Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH TUTORIAL MODUL 3

BLOK PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL

“GUSI BENGKAK”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

1. Anandha Waradana Yustika J011181311


2. Alizya Janamulia J011181312
3. Adinda Nur Rhamadanti J011181313
4. Yulia Putri J011181320
5. Eka Apriany J011181321
6. Jurana J011181322
7. Windi Wijayanti J011181360
8. Nadirah Ramadani J011181361
9. Azizah Azzahra Burhan J011181326
10. Indri Gloria Tasik Madika J011181327
11. Engella Chelsy Titania Patabang J011181328
12. As’ad Saefullah Gani J011181363

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................ 2

1.3 Tujuan Makalah.................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi jenis-jenis penyakit pulpa dan periapikal …… 4

2.2 Etiologi penyakit pada pulpa dan periapikal ……………… 16

2.3 Patomekanisme penyakit pulpa dan periapikal …………… 18

2.4 Definisi dan patomekanisme fistula ……………………… 20

2.5 Prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa ……… 21

2.6 Diagnosa dan etiologi pada kasus …………………………. 37

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ………………………………………………… 39

3.2 Saran ……………………………………………………….. 39

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 40

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan hidayahnya sehingga tugas penyusunan makalah yang berjudul

“Gigi bengkak” dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah

Penyakit Pulpa dan Periapikal semester ganjil tahun ajaran 2020.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata

sempurna, sebagaimana peribahasa mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”.

Hal itu disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang kami

miliki. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari rekan-rekan untuk penyempurnaan dan demi perbaikan makalah

ini di masa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca sekalian.

Makassar, 04 September 2020

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Secara umum penyakit pulpa dapat disebutkan sebagai kelainan pada

jaringan pulpa (saluran akar gigi yang berisi pembuluh darah dan saraf) dan

jaringan sekitar akar gigi (periapikal) akibat inflamasi oleh iritasi bakteri,

mekanis, atau kimia. Penyakit pulpa gigi yang sering terjadi diantaranya

berupa peradangan pada pulpa atau sering dikenal dengan istilah pulpitis dan

nekrosis pulpa atau kematian pada pulpa.

Pulpitis adalah penyebab utama dari sakit gigi dan tanggalnya gigi.

Pulpitis juga merupakan peradangan pada pulpa gigi (bagian gigi terdalam

yang berisi saraf dan pembuluh darah) dan jaringan periradikular yang

mengelilingi akar gigi. Kondisi ini dapat berupa akut atau kronis, dengan atau

tanpa gejala. Pulpitis tidak hanya disebabkan oleh bakteri, tapi juga akibat

trauma atau cedera pada gigi atau rahang yang membuka rongga pulpa dan

mengakibatkan bakteri masuk. Dalam beberapa kasus, kondisi ini bisa

diobati. Namun, kalau sudah parah peradangan pulpa gigi  tidak bisa

disembuhkan seperti semula lagi maka akan berkembang menjadi penyakit

periapikal

Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir

pada daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal

dari infeksi pulpa. Konsekuensi dari perubahan patologis pada pulpa adalah

1
saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.Iritan-iritan yang masuk

ke dalam jaringan periapikal inilah yang akan menginisiasi timbulnya lesi

periapikal

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan klasifikasi penyakit pulpa dan periapikal?

2. Jelaskan etiologi penyakit pulpa dan periapikal?

3. Jelaskan patomekanisme peyakit pulpa dan periapikal?

4. Jelaskan definisi dan patomekanisme fistula?

5. Jelaskan prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa?

6. Jelaskan diagnosa dan etiologi pada kasus?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui klasifikasi penyakit pulpa dan periapikal?

2. Mengetahui etiologi penyakit pulpa dan periapikal?

3. Mengetahui patomekanisme peyakit pulpa dan periapikal?

4. Mengetahui definisi dan patomekanisme fistula?

5. Mengetahui prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa?

6. Mengetahui diagnosa dan etiologi pada kasus?

1.4 Manfaat Penulisan

a. Bagi penulis

Adapun makalah ini dimanfaatkan oleh penulis sebagai sumber informasi

untuk mengetahui penyakit pulpa dan periapikal.

2
b. Bagi institusi pendidikan

Makalah ini dapat digunakan sebagai dokumen tambahan yang dapat

digunakan oleh tingkatan-tingkatan di bawah sebagai sumber informasi

mengenai penyakit pulpa dan periapikal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi jenis-jenis penyakit pulpa dan periapikal1,2

 Kelainan pada Pulpa

a. Pulpitis Reversibel

Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah.

Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa

akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi

servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase

periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus

dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis

reversibel.

Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan

dingin dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam.

Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.1

b. Pulpitis Irreversibel

4
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis

reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin

yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada

pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi

dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel

merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun

penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa

nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa

menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal

dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya

terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon

gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.

Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan

asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu

jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan.

Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus

menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis

irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda

jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis

irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible

dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis

irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh

5
paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang

mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama. 1

c. Pulpitis irreversibel hiperplastik

Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk

pulpitis irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga

timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien

muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai

pembuluh darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa

yang merupakan drainase. Polip pulpa ini merupakan jaringan

granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat dengan pembuluh kapiler

yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai

benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi kavitas gigi di

permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri

spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus termal. Pada

beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika

pengunyahan..1

6
d. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan

oleh pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang

dapat mengganggu suplai darah ke pulpa.

Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku

sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi

peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan kolapsnya

pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika

eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui

kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan

tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka

waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses

nekrosis pulpa yang cepat dan total.

Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis

parsial) dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala

seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis

total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes

termal dan tes listrik. 1

7
e. Hiperemi Pulpa

Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan

pada pulpa, yang disebabkan oleh kongesti vascular. Hiperemi pulpa

ada dua tipe yaitu :

1) Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri.

2) Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena.

Kelainan ini merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani

iritasi lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat.

Hiperemi pulpa dapat disebabkan oleh :

1) Trauma, seperti oklusi traumatic, syok termal sewaktu preparasi

kavitas, dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok

galvanic, iritasi terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.

2) Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap

bahan tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol,

H2O2, alkohol, kloroform)

3) Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus

dentin ke pulpa, jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke

jaringan pulpa, tetapi baru toksin bakteri.

Gejalanya :

Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu

tanda bahwa ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai

kritis. Hiperemi pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan

pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air,

8
makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis atau

asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika

rangsangan dihilangkan.

Diagnosis :

Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan

pemeriksaan klinis. Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek,

berlangsung beberapa detik sampai kira-kira 1 menit, umumnya

hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi, peka

terhadap perubahan temperature terutama rangsangan dingin. Rasa

manis umumnya juga menyebabkan rasa sakit. Pada pemeriksaan

perkusi, gigi tidak peka walaupun kadang-kadang ada respon

ringan. Hal ini disebabkan oleh vasodilatasi kapiler dalam pulpa.

Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan kepekaan yang sedikit

lebih tinggi daripada pulpa normal.

f. Degenerasi Pulpa :

Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi

orang dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten

sewaktu muda. Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan

denganinfeksi atau karies walaupun kadang-kadang terjadi pada gigi

yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya asimtomatis, gigi tidak

mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi terhadap tes

termal maupun elektrik. Namun, jika degenerasi pulpa total, misalnya

9
akibat trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak

member respon terhapad rangsangan.

Macam –macam degenerasi pulpa :

1. Degenerasi hialin

Terjadi penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan

karbohidrat.

2. Degenerasi amiloid

Terlihat gumpalan – gumpalan sel pada pulpa

3. Degenerasi kapur

Terjadi mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.

Mineralisasi ini dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat,

terutama pada saluran akar.

4. Resorpsi internal- pink spot

Suatu bentuk yang lain berasal dari pulpitis kronis granulomatosis,

disebut granuloma interna. Penyebabnya belum diketahui, tetapi

biasanya ada riwayat trauma. Jika granuloma interna ini terbentuk

pada kamar pulpa, disebut pink spot.2

 Kelainan Jaringan Periapikal

10
Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat

diklasifikasikan berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi

kelainan periapikal ini adalah sebagai berikut : 1

a. Periodontitis Apikalis Akut

Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi

yang berlanjut ke jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut

adalah peradangan lokal yang terjadi pada ligamentum periodontal

didaerah apikal. Penyebab utama adalah iritasi yang berdifusi dari

nekrosis pulpa ke jaringan periapikal seperti bakteri, toksin bakteri,

obat disinfektan, dan debris. Selain itu, iritasi fisik seperti restorasi

yang hiperperkusi, instrumentasi yang berlebih, dan keluarnya

obturasi ke jaringan periapikal juga bisa menjadi penyebab

periodontitis apikalis akut.

Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa

sakit pada saat mengigit. Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda

penting dari tes diagnostik. Tes palpasi dapat merespon sensitif atau

tidak ada respon. Jika periodontitis apikalis merupakan perluasan

pulpitis, maka akan memberikan respon respon terhadap tes vitalitas.

Jika disebakkan oleh nekrosis pulpa maka gigi tidak akan memberikan

respon terhadap tes vitalitas. Gambaran radiografi terlihat adanya

penebalan ligamentum periodontal.

11
Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan

perpindahan sel-sel inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan

periapikal. Hal ini menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal

dan resopsi tulang alveolar.Periodontitis Apikalis Kronis

b. Periodontitis apikalis kronis

Biasanya diawali dengan periodontitis apikalis akut atau abses

apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi yang

berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan

gejala subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena secara

klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon

non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non

sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah

terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak.

Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan

perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal

dari penebalan ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura

kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.

Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat

digolongkan menjadi menjadi granuloma dan kista. Granuloma

12
merupakan jaringan granulasi yang terbentuk sebagai respon jaringan

periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan proses nekrosis jaringan

pulpa. Pembentukan granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi

sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan granulasi

akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak mendapatkan

suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan

menekan jaringan sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi

resopsi tulang yang terlihat secara radiografis. Kista radikuler

merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang berisi cairan

semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari

peradangan akibat nekrosis pulpa.

c. Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan

periapikal gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis

akut disebabkan masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar

gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri

yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan.

Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau

palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut

13
juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti

meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis

akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan

merespon sensitif.

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi

destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang

rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis

abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal

dengan lesi pada jaringan periapikal.

d. Abses Apikalis Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat

lesi yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke

permukaan. Abses apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa

yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses

akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang

terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel

jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab

infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan

14
sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang

bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.

Tabel (a) Diagnotik klinikal komprehensif

15
Tabel (b) Sistem Diagnostik Radiografi Komprehensif

2.2 Etiologi penyakit pada pulpa dan periapikal3,4

a. Iritan mekanik

- Saat prepaarasi kavitas

- Pencabutan gigi tanpa pendingin yang tepat

- Trauma oklusal

- Kuretase periodontal yang dalam

- Pencabutan gigi dan perawatan orthodontic dapat menyebabkan

perubahan pada pulpa

16
b. Iritan mikroba

Infeksi mikroba dari lesi karies adalah penyebab paling umum untuk

pulpitis dan periodontitis apikal. Dalam kondisi normal, mahkota gigi

yang erupsi ditutupi oleh biofilm yang tersusun dari komunitas mikroba

simbiosis. Di lingkungan yang kaya gula, taksa bakteri tertentu dari

komunitas ini melepaskan asam yang mendemineralisasi dentin,

menghasilkan pembentukan lesi karies. Sementara Streptococcus mutans

dianggap sebagai patogen tunggal pada karies untuk waktu yang lama,

penelitian terbaru menunjukkan bahwa karies disebabkan oleh mikrobiota

kompleks [39, 128, 149]. Lesi karies yang terbatas pada email

menyebabkan perubahan halus pada pulpa seperti akumulasi sel

pengekspres antigen MHC Kelas II. Setelah biofilm karies

menghancurkan email dan mencapai dentin, biofilm akan menyebabkan

perubahan inflamasi lebih lanjut pada pulpa.

Meskipun iritasi terhadap mekanis dan klinis bersifat mekanis dan

kimia bersifat sementara, penyebab yang paling signifikan dipengaruhi

oleh mikroba. Mikroorganisme yang tedapat pada karies gigi merupakaan

sumber utama iritaasi pulpa dan jaringan periradikuler. Karies pada dentin

dan enamel mengandung banyak spesies bakteri seperti streptococcus

mutans,lactobacilli dan actynomices spp

Mikroorganisme dalam karies dapat menghasilkan raun yang

menembus kedalam pulpa mellui tubulus.reaksi awl pulpa terhadap iitan

dimediasi melalui respn imun bawaan. Respon awal terhadap karies ini

17
mnghasilkan akumulasi fokal dan sel inflamasi karies seperti makrofag

limfosit, dan plasma sel.

c. Iritan kimia

dapat disebabkan oleh :

- Berbagai zat pembersih kavitas seperti alcohol,kloroform,hydrogen

peroksida

- Bahan desensitasi dan sterilisasi

- Agen antibakteri seperi perak nitrat, fenol dengan ataau tampa kamper

daan eugenol

- Bahan restorasi sementara dan permanen

d. Idiopatik

Penyebabnya tida k diketahui dengan pasti hal ini bisa disebabkan oleh

faktor usia, resorpsi internal dan eksternal, hiv maupun bisa disebabkan

oleh AIDS.

2.3 Patomekanisme penyakit pulpa dan periapikal5,6,7,8

 Patomekanisme penyakit pulpa

Degenerasi jaringan pulpa dapat menjadi akibat dari beberapa,

salah satunya adalah prosedur perawatan periodontal dan trauma oklusal.

Ketika degenerasi pulpa terjadi, akan mengalami inflamasi, kehilangan

tulang, mobilitas gigi, dan pembentukan saluran sinus melalui mukosa

bukal maupun sulkus gingiva. Bila hal ini terjadi di daerah apikal, maka

terjadi lesi periapikal dan bila terdapat perluasan kearah alveolar crest,

maka terjadi periodontitis yang disebabkan oleh kelainan pulpa. Situasi

18
ini sering disebut lesi endo-perio. Akses iritan keruang pulpa dapat

melalui celah atau gap dari CEJ. Celah inin dapat memberi akses

langsung bagi iritan menuju dentin. Celah ini juga mejadi tempat yang

baikbagi perlekatan biofilm dan kalkulus. Akses iritan keruang pulpa

dapat melalui saluran akar lateral gigi. Pada saat melakukan tindakan

kuretase dan root planing, seringkali sementum yang menutupi akar gigi

ikut terangkat bersama plak yang melengket di atasnya. Hal ini

menyebabkan terbukanya akses iritan yang dapat menyebabkan inflamasi

di daerah saluran akar gigi.

Pulpitis reversibel sering ditemukan setelah perawatan restoratif

atau akibat dari prosedur perawatan gigi yang tidak memadai. Ditandai

rasa sakit jangka pendek dan cepat menghilag jika stimulus ditiadakan.

Pada pulpitis irreversibel nyeri awalnya di transfer oleh serat A-delta dan

C seiring berkembangnya proses inflamasi, transmisi serat C berlaku

kemudian direflesikan sebagai rasa nyeri.

 Patomekanisme lesi periapikal

Gigi berlubang yang tidak dirawat akan menjadi sumber infeksi

yang mempengaruhi kondisi organ lainnya karena bakteri dari gigi

berlubang dapat menembus jaringan lebih dalam yang disebut pulpa

terdiri dari jaringan saraf, pembuluh darah, dan limfa. Bakteri kemudian

menghancurkan seluruh pulpa. Keadaan ini memungkinkan terjadinya

pembengkakan pada ujung akar berbentuk kantong yang disebut

granuloma. Granuloma mengandung jaringan lunak, bakteri, dan nanah

19
yang dapat tertekan dalam pembuluh darah sehingga terbawa bagian

tubuh yang lain. Jaringan pulpa yang dapat mengalami peradangan baik

bersifat akut maupun kronis yang mengakibatkan adanya iritasi mikroba

(bakteri) yang bermula pada jaringan pulpa kemudian terhadap jaringan

sekitar akar (periapikal). Penyebaranbakteri dapat menumbulkan penyakit

pada mata, hidung, jantung, dan ginjal.

Respon imun pada periapikal sebagai garis pertahanan kedua

respon awal dari sistem pertahanan di jaringan periapikal adalah infiltrasi

dan diikuti dengan meningkatnya jumlah sel osteoklas. Elemen yang ada

pada area inflamasi periapikal adalah sel PMN, makrofag, limfosit T, dan

limfosit B, sel mast, osteoklas, osteoblast, fibroblas, sel epitel dan adanya

kemokin yang mengatur terjadi inflamasi. Kemokin akan keluar yang ada

di stimulasi oleh makroorganisme dan protein dentin spesifik terhadap sel

yang berperan dalam sistem imun seperti makrofag, sel neutrofit, sel

fibroblas.

2.4 Definisi dan patomekanisme fistula9,10

Fistula di definisikan sebagai koneksi atau jalur abnormal antara dua

organ internal atau jalur antara dua permukaan berlapis epitel. Fistula dapat

berkembang karena adanya infeksi kronis yang tidak diobati, cedera

traumatis, kelainan bawaan, infeksi dan kelainan penyembuhan pasca bedah

juga menyebabkan pembentukan fistula. Jenis dari oral fistula yaitu fistula

dentoalveolar, fistula oroantal, fistula oronasal, dan fistula orocutaneous.

Pada scenario jenis fistula yang terjadi yaitu dentoalveolar. Dentoalveolar

20
fistula adalah jalur patologis antara rongga mulut dan tulang alveolar.

Penyebab paling umum yaitu nekrosis pulpa dan periodontitis apical. Ketika

pulpitis irreversible tidak ditangani maka pulpa menjadi nekrotik.

Ketika pulpa menjadi nekrotik terjadi kolonisasi bakteri pada saluran

akar. Jika tahap ini tidak dilakukan perawatan, infeksi menyebar ke daerah

perirad ikular mengakibatkan periodontitis apical. Setelah infeksi

periradicular menyebar dan dinding kortikal tulang alveolar, fistula mengikuti

ruang interstitial atau pengantara. Sebagian besar infeksi periradikular

berakhir di dalam komportemen jaringan ikat yang longgar dan menyebabkan

pembentukan abses, namun infeksi ini juga dapat mencapai mukosa mulut

dan menginduksi pembentukan fistula.

2.5 Prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa11

1) Pemeriksaan subjektit

a. Penyakit yang sedang derita

Sejumlah informasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, 

riwayat medis,  dan riwayat  dental serta keluhan utama dapat

diperoleh melalui staf.  Akan tetapi,  dokter gigi harus

mengevaluasinya dahulu dan harus mengenal benar data tersebut

sebelum melangkah lebih jauh. Sering,  kontak pertama antara

pasien dan dokter gigi terjadi selama pengumpulan data mengenai

penyakit yang sedang diderita. Sebagian besar pasien yang

menderita penyakit endodonsia  biasanya tidak menunjukkan

gejala (asimtomatik) atau hanya mengalami gejala ringan saja. 

21
Jika dicurigai ada penyakit pulpa atau periradikuler  akibat temuan

lain, ketiadaan gejala yang nyata harus dicatat dan teruskan dengan

pemeriksaan objektif.  Meskipun demikian, banyak juga pasien

yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan  dan merasa

tertekan. Pasien demikian memerlukan pemeriksaan subjektif yang

sistematis dan hati-hati disertai pertanyaan tajam yang terarah.

Suatu kenyataan yang menarik tetapi juga sering membingungkan

adalah nyeri gigi yang berkaitan dengan perubahan tekanan

sekeliling. Fenomena ini dikenal sebagai barodontalgia dan

mengenai pasien yang mengalami peningkatan atau penurunan

tekanan udara. Contohnya adalah nyeri pada penerbangan  dengan

ketinggian atau pada para penyelam.

b. Aspek nyata dan nyeri. Nyeri yang intensitasnya tinggi biasanya

bersifat intermiten sedangkan yang intensitasnya rendah sering

bersifat terus-menerus dan berlarut-larut. Berlainan dengan nyeri

yang berlarut-larut yang terasa konstantan tumpul,  nyeri

paroksismal  merupakan nyeri yang sekaligus dan hebat. Nyeri

yang timbul bisa juga berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri

menyengat, rasa terbakar, dan berdenyut-denyut. Sering nyeri

pulpa atau nyeri periapeks terasa berdenyut denyut sesuai dengan

irama denyut sistolik jantung. Nyeri miofasial biasanya tumpul,

antara nyeri neuralgia terasa tajam dan paroksismal. Identifikasi

sifat nyeri akan membantu membedakan nyeri dental dari nyeri

22
yang disebabkan oleh jaringan lain. Nyeri adalah suatu entitas yang

kompleks. Banyak aspek nyeri tidak semata-mata bersifat

diagnosis dan ya kan masalah dental dari masalah non dental atau

mengindikasikan keparahan masalahnya. Meskipun demikian,

sejumlah aspek nyeri merupakan petunjuk kuat bagi adanya

penyakit pulpa dan/atau periradikuler sehingga bisa memberi

petunjuk bagi perawatannya yang sesuai. Aspek aspek ini adalah:

a) Intensitas nyeri.  Makin kuat nyerinya nya ( yakni makin

mengganggu gaya hidup pasien),  makin besar kemungkinan

adanya penyakit yang irreversible. Nyeri intens adalah nyeri

yang baru terjadi, tidak dapat diredakan oleh analgesik, dan

menyebabkan pasien mencari pertolongan. Nyeri yang sudah

berlangsung lama biasanya tidak intens. Nyeri yang sifatnya

ringan atau sedang dengan durasi yang lama tidak dengan

sendirinya bersifat diagnostik secara endodonsia. Nyeri dapat

timbul dari pulpitis irreversible atau periodontitis atau abses

apikalis simptomatik (akut)

b)  Nyeri spontan.  Nyeri spontan timbul tanpa adanya stimulus

titik jadi nyeri yang mengagetkan pasien atau timbul tanpa

sebab, disebut nyeri spontan. Seperti yang telah dijelaskan

nyari spontan jika digabung dengan nyeri intens biasanya

mengindikasikan adanya penyakit  pulpa atau periradikuler

yang parah. Yang menarik dan dapat memberikan petunjuk

23
bagi tegaknya diagnosis adalah nyeri intens dan terus-menerus

yang hanya reda oleh dingin pasien seperti ini sering datang

sambil menggenggam segala air es yang dihisapnya terus-

menerus untuk mendinginkan giginya yang sakit. Nyeri ini

adalah tanda dari pulpitis irreversibel.

c) Nyeri terus menerus. Nyeri ini bersifat terus-menerus dan

bahkan intensitasnya makin meningkat setelah stimulusnya

hilang contohnya, pasien mengemukakan adanya nyeri

berkepanjangan setelah minum minuman dingin yang lain

mengeluhkan adanya nyeri intens yang terus-menerus setelah

mengunyah. Nyeri terus-menerus akibat stimulus termal

biasanya menandakan adanya pulpitis irreversibel. Nyeri terus-

menerus setelah aplikasi tekanan pada gigi mengindikasikan

penyakit dari  periradikuler. Setelah memeriksa riwayat medis

dan dental serta mengidentifikasi tanda dan gejala utama yang

sedang dirasakan pasien, dokter gigi biasanya sudah

mempunyai gambaran mengenai diagnosis sementaranya.

c. Diagnosis sementara  dokter gigi sering dapat menentukan adanya

perubahan patologis dalam pulpa dan periapeks dengan jalan

memperluas pemeriksaan yakni tidak hanya selalu memeriksa sakit

yang sekarang diderita saja melainkan ditambah pula dengan

melontarkan pertanyaan subjektif mengenai masalah yang dialami

pasien. Kualitas dan kuantitas nyeri sekarang dan nyeri yang telah

24
lalu ditambah lagi dengan temuan subjektif lain yang penting

sering dapat menghilangkan  entitas  nonendodonsia yang

membuat bingung, juga dapat ditentukan tindakan apa saja yang

harus segera dilakukan titik pertanyaan yang hati-hati dan

interpretasi respon pasien sering memberikan petunjuk penting

bagi penegakan diagnosis sementara dari penyakit pulpa dan

periradikuler. Diagnosis sementara ini kemudian dapat

dikonfirmasikan atau ditolak setelah melakukan serangkaian

pemeriksaan oral dan tes klinis.

2) Pemeriksaan objektif

a. Pemeriksaan ekstra oral

Penampilan umum, tonus kulit asimetri wajah,

pembengkakan, perubahan warna, kemerahan, jaringan parut

ekstraoral atau saluran sinus, dan kepekaan atau membesarnya

nodus limfe servikal atau fasial adalah indikator bagi status fisik

pasien. Pemeriksaan ekstra oral yang hati-hati akan membantu

mengidentifikasikan sumber keluhan pasien Serta adanya  dan

luasnya nya reaksi inflamasi di rongga mulut.

b. Pemeriksaan intraoral

a) Jaringan lunak

Pemeriksaan jaringan lunak rongga mulut biasanya

dilakukan secara visual atau dengan palpasi secara lengkap dan

teliti yang diperiksa meliputi bibir, mukosa oral, pipi dan lidah

25
dan otot-otot serta semua keabnormalan yang ditemukan.

Periksala pula mukosa alveolus dan gingiva cekat untuk

melihat apakah daerah tersebut mengalami perubahan warna,

terinflamasi mengalami ulserasi atau mempunyai saluran sinus.

Suatu parulis stoma saluran sinus biasanya menandakan kan

adanya pulpa nekrosis atau periodontitis apikalis supuratif Atau

kadang-kadang abses periodontal. Tempat sumber Lesi ini

Adakalanya ditemukan melalui gutaperca yang diletakkan

dalam saluran sinus.

b) Gigi geligi

Pemeriksaan gigi geligi dilakukan untuk mengetahui adanya

perubahan warna, fraktur, abrasi erosi, karya restorasi yang

luas, atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna

sering merupakan tanda adanya penyakit pulpa atau merupakan

akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan sebelumnya

walaupun dalam beberapa kasus diagnosis sangat mungkin

dilakukan pada tahap pemeriksaan ini seorang pediagnostik

yang hati-hati titak akan pernah langsung melakukan perawatan

sebelum melakukan konfirmasi yang cukup dengan tes-tes

klinis dan radiografis yang diperlukan.

c) Tes klinis

Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan

sonde serta tes periodontium, selain tes untuk mengetahui

26
keadaan jaringan pulpa dan periapeks sebagian besar tes ini

memiliki keterbatasan;  ada yang tidak dapat digunakan untuk

setiap gigi sehingga tesnya tidak akan menyimpulkan apa-apa

titik oleh karena itu, sangatlah beresiko jika penegakan

diagnosis dilandaskan hanya pada satu macam saja. Hasil satu

tes harus dikonfirmasikan dengan tes tambahan yang lain. Tes-

tes ini sifatnya tidak mutlak dan cenderung boleh dikatakan,

memberi hasil kasar tes ini harus dilaksanakan dan

diinterpretasikan dengan hati-hati, penting untuk diingat bahwa

tes Ini bukan tes untuk gigi melainkan tes mengenai respon

pasien terhadap berbagai stimulus. Proses respon terhadap

pengetesan sangat kompleks dan melibatkan baik sistem saraf

perifer maupun sistem saraf pusat di samping komplikasi

akibat status emosional pasien yang kadang-kadang timbul. 

Hal ini bisa menimbulkan hasil tes yang negatif atau positif

palsu. Pasien mungkin tidak memahami arti stimulus atau salah

menginterpretasikannya. Itulah sebabnya Mengapa serangkaian

tes objektif dan subjektif serta tanda-tanda penyakit yang

ditemukan sering tidak konsisten sehingga kadang-kadang

membingungkan. Upaya untuk mengatasinya tidaklah mudah,

untuk diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Biasanya,

pengalaman seseorang akan banyak membantu.

27
 Kaca mulut dan sonde. Dipakai untuk memeriksa karya

yang luas atau karies sekunder, terbukanya pulpa, fraktur

mahkota, restorasi yang rusak rumah dan kebocoran daerah

korona pada gigi yang telah dirawat saluran akarnya. Pada

beberapa keadaan yakni karies besar di korona kaca mulut

yang sonde dapat memberikan bantuan yang memadai

dalam menegakkan diagnosis akhir. Tetapi, mengingat

perubahan patologis tak dapat ditentukan oleh cara ini saja,

test klinis lainnya pun masih diperlukan.

 Gigi kontrol. Bantuan berharga dalam pengetesan pulpa

dan periapikal adalah menggunakan kontrol( pembanding),

yakni gigi-gigi yang sehat yang akan memberikan respon

normal. Gigi kontrol mempunyai tiga fungsi: i)pasien

belajar apa yang diharapkan dari stimulus, ii)dokter gigi

dapat mengobservasi sifat respon pasien sampai tingkat

stimulus tertentu, iii)dokter gigi dapat menentukan bahwa

stimulus mampu menimbulkan respon.  Contohnya gigi

posterior orang dewasa, terutama molar, mungkin tidak

responsif terhadap tes termal. Hal ini menyebabkan teks

dingin merupakan teks yang tidak efektif jika diletakkan

pada suatu molar yang sehat dan pasien tidak merasakan

sensasi apa-apa.

28
d) Tes periapeks

 Perkusi

Perkusi dapat menentukan ada atau tidaknya penyakit

nyeri radikuler. Respon positif yang jelas menandakan

adanya inflamasi periodontium. Mengingat inflamasi dalam

tak selalu diakibatkan oleh pulpa tetapi dapat pula diinduksi

oleh penyakit periodontium, hasilnya harus

dikonfirmasikan dengan hasil tes lainnya. Namun, dalam

sejumlah kasus, tes ini tidak dapat dilaksanakan dan perkusi

mungkin merupakan indikator paling baik bagi penyakit

periapeks yang signifikan. Satu perbedaan yang ada adalah

bahwa nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodontium

besar kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai

moderat. Sedangkan jika nyerinya sangat tajam sehingga

menimbulkan Withdrawal  syndrome,  maka pada

kemungkinan ini adalah suatu inflamasi periapeks.

Cara melakukan perkusi adalah dengan menentukan

ujung kaca mulut yang dipegang paralel atau tegak lurus

terhadap mahkota pada permukaan insisal atau oklusal

mahkota. Jika nyeri subjektifnya parah, hindarkan

pengetukan gigi tetapi Tekanlah gigi perlahan-lahan dengan

ujung jari telunjuk. Untuk memperoleh perbandingan,

lakukan juga tes perkusi pada gigi kontrol. Cara tes lain

29
yang juga baik adalah dengan meminta pasien objek yang

keras misalnya gulungan kapas, baik dapat dipercaya jika

pasien melaporkan adanya nyeri ketika mengunyah

 Palpasi. Seperti halnya perkusi palpasi menentukan

Seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah

periapeks. Respons positif pada palpasi menandakan

adanya inflamasi periradikuler titik palpasi dilakukan

dengan menekan mukosa diatas Apex dengan cukup kuat

titik penekanan dilakukan dengan ujung jari dan seperti

juga pada teks perkusi pemeriksaan hendaknya memakai

juga paling sedikit satu gigi pembanding.

c. Tes kavitas pulpa

Stimulasi langsung pada dentin,  dingin, panas, dan tes

elektrik akan menentukan respons terhadap stimulus dan kadang-

kadang dapat mengidentifikasi gigi yang dicurigai karena

timbulnya Respon yang abnormal. Adanya respon tidak menjamin

kita atau Sehatnya pulpa tetapi paling tidak menandakan masih

adanya sejumlah Serabut saraf yang bisa menghantarkan impuls

sensoris.  Variasi respons gigi Normal atau patologik sangat

banyak. Mengingat keterbatasan yang dimilikinya tes tes Ini harus

selalu disertai kontrol yang memadai, dan hasilnya

diinterpretasikan dengan hati-hati.

30
 Pemilihan  tes pulpa yang tepat.  Pemilihan nya bergantung

kepada situasi. Kepada pemeriksaan klinik  dapat digunakan

stimulus yang sama dengan stimulus yang menurut pasien

menimbulkan respons nyeri akan diperoleh informasi

tambahan yang bermanfaat titik jika pasien mengeluhkan

bahwa makanan/ minuman dingin( atau panas) menimbulkan

respon nyeri lakukan tes dingin( atau panas) dan bukan tes

viabilitas lain.  Timbulnya gejala yang sama pada suatu gigi

pada umumnya menandakan bahwa gigi tersebut memang gigi

yang terkena. Secara keseluruhan stimulasi elektrik serupa

dengan stimulasi dingin dalam mengidentifikasi gigi yang

nekrosis sedangkan stimulus panas keandalannya tidak begitu

besar.

 Stimulasi  dentin langsung.  Tes ini ini mungkin merupakan

tes yang paling akurat  dan dalam sejumlah kasus merupakan

tes kavitalan pulpa yang paling baik. Dentin yang terbuka

dapat digores dengan sonde walaupun ketiadaan respon tidak

indikatif keberadaan respons titik karies disonde sampai dalam

sehingga mencapai dentin yang tidak karies, dan jika timbul

sensasi tajam dan tiba-tiba berarti Pulpannya berisi jaringan

vital. Jika tes lain tidak meyakinkan atau tidak bisa dipakai dan

rupanya dicurigai sudah nekrosis , pakailah tes kavitas titik

misalnya, gigi dengan mahkota  porselen- logam   biasanya

31
tidak bisa dites secara akurat dengan tes termal atau elektris

standar. Pada keadaan seperti ini, setelah dilakukan

pemeriksaan subjektif yang teliti dan menerangkan sifat-sifat

tes ini kepada pasien, lakukan preparasi dengan bur yang kecil

dan tajam tanpa memakai anestesi. Jika pulpanya vital,

permukaan restorasi atau permukaan email dapat dipenetrasi

oleh Bur tajam kecil tanpa terlalu mengganggu. Nyeri

mendadak akan timbul jika buruh telah mencapai dentin.

Sebaliknya, jika nyeri atau rasa tidak enak tidak terjadi, pulpa

kemungkinan besar sebagai preparasi akses dan prosedurnya

dapat diteruskan sampai selesai.

 Tes dingin. Ada 3 metode yang umumnya digunakan bagi

teks dingin yaitu memakai es biasa, karbondioksida dan

refrigerant. Es karbondioksida memerlukan alat khusus,

sedangkan refrigerant yang disimpan dalam kaleng

menyemprot pemakaiannya biasanya lebih enak titik s biasa

tidak sedingin dan seefektif refrigerant atau  karbondioksida.

Dari suatu penelitian terungkap bahwa refrigeran yang

disemprotkan pada pelet kapas yang besar dapat menurunkan

suhu dalam ruangan secara signifikan titik secara keseluruhan,

semprotan refrigerant dan karbondioksida sama baiknya dalam

mengetes pulpa. 

32
 Pengetesan pulpa secara elektrik. Berbagai alat pengetesan

pulpa elektrik dan sebagian besar ditangani oleh baterai dan

menghasilkan berbagai aliran listrik langsung berfrekuensi

tinggi. Stimulus biasanya diaplikasikan pada permukaan fasial

untuk menentukan ada atau tidaknya saraf sensoris dan vital

tidaknya pulpa.  Yang kini populer adalah pengetesan pulpa

elektrik  dengan bacaan digital. Alat ini tidak lebih unggul

daripada yang lain namun lebih mudah digunakan titik semua

alat digunakan dengan cara yang sama gigi-gigi harus

dibersihkan, dikeringkan, dan diisolasi. Usaplah permukaan

gigi dengan gulungan kapas dan isolasi lah dengan gulungan

tersebut. Keringkan seluruh dengan semprotan udara.

Tempelkan sedikit pasta gigi atau media konduktor lain pada

elektroda media konduktor yang paling efektif sampai saat ini

belum diketahui. Buatlah sirkuit listrik dengan memasang

jepitan pada bibir pasien atau dengan meminta pasien

memegang pegangan logam. Elektrodanya dipasang pada

permukaan fasial atau lingual dan tingkat aliran arus secara

bertahap dinaikkan sampai melewati ambang persepsi pasien.

Sensasi yang dirasakan adalah kesemutan,  atau panas. Adanya

respon biasanya menandakan pulpa masih vital, sedangkan

ketiadaan respon biasanya menandakan pulpa nekrosis. Ini

masih belum sempurna dan mungkin menghasilkan respon

33
positif dan negatif palsu.  Pengetesan elektrik tidak mengukur

derajat kesehatan atau penyakit pulpa. Mengingat sering

terjadi reaksi negatif atau positif palsu, reaksi terhadap tes ini

harus diinterpretasikan (dengan agak skeptis) hanya sebagai

Respon  iya atau tidak. Interpretasi  lebih lanjut yang  teliti,

pembandingan, dan korelasi dengan temuan lain, baru

kemudian dapat diputuskan Apakah gigi masih vital atau

nekrosis.

d. Pemeriksaan periodontium

Desi periapeks sering menyerupai lesi Periodontium, karena

itu kedua hal ini harus dapat dibedakan juga penting untuk

menciptakan kesehatan jaringan periodontium gigi atau Gigi geligi

sebagai bagian dari rencana perawatan secara keseluruhan.

 Penyondean titik pemeriksaan dengan sonde periodontium

adalah tes klinis yang penting yang sering terabaikan dan tidak

dipakai semestinya dalam penegakan diagnosis Lesi

periapikal. Kerusakan tulang dan jaringan lunak periodontium

diinduksi oleh baik penyakit periodontitis maupun receiver dan

mungkin tidak dapat dibedakan dengan mudah secara

radiologis. Sonde periodontium dapat menunjukkan tingkat

perlekatan jaringan ikat. Selain itu, sonde dapat berpenetrasi

ke dalam Lesi inflamasi periapt yang meluas ke  cervical.

Pengundian juga merupakan alat Bantu diagnosis dan

34
mempunyai nilai prognosis. Gigi dengan pulpa nekrosis yang

menginduksi inflamasi periapeks yang meluas ke arah servikal

memiliki prognosis yang baik jika saluran akar nya telah

dirawat dengan baik namun, prognosis saluran akar pada gigi

dengan penyakit periodontium parah biasanya sangat

bergantung pada keberhasilan perawatan periodontal. Gigi

dengan penyakit periodontium para merupakan gigi yang tidak

begitu baik prognosisnya untuk perawatan saluran akar. 

Kedalaman yang bisa di sonde di sepanjang permukaan dan

furkasi harus diukur dan dicatat agar dapat digunakan sebagai

pembanding di kemudian hari.

 Mobilitas. Tes mobilitas sebagian menunjukkan keadaan

ligamen  periodontium dan prognosis bagi setiap macam

perawatan. Gigi yang sangat goyang biasanya telah banyak

kehilangan dukungan jaringan periodontium. Kadang-kadang

peri radikuler yang luas dapat sangat mengurangi dukungan

dari jaringan periodontium; mobilitas biasanya membaik

secara dramatis setelah perawatan saluran akar berhasil.

Mobilitas ditentukan dengan menempatkan jari telunjuk pada

aspek lingual dan mengaplikasikan tekanan dengan pegangan

kaca mulut pada permukaan fasial nya. Gerakan lebih dari 2-3 

mm atau depresi menandakan bahwa harapan keberhasilan

perawatan  salurannya sangat sedikit jika penyebab utama

35
mobilitas adalah penyakit  periodontium dan bukan  patosis

periradikuler.

e. Pemeriksaan radiografis

Radiograf bermanfaat dan penting sebagai alat bantu

diagnosis dan perawatan, tetapi pemakaian radiografi untuk

penegakan diagnosis penyakit pulpa dan periradikuler bisa saja

terlalu berlebihan dan banyak keterbatasannya yang diabaikan.

Sebagian besar perubahan patologis dalam pulpa tidak kasat mata

sehingga dengan  periradikuler tidak akan menghasilkan perubahan

radiografis pada tahapan yang masih dini. Bukti adanya penyakit

sering mulai tampak hanya jika proses inflamasi telah menyebar ke

tulang medula,Terutama ke tulang korteks. Radiograf hanyalah

gambaran 2 dimensi sehingga untuk memperoleh interpretasi suatu

gambaran 3 dimensi, sebaiknya diambil gambar untuk suatu

struktur yang sama dari berbagai sudut. Dengan keterbatasan ini

dan  keterbatasan lainnya, jelas bahwa film berkualitas baik hanya

salah satu sarana saja untuk memperoleh diagnosis yang tepat. 

Pemeriksaan radiografis  memungkinkan evaluasi masalah yang

disebabkan oleh gigi (lesi karies,  kerusakan restorasi, dan

perawatan saluran akar),  tampilan pulpa dan periradikuler Yang

abnormal, gigi malposisi, hubungan antara bundel neurovaskular

terhadap apeks, Pulau umum tulang, dan adanya penyakit

periodontium. 

36
2.6 Diagnosa dan etiologi pada kasus12,13,14,15,16,17,18

Diagnosis pada gigi 46 yaitu abses periapikal akut, yaitu adanya

pembengkakan difus dan gigi bersangkutan akan terasa sakit pada

pemeriksaan perkusi, jika dilihat pada kasus gigi 46 perkusi (+) yang artinya

ada peradangan pada jaringan periodontal, dan pemeriksaan palpasi (+), ika

melihat gambaran gambaran radiografi pada gigi 46 terdapat lesi periapikal.

Abses periapikal akut disebabkan masuknya bakteri dari saluran akar yang

terinfeksi.

Diagnosis pada gigi 34 yaitu nekrosis pulpa, dimana ada emriksaan

klinis didapatkan tes termal (-), namun pada dengan pupa nekrotik seringkali

sensitive terhad perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi

periapikal. Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya

infeksi bakteri pada jarigan pulpa kemudian menyebabkan radang dan jika

tidak dilakukan penaganan maka inflamasi akan terus bertambah oarah

akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.

Diagnosa pada gigi 21 yaitu pulpitis reversibel yang merupakan

peradanngan ringan pada pulpa, dilihat pada pemeriksaan tes termal (+),

perkusi (-) yang artinya belum ada perdangan pada jaringan periodontal dan

palpasi (-) yaitu saat disentuh/diraba tidak ada rasa sakit.

37
Diagnosis pada gigi 11 yaitu abses periapikalis kronis, yang

merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama kemudian

menimbulkan drainase kemukosa membentuk abses, dilihat dari pemeriksaan

gigi 11 didapatkan tes termal (-) dan perkusi (+) yaitu adanya peradangan

pada jaringan periodontal dan palpasi (+)yyaitu adanya rasa sakit .

38
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terdapat beberapa penyebab terjadinya penyakit pulpa dan periapikal.

Beberapa etiologinya ialah iritan kimia, bakteri dan kimiawi. Penting untuk

mengetahui bagaimana terjadi nya patomekanisme suatu penyakit untuk dapat

memudahkan dalam diagnose untuk akhirnya melakukan tindakan perawatan

yang tepat pula. Proses inflamasi penyakit pulpa dan periapikal diantaranya

yang berperan ialah respon imun spesifik dan non-spesifik, yang mana

nantinya akan terjadi aktivitas yang dapat menyebabkan inflamasi pada pulpa

dan kemudian meluas hingga ke jaringan periapikal dan jaringan disekitarnya.

3.2 Saran

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan agar dapat

memahami secara menyeluruh tentang konsep pembelajaran tutorial ini, yaitu

tentang penyakit pulpa dan lesi periapikal serta penyebab dan patomekanisme

terjadinya penyakit pulpa dan periapikal serta penyebab dan patomekanisme

sakit berdenyut, serta menjadikan bahan acuan sebagai penuntun dalam

mempermudah belajar, dan mahasiswa mampu menjelaskan sendiri

pengetahuan yang sudah dipelajari dan didiskusikan dalam tutorial ini.

39
DAFTAR P USTAKA

1. Patel B. Endodontic Diagnosis, Pathology, and Treatment Planning: Mastering

Clinical Practice, Springer International Publishing Switzerland 2015

2. Tarigan R, Tarigan G. Perawatan Pulpa Gigi (endodonti).Jakarta: EGC; 2006.

Pp .27-8, 89-90.

3. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Principle and Practiced. 5th ed.

Philadelpia: Elsevier. 2015: page 48-51.

4. Fuoad AF and Khan AA. Etology and Phatogenesis of Pulptis and Apical

Periodontitis. 2013: page 60-64

5. Gutmann JL. Differentiating Pulpa-Periodontal Disease Processes From

Endodontik Periodontic Relationship. Internasional Journal Of Endodontic

Rehabilitation; 2(1) 2016: 1-2

6. Glicman GN, Schwertzer JL. Endodotics: Colleagues for Excellence. Chicago:

American Association of Endodontics 2013. P. 1-5

7. Sariyem, Sutomo B, Varianti F. The Causal Factors of Periapical and Pulp

Desiase Among Senior Community Health Center Semarang. P. 53

8. Cansiz E, Gultekin A, Koltuk M, Cakarer S. A Textbook Advanced Oral and

Maxillofasial Surgery. 3th Ed. 2016. P 387-411

9. Hargreaves KM, cohen’s. Cohen’s pathway of the pupl. 10th Ed. Misswri :

Elsevier, 2011 Pp. 13

10. Motamedi kalantar hosein. A textbook of advanced oral and maxilla facial

surgery volume 3. 2016. : 388-9

40
11. Walton Richard E, Mahmoud Torabinejad. Prinsip & praktik ilmu endodonsia.

3th Ed. EGC; 2003: p.62-71

12. Fadhilah, Mahendra I, Khairina I. Sistem pakar bebasis web mengunakan

metode forward chaning untuk mendiagnosa penyakit pulpa dan periapikal.

Jurnal teknik informatika dan sistem informasi. Vol 5(2) ; 2019. P 181-97

13. US Naval dental school, Bucher JF. Endodontics. Bureau of noval personnel.

1964

14. Grossman, Louis I. Ilmu endodontik dalam praktek. 11ed EGC. 1995

15. Apriyono DW. Kedaruratan endodonsia. Stomatognatic jurnal kedokteran gigi

unej. Vol 7(1) ; 2010

16. Chrismirina S, Basri AG, Harahap MF. Tingat sensitivitas dentin sebelum dan

setelah paparan minuman bersoda pada usia remaja berdasarkan metode visual

analog scale. Cakradonya dent journal. 2015; vol 7 (1)

17. Apriyono DW. Kedaruratan endodonsia. Stomatognatic jurnal kedokteran gigi

unej. Vol 7(1); 2010

18. Poetera CY, Prayitno A, Marwato. Perbedaan angka kejadian nekrosis pulpa

dengan abses apkalis kronis antara pasien diabetes mellitus di RSUD Dr,

Moewardi. Jurnal publikasi caradental

41

Anda mungkin juga menyukai