Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 16 MODUL 4

MATA MERAH TANPA GANGGUAN VISUS

Disusun oleh :
Kelompok 6

Melinia Nur Syahputri 1710015018


Christopher Kevin Susanto 1710015021
Rizki Pratama Nurbi D. 1710015023
Nabila Arianti Alfitri 1710015028
Daffa Raditya Umar 1710015037
Annisah Nurdwita Ashari 1710015054
Alvian Kurnia Yusuf 1710015055
Rahmat Agung 1710015080
Vaya Luthfi Salsabila 1710015088
Muh. Rijal Muttaqin 1710015095

Tutor : dr. Moriko Pratiningrum, M.Kes., Sp.THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN 2020
KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan diskusi
kelompok tentang Rhinnorhoe dengan tepat waktu.

Laporan ini dibuat sebagai hasil diskusi kelompok kecil kami. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Moriko Pratiningrum, M.Kes.,
Sp.THT-KL selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak yang terlibat
dalam proses belajar kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.

Samarinda, 1 Maret 2020

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... 2
Daftar Isi........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 4
1.2 Tujuan Pembelajaran................................................................. 4
1.3 Manfaat Pembelajaran............................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Istilah...................................................................... 5
2.2 Identifikasi Masalah.................................................................. 5
2.3 Analisa Masalah........................................................................ 5
2.4 Strukturisasi Konsep................................................................. 7

2.5 Identifikasi Tujuan Belajar........................................................ 7


2.6 Belajar Mandiri......................................................................... 8

2.7 Sintesis...................................................................................... 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................ 30
3.2 Saran.......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 31

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

Mahasiwa diharapkan memiliki keterampilan dalam melakukan


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis serta
tatalaksana apa yang tepat dalam menghadapi berbagai keluhan yang
melibatkan hidung dan sinus.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

SKENARIO

2.1 Identifikasi Istilah


2.2 Identifikasi Masalah
2.3 Analisis Masalah

4
2.4 Strukturisasi Konsep

2.5 STEP 5 (Identifikasi Tujuan Belajar)

Tujuan belajar yang kami dapatkan dari diskusi kelompok kami adalah sebagai
berikut:

1. Anatomi dan Fisiologi Mata

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi


Klinis, Diagnosis, Tata Laksana, dan Komplikasi dari :

 Konjungtivitis
a.Bakterial
b.Virus
c.Menahun
d.Angular
 Skleritis dan Episkleritis
 Blefaritis
a.Bakterial
b.Angularis
c.Superficialis
d.Squamosa
e.Ulseratif
d.Seboroik
 Pretigium
 Subkonjungtiva Hematom

5
2.6 STEP 6 (Belajar Mandiri)

Semua anggota kelompok 6 belajar mandiri di rumah dengan tujuan belajar yang
sudah ditetapkan.

2.7 STEP 7 (Sintesis)

Learning Objective 1 : Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi,


patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan komplikasi dari
:

Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu . Penyakit ini bervariasi mulai dari
hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental .
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi
pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya
jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
organ dan menjalani terapi imunosupresif

A.Bakterial

 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan
lain yang mengganggu . Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen
kental .

6
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada
mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan
topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien
dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan
menjalani terapi imunosupresif
 Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut,
akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan
oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus
aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik
paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis .
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain.
Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan
penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi

 Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut
dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi
karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu
penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap
antibiotik .

7
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan
oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).

 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai


injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada
kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis
lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata
(AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan
debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang
paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu
bangun tidur. (James, 2005).

 Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin
saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien
yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan
penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu
juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat
kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat
penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
8
 Tatalaksana

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen


mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum
luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh
diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

 Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali
pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di
konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal
aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat
mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis
dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut
juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan
entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan
ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
B.Virus

 Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh
berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan
cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung
lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).

 Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus,
tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,

9
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini
juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70,
Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus.
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan
penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan
benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang
yang terkontaminasi .

 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap
jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya . Mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.

 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh
adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair
berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat
subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan . Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga
mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum
lainnya seperti sakit kepala dan demam .
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi,
sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi
benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan
subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis .

10
 Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya,
karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-
tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan
gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-
faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis
konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga untuk
ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang
terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan
waktu dan biaya.

 Tatalaksana

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun
antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea . Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
meminimalkan penyebaran infeksi .

 Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti


blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit ).

C.Menahun

11
 Definisi
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat dan lambat
 Patofisiologi
Konjungtivitis alergi dikenal beberapa macam seperti konjungtivitis
flikten ( hipersensitivitas tipe IV, alergi terhadap bakteri), konjungtivitis atopi (
reaksi alergi terhadap polen, disertai dengan demam), konjungtivitis vernal (
hipersensitivitas tipe I, rekuren dan bilateral terutama pada musim panas),
konjungtivitis iatrogenik ( akibat pengobatan yang diberikan dokter yaitu efek
samping obat).
 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
 episkleritis sederhana, keluhan mendadak, mata berair, rasa tidak nyaman,
mata tidaK nyeri saat disentuh, kemerahan segmental atau sektoral
kadang difus.
 episkleritis nodul, mata merah, nodul dapat digerakkan, kemerahan
memucat dengan vasokonstriktor, menyembuh dalam 4-6 minggu.

 Tatalaksana
Tetes mata steroid topikal qid selama sekitar 7-10 hari dan kompres
dingin.

D.Angular

 Definisi
Konjungtivitis angular merupakan peradangan konjungtiva di daerah kantus
interpal.

 Etiologi
Basil Moraxella axenfeld

12
 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Pada anamnesis pasien mengeluhkan mata terasa gatal dan mengeluarkan
sekret, pada pemeriksaan fisik ditemukan sekret mukopurulen dan pasien sering
mengedip.
 Tatalaksana
Pengobatan sering diberikan tetrasiklin atau basitrasin, dapat juga diberi
sulfac zinc yang bekerja mencegah proteolisis.

Skleritis dan Episkleritis

A.Skleritis

 Definisi
Merupakan peradangan pada sklera dengan jenis skleritis anterior ( nekrotik
dan non nekrotik), dan skleritis posterior.
 Etiopatofisiologi
Penyakit vaskuler kolagen ( artritis reumatoid, spondilitis ankilosa, lupus
eritomatosus sistemik, granulomatosis Wegener, poliarteritis nodosa,
polikondritis relaps. Penyebab lainnya sifilis, tuberkulosis, herpes zoster, gout,
lepra, pasca operasi, dan idiopatik.

 Gejala klinis dan Diagnosis


o skleritis anterior nekrotik dengan inflamasi
Mata merah, nyeri berat, mata berair, dapat dijumpai fotofobia, sklera
terdapat injeksi, area nekrosis sklera menyebabkan visualisasi uvea
berwarna biru hitam, dapat ditemukan iritis.

o skleritis anterior non nekrotik difus


Awitan sekitar 1 minggu, mata merah, mata nyeri bila disentuh, kemerahan
tidak memucat, fotofobia. Pemeriksaan lab yang dapat dilakukan DL, LED,
dll.
o skleritis anterior nekrotik nodular
Keluhan hampir sama dengan difus, tapi terdapat injeksi difus pada pleksus
vaskular profunda, nodul merah tidak dapat digerakkan.
13
o skleritis anterior nekrotik tanpa inflamasi
Asimptomatik, mata- tenang, sklera kecil, daerah berwarna kekuningan.

o skleritis posterior
Mata biasanya putih dan tenang, nyeri ringan hingga berat, penglihatan
kabur, fotopsiaa, diplopia, hipermetropia, proptosis, oftalmoplegia, edema
palpebra, edema diskus optikus, edema makular, pelepasan koroid cincin
dan retina eksudatif.
 Tatalaksana
 OAINS - flurbiprofen 100 mg, PO tid
 Kortikosteroid - prednisone 1 mg/kg/hari
 Kortikosteroid topikal - prednisolone acetate 1% qid
 Terapi sistemik
 Pada skleritis dengan nekrotik dapat dilakukan pembedahan
mata-tandur tambal sklera mungkin diperlukan pada beberapa
kasus.

B.Episkleritis

 Definisi
Merupakan inflamasi pada episklera, peradangan yang dapat sembuh
sendiri dan paling banyak pada wanita muda yang terbagi menjadi dua tipe
yaitu sederhana dan nodul.
 Gejala klinis dan Diagnosis
o episkleritis sederhana, keluhan mendadak, mata berair, rasa tidak
nyaman, mata tidaK nyeri saat disentuh, kemerahan segmental atau
sektoral kadang difus.
o episkleritis nodul, mata merah, nodul dapat digerakkan, kemerahan
memucat dengan vasokonstriktor, menyembuh dalam 4-6 minggu.
 Tatalaksana
Tetes mata steroid topikal qid selama sekitar 7-10 hari dan kompres dingin.

Blefaritis

 Definisi

14
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata, sering mengenai bagian
kelopak mata dan tepi kelopak mata. Pada beberapa kasus disertai tukak atau
tidak pada tepi kelopak mata, biasanya melibatkan folikel dan kelenjar
rambut.
Blefaritis adalah peradangan bilateral sub akut/menahun pada tepi kelopak
mata (margo palpebra).
Blefaritis adalah inflamasi pada pinggir kelopak mata biasanya disebabkan
oleh sthopilokokus.

Ada 2 macam blefaritis :

a. Infeksi yang terjadi pada kelopak mata

Pada kasus ini bulu mata rontok dan tidak diganti oleh yang baru karena ada
destriksi folikel rambut. Pada pangkal rambut terdapat sisik kering (krusta)
berwarna kuning pada bulu mata. Palpebra merah (mata”bertepi merah”)

b. Blefaritis seborrheik

Inflamasi kelenjar kulit didalam bulu mata/kelenjar bulu mata. Pada kasus ini
bulu mata cepat jatuh tetapi dapat diganti yang baru karena tidak ada destruksi
folikel rambut. Didapatkan skuama (sisik berminyak) tepian palpebra tidak begitu
merah.

 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya blefaritis dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Blefaritis Ulseratif
Penyebabnya adalah staphylococcus aureus (stafilikokus epidermis).
2. Blefaritis Non-Ulseratif
Penyebabnya adalah kelainan metabolisme dan jamur pitirusponem ovale.

Secara umum :

15
Infeksi/alergi yang biasanya berjalan kronik/akibat disfungsi kelenjar
meibom. Contoh : Debu, asap, bahan kimia, iritatif/bahan kosmetik.
Infeksi bakteri stafilokok, streptococcus alpha/beta hemolyticus,
pnemokok, psedomonas, demodex folliculorum, hingga pityrosporum
ovale. Infeksi oleh virus disebabkan herpes zoster, herpes simplex, vaksinia
dan sebagainya
Blefaritis dapat disebabkan infeksi staphlococcus, dermatitis seboroik,
gangguan kelenjar meibom, atau gangguan dari ketiganya. Blefaritis
anterior biasanya disebabkan karena infeksi staphylococcus aureus,
didapatkan pada 50% pada pasien yang menderita blefaritis, tapi hanya
10% orang yang tidak memberikan gejala blefaritis namun ditemukan
bakteri staphylococcus. Infeksi staphylococcus epidermis didapatkan
sekitar 95% pasien. Blefaritis seboroik serupa dengan dermatitis seboroik,
dan posterior blefaritis (meibomian blefaritis) disebabkan gangguan kerja
kelenjar meibom. Kelenjar meibom yang ada sepanjang batas kelopak
mata, dibelakang batas bulu mata, kelenjar ini menghasilkan minyak ke
kornea dan konjungtiva. Kelenjar ini disekresikan dari lapisan luar air mata
yang bisa menghambat penguapan air mata, dan membuat permukaan mata
menjadi tetap halus, serta membantu menjaga struktur dan keadaan mata.
Sekresi protein pada pasien yang menderita kelainan kelenjar meibom
berbeda komposisi dan kuantitas dari orang dengan mata normal. Ini
menjelaskan kenapa pada pasien dengan kelainan kelenjar meibom jarang
menderita sindrom mata kering. Kelenjar meibom berasal dari glandula
sebasea.
 Faktor Predisposisi
Sebenarnya yang mempengaruhi untuk terjadinya blefaritis, khususnya
Staphylococcus Aureus, Stafilokokus epidermis ada faktor lainnya yaitu :
1. Kelainan metabolisme
2. Jamur pitirusporum ovale
3. Sebosea/ketombe
16
4. Kurangnya mengkonsumsi vitamin
5. Hygiene yang buruk

 Klasifikasi
1. BLEFARITIS BAKTERIAL
a. Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti
sulfasetamid dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik, krusta
diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka
dilakukan penekanan manual kelenjar meibom untuk mengeluarkan nanah
dari kelenjar meibom (Meibormianitis), yang biasanya menyertai.

b. Blefaritis Angularis
Merupakan infeksi staphlococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau
kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus
eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada
fungsi puntum lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Kelainan ini biasanya bersifat rekuren. Befaritis
angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan seng sulfat. Penyulit pada
punctum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan menyumbat duktus
lakrimal.

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

17
Dapat disumpulkan bahwa pasien yang ada di scenario memiliki
kemungkinan diagnosis utama adalah rhinitis alergi yang sudah mulai timbul
gejala sinusitis dengan diagnosis banding adalah rhinitis vasomotor, rhinitis
akut, dan rhinitis medikamentosa
1.2 Saran
Mahasiswa harus lebih mampu untuk mendalami dari tiap tiap gejala
dan mempelajari patofisiologi dari, Hidung gatal, nyeri wajah, Rhinorea
secara lebih mendalam dan lebih memperhatikan dampak Rhinitis dan
sinusitis ini terhadap asma yang dialami pasien yang ada di scenario.

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. D. (2017).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan & Leher.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2. Broek, D. V. P., Feenstra, L. (2010). Buku Saku Ilmu Kesehatan
Tenggorok Hidung dan Telinga. Edisi 12. Jakarta: EGC.
3. Adam G. L., Boies L. R., Higler P. A. (1997). Buku Ajar Penyakit THT
Boies (Boies Fundametals of Otolaryngology). Edisi 6. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai