi mengenai suatu program perawatan
dengan tujuan pemenuhan kebutuhan dasar pasien sesuai dengan tanda dan gejala
yang ditampilkan oleh pasien. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat
ketika memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien diantaranya :
1) Mengatur dan mengontrol jenis atau macam kebutuhan dasar yang dibutuhkan
oleh pasien dan cara pemberian ke pasien.
2) Meningkatkan kegiatan yang bersifat menunjang pemenuhan kebutuhan dasar
seperti promosi dan pencegahan yang bisa menunjang dan mendukung pasien
untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien sesuai dengan taraf kemandiriannya.
Beberapa pemahaman terkait terapi pemenuhan kebutuhan dasar diantaranya :
1) Perawat harus mampu mengidentifikasi faktor pada pasien dan lingkunganya
yang mengarah pada gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia
2) Perawat harus mampu melakukan pemilihan alat dan bahan yang bisa dipakai
untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien, memanfaatkan segala sumberdaya
yang ada disekitar pasien untuk memberikan pelayenana pemenuhan
kebutuhan dasar pasien semaksimal mungkin
e. Self-Care Agency
Pemenuhan kebutuhan dasar pasien secara holistik hanya dapat dilakukan pada
perawat yang memiliki kemampuan komprehensif, memahami konsep dasar
manusia dan perkembangan manusia baik secara holistik ( orem, 2001, p. 514)
f. Agent
Pihak atau prerawat yang bisa memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada
pasien adalah perawat dengan keahlian dan ketrampilan yang berkompeten dan
memiliki kewenangan untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada
pasien secara holistik.
g. Dependent Care Agent
Dependent care agency merupakan perawat profesional yang memiliki tanggung
jawab dan tanggung gugat dalam upaya perawatan pemenuhan kebutuhan dasar
pasien termasuk pasien dalam derajat kesehatan yang masih baik atau masih
mampu atau sebagain memenuhi kebutuhan dasar pada pasien. Pemberian
kebutuhan dasar tetap menekankan pada kemandirian pasien sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Perawatan yang diberikan bisa bersifat promoting, prevensi dan
lain-lain.
h. Self-Care Defisit
Perawat membantu pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya,
utamanya pada pasien yang dalam perawatan total care. Perawatan yang dilakukan
biasanya kuratif dan rehabilitatif. Pemenuhan kebutuhan pasien hampir semuanya
tergantung pada pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh tim tenaga kesehatan
utamanya perawat.
i. Nursing Agency
Perawat harus mampu meningkatkan dan mengembangkan kemampuanya secara
terus menerus untuk bisa memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien
secara holistik sehingga mereka mampu membuktikan dirinya bahwa mereka
adalah perawat yang berkompeten untuk bisa memberika pelayanan profesional
untuk memenuhi kebutuhan dasar pasie. Beberapa ktrempilan selain psikomotor
yang juga harus dikuasai perawat adala komunikasi terapetik, ketrampilan
intrapersonal, pemberdayaan sumberdaya di sekitar lingkungan perawat dan
pasien untuk bisa memberikan pelayanan yang profesional.
j. Nursing Design
Penampilan perawat yang dibutuhkan untuk bisa memberikan asuhan keperawatan
yang bisa memenuhi kebutuhan dasar pasien secara holistik adalah perawat yang
profesional, mampu berfikir kritis, memiliki dan menjalankan standar kerja.
k. Sistem Keperawatan
Merupakan serangkaian tindakan praktik keperawatan yang dilakukan pada satu
waktu untuk kordinasi dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien untuk
mengetahui dan memenuhi komponen kebutuhan perawatan diri klien yang
therapeutic dan untuk melindungi serta mengetahui perkembangan perawatan diri
klien.
5. Asumsi Dasar
Orem (2001) mengidentifikasi beberapa hal mendasar dari teori keperawatan terkait
kebutuhan dasar manusia :
a. Kebutuhan dasar manusia bersifat berkelanjutan, dimana pemenuhannya
dipengaruhi dari faktor dari dalam pasien ataupun dari lingkungan.
b. Human agency, pasien yang memiliki tingkatan ketergantungan dalam pemenuhan
kebutuhan dasarnya.
c. Pengalaman dan pengetahuan perawat diperlukan untuk bisa memberikan
pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar pasien secara profesional.
6. Pernyataan-Pernyataan Teoritis
Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada
kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur
dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik keperawatan, Orem mengembangkan
tiga bentuk teori Self Care, di antaranya:
a. Theory of nursing system
Menggambarkan kebutuhan pasien yang akan dipenuhi oleh perawat, oleh pasien
itu sendiri atau kedua–duanya. Sistem keperawatan didesain berupa sistem
tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk melatih/ meningkatkan self agency
seseorang yang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan self care. Terdapat
tiga tingkatan / kategori sistem keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan self care pasien sebagai berikut :
1) Wholly Compensatory system (Sistem Bantuan Penuh)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara
penuh pada pasien dikarenakan ketidamampuan pasien dalam memenuhi
tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam
pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi gerakan.
Contoh: pemberian bantuan pada pasien koma.
2) Partially Compensatory System (system bantuan sebagian)
Merupakan system dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian.
tindakan pemenuhan kebutuhan sebagian dilakukan oleh perawat dan
sebagian lagi oleh pasien sendiri. Perawat menyediakan kebutuhan self care
akibat keterbatasan pasien, membantu pasien sesuai indikasi yang
dibutuhkan. Biasanya dilakukan pada pasien – pasien dengan keterbatasan
gerak, dan lain-lain.

3) Supportif-Educative System
Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan
dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan
secara mandiri. Sistem ini dilakukan agara pasien mampu melakukan
tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Contoh: pemberian
sistem ini dapat dilakukan pada pasien yang memelukan informasi pada
pengaturan kelahiran.

b. Self Care Defisit


Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di mana segala
perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan.
Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas untuk
melakukan self carenya secara terus menerus. Self care defisit dapat diterapkan
pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta
adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam
peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam proses
penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya
bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain,
memberi support, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk
pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
c. Teori Self Care
Merupakan hubungan antara therapeutic self care demands dengan kekuatan self
care agency yang tidak adekuat. Kemampuan Self Care Agency lebih kecil
dibandingkan dengan therapeutic self care demands sehingga self care tidak
terpenuhi. Kondisi ini menentukan adanya kebutuhan perawat (nursing agency)
melalui sistem keperawatan.
d. Nursing Agency (Agen keperawatan)
Nursing agency adalah karakteristik orang yang mampu memenuhi status perawat
dalam kelompok – kelompok sosial. Tersedianya perawatan bagi individu laki –
laki, wanita, dan anak atau kumpulan manusia seperti keluarga – keluarga,
memerlukan agar perawat memiliki kemampuan khusus yang memungkinkan
mereka memberikan perawatan yang akan menggantikan kerugian atau bantuan
dalam mengatasi turunan kesehatan atau hubungan antar perawatan mandiri –
kesehatan atau perawatan dependen deficit bagi orang lain. Kemampuan khusus
yang merupakan agen keperawatan.
e. Self care agency (Agen perawatan diri)
Self care agency adalah kekeuatan individu yang berhubungan dengan perkiraan
dan esensial operasi – operasi produksi untuk perawatan mandiri.
f. Therapeutik self care demand (Permintaan perawatan diri)
Self care demand adalah totalitas upaya –upaya perawatan diri sendiri yang
ditampilkan untuk beberapa waktu agar menemukan syarat–syarat perawatan
mandiri dengan cara menggunakan metode–metode yang valid dan berhubungan
dengan perangkat–perangkat operasi atau penangan
Sistem Dasar Keperawatan

Partly Compensatory System Supportive-Education System


Wholly Compensatory
System

Membantu hal yang diperlukan pasien Menerima perawatanMengatur


dan bantuan daridan
perawat Mengerjakan perawatan diri
Melakukan beberapa langkah- langkah perawatan diri latihan mengembangkan agen perawatan diri
Mendukung dan melindungi pasien
Mengkompensa si keterbatasan pasien dalam merawat diri Mengatur tindakan perawatan diri
Mengkompensasi ketidakmampuan pasien untuk

Menyelesaikan terapi perawatan diri pasien

ikut serta dalam


perawatan diri
B. Stroke
1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan maupun sumbatan dengan gejala
dan tanda sesuai bagian otak yang terkena yang dapat sembuh sempurna, sembuh
cacat, atau kematian ( Junaidi, 2011, dalam Adha 2016).
2. Klasifikasi
Menurut Saputra (2009), dalam Wicaksono (2015), mengatakan bahwa klasifikasi
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut:
a. TIA (Transient Ischemic Attack) : stroke yang berlangsung hanya beberapa menit,
dapat terjadi beberapa kali dalam sehari.
b. Gangguan neurologi iskemik reversible : berlangsung lebih lama denagn gangguan
minimal tetapi tetap atau menetap.
c. Stroke In Evolution : dengan bertambanya gangguan neurologic yang terjadi
berangsur-angsur dan bisa bertambah buruk.
d. Stroke lengkap : gangguan neurologic menetap, adanya infrak, selalu bersifat
mendadak yang biasanya terjadi pada penderita hipertensi.
3. Etiologi
Etiologi stroke non hemoragik biasanya terjadi karena dibawah ini:
a. Thrombolisis
Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk
dan membentuk plak di dinding pembuluh darah, plak ini yang membuat
pembuluh darah menyempit (Black & Hawks; 2014).
b. Emboli cerebral
yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui pembuluh
darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak tertentu (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
c. Spasme pembuluh darah
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran darah ke
arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang menyempit (Black & Hawks,
2014).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke sangat bergantung dari arteri serebral yang terkena
dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi klinis yang sering terjadi
diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan kesadaran gangguan
penglihatan gangguan komunikasi sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda
gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi (Haryanto,
2015). Menurut Masriadi (2016), menyatakan bahwa tanda dan gejala stroke iskemik
dihubungkan dengan bagian arteri yang terkena sebagai berikut :
a. Arteri karotis interna
1) Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori pada wajah tangan dan kaki
b. Arteri serebri anterior
1) Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori kaki dan jari daerah yang berlawanan daerah terkena
3) Gangguan kognitif
4) Inkontenensia uri
c. Arteri cerebri posterior
1) Gangguan kesadaran sampai koma
2) Kerusakan memori
3) gangguan penglihatan
d. Arteri cerebri media
1) Hemiplegi pada kedua ekstermitas
2) Kadang- kadang kebutaan
3) Afasia global
5. Faktor Resiko Stroke Non Hemoragik
Menurut Junaidi (2011) dalam Adha (2016), menyatakan bahwa stroke non hemoragik
merupakan proses yang multi kompleks dan didasari beberapa macam faktor resiko
yaitu sebagai berikut :
a. Tidak dapat diubah
1) Usia
Kejadian stroke iskemik biasanya terjadi berusia lanjut (60 tahun keatas) dan
resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia karena mengalami
degenerative organ-organ dalam tubuh. Perubahan struktur pembuluh darah
karena penuaan dapat menjadi factor terjadi serangan stroke.
2) Jenis Kelamin
Pria memiliki kecendurungan lebih besar terkena stroke pada usia dewasa awal
dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria
lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda tetapi wanita akan
menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormone
merupakan yang berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati
masa-masa melahirkan anak.
3) Ras
Ras kulit hitam mempunyai kecenderungan lebih tinggi daripada ras lain.
Orang berwatak keras, cepat dan terburu-buru juga rentan terkena stroke.
4) Genetik
Orang yang mempunyai riwayat stroke maka yang bersangkutan beresiko
tinggi terkena stroke.
b. Dapat Dirubah
1) Hipertensi
Hipertensi memepercepat pergerakan dindinhg pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga
mempercepat proses aterioskerosis.
2) Merokok
Kandungan nikotin pada rokok menimbulkan plak pada pembuluh darah,
sehingga menyebabkan aterioskerosis.
3) Diabetes Mellitus
Diabetes mempercepat terjadinya aterioskerosis baik pada pembuluh darah
kecil maupun besar di seluruh pembuluh otak dan jantung. Kadar glukosa
darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar meluasnya area infrak ke
area terbentuknya asam laktat yang merusak jaringan otak karena
hiperglikemia sehingga aliran darah menjadi lambat termasuk aliran darah ke
otak.
4) Penyakit Jantung
Penyakit jantung merupakan faktor penyebab paling kuat terjadinya stroke
iskemik. Penyakit ini dapat penurunan cardiac output sehingga terjadinya
gangguan perfusi serebral.
5) Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan
hiperlipidemia dan atau hipertensi melalui proses ateriosklerosis. Obesitas juga
menyebabkan stroke lewat efek mendengkur dan sleep apnea karena
terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak.
6) Hiperkolesterol
Kolesterol dalam tubuh menyebabkan ateriosklerosis dan terbentuknya lemak,
sehingga aliran darah menjadi lambat. Penelitian menunjukkan angka stroke
meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%.
6. Patofisiologi Stroke
Stroke non hemoragik disebabkan oleh thrombosis akibat plak aterosklerosis yang
member vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah di luar otak
yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosis selanjutnya melekat pada
permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan
memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan berkurangnya aliran
darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nutrisi dan
juga oksigen, sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan
asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium klorida dan air masuk sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalium
akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perubahan
membrane sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami deficit neurologis (Ester, 2010).
7. Pathway

Stroke Hemoragic

Stroke Non Hemoragic


Peningkatan
tekanan sistemik Perfusi jaringan serebral tidak adekuat
Trombus/ emboli
di serebral

Aneurisma Suplai darah ke


jaringan serebral tidak
Perdarahan Vesospasame
arkhnoid/ventrikel arteri serebral/
saraf serebral
Hematom
a serebral Iscemic/ infark

PTIK/ Herniasi Defisit neurologi Hemifer kiri


serebral
Hemisfer kanan Hemiparese/
Penurunan Penekanan saluran plegi kanan
kesadaran pernafasan Hemiparase/
plegi kiri
Pola nafas tidak efektif
Area grocca
Defisit perawatan diri Gangguan mobilitas fisik
Kerusakan Fungsi
N. VII dan N. XII
Kerusakan integritas kulit

Gangguan komunikasi verbal


8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Junaidi (2011), menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang untuk pasien
stroke adalah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan pembuluh
darah. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obstruksi arteri, oklusi atau ruptur.
b. Elektro Encefalography
Elektro Encefalography adalah alat yang digunakan untuk merekam aktifitas
elektrik disepanjang kulit kepala dan mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan
oleh arus ion di dalam neuron otak. Mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar X tengkorak
Sinar X tengkorak adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada
dasar tengkorak dan cungkup tulang cranial. Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis
interna terdapat pada trobus serebral
d. CT-Scan
CT-Scan adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan berbagai sudut kecil
dari tulang tengkorak ke otak. Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia
dan adanya infrak.
e. MRI (Magneting Resonance Imaging)
MRI (Magneting Resonance Imaging) adalah prosedur untuk memeriksa dan
mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh menggunakan medan magnet dan
gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau bahan radioaktif.
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada trambosisi, emboli,
tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragi
subarachnoid atau perdarahan intracranial.
9. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya (2013), menyatakan bahwa penatalaksanaan pada pasien stroke
adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Rehabilitasi
2) Mobilisasi
3) ROM (Range Of Motion)
b. Penatalaksanaan secara farmakologi
1) Trombolitik (streptokinase)
2) Anti platelet atau anti trombolik (asetesol, ticlopidin, cilostazol, dipridamol)
3) Antikoagulan (heparin)
4) Hemorrhagea (pentoxyfilin)
5) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
6) Antagonis calcium (nomodipin, piracretam)
c. Penatalaksanaan secara khusus atau komplikasi
1) Atasi kejang (antikonvulsan)
2) Atasi tekanan intracranial yang meningkat manitol, gliseron, furosemid,
intubasi, steroid dan lain-lain.
3) Atasi dekompresi (kraniotomi)
4) Untuk penatalksanaan faktor resiko
5) Atasi hipertensi, hiperglikemia, hiperurisemia
10. Komplikasi
Menurut Junaidi (2011), menyatakan bahwa komplikasi yang sering terjadi pada
pasien stroke adalah sebagai berikut :
a. Dekubitus merupakan tidur yang lama karena kelumpuhan dapat mengakibatkan
luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring seperti pinggul, sendi
kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang
lumpuh dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah karena terbaring lama akan menimbulkan kekakuan pada
otot dan sendi. Penekanan saraf poreneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu
dapatterjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis karena berkurangnya densitas mineral pada tulang.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan sinar
matahari.
e. Inkontenensia dan konstipasi pada umumnya penyebabnya karena imobilisasi,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
f. Spasisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplagi dan nyeri bahu
pada bagian sisi yang lemah.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Proses Keperawatan Pada Pasien Stroke dengan Penerapan Teori Model Dorothea
E. Orem
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ketidakmampuan
pemenuhan perawatan diri sehingga perlu mengumpulkan data tentang adanya
tuntutan perawatan diri, kemampuan melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan
diri, kebutuhan perawatan diri secara umum dan penyimpangan kebutuhan perawatan
diri. Pengkajian menurut Orem terdiri dari basic conditioning faktor, universal self
care requisites, developmental self care requisites dan health deviation self care
requisites (Alligood & Tomay, 2010).
a. Basic conditioning factor
Menurut Orem (2001) Basic conditioning faktor merupakan kondisi atau situasi
yang dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Pengkajian basic conditioning factor pada pasien stroke meliputi usia, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, budaya, ras, status perkawinan, agama,
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan, sistem pelayanan
kesehatan, dan bagaimana pemanfaatan fasilitas tersebut saat mengalami masalah
kesehatan (Ernawati, 2013).
b. Universal self care requisites
Universal self care requisites menggambarkan delapan tipe kebutuhan self care,
yaitu (Tomay & Alligood, 2006; Christensen, 2009; Ernawati, 2013):
1) Oksigenasi
Pasien Stroke pada fase akut memiliki risiko untuk mengalami infeksi baik
infeksi saluran pernapasan akibat perdarahan serebral yang dapat menurunkan
transportasi oksigen. Pengkajian keseimbangan pemasukan udara udara pasien
stroke meliputi frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, bunyi napas,
kadar analisa gas darah (Alligood & Tomay, 2010; Ernawati, 2013).
2) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi keadaan cairan tubuh,
kebutuhan mendapatkan cairan, jenis cairan, kemampuan pemasukan
mendapatkan cairan, tanda-tanda dehidrasi, dan hasil laboratorium berkaitan
dengan pemeriksaan cairan dan elektrolit (hemoglobin, hematokrit, dan
elektrolit) (Ernawati, 2013).
3) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu dikaji meliputi nafsu makan pasien,
mual, muntah, penurunan berat badan, kepatuhan pasien dalam diet, bantuan
yang diperlukan dalam memenuhi diet, pengetahuan pasien tentang diet dan
hasil laboratorium berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi (glukosa
darah, hemoglobin, dan kadar albumin) (Ernawati, 2013).
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi perubahan pola, retensio urin, dan
inkonstinensia urin atau alvi. Protein urin, ureum darah dan kreatinin darah
dapat menggambarkan kemampuan filtrasi glomerulus pasien stroke akibat
tekanan darah tinggi (Greestein & Wood, 2009; Ernawati, 2013).
5) Kebutuhan aktivitas dan istirahat
Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan dan kelemahan otot sehingga tidak
mampu mobilisasi dan melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan optimal.
Pengkajian meliputi kemampuan mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur,
tingkat nyeri, penurunan tonus dan kekuatan otot (Ernawati, 2013).
6) Interaksi dan isolasi sosial
Penyakit stroke yang bersifat kronis dapat menyebabkan pasien kehilangan
kontrol atas dirinya sehingga menimbulkan manifestasi gejala depresi.
Pegkajian meliputi tingkat stres pasien, tingkat kecemasan, tingkat
ketergantungan pada orang lain, penerimaan terhadap penyakit, kontak sosial,
support system, dan partisipasi dalam perawatan di rumah sakit (Renpenning &
Taylor, 2003; Ernawati, 2013).
7) Pencegahan terhadap risiko yang mengancam jiwa
Komplikasi stroke dapat menyebabkan risiko yang mengancam kehidupan.
Pengkajian yang harus dilkakukan meliputi risiko terjadinya cedera, risiko
terjadinya dekuitus, penurunan kekuatan otot (Ernawati, 2013).
8) Peningkatan fungsi dan perkembangan hidup dalam kelompok sosial
Pengkajian meliputi: sistem pendukung (orang terdekat, perkumpulan pasien
DM, dan pelayanan kesehatan terdekat), dan kemampuan self care pasien
(Ernawati, 2013).
c. Developmental self care requisites
Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan
sesorang menuju fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi yang
dapat menghambat perkembangan tersebut. Terdapat 3 (tiga) jenis developmental
self care requisites yaitu mempertahankan kondisi yang meningkatkan
perkembangan diri, pencegahan atau menanggulangi akibat kondisi manusia dan
situasi kehidupan yang dapat merugikan perkembangan manusia. Perubahan fisik
pasien stroke antara lain atropi otot, penurunan kekuatan otot (Christensesn &
Kenney, 2009; Ernawati, 2013).
d. Health deviation self care requisites
Terdapat 3 (tiga) tipe dari kebutuhan healt deviation self care requisites yang
penting yaitu berhubungan dengan perubahan struktur fisik, berhubungan dengan
perubahan fungsi fisik, dan dihubungkan dengan perubahan perilaku. Kebutuhan
yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya kerusakan
serebral yang dapat menimbulkan perubahan motorik dan sensori, dan
hemiparesis. Pada pasien stroke yang terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Pasien stroke akan
mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat
menghalangi aktivitas sehari-hari seperti kesulitan dalam mobilitas fisik karena
mengalami kelumpuhan dan penurunan kekuatan otot (Christensen & Kenney,
2009; Ernawati, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dalam teori self care, Orem tidak menjelaskan mengenai diagnosa keperawatan
yang dapat dikembangkan dengan kerangka teori ini. Namun dalam Alligood dan
Tomay (2010), Orem memberikan panduan dalam perumusan dan penegakan diagnosa
keperawatan. Penegakan diagnosa keperawatan dalam teori ini disesuaikan dengan
therapeutic self care demand yang merupakan uraian dari pengkajian universal self
care requisites, developmental self care requisites dan health deviation self care
requisites. Dalam proses penegakan diagnosa akan dilakukan analisis terkait dengan
ketidakadekuatan therapeutic self care demand. Dari penegakan diagnosa
keperawatan ini kemudian dibuatlah perencanaan keperawatan yang berpedoman pada
tingkat ketergantungan pasien apakah wholly compensatory nursing system, partially
compensatory nursing system atau education nursing system.
3. Intervensi
Intervensi berdasarkan teori Orem berpedoman pada self care demand dan
bertujuan untuk mendorong pasien sebagai self care agent. Pola keperawatan yang
dapat dilakukan adalah bantuan sepenuhnya, bantuan sebagian, atau dorongan dan
edukasi. Secara detail Orem tidak menguraikan intervensi pada proses keperawatan.
Namun berdasarkan pengkajian dan penegakkan diagnosa, intervensi keperawatan
bedasarkan self care demand dari teori self care dapat menggunakan NIC dan NOC
(Wilson, 2008) sesuai standar NANDA. Penulis menerapkan diagnose keperawatan
sesuai SDKI, Intervensi keperawatan berdasarkan universal self care requisites,
developmental self care requisites dan health deviation self care requisites yang
dimodifikasi SLKI, dan SIKI dapat dilihat pada tabel berikut;
Dx.Keperawatan (SDKI) Luaran dan Kriteria hasil Intervensi
Resiko perfusi serebral Luaran : perfusi serebral  Intervensi utama :
tidak efektif meningkat o Manajemen
Kriteria hasil peningkatan TIK
 Tingkat kesadaran o Pemantauan TIK
meningkat  Intervensi tambahan
 TIK menurun o Pemantauan
 Sakit kepala menurun neurologis
 Gelisah menurun o Pemantauan tanda
 Nilai rata-rata TD vital
membaik o Pencegahan
perdarahan
o Perawatan sirkulasi
Pola nafas tidak efektif Luaran : pola nafas  Intervensi utama :
membaik o Manajemen jalan
Kriteria hasil nafas
 Kapasitas vital o Pemantauan
meningkat respirasi
 Penggunaan otot bantu  Intervensi tambahan
nafas menurun o Pengaturan posisi
 Pernapasan cuping o Dukungan ventilasi
hidung menurun o Pemberian oat
 Frekuensi napas inhalasi
membaik
Gangguan mobilitas fisik Luaran : mobilitas fisik  Intervensi utama :
meningkat o Dukungan ambulasi
Kriteria hasil o Dukungan
 Pergerakan ekstermitas mobilisasi
meningkat  Intervensi pendukung
 Kekuatan otot o Edukasi latihan fisik
meningkat o Edukasi teknik
 Rentang gerak ambulasi
meningkat o Perawatan tirah
 Kelemahan fisik baring
menurun o Terapi relaksasi
 Kaku sendi menurun progresif
o Teknik latihan
pengutan otot
Defisit perawatan diri Luaran : perawatan diri  Intervensi utama :
meningkat o Dukungan
Kriteria hasil perawatan diri
 Kemampuan mandi o Dukungan
meningkat perawatan diri :
 Kemampuan BAB/BAK
mengenakan pakaian o Dukungan
meningkat perawatan diri :
 Kemampuan ke Berhias
toileting meningkat o Dukungan
 Minat melakukan perawatan diri:
perawatan diri berpakaian
meningkat o Dukungan
perawatan diri:
Makan/minum
o Dukungan
perawatan
diri:mandi
Gangguan komunikasi Luaran : komunikasi  Intervensi utama :
verbal verbal meningkat o Promosi komunikasi
Kriteria hasil :deficit bicara
 Kemampuan berbicara o Promosi komunikasi
meningkat :deficit pendengaran
 Kesesuaian ekspresi o Promosi komunikasi
wajah meningkat :deficit visual
 Afasia menurun
Gangguan integritas kulit Luaran : integritas  Intervensi utama :
meningkat o Perawatan integritas
Kriteria hasil kulit
 Kerusakan jaringan o Perawatan luka
menurun
 Perfusi jaringan
meningkat
 Suhu kulit membaik
 Tekstur membaik
Defisit pengetahuan Luaran : tingkat  Intervensi utama :
pengetahuan meningkat o Edukasi kesehatan
Kriteria hasil  Intervensi pendukung
 Perilaku sesuai anjuran o Edukasi ambulasi
meningkat
 Kemempuan
menjelaskan tentang
suatu topik
 Persepsi yang keliru
terhadap masalah
menurun
 Perilaku membaik
Resiko jatuh Luaran : tingkat jatuh  Intervensi utama :
menurun o Pencegahan jatuh
Kriteria hasil o Manajemen
 Jatuh dari tempat tidur keselamatan
menurun lingkungan
 Jatuh saat berdiri
menurun
 Jatuh saat berjalan
menurun
Risiko aspirasi Luaran : tingkat aspirasi  Intervensi utama :
menurun o Manajemen jalan
Kriteria hasil nafas
 Tingkat kesadaran o Pencegahan aspirasi
meningkat
 Kemamampuan
menelan meningkat
 Kelemahan otot
menurun
(SDKI, SLKI, SIKI, 2018).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan asuhan kolaboratif antara pasien dan
perawat (Orem, 2014). Perawat membuat berbagai stratregi untuk meningkatkan
kemampuan pasien. Dalam implementasi rencana keperawatan, pasien dan perawat
secara ersama-sama melakukan aktivitas dalam pemenuhan kebutuihan perawatan diri
pasien. Pelaksanaan rencana keperawatan yang telah dibuat, kemudian diberikan
sesuai dengan 3 tingkat kemampuan pasien. Implementyasi rencana keperawatan
dapat dilakukan dengan 6 cara yaitu melaksanakan tindakan langsung, memerikan
pedoman atau petunjuk, memerikan dukungan psikologis, memberikan dukungan
fisik, memerikan perkemangan lingkungan yang suportif, serta memberikan edukasi
pendidikan kesehatan (Renpening &Tailor, 2014).
5. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dalam teori orem dikenal dengan control operation merupakan
tindakan menilai kemajuan pasien dalam melakukan perawatan diri, dan tindakan
penilaian terhadap efektifitas terhadap intervensi keperawatan yang telah dierikan.
Evaluasi dapat dilihat salah satunya melalui tingkah laku pasien. Orem
mengemukakan bahwa pasien membutuhkan kemandirian dalam hal mengatasi
masalah kesehatan. Peran perawat mengkaji kembali perubahan internal dan eksternal
pasien dalam tercapainya tujuan dari rencana yang telah diterapkan. Evaluasi juga
melihat efektifitas dari tindakan keperawatan, pencapaian tujuan dan penyelesaian
masalah. Memuat keputusan erdasarkan pertimbangan dari hasil kajian ulang terhadap
masalah keperawatan yang akan dilakukan, Hidayati, 2013).

B. Terapi Modalitas EBNP Pada pasien stroke


Penerapan Evidance Base Nursing Practice pada pasien stroke yang mengalami
deficit perawatan diri : berpakaian yang berjudul “Analisa Praktik Klinik Keperawatan
Pada Klien Dengan Stroke Non Hemoragic (SNH) Dengan Intervensi Inovasi Pengaruh
Task Oriented Approach (TOA) Terhadap Tingkat Kemampuan Aktivitas Berpakaian Di
Ruang Stroke Center RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”. Task Oriented
Approach adalah salah satu jenis dari terapi okupasi yang digunakan dalam proses
pengembalian fungsi motorik pada tubuh pasien penderita stroke.Keterampilan motorik
penderita stroke diajarkan dengan memilih tugas-tugas fungsional yang kontekstual dan
cocok untuk pasien tersebut sehingga dapat mengembalikan fungsi motoric secara
optimal. Task Oriented Approach (TOA)pada pasien dengan Stroke non Hemoragikdalam
mengatasi masalah keperawatan deficit perawatan diri : berpakaian. Intervensi ini
dilakukan pada Tn. B (560 th) selama 4 hari yang dirawat di ruang Stroke
CenterAFIRSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil analisa menunjukkan bahwa
tindakan keperawatan dengan penerapan Task Oriented Approach menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan aktivitas berpakaian pasien dengan stroke non hemoragik
(SNH).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pendekatan model Self Care Orem pada pasien stroke sangat memungkinkan untuk
diterapkan dalam pemerian asuhan keperawatan, dimana pasien dengan stroke akan
distimulasi untuk berpartisipasi aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya, mengenali kebutuhannya dalam mencapai perawatan diri yang optimal.
Dengan model self care Orem pasien stroke dapat mengenali dan mengatasi kondisi
untuk memperpendek hari rawat dan asuhan diberikan efektif.

B. Saran
1. Pelayanan Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan model self care Orem pada
pasien dengan stroke sangat bermanfaat dan memudahkan perawat dalam
memerikan intervensi keperawatan secara mandiri, akan tetapi dibutiuhkan
kemampuan komunikasi terapeutik yang lebih baik untuk menstimulasi partisipasi
aktif pasien dan keluarga.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Perlu dikaji leih mendalam tentang aplikasi model self care Orem sebagai
salahsatu upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dengan
mengemangkan strategi dan format proses keperawatan menggunakan model
nursing system Orem melalui penerapan intervensi keperawatan berbasis bukti.
DAFTAR PUSTAKA

Aligood &Tomey. 2010. Nursing Theorists and Their Work Edition. St.Louist
USA:Mosby Inc.

Aligood &Tomey. 2014. Nursing Theorists and Their Work Edition. St.Louist
USA:Mosby Inc.

Black & Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.

Ernawati. 2013.Diabetes Melitus dan penangannya : Penerapan Model Self Care


Orem Pada Asuhan Keperawatan.

Hidayati. Metode Perawatan PASIEN Gangguan Sistem Perkemihan: Aplikasi


Konsep Orem “Self Care Deficit” DAN Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.

Idawati & Muhlisin. 2017. Teori Self Care dari Orem Dan Pendekatan DALAM
Praktek Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Solo.

Juneidi, Iskandar. 2011 dalam Adha, 2016. Stroke. Yogyakarta : CV Andi Off Set.

Nurarif & Kusuma, 2015. Aplicasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose


Medis & NANDA NIC-NOC . Yogyakarta.

Orem. 2014. Nursing Concepts Of Practice. Toronto, Mosby Company.

RISKESDAS. 2018. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian RI


Tahun 2018. Jakarta : Badan penelitian dan pengembangan kesehatan
Kementerian RI.

Smeltzer & Bare .2009. Texbook of Medical Surgical Nursing (10th.Ed). New York:
Springer Publishing Company.

Tim Pokja PPNI.2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. PPNI.

Tim Pokja PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. PPNI

Tim Pokja PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. PPNI

Anda mungkin juga menyukai