Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Dampak Obat Terhadap Sistem Tubuh: Sistem


Kardiovaskuler dan Sistem Pencernaan dengan Buhera

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah


Proses Keperawatan Berpikir Kritis

Dosen Pengampu:
Ns. Anastasia Hardayanti., Mkep.,Sp.KMB

Nama Kelompok:
1. Nur wan mahrullah ( 1032221047)
2. Rabril dharma yuda ( 1032221049)
3. Eince karoba ( 1032221071)
4. Satrio dwie fajriyanto ( 1032221079)
5. Tabina amanda aurelia ( 1032221082)
6. Firga aura sofia ( 1032221090)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MH.
THAMRIN TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
limpahan anugerahNya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Hikmah Hari Raya Idul Fitri Untuk Mencapai Ridho Ilahi” dengan
tepat waktu.

Dan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun
sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan
penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, penyusun mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang


Maha Esa dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalalah
Penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Jakarta, 1 April 2023

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................1


B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Dampak Obat Terhadap Sistem Kardiovaskuler.......................................4


B. Dampak Obat Terhadap Sistem Pencernaan dengan Buhera....................5
C. Sintesis Berpikir Kritis..............................................................................7
D. Manajemen Stress Dalam Berpikir............................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................13
B. Saran........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

II
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Sistem kardiovaskular adalah salah satu sistem yang paling penting dalam tubuh karena tidak
ada sel dan jaringan yang dapat berfungsi dengan baik tanpa adanya oksigen dan pasokan darah
yang cukup. Jika terdapat permasalahan dengan jantung, maka seluruh tubuh akan sangat
dipengaruhi
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dankapiler yang
mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk
semua sel hidup dalam tubuh, dan juga membawa produk-produk limbah dari jaringan ke
sistem tubuh hingga akhirnya dieliminasi dari tubuh. Jantung adalah organ utama dari
sistem kardiovaskular dan bertanggung jawab untuk mendistribusikan darah ke seluruh
tubuh manusia (Vorvick, 2013).
Apabila salah satu dari sistem kardiovaskuler ini terganggu, maka akan memicu
terjadinya penyakit kardiovaskuler. Berbagai macam penyakit pembuluh darah, antara
lain obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus, aterosklerosis, hipertensi, iskemik, stroke,
infark miokard, dan berakhir pada gagal jantung yang merupakan end terminal
(Aaronson and Ward, 2010).
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler. Gagal jantung adalah
sindroma klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Hal tersebut terjadi akibat
adanya gangguan yang mengurangi pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau
kontraktilitas miokard (disfungsi sistolik) (Parker et al, 2008).
Pada gagal jantung, curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, atau
dapat memenuhi kebutuhan hanya dengan peningkatan tekanan pengisian (preload).
Mekanisme kompensasi mungkin mampu untuk mempertahankan curah jantung saat
istirahat, namun tidak cukup selama menjalani aktivitas fisik. Fungsi jantung akhirnya
menurun, dan gagal jantung menjadi berat (dekompensata) (Aaronson and Ward, 2010).

Penyakit gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan parasit.
Beberapa bakteri penyebab penyakit ini antara lain bakteri Escherichia coli, Salmonella,
Shigella, Vibrio, Clostridia perfringens, dan Staphylococcus (Suharyono, 2007). Pada
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, obat yang paling banyak digunakan
adalah antibiotik. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan
secara tidak tepat (Kemenkesc, 2011). Pada tahun 2010, hasil evaluasi penggunaan obat
diare akut pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi diperoleh tepat
obat 9,09%, dan tepat dosis 21,05% (Nur, 2012).
Penggunaan obat antibiotik yang tidak sesuai (tidak rasional) dengan pedoman terapi,
akan meningkatkan berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Akan tetapi,
munculnya resistensi dapat dilakukan pencegahan yakni dengan menggunakan antibiotik
secara rasional dan terkendali, sehingga resistensi tidak berkembang yang dapat

1
menghemat biaya perawatan pasien, serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit
(Kemenkesb, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaplikasian berpikir kritis dalam keperawatan?
2. Bagaimana integrasi berpikir kritis dengan penalaran klinis?
3. Bagaimana Sintesis berpikir kritis?
4. Bagaimana cara mengatur manajemen stress dalam berpikir kritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaplikasian berpikir kritis dalam keperawatan.
2. Untuk mengetahui integrasi berpikir kritis dengan penalaran klinis.
3. Untuk mengetahui Sintesis berpikir kritis.
4. Untuk mengetahui cara mengatur manajemen stress dalam pola berpikir kritis.

D. Manfaat
1. Makalah ini diharapkan mendapatkan hasil yang dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuan bagi pihak-pihak yang tertarik dalam bidang ini.
2. Makalah ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi yang kelak
bermanfaat bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang berpikir kritis dalam
keperawatan

2
BAB II
Pembahasan

A. Aplikasi Berpikir Kritis Dalam Keperawatan


Berpikir kritis dalam dunia keperawatan adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal
tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan yang
harus diyakini dan dilakukan. Sebagai seorang perawat haruslah dapat berpikir kritis,
karena setiap saat perawat harus mengambil keputusan, dan menggunakan keterampilan
berpikir dalam melakukan proses asuhan keperawatan. Proses berpikir kritis dalam
keperawatan, salah satunya adalah penggunaan bahasa dalam keperawatan, penggunan
bahasa tersebut dapat berupa komunikasi. Komunikasi merupakan hal yang penting agar
tercapainya keberhasilan dalam tindakan ataupun asuhan keperawatan. Suatu komunikasi
dapat dikatakan berjalan dengan baik, apabila klien dapat berespon dengan baik.

Komponen utama dalam pengaplikasian konsep berpikir kritis di bidang keperawatan


adalah dengan melakukan pendekatan dalam mengidentifikasi kebutuhan klien

3
diberbagai situasi klinis. Diawali dengan proses pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:1

1. Proses pengkajian
Proses pengkajian merupakan tahapan dimana perawat mengumpulkan
berbagai sumber informasi, pengorganisasian data, validasi data yang
merupakan data dasar untuk menyimpulkan masalah prioritas pada tahapan
diagnosis, dan kemudian data tersebut didokumentasikan secara sistematis.
2. Proses diagnosis
Proses diagnosis merupakan tahapan yang menggunakan sintesis analisis data
diri keperawatan berdasarkan pengetahuannya (kemampuan kognitif) yang
didapatkan dari ilmu pengetahuan, pengalaman perawat, dan rasa ingin tahu
perawat. Diagnosis keperawatan menggambarkan masalah, respon dan
keadaan yang dihadapi klien, sehingga perawat mengidentifikasi penyebab
dari masalah klien tersebut dari tanda dan gejala yang muncul pada klien.
3. Proses intervensi
Proses intervensi merupakan tahapan dimana perawat melakukan proses
berpikir kritis untuk menetapkan kebutuhan klien secara efektif dengan
harapan membantu klien mencapai kondisi kesehatan secara optimum.
4. Proses implementasi
Proses implementasi merupakan tahapan kegiatan bagaimana seorang perawat
mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, baik dalam
hal pemeliharaan kesehatan, mengatasi kondisi yang sakit, mencegah
penyakit (angka kesakitan) dan atau melakukan tindakan pemulihan.
5. Proses evaluasi
Proses evaluasi merupakan tahapan dimana perawat menilai besarnya
keberhasilan dalam mencapai tujuan keperawatan yang telah ditetapkan
dalam tahapan intervensi, dengan adanya proses evaluasi mampu melakukan
monitoring dan memperbaiki tindakan yang kurang sesuai dengan kebutuhan
klien.

B. Integrasi Berpikir Kritis Dalam Penalaran Klinis

1
Janes Jainurakhma, Proses Berpikir Kritis Dalam Keperawatan, (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2023) Hal. 4

4
Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat
keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan .Berpikir merupakan suatu proses
yang aktif dan terkoordinasi .Ketika perawat mengarahkan berpikir ke aram pemahaman
dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien, prosesnya menjadi bertujuan
dan berorientasi pada tujuan, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan.
Dalam kaitanya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif,pemikiran yang
masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakinkan dan dilakukan.2
Belajar untuk berpikir secara kreatif dan mendalam memampukan perawat untuk
merawat klien sebagai advokat mereka dan untuk menjadi lebih cerdik dalam membuat
pilihan tentang perawat mereka. Berpikir kritis menantang individu untuk menelah
asumsi tentang informasi terbaru dan untuk mengenterpretasikan serta mengevaluasi
uraian dengan tujuan mencapai simpulan suatu prespektif baru untuk berpikir secara
kritis melibatkan suatu rangkaian terintegritas tentang kemampuan dan sikap berpikir.3
Individu harus mampu menerima informasi, menggunakan ingatan (memori) saat ini dan
masa lalu, menerapkan alasan dan logika, meninjau data dengan cara yang teratur, dan
membuat keputusan secara kreatif.
Menurut Paul, Perawat yang berpikir kritis akan memiliki perilaku yang percaya diri.
Berpikir independen, memiliki rasa igin tahu yang tinggi, mau mengambul resiko,
disiplin, kreatif, berintegritas dan adil.Contoh aplikasi dari perilaku berpikir kritis
percaya diri adalah perawat belajar bagaimana memperkenalkan dirinya sebagai perawat
kepada klien dan berbicara penuh percaya diri saat memulai asuhan keperawatan.

Berikut beberapa karakteristik dalam berpikir kritis adalah sebagai berikut:4

1. Konseptualisasi
artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah
fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian,
objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran
abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan
dalam otak. integrasi berpikir kritis dengan penalaran klinis
2. Rasional dan beralasan.
2
Tika Harnita, “Aplikasi Berpikir Kritis Dalam Mengolah Informasi Dan Komunikasi Dalam Tindakan Keperawatan”
Jurnal Keperawatan Ilmiah, Vol. 2, No. 3, 2020, Hal. 5
3
Ibid
4
Nadia Safira, “Berpikir Kritis Dalam Keperawatan”, Jurnal Keperawatan Ilmiah, Vol. 3, No. 4, 2019, Hal. 7

5
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar
kuat dari fakta fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam
berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk
mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan
kejadian.
4. Bagian dari suatu sikap.
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu
menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang
lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran
dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu,memutuskan secara benar dan dapat
dipercaya.
6. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan
menjadi benar dan lebih baik.
7. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan,
mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.

C. Sintesis Berpikir Kritis

Menurut Ahmad sintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan


menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian
menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pernyataan sintesis ini memberi
kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk dapat
menggabungkan konsep pemikiran kritis dengan pendekatan yang dilakukan kepada klien.
Dalam mengasah kemampuan berpikir kritis seorang perawat dimulai dari masa pendidikan
hingga di lingkungan praktik perawat sehingga dibutuhkan pembelajaran aktif secara
berkelanjutan untuk terus menstimulasi perawat untuk selalu mengembangkan
keterampilannya dalam berpikir kritis, dengan memperhatikan 4 elemen dasar.

1. Pertanyaan, selalu membiasakan untuk memberikan pertanyaan terbuka.


6
2. Penciptaan kesempatan terus menerus untuk berpartisipasi dalam dialog, debat,
penelitian, dan kritik.
3. Self evaluation dan hetero evaluation
4. Pendidik (perawat senior) sebagai model pemikir kritis, selalu kreatif dalam
memberikan stimulus pada perawat yang masih junior supaya perawat mau belajar
dan kreatif dalam memberikan informasi yang terbaru.5

Adapun untuk pendekatan, perawat dapat belajar dan menerapkan pendekatan kepada
klien komunikasi teraupetik. Komunikasi teraupetik merupakan komunikasi terencana
dengan tujuan pengobatan, dan juga merupakan modal dasar seorang perawat.
Komunikasi teraupetik bermanfaat dalam membina hubungan saling percaya antara
perawat dan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberi kepuasan profesional,
dan meningkatkan citra profesi keperawatan. Sebagai seorang perawat yang berfikir
kritis tentunya haruslah mengetahui bahwa proses komunikasi trapeutik ini meliputi
kemampuan khusus, karena perawat harus memperhatikan segala bentuk interaksi
ataupun tingkahlaku klien baik secara verbal maupun non-verbal.

Stuart menjelaskan bahwa ada beberapa karkteristik seorang helper (perawat) yang dapat
memanifestasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu :

1. Kejujuran.
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil dapat terbina suatu
hubungan saling percaya. Seeorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara
yang terbuka dan mempunyai respon yang tidak dibuat-buat, sebaliknya akan berhati-
hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi
hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikap yang tidak jujur. Sebagai
seorang perawat haruslah bersikap jujur saat berkomunikasi kepada perawat, karena
apabila perawat tidak jujur maka klien akan merasa di bohongi dan tidak mau
mengutarakan sesuatu yang berkaitan dengan kesehatannya.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang
mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien. Perawat yang

5
Janes Jainurakhma, op. cit. Hal. 6

7
berfikir kritis tentunya pasti mengetahui bagaimana menyesuaikan komunikasi verbal
dan nonverbalnya dilakukan.
3. Bersikap positif.
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbalsangat penting baik dalam membina hubugan saling percaya, maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif di tunjukkan dengan
bersikap hangat, penuh perhatian, dan penuh penghargaan terhadap klien. Untuk
mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan terapeutik diantara perawat dan
pasien, tidak di butuhkan kedekatan yang kuat, tetapi hanya di butuhkan penciptaan
suasana yang membuat klien merasa nyaman dan di terima dalam mengungkapkan
perasaan dan pikirannya.
4. Empati bukan simpati.
Sikap empati sangat dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan dapat merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti
permasalahan dan pikiran klien. Dengan bersikap empati perawat dapat alternative
pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi
juga tidak berlarut-larut dalam perasaan tersebut dan turut berupaya menyelesaikan
permasalahan tersebut secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien.
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi dengan klien, oleh
karena itu perawat harus dapat melihat permasalahan yang dialami klien dari sudut
pandang klien. Untuk dapat melakukan hal ini perawat yang berpikir kritis akan
mendengarkan dengan aktif dengan penuh perhatian. Perawat tidak hanya
mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh klien, tetapi berfokus
pada kbutuhan klien. Mendengar dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring
sehingga memotivasi klien untuk berbicara dan menyampaikan perasaannya.

D. Manajemen Stress Dalam Berpikir Kritis


Istilah stres berasal dari bahasa Inggris Stress. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia stress diartikan dengan gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang
disebabkan oleh faktor luar; ketegangan. Para ahli mendefinisikan stress dengan redaksi
yang berbeda-beda. Robbins menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai sesuatu kesempatan di mana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Sarafino
8
mendefinisikan stress sebagai tekanan internal maupun eksternal serta kondisi
bermasalah lainnya dalam kehidupan (an internal and external pressure and other
troublesome condisition in life).6
Beberapa konsep tersebut menjelaskan stress sebagai sebuah kondisi yang disebabkan
oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis,
psikologis, dan sosial dari seseorang. Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa Stress
adalah respons organisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan yang
berlangsung. Tuntutan tersebut dapat berupa hal-hal yang faktual terjadi, atau hal-hal
baru yang mungkin akan terjadi, tetapi dipersepsi secara aktual. Apabila kondisi tersebut
tidak teratasi dengan baik maka terjadilah gangguan pada satu atau lebih organ tubuh
yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan fungsi pekerjaannya
dengan baik.
Kebahagiaan memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan Kebahagiaan dan
kesehatan cenderung identik, dan karenanya berjalan secara bersamaan. Individu yang
sehat akan merasa lebih positif dalam beraktivitas dan mempunyai kebahagiaan yang
lebih baik. Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam kebahagiaan dunia.7
Kemudahan dalam mengakses kesejahteraan sosial seperti layanan kesehatan akan
meningkatkan kebahagiaan. Saat memberikan layanan kesehatan, petugas medis (dokter
dan perawat) harus dapat bekerja dalam situasi apapun. Perawat memiliki peran yang
sangat penting dalam proses medis dalam rumah sakit. Setiap harinya, para perawat
bekerja selama 24 jam untuk menjaga dan merawat pasien. Seorang perawat yang
profesional berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, advokat, konsultan,
komunikator, dan manajer.8
Di Inggris, terdapat fenomena bahwa para perawat dapat merasa sangat terbeban oleh
pekerjaan mereka sehingga jatuh sakit dan harus mengambil cuti selama rata-rata 51 hari
per tahun. Hal ini tentunya akan memengaruhi kinerja rumah sakit dalam pemberian
fasilitas kesehatan. Pekerjaan perawat mempunyai tuntutan kerja yang tinggi, seperti
jadwal kerja yang padat, tanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan orang lain
maupun diri sendiri, dan harus dapat bekerja dalam tim. Kompleksnya tuntutan pekerjan
dan tanggung jawab menjadikan profesi perawat menjadi rentan akan stres kerja bahkan

6
Sari Yunita Sidabalok, “Pengaruh Kebahagiaan dan Manajemen Stres terhadap Kinerja Perawat Rawat Inap (Studi Kasus
di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, Sumatera Utara)” Jurnal Ilmu Ilmu Sosial, Vol. 19, No. 1, 2020, Hal. 53
7
ibid
8
ibid

9
burnout. Jika stres hebat, terus menerus, dan berulang, itu menjadi fenomena negatif atau
"distress," yang dapat menyebabkan penyakit fisik dan gangguan psikologis.
Perawat harus memenuhi standar kebutuhan dalam bekerja. Standar kebutuhan
tersebut terdiri dari 2 (dua) hal. Pertama memenuhi standar dalam arti kuantitasnya atau
jumlah perawat yang dibutuhkan sesuai dengan kapasitasnya. Terlaksananya tugas
seorang perawat dengan baik harus didukung dengan tepat guna dalam menangani
sejumlah kasus yang ada di tempat atau bagian tersebut. Standar yang kedua yaitu
memenuhi kualitasnya (qualified), artinya mutu kerja dari perawat tersebut benar-benar
dapat dihandalkan dalam menangani berbagai kasus yang terjadi di tempat tugas.
Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen stress yang komprehensif dan holistik bagi
seorang perawat. Menurut Schafer Manajemen stress adalah suatu program untuk
melakukan pengontrolan atau pengaturan stress di mana bertujuan untuk mengenal
penyebab stress dan mengetahui tehnik-tehnik mengelola stress, sehingga orang lebih
baik dalam menguasai stress dalam kehidupan dari pada dihimpit oleh stress itu sendiri.
Berikut beberapa hal yang dilakukan dalam mengelola stress/manajemen stress :9
1. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikis
perawat harus membuat perasaan senang dimana hal itu di dapat pabila tempat
kerjanya bebas dari kejadian resiko cidera pada saat memberikan asuhan keperawatan
kepasien. Serta kebutuhan akan istirahat tercukupi untuk menghindari terjadinya
kelelahan dan kurang istirahat.
2. Pengendalian jiwa dan pikiran untuk selalu berpikir positif.
Mengendalikan Stress Tekanan yang dihadapi seseorang tidak hanya menimbulkan
stress yang negatif (distress), akan tetapi bisa juga menjadi stress yang positif
(eusstres). Butuh pengendalian jiwa yang matang (dewasa) agar kondisi yang ada
menjadi hal yang positif. Salah satu pengendalian jiwa demi terciptanya kestabilan
psikis adalah didukung dengan faktor lingkungan rumah sakit. Manajer harus
menciptakan lingkungan kerja yang dapat memenuhi, baik kebutuhan organisasi
maupun individu seorang perawat untuk mempertahankan produktivitas sekaligus
mendorong kepuasan kerja staf. Strategi perbaikan lingkungan kerja yaitu dengan
memasang alat pendingin dengan menjaga suhu udara secara periodek agar suhu
ruangan selalu terjaga, menjaga kualitas serta sirkulasi udara di ruangan. inisiatif
terkait dengan lingkungan kerja fisik (perlengkapan dan ketersediaan pelatihan yang
sesuai); inisiatif yang berkaitan dengan kesehatan fisik karyawan (program kebugaran
9
Enny Nurcahyani dkk, “Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat” Jurnal Care, Vol. 4, No. 1, 2016, Hal. 8

10
dan penurunan berat badan); dan inisiatif yang terkait dengan masalah kesehatan
mental/ stres/ psikososial (program manajemen stres, dan program untuk menangani
masalah keluarga dan tempat kerja, konsultasi dengan psikolog.
3. Mengatasi stress (stress coping)
Stress dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosi seseorang. Maka dari itu
penting bagi setiap orang untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
mengatasi stress. Dengan memahami teori dan konsep stress, seseorang dapat
memiliki kuasa penuh dalam mengontrol diri dan emosinya sehingga ia dapat
mengoptimalkan kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya. Yang perlu ditekankan
juga dalam mengatasi stress ialah bahwa kita tidak memiliki kendali terkait penyebab
stress, tetapi kita mampu mengontrol bagaimana kita bereaksi terhadap stress tersebut.
Menurut Lazzarus dan Folkman, coping stress merupakan suatu proses di mana
individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu
tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan)
dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh
tekanan.10 Secara umum, stress dapat diatasi dengan melakukan transaksi dengan
lingkungan di mana hubungan transaksi ini merupakan suatu proses yang dinamis.
Terdapat dua macam fungsi, coping stress, yaitu:11
a. Emotion-focused coping Digunakan untuk mengatur respons emosional terhadap
stress. Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti penggunaan obat penenang,
bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi
kognitif. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, individu
akan cenderung untuk mengatur emosinya.
b. Problem-focused coping Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi
dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu
akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah
situasi. Metode atau fungsi masalah ini lebih sering digunakan oleh orang dewasa.

10
ibid
11
Dewi Meylinta Sembiring, “Menghadapi Stress Di Masa Pandemi Covid-19 Dengan Manajemen Stress”, Jurnal Care,
Vol. 4, No. 2, 2016, Hal. 9

11
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi berpikir kritis
adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah ke sasaran yang membantu individu
membuat penilaian berdasarkan kata bukan pikiran. Berpikir kritis dalam keperawatan
adalah komersial untuk keperawatan profesional karena cara berpikir ini terdiri atas
pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Dalam mengaplikasikan konsep berpikir kritis di bidang keperawatan adalah dengan
melakukan pendekatan dalam mengidentifikasi kebutuhan klien diberbagai situasi klinis.
Yaitu dengan proses pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Karakteristik dalam berpikir kritis adalah sebagai berikut: Konseptualisasi, Rasional dan
beralasan, Reflektif, Bagian dari suatu sikap, Kemandirian berpikir, Berpikir adil dan
terbuka, dan Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.
Adapun beberapa elemen dasar yang digunakan untuk dapat mengasah kemampuan
berpikir kritis adalah sebagai berikut:
1. Pertanyaan, selalu membiasakan untuk memberikan pertanyaan terbuka.
2. Penciptaan kesempatan terus menerus untuk berpartisipasi dalam dialog, debat,
penelitian, dan kritik.
3. Self evaluation dan hetero evaluation

12
4. Pendidik (perawat senior) sebagai model pemikir kritis, selalu kreatif dalam
memberikan stimulus pada perawat yang masih junior supaya perawat mau belajar
dan kreatif dalam memberikan informasi yang terbaru
Manajemen stress adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan
stress di mana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui tehnik-tehnik
mengelola stress, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan dari
pada dihimpit oleh stress itu sendiri. Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam
manajemen stress adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikis
2. Pengendalian jiwa dan pikiran untuk selalu berpikir positif.
3. Mengatasi stress (stress coping)

B. Saran
1. Diharapakan makalah penelitian ini dapat menjadi rujukan referensi mahasiswa untuk
membuat makalah tentang berpikir kritis dalam keperawatan.
2. Dengan adanya makalah penelitian ini diharapkan masyarakat lebih mengetahui
berbagai macam permasalahan dan suatu hal yang terjadi dalam dunia keperawatan.

13
Daftar Pustaka

Sutriyanti, Yanti. 2019. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Berpikir


Kritis Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit. Jurnal
Keperawatan Raflesia. Volume 1 No. 1.

Hanhara, Rivandi. 2018. konsep berfikir kritis dan karakteristik berfikir kritis dalam
keperawatan. Jurnal Keperawatan. Volume 1. No. 3

Handani, Satri. 2020. Pentingnya berfikir kritis dalam menerapkan konsep keperawatan.
Jurnal Keperawatan. Volume 2. No. 1.

Herawati, Ade. 2019. Analisa Faktor Penyebab Dan Manajemen Stres Bagi Perawat Unit
Gawat Darurat. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Volume 9. No. 1

Jainurakhma, Janes. 2023. Proses Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.

Harnita, Tika. 2020. Aplikasi Berpikir Kritis Dalam Mengolah Informasi Dan Komunikasi
Dalam Tindakan Keperawatan. Jurnal Keperawatan Ilmiah. Vol. 2. No. 3

14
Safira, Nadia. 2019. Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Ilmiah. Vol. 3.
No. 4

Sidabalok, Sari Yunita. 2020. Pengaruh Kebahagiaan dan Manajemen Stres terhadap
Kinerja Perawat Rawat Inap (Studi Kasus di RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar, Sumatera Utara). Jurnal Ilmu Ilmu Sosial. Vol. 19. No. 1

Nurcahyani, Enny dkk. 2016. Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat.
Jurnal Care. Vol. 4. No. 1

Sembiring, Dewi Meylinta. 2016. Menghadapi Stress Di Masa Pandemi Covid-19 Dengan
Manajemen Stress. Jurnal Care. Vol. 4. No. 2

15

Anda mungkin juga menyukai