Dosen Koordinator
Susilawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.KMB
Disusun Oleh :
Ahmad Zakiudin Nim.215119029
Sukirno Nim.215119031
Tati Karyawati Nim.215119030
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa
tanda-tanda klinis baik local maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang
disebabkan gangguan peredaran darah ke otak antara lain peredaran darah sub
arakhnoid, peredaran serebral, dan infrak serebral (Israr, 2008 dalam Yuliatun, 2017).
Stroke semakin menjadi masalah serius karena serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun
usia lanjut ( Junaedi, 2011 dalam Adha, 2016).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia (WHO, 2012). Data yang lebih rinci oleh
American Heart Association (AHA) tahun 2015, memperkirakan terdapat sekitar
795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahun dengan angka
kematian sebanyak 27,9% pada perempuan dan pada laki-laki sebanyak 25,8% (AHA,
2015). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah
14,7 permil penduduk dengan kasus tertinggi di Kalimantan Timur yaitu sebanyak
10,9 permil penduduk sedangkan terendah di provinsi Papua yaitu sebanyak 4,1
permil penduduk (Riskesdas, 2018).
Stroke merupakan penyakit neurologi yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi gerak sehingga seseorang mengalami kelumpuhan (Junaidi, 2011 dalam Adha,
2016). Stroke umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu hemoragik
(perdarahan) dan iskemik (non perdarahan). Stroke iskemik terjadi akibat adanya
sumbatan pada lumen pembuluh darah yang memunculkan manifestasi klinis seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan, dan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh,
kelemahan otot wajah, gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir serta
hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat
dimanifestasikan dengan disfungsi motorik seperti hemiplagi (paralisis pada salah
satu sisi tubuh) atau hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada salah satu sisi tubuh)
sehingga mereka memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(Smeltzer & Bare, 2009).
Pada beberapa kasus serangan stroke klien akan mengalami kecacatan baik
bersifat sementara maupun menetap. Hal ini tentunya merupakan tantangan tersendiri
bagi klien, dikarenakan perubahan situasional dan kondisi klien yang mengalami
kelumpuhan akan mempersulit mobilitas baik selama perawatan di Rumah Sakit
maupun ketika di rumah. Oleh karena itu untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas maka perawat perlu mengembangkan ilmu dan praktik
keperawatan salah satunya melalui penggunaan model konseptual dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien (Idawati & Muhlisin, 2017).
Berbagai model konseptual keperawatan yang telah dikembangkan oleh para
ahli, salah satunya adalah Self Care Defisit oleh Dorothea Orem. Fokus utama dari
model konseptual ini adalah kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri
secara mandiri sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraannya. Teori ini juga merupakan suatu landasan bagi perawat dalam
memandirikan klien sesuai tingkat ketergantungannya bukan menempatkan klien
dalam posisi dependent, karena menurut Orem, self care itu bukan proses intuisi tetapi
merupakan suatu prilaku yang dapat dipelajari (Idawati & Muhlisin, 2017).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien stroke dengan pendekatan teori model
Dorothoe Orem”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke
dengan pendekatan teori model D. Orem
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang konsep teori model D. Orem
b. Mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan
pendekatan teori model D.Orem
BAB II
TINJAUAN TEORI
3) Supportif-Educative System
Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan
dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan
secara mandiri. Sistem ini dilakukan agara pasien mampu melakukan
tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Contoh: pemberian
sistem ini dapat dilakukan pada pasien yang memelukan informasi pada
pengaturan kelahiran.
Stroke Hemoragic
A. Proses Keperawatan Pada Pasien Stroke dengan Penerapan Teori Model Dorothea
E. Orem
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ketidakmampuan
pemenuhan perawatan diri sehingga perlu mengumpulkan data tentang adanya
tuntutan perawatan diri, kemampuan melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan
diri, kebutuhan perawatan diri secara umum dan penyimpangan kebutuhan perawatan
diri. Pengkajian menurut Orem terdiri dari basic conditioning faktor, universal self
care requisites, developmental self care requisites dan health deviation self care
requisites (Alligood & Tomay, 2010).
a. Basic conditioning factor
Menurut Orem (2001) Basic conditioning faktor merupakan kondisi atau situasi
yang dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Pengkajian basic conditioning factor pada pasien stroke meliputi usia, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, budaya, ras, status perkawinan, agama,
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan, sistem pelayanan
kesehatan, dan bagaimana pemanfaatan fasilitas tersebut saat mengalami masalah
kesehatan (Ernawati, 2013).
b. Universal self care requisites
Universal self care requisites menggambarkan delapan tipe kebutuhan self care,
yaitu (Tomay & Alligood, 2006; Christensen, 2009; Ernawati, 2013):
1) Oksigenasi
Pasien Stroke pada fase akut memiliki risiko untuk mengalami infeksi baik
infeksi saluran pernapasan akibat perdarahan serebral yang dapat menurunkan
transportasi oksigen. Pengkajian keseimbangan pemasukan udara udara pasien
stroke meliputi frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, bunyi napas,
kadar analisa gas darah (Alligood & Tomay, 2010; Ernawati, 2013).
2) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi keadaan cairan tubuh,
kebutuhan mendapatkan cairan, jenis cairan, kemampuan pemasukan
mendapatkan cairan, tanda-tanda dehidrasi, dan hasil laboratorium berkaitan
dengan pemeriksaan cairan dan elektrolit (hemoglobin, hematokrit, dan
elektrolit) (Ernawati, 2013).
3) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu dikaji meliputi nafsu makan pasien,
mual, muntah, penurunan berat badan, kepatuhan pasien dalam diet, bantuan
yang diperlukan dalam memenuhi diet, pengetahuan pasien tentang diet dan
hasil laboratorium berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi (glukosa
darah, hemoglobin, dan kadar albumin) (Ernawati, 2013).
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi perubahan pola, retensio urin, dan
inkonstinensia urin atau alvi. Protein urin, ureum darah dan kreatinin darah
dapat menggambarkan kemampuan filtrasi glomerulus pasien stroke akibat
tekanan darah tinggi (Greestein & Wood, 2009; Ernawati, 2013).
5) Kebutuhan aktivitas dan istirahat
Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan dan kelemahan otot sehingga tidak
mampu mobilisasi dan melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan optimal.
Pengkajian meliputi kemampuan mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur,
tingkat nyeri, penurunan tonus dan kekuatan otot (Ernawati, 2013).
6) Interaksi dan isolasi sosial
Penyakit stroke yang bersifat kronis dapat menyebabkan pasien kehilangan
kontrol atas dirinya sehingga menimbulkan manifestasi gejala depresi.
Pegkajian meliputi tingkat stres pasien, tingkat kecemasan, tingkat
ketergantungan pada orang lain, penerimaan terhadap penyakit, kontak sosial,
support system, dan partisipasi dalam perawatan di rumah sakit (Renpenning &
Taylor, 2003; Ernawati, 2013).
7) Pencegahan terhadap risiko yang mengancam jiwa
Komplikasi stroke dapat menyebabkan risiko yang mengancam kehidupan.
Pengkajian yang harus dilkakukan meliputi risiko terjadinya cedera, risiko
terjadinya dekuitus, penurunan kekuatan otot (Ernawati, 2013).
8) Peningkatan fungsi dan perkembangan hidup dalam kelompok sosial
Pengkajian meliputi: sistem pendukung (orang terdekat, perkumpulan pasien
DM, dan pelayanan kesehatan terdekat), dan kemampuan self care pasien
(Ernawati, 2013).
c. Developmental self care requisites
Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan
sesorang menuju fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi yang
dapat menghambat perkembangan tersebut. Terdapat 3 (tiga) jenis developmental
self care requisites yaitu mempertahankan kondisi yang meningkatkan
perkembangan diri, pencegahan atau menanggulangi akibat kondisi manusia dan
situasi kehidupan yang dapat merugikan perkembangan manusia. Perubahan fisik
pasien stroke antara lain atropi otot, penurunan kekuatan otot (Christensesn &
Kenney, 2009; Ernawati, 2013).
d. Health deviation self care requisites
Terdapat 3 (tiga) tipe dari kebutuhan healt deviation self care requisites yang
penting yaitu berhubungan dengan perubahan struktur fisik, berhubungan dengan
perubahan fungsi fisik, dan dihubungkan dengan perubahan perilaku. Kebutuhan
yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya kerusakan
serebral yang dapat menimbulkan perubahan motorik dan sensori, dan
hemiparesis. Pada pasien stroke yang terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Pasien stroke akan
mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat
menghalangi aktivitas sehari-hari seperti kesulitan dalam mobilitas fisik karena
mengalami kelumpuhan dan penurunan kekuatan otot (Christensen & Kenney,
2009; Ernawati, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dalam teori self care, Orem tidak menjelaskan mengenai diagnosa keperawatan
yang dapat dikembangkan dengan kerangka teori ini. Namun dalam Alligood dan
Tomay (2010), Orem memberikan panduan dalam perumusan dan penegakan diagnosa
keperawatan. Penegakan diagnosa keperawatan dalam teori ini disesuaikan dengan
therapeutic self care demand yang merupakan uraian dari pengkajian universal self
care requisites, developmental self care requisites dan health deviation self care
requisites. Dalam proses penegakan diagnosa akan dilakukan analisis terkait dengan
ketidakadekuatan therapeutic self care demand. Dari penegakan diagnosa
keperawatan ini kemudian dibuatlah perencanaan keperawatan yang berpedoman pada
tingkat ketergantungan pasien apakah wholly compensatory nursing system, partially
compensatory nursing system atau education nursing system.
3. Intervensi
Intervensi berdasarkan teori Orem berpedoman pada self care demand dan
bertujuan untuk mendorong pasien sebagai self care agent. Pola keperawatan yang
dapat dilakukan adalah bantuan sepenuhnya, bantuan sebagian, atau dorongan dan
edukasi. Secara detail Orem tidak menguraikan intervensi pada proses keperawatan.
Namun berdasarkan pengkajian dan penegakkan diagnosa, intervensi keperawatan
bedasarkan self care demand dari teori self care dapat menggunakan NIC dan NOC
(Wilson, 2008) sesuai standar NANDA. Penulis menerapkan diagnose keperawatan
sesuai SDKI, Intervensi keperawatan berdasarkan universal self care requisites,
developmental self care requisites dan health deviation self care requisites yang
dimodifikasi SLKI, dan SIKI dapat dilihat pada tabel berikut;
Dx.Keperawatan (SDKI) Luaran dan Kriteria hasil Intervensi
Resiko perfusi serebral Luaran : perfusi serebral Intervensi utama :
tidak efektif meningkat o Manajemen
Kriteria hasil peningkatan TIK
Tingkat kesadaran o Pemantauan TIK
meningkat Intervensi tambahan
TIK menurun o Pemantauan
Sakit kepala menurun neurologis
Gelisah menurun o Pemantauan tanda
Nilai rata-rata TD vital
membaik o Pencegahan
perdarahan
o Perawatan sirkulasi
Pola nafas tidak efektif Luaran : pola nafas Intervensi utama :
membaik o Manajemen jalan
Kriteria hasil nafas
Kapasitas vital o Pemantauan
meningkat respirasi
Penggunaan otot bantu Intervensi tambahan
nafas menurun o Pengaturan posisi
Pernapasan cuping o Dukungan ventilasi
hidung menurun o Pemberian oat
Frekuensi napas inhalasi
membaik
Gangguan mobilitas fisik Luaran : mobilitas fisik Intervensi utama :
meningkat o Dukungan ambulasi
Kriteria hasil o Dukungan
Pergerakan ekstermitas mobilisasi
meningkat Intervensi pendukung
Kekuatan otot o Edukasi latihan fisik
meningkat o Edukasi teknik
Rentang gerak ambulasi
meningkat o Perawatan tirah
Kelemahan fisik baring
menurun o Terapi relaksasi
Kaku sendi menurun progresif
o Teknik latihan
pengutan otot
Defisit perawatan diri Luaran : perawatan diri Intervensi utama :
meningkat o Dukungan
Kriteria hasil perawatan diri
Kemampuan mandi o Dukungan
meningkat perawatan diri :
Kemampuan BAB/BAK
mengenakan pakaian o Dukungan
meningkat perawatan diri :
Kemampuan ke Berhias
toileting meningkat o Dukungan
Minat melakukan perawatan diri:
perawatan diri berpakaian
meningkat o Dukungan
perawatan diri:
Makan/minum
o Dukungan
perawatan
diri:mandi
Gangguan komunikasi Luaran : komunikasi Intervensi utama :
verbal verbal meningkat o Promosi komunikasi
Kriteria hasil :deficit bicara
Kemampuan berbicara o Promosi komunikasi
meningkat :deficit pendengaran
Kesesuaian ekspresi o Promosi komunikasi
wajah meningkat :deficit visual
Afasia menurun
Gangguan integritas kulit Luaran : integritas Intervensi utama :
meningkat o Perawatan integritas
Kriteria hasil kulit
Kerusakan jaringan o Perawatan luka
menurun
Perfusi jaringan
meningkat
Suhu kulit membaik
Tekstur membaik
Defisit pengetahuan Luaran : tingkat Intervensi utama :
pengetahuan meningkat o Edukasi kesehatan
Kriteria hasil Intervensi pendukung
Perilaku sesuai anjuran o Edukasi ambulasi
meningkat
Kemempuan
menjelaskan tentang
suatu topik
Persepsi yang keliru
terhadap masalah
menurun
Perilaku membaik
Resiko jatuh Luaran : tingkat jatuh Intervensi utama :
menurun o Pencegahan jatuh
Kriteria hasil o Manajemen
Jatuh dari tempat tidur keselamatan
menurun lingkungan
Jatuh saat berdiri
menurun
Jatuh saat berjalan
menurun
Risiko aspirasi Luaran : tingkat aspirasi Intervensi utama :
menurun o Manajemen jalan
Kriteria hasil nafas
Tingkat kesadaran o Pencegahan aspirasi
meningkat
Kemamampuan
menelan meningkat
Kelemahan otot
menurun
(SDKI, SLKI, SIKI, 2018).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan asuhan kolaboratif antara pasien dan
perawat (Orem, 2014). Perawat membuat berbagai stratregi untuk meningkatkan
kemampuan pasien. Dalam implementasi rencana keperawatan, pasien dan perawat
secara ersama-sama melakukan aktivitas dalam pemenuhan kebutuihan perawatan diri
pasien. Pelaksanaan rencana keperawatan yang telah dibuat, kemudian diberikan
sesuai dengan 3 tingkat kemampuan pasien. Implementyasi rencana keperawatan
dapat dilakukan dengan 6 cara yaitu melaksanakan tindakan langsung, memerikan
pedoman atau petunjuk, memerikan dukungan psikologis, memberikan dukungan
fisik, memerikan perkemangan lingkungan yang suportif, serta memberikan edukasi
pendidikan kesehatan (Renpening &Tailor, 2014).
5. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dalam teori orem dikenal dengan control operation merupakan
tindakan menilai kemajuan pasien dalam melakukan perawatan diri, dan tindakan
penilaian terhadap efektifitas terhadap intervensi keperawatan yang telah dierikan.
Evaluasi dapat dilihat salah satunya melalui tingkah laku pasien. Orem
mengemukakan bahwa pasien membutuhkan kemandirian dalam hal mengatasi
masalah kesehatan. Peran perawat mengkaji kembali perubahan internal dan eksternal
pasien dalam tercapainya tujuan dari rencana yang telah diterapkan. Evaluasi juga
melihat efektifitas dari tindakan keperawatan, pencapaian tujuan dan penyelesaian
masalah. Memuat keputusan erdasarkan pertimbangan dari hasil kajian ulang terhadap
masalah keperawatan yang akan dilakukan, Hidayati, 2013).
A. Kesimpulan
Pendekatan model Self Care Orem pada pasien stroke sangat memungkinkan untuk
diterapkan dalam pemerian asuhan keperawatan, dimana pasien dengan stroke akan
distimulasi untuk berpartisipasi aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya, mengenali kebutuhannya dalam mencapai perawatan diri yang optimal.
Dengan model self care Orem pasien stroke dapat mengenali dan mengatasi kondisi
untuk memperpendek hari rawat dan asuhan diberikan efektif.
B. Saran
1. Pelayanan Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan model self care Orem pada
pasien dengan stroke sangat bermanfaat dan memudahkan perawat dalam
memerikan intervensi keperawatan secara mandiri, akan tetapi dibutiuhkan
kemampuan komunikasi terapeutik yang lebih baik untuk menstimulasi partisipasi
aktif pasien dan keluarga.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Perlu dikaji leih mendalam tentang aplikasi model self care Orem sebagai
salahsatu upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dengan
mengemangkan strategi dan format proses keperawatan menggunakan model
nursing system Orem melalui penerapan intervensi keperawatan berbasis bukti.
DAFTAR PUSTAKA
Aligood &Tomey. 2010. Nursing Theorists and Their Work Edition. St.Louist
USA:Mosby Inc.
Aligood &Tomey. 2014. Nursing Theorists and Their Work Edition. St.Louist
USA:Mosby Inc.
Idawati & Muhlisin. 2017. Teori Self Care dari Orem Dan Pendekatan DALAM
Praktek Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Solo.
Juneidi, Iskandar. 2011 dalam Adha, 2016. Stroke. Yogyakarta : CV Andi Off Set.
Smeltzer & Bare .2009. Texbook of Medical Surgical Nursing (10th.Ed). New York:
Springer Publishing Company.