Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

“DILEMA ETIKA KEDOKTERAN”

Oleh:
Kelompok 5
Semester 1 Angkatan 2019

1. Muhammad Sabiq (20191880035)


2. Annisa Dewi Maharani (20191880043)
3. Adisty Nadiatul Mufliha (20191880037)
4. Melisa Kamila Hasna (20191880038)
5. Dewi Pratiwi (20191880039)
6. Lucky Dyah Oktaviyanti (20191880040)
7. Indah Kamula Dina (20191880041)
8. Antika Qobliyatul Romadhona (20191880042)
9. Afrida Hadiyati Salsabila (20191880043)
10. Moch Hamammul Mukhyidin (20191880044)

PROGRAM STUDI S-1 KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURABAYA
2019

1
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan tutorial ini telah disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Dosen Tutor

dr.Muhamad Reza Utama., MHPE

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alladzibini’matihitatimmusshalihat,segalapuji syukur


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah skenario 1 ini dengan
judul “Bioetika Kedokteran” dapatdiselesaikan denganbaik. Penulisan tugas
makalah inidilakukan dalamrangka memenuhi memenuhi syarat
pengumpulan tugas makalah tutorial skenario 1.

Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta


pengarahan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis dengan
kerendahan hati yang tulus ikhlas mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada kedua orang tua yang selalu memberikan support secara
moral maupun materi dan yang terhormat dosen pembimbing dr.M.Reza
Utama., MHPE yang telah membimbing untuk penyelesaian makalah skenario
1 ini. Terima kasih kepada teman-teman satu kelompok yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Akhirkata,penulisberharapsemogaAllahmembalasdengankebaikansemu
a pihakyang telahmembantu penulis menyadari bahwa makalah scenario ini
masih jauh dari sempurna, namun demikian makalah ini diusahakan sesuai
dengan kemampuan penulis.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca dan semoga tugas makalah ini memberikan manfaat bagi
yang membutuhkan serta bagi pembaca untuk tugas atau penelitian
selanjutnya.

Surabaya, 7 Oktober 2019

Peneliti

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................1
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................6
1.1 latar belakang...............................................................................6
1.2 Definisi Etika Kedokteran dan Bioetika........................................6
1.2.1 Etika Kedokteran..................................................................7
1.2.2 Bioetika................................................................................9
1.2.2.1 Prinsip-prinsip dasar bioetika...................................10
1.3 Kode Etik Indonesia (KODEKI)....................................................13
1.4 Informed Consent (IC)..................................................................16
1.5 Skenario.......................................................................................18
1.6 Rumusan Masalah.......................................................................19
1.7 Hipotesa.......................................................................................20
1.8. Learning Objectives/Tujuan Pembelajaran.................................20
BAB II STUDI PUSTAKA........................................................................22
2.1 Mengidentifikasi permasalahan kedisiplinan dan profesionalisme
dokter yang terjadi di dalam skenario................................................22
2.2 Mengidentifikasi dilema etika medis yang dihadapi dokter muda di
dalam skenario...................................................................................22
2.3 Mahasiswa mampu menganalisis kemungkinan diagnosa yang dialami
oleh pasien di dalam skenario............................................................23
2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan Teknik dasar anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan oleh
pasien di dalam scenario
............................................................................................................24
2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan alur pengambilan keputusan
Bersama pada pasien tanpa hendaya berat dan Teknik pengambilan
persetujuan tindakan medis...............................................................24
2.6 Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan keterbatasan dokter muda
dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan masyarakat awam 25
4
2.7 Mahasiswa mampu mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan identitas professional seorang fakultas kedokteran....26
2.8 Mahasiswa mampu menganalisa proses pembentukan identirtas
professional yang terjadi pada mahasiswa kedokteran.....................26
2.9. Mahasiswa mampu menyusun konsep transformasi dan rencana aksi
untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat yang adaptif dan
bermoral sesuai kode etik profesi kedokteran serta nilai-nilai Al-isla,
Muhammadiyyah dan kemanusiaan..................................................27
2.10 Penegakan diagnosa..................................................................28
2.11 Patologi Anatomi........................................................................29
2.12 Prognosis....................................................................................29
2.13 Kedokteran Islam.......................................................................29
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................31
BAB IV KESIMPULAN............................................................................33
4.1 Fcm..............................................................................................33
4.2 Narasi...........................................................................................34
BAB V PENUTUP....................................................................................36
5.1 Saran............................................................................................36
5.2 Rekomendasi...............................................................................36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................37

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi kemajuan bidang ilmu biologi dan kedokteran semakin


mengakibatkan bidang etika kedokteran tidak mampu untuk selalu
menampung semua permasalahan, terutama yang berhubungan dengan pola
hidup dan kesehatan.Etika kedokteran membicarakan hal-hal yang terkait
dengan permasalahan di bidang medis dan profesi kedokteran sendiri,
terutama terkait pola hubungan dokter dengan pasien, dokter dengan
keluarga pasien, dokter dengan Masyarakat, dan hubungan dokter dengan
sesama teman-teman sejawatnya (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Dalam dunia Kedokteran nyata, kebanyakan orang menemukan bahwa


ketiga perspektif menawarkan wawasan yang berguna dan saling melengkapi
daripada kontradiksi.Pendekatan yang paling umum untuk analisis etis
kedokteran adalah principlisme.Menurut principlisme, praktisi medis harus
berusaha untuk menegakkan empat prinsip penting yaitu menghormati
otonomi pasien, kebaikan, ketidakmaleficensi, dan keadilan.Ketika terjadi
konflik pada prinsip ini, maka penyelesaiannya tergantung pada rincian
kasus.Pendekatan alternatif untuk etika medis, termasuk keutamaan
kebaikan, etika berbasis perawatan, etika feminis, dan etika narasi,
membantu untuk menentukan keterbatasan principlisme dan memberikan
perspektif yang lebih luas tentang etika kedokteran.

1.2 Definisi Etika Kedokteran dan Bioetika

Etika kedokteran adalah penerapan teori etika, prinsip, aturan, dan


pedoman di bidang kedokteran.Tiga teori etis utama adalah
konsekuensialisme, di mana konsekuensi dari suatu tindakan menentukan
apakah itu etis; deontologi, dimana bersikap etis adalah melakukan tugas
seseorang, dan etika kebajikan, di mana etika adalah masalah memupuk
kebajikan yang pantas.

6
1.2.1 Etika Kedokteran

Istilah Etik (Ethic) merupakan akar kata yang berasasl dari Bahasa Yunani
yaitu ethos yang bermakna akhlak, watak, perasaan, adat, kebiasaan, sikap
yang baik atau layak.Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak.
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika adalah:

a. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral
b. Kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak
c. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat

(Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Di dalam kamus kedokteran (Ramli & Pamuncak, 1987), etika


mengandung pengertian sebagai pengetahuan mengenai perilaku yang benar
di dalam sebuah profesi.Pengerrian etika dan etik pada umumnya
dipertukarkan penggunaannya dan kabur makna perbedaan diantara
keduanya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika adalah sebuah keilmuan
yang mempelajari azas baik.Istilah etis seringkali dipergunakan untuk
menyatakan sebuah sikap atau pandangan secara etis dapat diterima atau
tidak (Ethically acceptable/ tidak dapat diterima), (Ethically Unacceptable/tidak
etis)(Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Seorang yang profesional adalah seseorang yang dalam melakukan


pekerjaannya membutuhkan pendidikan dan latihan tertentu,
mempunyaiposisi yang cukup tinggi di masyarakat, contohnyaadalah seorang
ahli hukum (hakim,pengacara), apoteker, dosen, wartawan, dokter dan dokter
gigi. Pekerjaan profesi umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup


b. Legal melaui perizinan
c. Anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi

7
d. Pendidikan sesuai standard nasional
e. Mengutamakan panggilan kemanusiaan
f. Belajar sepanjang hayat

(Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Selama melaksanakan pekerjaan profesi sangat dibutuhkan etika


profesi terutama dalam hal memberikan pelayanan publik. Etika profesi
adalah serangkaian perilaku anggota profesi dalam hal berhubungan dengan
orang lain. Pelaksanaan etika profesi akan menghasilkan penilaian kelompok
menjadi lebih benar dalam hal moral. Ciri-ciri etika profesi sebagai berikut:

a. Disusun oleh organisasi bersangkutan


b. Berlaku untuk lingkungan profesi
c. Mengunggah sikap manusiawi
d. Mengandung kewajiban dan larangan

Dokter adalah profesi tertua dan terkenal sebagai profesi mulia dikarenakan
selalu menghadapi masalah kesehatan dan kehidupanmanusia(Hanafiah
Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Pasal 1 butir 11 undang-undang nomor 29 tahun 2004 terkait praktik


kedokteran profesi dokter atau dokter gigi merupakan sebuah pekerjaan
dokter ataupun dokter gigi yang dikerjakan berdasarkan keilmuan,
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang
bersifat melayani masyarakat.

Makna profesi kedokteran yaituhati nurani serta panggilan jiwa agar


dapat mengabdikan diri bagi kemanusiaan berdasarkan moral yang tinggi.
Prinsip-prinsip keadilan, empati, kejujuran, keihklasan, kepedulian terhadap
sesama dalam rasa kemanusiaan, rasa kasih sayang (kompassion), dan ikut
merasakan penderitaan orang lain yang kurang beruntung, sehingga seorang
dokter tidaklah egois, tetapi mengutamakan kepentingan sesama, membantu
pengobatan orang sakit (altruism). Seorang dokter harus memiliki Intelektual
Quontient (IQ), Emosional Quontient (EQ), dan Spiritual Quontient (SQ) yang
tertinggi dan berimbang (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

8
Penanaman etika dalam pendidikan kedokteran bertujuan menjadikan
calon dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan
emosional.Para pendidik masa lalu melihat perlu tersedia berbagai pedoman
agar anggotanya dapat menjalankan profesinya dengan baik dan benar. Para
pendidik di bidang kesehatan masa lalu melihat adanya peluang yang
diharapkan tidak akan terjadi sehingga merasa perlu membuat rambu-rambu
yang akan mengingatkan para peserta didik yang dilepas ditengah-tengah
masyarakat selalu mengingat pedoman yang membatasi mereka untuk
berbuat yang tidak layak (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Etika profesi kedokteran adalah sekelompok tingkah laku profesi dokter


dan dokter gigi yang berkaitan dalam hal hubungan dokter dan pasiean,
keluarga pasien, masyarakat, para sejawatnya dan mitra kerja – mitra kerja
kesehatan yang lain. Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh
organisasi profesi bersama-sama pemerintahan menjadi suatu kode etik yang
bersangkutan.Tiap jenis tenaga kesehatan telah memiliki kode etiknya,
namun kode etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada kode etik
kedokteran Indonesia (KODEKI) (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

1.2.2 Bioetika

Kondisi kemajuan bidang ilmu biologi dan kedokteran semakin


mengakibatkan bidang etika kedokteran tidak mampu untuk selalu
menampung semua permasalahan, terutama yang berhubungan dengan pola
hidup dan kesehatan.Etika kedokteran membicarakan hal-hal yang terkait
dengan permasalahan di bidang medis dan profesi kedokteran sendiri,
terutama terkait pola hubungan dokter dengan pasien, dokter dengan
keluarga pasien, dokter dengan Masyarakat, dan hubungan dokter dengan
sesama teman-teman sejawatnya.Maka sejak tiga dekade terakhir ini telah
dikembangkan bioetika atau yang disebut jugadengan
etika biomedis(Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang


berarti norma-norma atau nilai-nilai moral.Bioetika adalah tinjauan antar
disiplin ilmu mengenai permasalahan yang timbul akibat perkembangan
bidang biologi dan ilmu kedokteran baik dalam skala mikro maupun makro,

9
masa kini dan masa mendatang.Bioetika meliputi agama, ekonomi,
permasalahan-permasalahan sosial dan hukum, maupun politik. Bioetika
selain menjelaskan permasalahan-permasalahan medis, seperti transplantasi
organ, abortus, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, euthanasia,
bahkan membahaspulapermasalahan kesehatan yang lain terkait faktor
budaya yang berperan di suatu lingkup kesehatan Masyarakat, hak pasien,
lingkungan kerja, demografi, moralitas penyembuhan tradisional dan
sebagainya. Bioetika juga memperhatikan pada penelitian kesehatan
terutama manusia dan hewan coba (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

Permasalahan bioetika pertama kali diteliti oleh Institude for the Study


of Society, Ethics and Life Sciences, Hasting Center, New York pada tahun
1969. Saat ini terdapat banyak isu etika biomedik. Di Indonesia, bioetika
masih dikembangkankurang lebih satu dekade terakhir yang didahului oleh
Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Universitas
Gajah Mada Yogyakarta mengadakan pertemuan Bioethics pada tahun
2000; An International Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika dan
Humaniora di bulan Agustus tahun 2000 setelah itulah perkembangan ini
amat menonjol. Saat itu, Universitas Gajah Madamembangun pula center for
Bioethics and Medical humanities. Diharapkan studi bioetika akan lebih
berkembang secara luas di seluruh Indonesia pada masa yang akan datang
dengan telah selesainya Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada
tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di Jakarta, dan
Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya dan adanya jaringan Bioetika dan
Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) tahun 2002.Humaniora adalah
suatu pemikiran yang berhubungan dengan martabat dan kodrat manusia,
seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan
sastra (Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009).

1.2.2.1 Prinsip-prinsip dasar bioetika

Prinsip dasar bioetika merupakan aksioma untuk mempermudah


pemikiran etik.Prinsip-prinsip tersebut agar disamakan dengan prinsip-prinsip
lainnya.Tetapi pada berbagai macam masalahdikarenakan terdapat kondisi
yang berbeda, satu prinsip menjadikansemakin penting dan resmiuntuk

10
digunakan sebagai pengorbanan prinsip yang lainnya.Kondisi terakhir
disebutkan dengan istilah Prima Facie. Konsil Kedokteran
Indonesiamengambil prinsip etika kedokteran budaya barat yang menetapkan
praktik kedokteran Indonesia mengarah pada 4 kaidah dasar moral
yangdinamakanbioetika atau kaidah dasar etika kedokteran yaitu:

a. Beneficience
Mengandung makna bahwa seorang dokter yang berbuat baik,
menghormati martabat manusia.Dokter tersebutharus mengupayakan
semaksimal mungkin agar pasien yang dirawatnya menjadi sehat.Prinsip ini
menegaskantentang pentingnya perlakuan terbaik untuk pasien.Beneficence
memberikan kesenangan serta kemudahan bagi pasien untuk memilih
langkah positif supaya memaksimalkan efekterbaik dibandingkan dengan efek
buruk. Ciri-ciri prinsip ini adalah:

 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak


hanya menguntungkan seorang dokter
 Mengutamakan Alturisme
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
 Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memberi suatu resep
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

b. Non-maleficience
Non-maleficience merupakan prinsip bahwa seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang akanmembuat pasien semakin
memburuk.Kemudian pasien memilih pengobatan lainnya yang beresiko
untuk pasien itu sendiri.Terdapat didalam pernyataan kuno Fist, do no harm,
masih berlaku dan wajib diikuti. Ciri-ciri non-malificience adalah:
 Tidak membunuh pasien
 Melindungi pasien dari serangan

11
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Menolong pasien emergensi
 Mengobati pasien yang luka
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Tidak melakukan White Collar Crime

c. Justice
Keadilan (Justice) merupakan sebuah prinsip bahwa seorang dokter
memberlakukan pasiensecara menyeluruh dan adil untuk terciptanyarasa
nyaman dan kebahagiaanpada pasien.Tidak merubah sikap dan pandangan
seorang dokter kepada pasiennya dari segi membedakanukuransecara
ekonomi, agama, kebangsaan, pandangan politik, perbedaan kedudukan
sosial, dan kewarganegaraan. Justice memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Menghargai hak sehat pasien


 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan
 Memberlakukan segala sesuatu secara universal
 Menghargai hak hukum pasien

d. Autonomy
Autonomy memiliki prinsip bahwa seorang dokter menghormati harkat
martabat kemanusiaan.Semua manusia diperlakukansama antara manusia
yang lainnya yang memiliki hak untuk menentukan diri sendiri.Hal tersebut
memberikan pasien supayamengikuti logika atau pemikirannya serta
membuat pilihan benar sendiri.Autonomymempunyai artimenyetujui,
menghendaki, membela, membenarkan, dan membiarkan pasien memilih
keputusan untuk dirinya sendiri.Ciri-ciri autonomy sebagai berikut:

 Menghargai hak menentukan nasib sendiri


 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien
 Melaksanakan Informed Consent

12
1.3 Kode Etik Indonesia (KODEKI)

Saat terbentuknya sejarah kedokteran, semua manusia menyatakan


kemudian mengetahui bahwa terdapat berbagai sifat yang melandaskandan
berlekatan dengan nilai mutlak seorang dokter yang baik dan bijaksana yaitu
memiliki sifat ketuhanan, kemurnian niat, kerendahan hati, kesungguhan
kerja, keluhuran budi, integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan yang
tidak diragukan.

Berkaitan erat dengan Inhotep yang berasal dari Mesir, Hipocrates dari
Yunani, Galenus dari Roma adalah beberapapelopor kedokteran kuno yang
sudah menata letakkanpilar-pilar dan sendi-sendi sebagai bentuk awal untuk
memupuk atau membina tradisi dalam ilmu kedokteran yang baik dan mulia.
Dengan melibatkan semua tokoh yang berperan dan organisasi kedokteran
yang menuangkan dalam suatu forum internasional.Selanjutnya para tokoh
bermaksut untuk memfikirkansecara mendasar tradisi dan kedisiplinan dalam
kedokteran sebagai pondasiataupun alas etika professional.Etik tersebut
selamanya memprioritaskanpertama pasien yang berobat dan keselamatan
pasien serta kepentingan pasien tersebut.Etik merupakan suatu cakupan
yang berlandaskan prinsip-prinsip yaitu beneficence, non-malificence,
autonomy dan justice.

Etika kedokteran telah melandaskan pondasi norma-norma etik yang


telah diatur antara hubungan manusia seacara umum.Memiliki azas-azasnya
kemudian menjadigagasan masyarakat yang diterima dan terus
dikembangkan. Khas di Indonesia, azas tersebutmerupakan pancasila yang
diakui oleh semua warga Indonesia sebagai landasan Idiil dan Undang-
undang dasar 1945 yang dinamakan landasan structural.

Tujuan ini mempunyai kebenaranuntuk menumbuhkan kesungguhan,


keseriusan dan kemuliaan ilmu kedokteran.Dokter Indonesiaberkumpulsecara
professional di suatuIkatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional
terikat dalam organisasi bidang pelayanan, pendidikan serta penelitian
kesehatan dan kedokteran, dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, telah

13
merumuskan kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI), yang diuraikan
dalam pasal-pasal berikut:

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan professional
secara independen dan mempertahankan perilaku professional dalam ukuran
yang tertinggi.

Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Jika ditinjau butir-butir KODEKI tersebut diatas, dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

a. Kewajiban dan Larangan


I. Kewajiban-kewajiban dokter
1. Mengamalkan sumpah dokter
2. Melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi tertinggi
3. Kebebasan dan kemandirian profesi
4. Memberi surat keterangan dan pendapat sesudah
memeriksa sendiri kebenarannya
5. Rasa kasih sayang (kompession) dan
penghormatan atas martabat manusia
6. Jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya
7. Menghormati hak-hak pasien, tean sejawat dan
tenaga kesehatan lainnya
8. Melindungi hidup makhluk insani
9. Memperhatikan kepentingan masyarakat dan
semua aspek layanan kesehatan

14
10. Tulus, ikhlas menerapkan ilmunya. Bila tidak
mampu merujuknya
11. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasiennya
12. Memberikan pertolongan darurat
13. Memperlakukan sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan
14. Memelihara kesehatannya
15. Mengikuti perkembangan IPTEK kedokteran

II. Larangan-larangannya
1. Memuji diri
2. Perbuatan atau nasihat yang melemahkan daya
tahan pasien
3. Mengumumkan dan menerapkan teknik atau
pengobatan yang belum diuji kebenarannya
4. Mengambil alih pasien sejawat lain tanpa
persetujuannya
5. Melepaskan kebebasan dan kemandirian profesi
karena pengaruh sesuatu

b. Pelanggaran Etik Murni dan Etikolegal


I. Pelanggaran Etik Murni
1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar atau
menarik imbalan jasa dari pasien atau menarik
imbalas jasa dari sejawat dan keluarganya.
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan
sejawatnya.
3. Memuji diri sendiri didepan pasien, keluarga atau
masyarakat
4. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif
5. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotek
6. Tidak mengikuti pendidikan kedokteran
berkesinambungan
7. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri
15
II. Pelanggaran Etikolegal
1. Pelayanan dokter dibawah standar.
2. Menerbitkan surat keterangan palsu.
3. Melakukan tindakan medik yang bertentangan
dengan hukum.
4. Melakukan tindakan medik tanpa indikasi.
5. Pelecehan seksual.
6. Membocorkan rahasia pasien.

1.4 Inform Consent (IC)


Memberikan pelayanan kesehatan adalah tugas dan fungsi utama
yang dikerjakan tenaga kesehatan seperti dokter danperawat di rumah
sakit.Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang aman, berkualitas dan terjangkau yang diwujudkanmelalui pengetahuan,
keterampilan, perilaku, etika dan moral di setiap tenaga kesehatan.Pemberian
layanan kesehatan dimulai denganperistiwa atau suatu kejadian hukum yang
berbentuk interaksi dokter dengan pasien.Dalam pemberian layanan
kesehatan terdapat interaksi atau saling berhubungan antara dokter dengan
pasien yang memunculkan hubungan hukum dokter dengan pasien yang
melahirkan hak dan kewajiban antara dokter dengan pasien (Kerbala, Husein.
2000. Hlm:57)
Dokter dan pasien harus memenuhi unsur-unsur yang terdapatdi
dalam Pasal 1320 KUH Perdata terkait syarat sah perjanjian diantaranya
yaituadanyakesepakatan anatara pasien dengan dokter, pihak hukum,
terdapat objek dan menyebabkan yang halal. Secara yuridis, hubungan
hukum antara dokter dan pasien didalam tindakan teraupetik bisa didasarkan
dua hal yaitu berdasarkan perjanjian maupun undang-undang. Hubungan
hukum dilihat secara perspektif di undang-undang didasarkan pada Pasal
1365 terkait perbuatan yang melanggar hukum, sedangkan hubungan hukum
berdasarkan awal perjanjian yang terjadi ketika pasien berkunjung ke tempat
praktek dokter atau rumah sakit disertai dengan tahap anamnesis yang telah
dilaksnakan dokter terhadap pasien. Lalu pasien memberikan persetujuan
tindakan medis (informed consent) dan dokter memenuhi memberikan
16
tindakan medis terhadap pasien
(https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/plj/article/view/1687/1427).

Proses anamnesis adalah interaksi antara dokter dan pasien dalam


bentuk tanya jawab mengenai keluhan dan penyakit apa yang dialami oleh
pasien. Oleh karena itu, transaksi teraupetik yang dimaksud di atas
merupakan bentuk kontrak dari pada proses anamnesis tersebut. Terdapat
dua macam tahapan yang dilakukan pada saat proses anamnesis yaitu
pertama dikenal dengan Auto-Anamnesis (pemeriksaan langsung dengan
pasien dalam bentuk tanya jawab atau pemeriksaan fisik), kedua adalah Allo-
Anamnesis (dengan orang yang dianggap tau dan mengerti keadaan
pasien/pemeriksaan di laboratorium). Pada tahapan anamnesis, dokter
diminta untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan pasien.Komunikasi
efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak pasien dan dokter (Hanafiah Jusuf M &Amir Amri. 2009. Hlm:74-75).

Menurut Guwandi, informasi yang diterangkan oleh dokter terhadap


pasien harus dimengerti dan dipahami oleh pasien dan keluarganya dengan
menggunakan kata-kata sederhana. Informed consent diartikan sebagai
bentuk persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya. Sedangkan informed refusal dimaknai sebagai penolakan
atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadap diri pasien. Khusus untuk
dokter yang menerima informed consent dari pasien harus memperhatikan
beberapa hal sebelum melakukan tindakan medis diantarnya:

a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,


diagnostik, teraupetik, ataupun rehabilitative
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan dan efek samping atau ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi
c. Alternatif tindakan lain berupa kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan

17
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya.

(Guwandi J. 2004.Hlm:42).

Indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran pada proses


anamnesis digambarkan dengan peristiwa dimana dokter menemukan
adanya suatu penyakit baru pada pasien pada saat proses anamnesis.
Proses anamnesis yang dilakukan oleh dokter pada dasarnya untuk
mendalami keluhan-keluhan apa yang dialami oleh pasien serta menemukan
penyakit apa yang pasien sedang alami. Suatu indikasi perluasan tindakan
kedokteran yang sebelumnya telah ditemukan pada saat proses anamnesis
atau sebelum dilakukannya pembedahan medis harus dijelaskan berupa
informasi benar, lengkap dan jelas oleh dokter kepada pasien dan penjelasan
kemungkinan perluasan tindakan kedokteran merupakan dasar dari pada
persetujuan yang pasien berikan kepada dokter untuk dilakukannya perluasan
tindakan kedokteran berupa pembedahan atau operasi medis sesuai dengan
ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran (Permenkes No. 290/2008) yang
menjelaskan sebagai berikut:
a. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus
memberikan penjelasan.
b. Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar dari pada persetujuan
(Permenkes No. 290/2008).

1.5 Skenario
Pria usia 40 tahun datang ke sebuah RSUD dengan keluhan luka
membusuk pada telapak kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 7
bulan terakhir. Pasien adalah seorang pekerja serabutan. Pasien membawa
surat rujukan dari puskesmas didekat rumahnya untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut dari poli penyakit dalam dan poli bedah. Dua orang
dokter muda tahun pertama menerima telpon dari loket yang menghimbau

18
agar pelayanan segera dimulai karena sudah ada pasien. Kedua dokter muda
tersebut megetahui bahwa dokter spesialis yang seharusnya mengisi poli
sedang izin tidak masuk dan beberapa kali rekan sejawatnya di poli yang lain
ditugaskan menggantikan spesialis dengan alasan yang serupa.

Rotasi dibagian bedah adalah stase perdana dari stase ini. Hingga hari ke-
4 di poli, aktivitas kedua dokter muda adalah melakukan observasi saat
pelayanan dan belum pernah berinteraksi langsung dengan pasien tanpa
supervise spesialis. Dokter muda pertama kemudian langsung menanyakan
secara detail keluhan-keluhan dan hal-hal lain yang berkaitan degan riwayat
penyakit pasien. Setelah itu, dokter muda kedua melakukan pemeriksaan fisik
yang diajukan dengan membersihkan luka pasien.Setelah luka dibersihkan
pertama yang bertugas di poli bedah saat itu meminta pasien untuk
menandatangani “informed consent” tindakan rawat luka.

Sebelum pasien pulang, dokter muda kedua menuliskan resep berupa


obat-obat paten seperti yang biasa diberikan dokter spesialis kepada pasien-
pasien non-JKN yang berkunjung ke poli.Pasien pulang tanpa mengambil
obat-obatan yang diresepkan oleh dokter muda di apotek RS karena uangnya
habis untuk membayar jasa medis dan tidak memiliki uang yang cukup untuk
menebus resep.Pasien menyampaikan rasa kecewa dan marah atas
pelayanan yang diterima di RS itu. Dokter puskesmas melaporkan kejadian
tersebut kepada kepala puskesmas, kasus tersebut dianggap temuan dan
dibawa hingga tingkat dinas kesehatan kabupaten. Kedua dokter muda yang
menggantikan spesialis tersebut dikenakan sangsi etika akademik dan
terancam mengulang seluruh rotasi klinik di bagian tersebut pada tahun
berikutnya. Pihak RS merasa dirugikan atas terjadinya insiden tersebut dan
berniat untuk membatalkan kerja sama dengan fakultas asal kedua dokter
muda tersebut.

1.6 Rumusan Masalah


a. Apakah permasalahan kedisiplinan dan professionalismedokter muda
didalam skenario?
b. Bagaimana dilema etika medis yang dihadapi oleh dokter muda
tersebut?

19
c. Apa kemungkinan diagnosa penyakit yang dialami oleh pasien didalam
scenario?
d. Bagaimana teknik dasar anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan oleh pasien didalam
scenario?
e. Bagaimana alur pengambilan keputusan bersama pada pasien tanpa
hendaya berat dan teknik pengambilan persetujuan tindakan medis?
f. Apa saja peran dan keterbatasan dokter muda dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dan masyarakat awam?
g. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas
professional seorang mahasiswa fakultas kedokteran?
h. Bagaimana cara menyusun konsep transformasi dan rencana aksi
untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat yang adaptif dan
bermoral sesuai kode etik profesi kedokteran serta nilai-nilai Al-islam,
Muhammadiyah, dan kemanusiaan?

1.7 Hipotesa
a. Dokter muda mengalami dilema etik kedokteran saat jaga di Poli RSUD
b. Dokter spesialis yang tidak hadir terkait pelanggaran kode etik
kedokteran

1.8 Learning Objectives/Tujuan Pembelajaran

a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi permasalahan kedisiplinan dan


profesionalisme dokter yang terjadi didalam scenario
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dilema etika medis yang dihadapi
dokter muda didalam scenario
c. Mahasiswa mampu menganalisis kemungkinan diagnosa penyakit
yang dialami oleh pasien didalam scenario
d. Mahasiswa mampu menjelaskan teknik dasar anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan oleh pasien
didalam skenario.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan alur pengambilan keputusan bersama
pada pasien tanpa hendaya berat dan tekhnik pengambilan
persetujuan tindakan medis.

20
f. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan keterbatasan dokter muda
dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan masyarakat awam.
g. Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan identitas professional seorang mahasiswa fakultas
kedokteran.
h. Mahasiswa mampu menganalisis proses pembentukan identitas
professional yang terjadi pada mahasiswa kedokteran.
i. Mahasiswa mampu menyusun konsep transformasi dan rencana aksi
untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat yang adaptif dan
bermoral sesuai kode etik profesi kedokteran serta nilai-nilai Al-islam,
Muhammadiyah, dan kemanusiaan.

21
BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Mengidentifikasi permasalahan kedisiplinan dan profesionalisme


dokter yang terjadi didalam skenario
Pada skenario tertulis tidak hadirnya dokter spesialis maupun
supervise spesialis yang bertugas pada poli bedah dan poli penyakit
dalam tersebut terkait kedisiplinan dan profesionalisme dokter terdapat
dalam bagian 2 pelaksanaan praktik pada pasal 40 ayat 1 dan 2 yaitu:

a. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik


kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau
dokter gigi pengganti.

b. Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
(UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN).

2.2 Mengidentifikasi dilema etika medis yang dihadapi dokter muda


didalam skenario

Dilema etika medis yang dihadapi dokter muda pada scenario terdapat
dalam pasal sebagai berikut:

a. Pasal 42: Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan


dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan
praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

b. Pasal 29 ayat 1: Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi.

c. Pasal 40 ayat 1: Dokter atau dokter gigi yang berhalangan


menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.

22
d. Pasal 40 ayat 2: Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat
izin praktik

(Kode etik kedokteran).

2.3 Mahasiswa mampu menganalisis kemungkinan diagnosa penyakit


yang dialami oleh pasien didalam skenario

Kemungkinan diagnosa adalah ulkus pedis.Yang didefinisikan sebagai


Ulkus diabetikum. Ulkus pedis merupakan adanya luka atau rusaknya barier
kulit sampai ke seluruh lapisan dari dermis dan proses penyembuhannya
cenderung lambat. Ulkus pada kulit dapat mengakibatkan hilangnya
epidermis hingga dermis dan bahkan lemak subkutan (Angale, 2013).
Komplikasi jangka panjang dari diabetes mellitus salah satunya adalah
ulkus pedis (15%) dan merupakan penyebab terbanyak (85%) terjadinya
amputasi pada pasien diabetes mellitus (ADA, 2015). Adanya luka terbuka
pada kulit akan memudahkan invasi dari bakteri, beberapa penelitian
menunjukkan sekitar 40-80% ulkus diabetik mengalami infeksi (Richard et al.,
2011). Infeksi ulkus pedis jika tidak ditangani dengan serius akan menyebar
secara cepat dan masuk kejaringan yang lebih dalam (Scott, 2013).
Infeksi yang berat pada jaringan lunak dan tulang seringkali berakhir pada
tindakan amputasi (McCallum & Tagoe, 2012).Beberapa penelitian
menunjukkan, sekitar 13-40% pasien ulkus pedis memerlukan tindakan
amputasi. Kondisi pasien pasca amputasi pun tidak sepenuhnya baik, sekitar
14,3% pasien akan meninggal dunia setelah satu tahun diamputasi dan
sekitar 37% pasien akan meninggal dunia setelah 3 tahun tindakan amputasi
(Waspadji, 2014).
Pengobatan diabetes memerlukan waktu yang lama karena diabetes
merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup dan sangat
kompleks tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga perubahan gaya
hidup sehingga seringkali pasien tidak patuh dan cenderung menjadi putus
asa dengan program terapi yang lama, kompleks dan tidak menghasilkan
kesembuhan (Aini, 2011).

23
2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan teknik dasar anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan oleh
pasien didalam skenario.
Anamnesa:
 Sambung rasa dengan pasien
 Pria 40 tahun bekerja serabutan
 Ada luka planta pedis dextra sejak 7 bulan terakhir
Pemeriksaan Fisik:
 Pembersihan luka
Pemeriksaan penunjang:
 Rontgen thorax
 Rontgen pedis antero-posterio/lateral
 Laboraturium darah lengkap
 Gula darah
 Fungsi liver
 Fungsi ginjal.

2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan alur pengambilan keputusan


bersama pada pasien tanpa hendaya berat dan tekhnik pengambilan
persetujuan tindakan medis.

Alur pengambilan keputusan yang akan disampaikan oleh dokter muda


kepada pasien terkait pemberian pelayanan nya yaitu dengan
memperkenalkan posisi diri sendiri sebagai dokter muda yang tidak memiliki
kewenangan terkait pemberian pelayanan terhadap pasien karena tidak ada
nya dokter spesialis atau pun supervisi spesialis yang mengawasi.
Memaparkan jika dokter poli yang bertugas saat itu berhalangan hadir.Jika
berkenan maka kami rawat luka nya sementara.Jika pasien tidak berkenan
untuk diadakan nya perawatan luka sementara tidak apa-apa.Dan jangan
lupa untuk melakukan sambung rasa dengan baik kepada pasien sehingga
pasien dapat mengerti dan tidak menerima tuntutan dari pasien kedepannya.

Terdapat dalam pasal:

24
a. Pasal 42: Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan
dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan
praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

b. Pasal 29 ayat 1: Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi.

c. Pasal 40 ayat 1: Dokter atau dokter gigi yang berhalangan


menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.

d. Pasal 40 ayat 2: Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin
praktik (Kode etik kedokteran).

2.6 Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan keterbatasan dokter


muda dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan masyarakat
awam.

Peran dan keterbatasan dokter muda dalam memberikan pelayanan


kepada pasien dan masyarakat yaitu:

A. Dokter muda mematuhi tata tertib dan peraturan yang berlaku di


Rumah Sakit.

B. Mentaati peraturan dan menjelaskan seluruh kegiatan kepaniteraan


klinik yang ditetapkan oleh pengelola dan masing-masing program studi.

C. Mengetahui kewenangan yang ditetapkan oleh program studi masing-


masing sesuai kurikulum

D. Menyelesaikan follow up pasien dan menuliskannya pada dokter muda


sebelum rasiden visite atau tugas jaga siang/malam

E. Mengikuti kegiatan poliklinik Rumah Sakit dan berhak mendapat


bimbingan rasiden, supervisor pada saat di poliklinik

F. Mengikuti diskusi harian/mingguan kasus terbanyak di Rumah Sakit

25
G. Membuat laporan jaga melakukan serah terima laporan dan serah
terima follow up pasien setiap pergantian shift jaga

H. Menerapkan program keselamatan yang ditetapkan oleh Rumah Sakit

I. Menjaga kerahasiaan pasien

J. Bersikap professional, etis, bertanggung jawab dengan berorientasi


kepada kepuasaan pasien tanpa mengharapkan timbal balik sesuatu
apapun dari pasien.

(Darmadiputra, SM. 2008:18).

2.7 Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi pembentukan identitas professional seorang
mahasiswa fakultas kedokteran.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas professional


mahasiswa tersebut adalah:

a. Kurangnya membangun komunikasi yang konstruktif


b. Kurangnya menjalin Inform Consent per lisan mengenai hubungan
identifikasi/latar belakang dengan pasien

(Kuliah hari selasa tanggal 24 september dengan dr.M.Reza Utama.,MHPE)

2.8 Mahasiswa mampu menganalisis proses pembentukan identitas


professional yang terjadi pada mahasiswa kedokteran.

Proses pembentukan identitas profesional yang terjadi dengan 7 langkah


keselamatan dasar pasien:

a. Kesadaran

b. Dukungan dari staf yang berhubungan dengan kita

c. Pekerja sistem yang perlu dikembangkan

d. Membangun cara berfikir dalam aspek-aspek keselamatan pasien

26
e. Membangun hubungan baik dengan keluarga pasien dan pasien untuk
menjelaskan diagnosa terkait dampak efek jangka panjang dilakukan
sangat jelas.

f. Membangun sambung rasa serinci mungkin terutama dalam hal


asuransi kesehatan yang dimiliki supaya pasien mendapatkan
pengobatan dan tindakan dengan baik dan sesuai

g. Menjalankan tata laksana sesuai dengan anamnesa yang telah


dilakukan.

(Kuliah hari selasa tanggal 24 september dengan dr.M.Reza Utama.,MHPE)

2.9 Mahasiswa mampu menyusun konsep transformasi dan rencana aksi


untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat yang adaptif dan
bermoral sesuai kode etik profesi kedokteran serta nilai-nilai Al-
islam, Muhammadiyah, dan kemanusiaan.

Menyusun konsep transformasi dan rencana aksi untuk menjadi


pembelajar sepanjang hayat yang adaptif dan bermoral sesuai kode etik
profesi kedokteran serta nilai-nilai Al-islam, Muhammadiyah, dan
kemanusiaan. Konsep transformasi dan rencana aksi dalam skenario yaitu:

a. Kondisi level ekonomi pasien yang kurang mampu

Rencana aksi: Dapat diatasi dengan cara mangadakan anamnesis secara


lengkap dan sangat terperinci sebagaimana mestinya.

b. Rujukan umum yang salah karena tidak memiliki asuransi kesehatan

Rencana aksi: Melakukan anamnesis secara lengkap dan jelas untuk


memudahkan dokter membantu pasien dengan mendapatkan pengobatan
dan tindakan yang baik dan sesuai tata laksana protokol asuransi yang
dimiliki oleh pasien

c. Dokter muda mengalami kesalahan proses pemberian tindakan

Rencana aksi: Meminta maaf pada pasien, menjalani sangsi etika


akademik dengan amanah, shiddiq, tabligh dan fathonah serta mawas diri.

27
d. Safety atau tidak tindakan pembersihan luka yang dilakukan oleh dokter
muda tersebut

Rencana aksi: Safety, karena dokter muda hanya melakukan pembersihan


pada bagian luka yang bersifat sementara

e. Yang dilakukan adalah dengan memberi pertolongan tindakan berupa


pembersihan luka yang bersifat sementara dan menjelaskan kepada
pasien secara detail bahwa tidak bisa memberikan tindakan medis lainnya
karena dokter muda tidak mempunyai wewenang melakukan tindakan
medis diluar pengawasan supervisi spesialis atau dokter spesialis.

(Kuliah hari selasa tanggal 24 september dengan dr.M.Reza Utama.,MHPE

2.10 Penegakan Diagnosa


Pada seseorang yang mengalami ulkus pedis, diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami pasien berupa luka pada planta
pedis dextra yang tidak sembuh-sembuh sejak 7bulan terakhir.Pemeriksaan
fisik berupa pembersihan luka dan pemeriksaan penunjang yang
direkomendasikan yaitu pemeriksaan rontge thorax, rontgen pedis antero-
posterio/lateral, laboraturium darah lengkap, gula darah, fungsi liver, dan
fungsi ginjal.

Anamnesa:
 Pria 40 tahun bekerja serabutan
 Ada luka planta pedis dextra sejak 7 bulan terakhir
Pemeriksaan Fisik:
 Pembersihan luka
Pemeriksaan penunjang:
 Rontgen thorax
 Rontgen pedis antero-posterio/lateral
 Laboraturium darah lengkap
 Gula darah
 Fungsi liver
 Fungsi ginjal.

28
2.11 Patologi Anatomi
Ulkus pedis didefinisikan sebagai Ulkus diabetikum. Ulkus pedis
merupakan adanya luka atau rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan
dari dermis dan proses penyembuhannya cenderung lambat. Ulkus pada kulit
dapat mengakibatkan hilangnya epidermis hingga dermis dan bahkan lemak
subkutan (Angale, 2013).
Komplikasi jangka panjang dari diabetes mellitus salah satunya adalah
ulkus pedis (15%) dan merupakan penyebab terbanyak (85%) terjadinya
amputasi pada pasien diabetes mellitus (ADA, 2015). Adanya luka terbuka
pada kulit akan memudahkan invasi dari bakteri, beberapa penelitian
menunjukkan sekitar 40-80% ulkus diabetik mengalami infeksi (Richard et al.,
2011). Infeksi ulkus pedis jika tidak ditangani dengan serius akan menyebar
secara cepat dan masuk kejaringan yang lebih dalam (Scott, 2013).
Infeksi yang berat pada jaringan lunak dan tulang seringkali berakhir pada
tindakan amputasi (McCallum & Tagoe, 2012).Beberapa penelitian
menunjukkan, sekitar 13-40% pasien ulkus pedis memerlukan tindakan
amputasi. Kondisi pasien pasca amputasi pun tidak sepenuhnya baik, sekitar
14,3% pasien akan meninggal dunia setelah satu tahun diamputasi dan
sekitar 37% pasien akan meninggal dunia setelah 3 tahun tindakan amputasi
(Waspadji, 2014).
Pengobatan diabetes memerlukan waktu yang lama karena diabetes
merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup dan sangat
kompleks tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga perubahan gaya
hidup sehingga seringkali pasien tidak patuh dan cenderung menjadi putus
asa dengan program terapi yang lama, kompleks dan tidak menghasilkan
kesembuhan (Aini, 2011).

2.12 PROGNOSIS
Diagnosa yang dini serta tata laksana yang tepat dan sesuai maka
pasien akan membaik.

2.13 Kedokteran Islam


Allah SWT berfirman:
29
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata


“inna lillahi wainna ilaihi roji`un (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepadaNya lah kami kembali)

Artinya: Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari


Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
 

Artinya: Kerajaan yang hak pada hari itu adalah milik Tuhan Yang Maha
Pengasih. Dan itulah hari yang sulit bagi orang-orang kafir.

30
BAB III

PEMBAHASAN

Hasil diskusi mengenai skenario 1 pada kelompok kami yaitu terdapat


permasalahan dokter spesialis maupun supervisor spesialis yang sedang
bertugas jaga di Poli Bedah tersebut tidak hadir untuk mengisi poli tersebut
sehingga Dokter Spesialis tersebut melanggar kode etik kedokteran
terkaittentang kedisiplinan dan profesionalisme dokter terdapat dalam bagian
2 pelaksanaan praktik pada pasal 40 ayat 1 dan 2 yaitu:

(1)Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik


kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter
gigi pengganti.

(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.(UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN).

Sedangkan hasil diskusi kelompok kami juga terdapat dokter muda


yang sedang bertugas di Poli Bedah tersebut tanpa pendamping supervisor
mengalami permasalahan dilema etika medis yang terdapat dalam pasal
sebagai berikut:

a. Pasal 42: Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan


dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan
praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

b. Pasal 29 ayat 1: Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi.

c. Pasal 40 ayat 1: Dokter atau dokter gigi yang berhalangan


menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.

31
d. Pasal 40 ayat 2: Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik
(Kode etik kedokteran)

32
BAB IV

KESIMPULAN

a. Final Concept Map (FCM)

33
Dokter Muda baru stase
perdana

Dokter Muda baru 4


hari observasi Dilema Etik Kedokteran

Dokter Muda belum


pernah interaksi dengan
pasien

Dokter Spesialis atau


Dokter Muda tanpa supervisi tidak hadir di
supervisi pendamping Poli Bedah

Pelanggaran Kode Etik

Inform Consern setelah


pembersihan luka

Dokter Muda menulis


resep

Tentang praktik
kedokteran pasal 40
Dokter Muda menulis ayat 1 dan 2
resep paten mahal

Obat tidak terbeli

Pasien Komplain

Kerugian materi dan non Dokter Muda terancam mengulang


materi yang ditanggung seluruh kegiatan rotasi
Rumah Sakit, Universitas
dan Pasien
B

34
b. Narasi

Dokter spesialis atau supervise spesialis yang bertugas di Poli Bedah


tidak hadir dan kemudian mengalami permasalahan yang dianggap
menyimpang atau melanggar Undang-Undang Republik Indonesia nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 40 ayat 1 dan 2 terkait
kedisiplinan dan profesionalisme dokter.

Dokter muda mengalami permasalahan dilema etika medis karena


dokter muda berada di stase perdana di Poli Bedah. Dokter muda melakukan
observasi dan belum pernah berinteraksi dengan pasien sama sekali tanpa di
dampingi supervisi spesialis. Dokter muda kemudian melakukan pemeriksaan
fisik yang diajukan dengan pembersihan luka lalu dokter muda meminta
pasien untuk menandatangani Inform Consent terkait dengan tindakan
pembersihan luka.Kemudian dokter muda kedua menuliskan resep obat
paten yang mahal harganya.Pasien pulang tanpa mengambil obat-obat yang
telah diresepkan oleh dokter muda tersebut karena uangnya habis untuk
membayar jasa medis dan tidak mempunyai uang untuk menebus obat-obat
tersebut.Pasien komplain atas pelayanan yang diterima dari RSUD tersebut.
Dokter puskesmas melaporkan dokter muda tersebut dengan alasan karna
dokter muda menggantikan dokter spesialis tersebut atau supervise spesialis
di Poli Bedah tersebut. Rumah Sakit merasa dirugikan dan berniat untuk
membatalkan kerja sama dengan fakultas kedua dokter muda.

35
BAB V

PENUTUP

5.1 Saran

Pada skenario diatas, seorang dokter muda harus lebih banyak


berkomunikasi dengan dokter supervisor dan juga paramedis yang ada di
rumah sakit.Selain itu, memperbanyak pemahaman mengenai kode etik,
permenkes, SKDI, serta bioetika.Dokter muda harus lebih menumbuhkan
rasa welas asih dan mawas diri agar dapat melakukan anamnesa dengan
baik dan tidak menimbulkan kerugian pada pasien.Disamping itu, rumah sakit
juga perlu memperbaiki sistem manajemennya agar kejadian seperti kasus
dalam skenario tidak terjadi lagi di kemudian hari.

5.2 Rekomendasi

Dokter juga memiliki hak dan kewajiban yang sudah dalam undang
undang dan SKDI yang berguna untuk dapat menjaga profesionalisme
sebagai seorang yang bisa menerapkan asa etik kedokteran. Seperti kasus
ini yang dijadikan sebagai ketidaksepahaman antara tim dokter dengan
keluarga pasien. Sebelumnya dokter juga harus bisa memiliki sebuah prinsip
yang sangat kuat untuk menentukan sebuah pilihan atau tindakan. Serta
dokter dapat membuat keputusan tentang tindakan apa yang cocokk untuk
mengatasi masalah. Supaya tidak terjadi ketidakseimbangan antara pihak
keluarga pasien dengan tim dokter harus melakukan rundingan secara
tertutup di sebuah ruangan kosong untuk melaukan penawaran kepada
keluarga pasien. Dan akhirnya tim dokter dan keluarga pasien sama setuju
dengan keputusan yang telah diberikan dari keluarga pasien

36
Daftar Pustaka

Darmadiputra, SM.2008. Kajian Bioetik Edisi Kedua. Surabaya: Universitas


Airlangga

Aini, N., Fatmaningrum, W., Yusuf, A. 2011. Upaya Meningkatkan Perilaku


Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Melitus Dengan Pendekatan Teori Model
Behavioral System Dorothy E. Johnson. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011 :
1-10. FK Unair Surabaya

Guwandi J. 2004. Informed Consent. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia

Ombregt, L. 2013. A System Of Orthopaedic Medicine (Third Edition).


Elsevier. Ltd

Lippert, Ls. 2011.Clinical Kinesiology And Anatomy. Philadelpia: Wolter


Kluwer

Sastroasmoro, S dan Ismael, S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian


klinis edisi ke-4 2011. Jakarta. Sagung Seto

Angela, angesti. 2013, Hubungan status gizi dan Faktor lain dengan status
hidrasi pada remaja di 3 SMA Kota Bekasi tahun 2013. Skripsi. Universitas
Indonesia

Scott, H. 2015. Is social use relate to sleep quality self esteem, Anxiety &
Depression in Adolesence. Halaman 1-24

Waspadji.2014. Komplikasi Diabetes tipe 2.Pencegahan dan Penanganan.


Jakarta:FKM UI

Azhari.2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.Bagian


Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang

Hanafiah Jusuf M &Amir Amri. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum


Kesehatan.Jakarta: ECG. Halaman 74-75

Kerbala, Husein, 2000, Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent,Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan. Halaman 57

37
Junqueira L.C.,J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.
Tambayang J., penerjemah Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta.

Guyton, A.C., E.J. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Setiawan I., Tengadi K.A., Santoso A, penerjemah: Setiawan I, editor.
Jakarta:EGC. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology

Kumar, V., R.S. Citran, S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Kedokteran.
EGC. Jakarta. Halaman 83-102

Kimbal, J.W. 1983. Biologi Jilid 3. Edisi 5.Erlangga. Jakarta. Halaman 942

38
39

Anda mungkin juga menyukai