LAPORAN TUTORIAL
Oleh :
Anggota :
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Penyakit Infeksi
Jaringan Periodontal” dengan baik serta tepat waktu. Laporan tutorial ini disusun untuk
melengkapi tugas tutorial dengan didukung oleh referensi-referensi yang bisa
dipertanggungjawabkan. Laporan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih
jelas dari materi tutorial. Penulis menyusun laporan tutorial ini melalui berbagai tahap
baik dari pencarian bahan, pembahasan, belajar mandiri, dan lain-lain. Laporan ini tidak
mungkin terwujud tanpa adanya kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr.drg. I Dewa Ayu Susilawati , M.Kes selaku tutor yang telah banyak membantu
dalam proses tutorial.
Semoga laporan tutorial ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan mohon maaf apabila ada
kesalahan. Apabila ada yang kurang sempurna dalam laporan ini, penulis mengharapkan
kritik dan saran pembaca guna perbaikan lebih lanjut pada masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. PEMBAHASAN
BAB 3. PENUTUP
3
PENDAHULUAN
BAB I
4
1.2 Skenario
5
6
PEMBAHASAN
BAB II
Faktor Lokal
1. Plak Bakteri
7
2. Kalkulus
Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang
mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus
merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa
inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan
lebihbanyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama
terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak
bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi
gingiva secara tidak langsung.
3. Impaksi makanan
d. resesi gingiva
8
4. Pernafasan Mulut
Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini
sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak
dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan
membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada
beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan
menutup bibir.Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan
bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva
berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering
dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal.
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang
bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit
pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa
berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi.
Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa
yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidak
dikunyah secara biasa tetapi dikulum di dalam mulutsampai lunak bercampur
dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini akan memudahkan
terjadinya penyakit.
Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yangmempunyai sifat self
cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan
mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang segar, buah-buahan dan
ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi.
6. Iatrogenik Dentistry
9
FAKTOR SISTEMIK
10
keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-
sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau
hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan
keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan
jaringan periodontal.
2. Defisiensi vitamin
4. Hormonal
11
- Memproduksi Eksotoksin
- Peranan Kandungannya
Beberapa bahan yang terkandung dalam bakteri gram positif maupun gram
negatif seperti endotoksin,komponen permukaan bakteri, dan komponen kapsular
diduga berperan pada penyakit periodontal. Endotoksin adalah substansi yang
sangat toksik yang mempengaruhi jaringan secara langsung atau dengan jalan
mengaktifkan respon pejamu. Berperannya endotoksin dalam penyakit periodontal
adalah dirasakan pada kemampuannya:
Menyebabkan leukopenia
Mengaktifkan faktor XII (Faktor Hageman), yang mengganggu
koagulasi intra vaskular
12
nekrosis jaringan
Memiliki efek sitotoksik terhadap sel seperti fibroblas
Peptidoglikan yaitu komponen dinding sel yang terdapat pada bakteri gram positif
maupun gram negatif dapat mempengaruhi bebrbagai respon pejamu, termasuk
aktivasi komplemen, aktivitas immunosupresif, stimulasi sistem retikulo
endothelial, dan sifat-sifat mempotensikan immunitas. Disamping itu,
peptidoglikan mampu menstimulasi resorpsi tulang, dan menstimulasi makrofag
untuk menghasilkan prostaglandin dan kolagenase.
- Memproduksi Enzim
Bakteri Plak memproduksi enzym yang turut berperan pada penyakit periodontal.
Enzym tersebut antara lain: Kolagenase, Hyaluronidase, Gelatinase,
Aminopeptidase, Phospolipase dan Phospatase basa dan asam. Kolagenase
berperan dalam degradasi kolagen. Phospolipase berperan dalam perusakan
jaringan superfisial periodonsium. Hyaluronidase mampu mengubah
permeabilitas gingiva.
13
14
15
masuk ketulang melalui lebih dari satu kanal. Setelah mencapai ruang sum-sum,
inflamasi menuju keligamen periodontal. Dalam keadaan yang jarang, inflamasi
menjalar langsung keligamen periodontal baru ketulang alveolar. Pada sisi
vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar sepanjang permukaan
periosteal sebelah luar dari tulang, dan masuk sum-sum tulang melalui kanal
pembuluh darah pada korteks sebelah luar.
PROSES DESTRUKSI PERIODONTAL
Proses resorpsi tulang bisa berlangsung karena aktivitas sel-sel tertentu, mediator
inflamasi seperti PGE2, dan ensim. Dua sel yang terlibat pada resorpsi tulang
adalah:
1. osteoklas, yang menyingkirkan bahan mineral tulang
2. sel mononukleus (monosit), yang berperan dalam degradasi matriks organic
tulang.
peptidoglikan yang merupakan kompenen dinding sel bakteri pada bakteri
16
1. Puberty-associated gingivitis
3. Pregnancy associated
a. Gingivitis
17
1. Leukemia-associated gingivitis
2. Other
2. Drug-influenced gingivitis
b. Other
B. Other
A. Neisseria gonorrhoeae
B. Treponema pallidum
C. Streptococcus species
D. Other
A. Herpesvirus infections
3. Varicella zoster
B. Other
18
C. Histoplasmosis
D. Other
B. Other
A. Mucocutaneous lesions
1. Lichen planus
2. Pemphigoid
3. Pemphigus vulgaris
4. Erythema multiforme
5. Lupus erythematosus
6. Drug induced
7. Other
B. Allergic reactions
a. Mercury
b. Nickel
c. Acrylic
d. Other
a. Toothpastes or dentifrices
19
3. Other
A. Chemical injury
B. Physical injury
C. Thermal injury
20
• Moderate: 3 to 4 mm CAL.
• Severe: ≥5 mm CAL.
3. Periodontitis Agresif
The following characteristics are common to patients with aggressive
periodontitis:
a. Localized
• Circumpubertal onset of disease.
b. Generalized
•Usually affecting persons under 30 years of age (however, may be older).
• Generalized proximal attachment loss affecting at least three teeth other than
first molars and incisors.
• Pronounced episodic nature of periodontal destruction.
21
Gingival abscess
Periodontal abscess
Pericoronal abscess
Endodontic –
periodontal lesion
Periodontal – endodontic lesion
Combined lesion
systemic diseases:
1. Hematologic disorders
a. Acquired neutropenia
b. Leukemias
c. Other
2. Genetic disorders
d. Papillon-Lefèvre syndrome
e. Chédiak-Higashi syndrome
f. Histiocytosis syndromes
22
i. Cohen syndrome
k. Hypophosphatasia
l. Other
3. Root fractures
5. Gingival excess
a. Pseudopocket
23
6. Abnormal color
Periodontitis kronis
Peridontitis agresif
Terjadi pada orang yang secara klinis sehat, dipengaruhi faktor genetic, pasien
usia 10-30 tahun, loss attachment dan bone loss l3-4x ebih cepat dari kronis,
secara umum memiliki tanda yang hamper sama dengan periodontitis kronis, tidak
tampak plak dalam jumlah besar
24
Lesi periodontal
diagnosis penyakit periodontal terdiri dari analisis sejarah kasus dan evaluasi
tanda dan gejala klinis, sebagai hasil dari beberapa pemeriksaan (misalnya,
evaluasi dengan probe, pemeriksaan kegoyahan gigi, radiografi, tes darah, biopsi)
untuk mengidentifikasi masalah pasien. Diagnosis periodontal menentukan
penyakit pada saat itu, mengidentifikasi jenis penyakitnya, dan menyediakan
pemahaman proses dasar penyakit dan penyebabnya. Diagnosis disusun dengan
sistematik dan teratur untuk tujuan tertentu. Suatu diagnosis tidaklah cukup dari
pengumpulan fakta. Kepingan – kepingan temuan harus disatukan sehingga
menjadi penjelasan masalah periodontal pasien
Secara umum prosedur diagnosa dapat dibagi menjadi empat bagian, antara lain:
(1) melakukan anamnesa dan mencatat riwayat pasien, (2) melakukan
pemeriksaan terhadap pasien (pemeriksaan fisik dan laboratorium), (3) Evaluasi
dari hasil anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium yang akan
menuntun ke arah perumusan suatu diagnosa, (4) Penilaian resiko medis untuk
pasien-pasien gigi
25
A. DIAGNOSIS KLINIS
2. Riwayat sistemik
Menurut Carranza (1990), pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus
ditanyakan pula keluhan utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit
gingival dan periodontal berhubungan dengan perdarahan pada gusi,
spacing pada gigi yang sebelumnya tidak ada, bau mulut, dan rasa
gatal pada gusi yang dapat berkurang melalui pencungkilan dengan tusuk
gigi. Selain itu juga terdapat rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi, misalnya
konstan, tumpul, gnawing pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa
nyeri yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif
terhadap panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara
yang dihirup.
Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene, bau
mulut, pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah
bening.
Oral hygiene
Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat akumulasi
debris makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi. Pemeriksaan
jumlah kualitatif plak dapat membantu menegakkan diagnosis.
26
Bau Mulut
Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma
menyengat yang berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu
dalam menegakkan diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakit-
penyakit tertentu, dan dapat berasal dari faktor lokal maupun ekstraoral.
Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari impaksi makanan diantara
gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG),
dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi atau
pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah
diidentifikasi. Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari penyakit
atau struktur yang berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau
tonsillitis; penyakit pada paru-paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan
melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah seperti metabolit
dari infus makanan atau produk eksretori dari metabolisme sel.
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum, dan daerah
oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil pemeriksaan
tidak berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter gigi harus
mendeteksi perubahan patologis yang terjadi.
5. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah kariesnya,
perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting, hipersensitifitas,
dan hubungan kontak proksimal.
27
Dental Stains
Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain
harus diperiksa dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.
Hipersensitifitas
Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap perubahan
suhu atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi yang sensitif.
Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan probe atau udara
dingin.
Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini dapat
dicek melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss.
Kegoyahan gigi
Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang
dengan kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan
diberikan sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990).
28
Pemeriksaan keadaan gigi pada saat rahang tertutup tidak memberikan informansi
seperti saat pemeriksaan rahang ketika berfungsi, namun pemeriksaan ini
dapat menunjukkan kondisi peridontal. Gigi yang tersusun secara ireguler,
gigi yang ekstrusi, kontak proksimal yang tidak tepat, dan daerah impaksi
makanan merupakan faktor yang mendukung akumulasi bakteri plak.
Misalnya pada kasus hubungan open bite, dimana terdapat celah yang abnormal
antara maksila dan mandibula. Kurangnya pembersihan mekanis oleh
jalan lintas makanan, dapat menyebabkan akumulasi debris, pembentukan
kalkulus, dan ekstrusi gigi (Carranza, 1990).
6. Pemeriksaan periodonsium
Pemeriksaan periodonsium harus sistematik, dimulai dari regio molar baik pada
maksilla maupun mandibula kemudian diteruskan ke seluruh rahang.
Semua temuan pada pemeriksaan periodonsium ini dicatat pada
periodontal chart sehingga berguna sebagai catatan kondisi pasien dan untuk
evaluasi respon pasien terhadap perawatan. Hal-hal yang perlu dilakukan pada
tahap ini adalah pemeriksaan plak dan kalkulus, gingiva, poket periodontal,
penentuan aktivitas penyakit, jumlah gingiva cekat, alveolar bone loss,
palpasi, supurasi, dan abses peridontal (Carranza, 1990).
Gingiva
29
Poket Periodontal
1. Kedalaman biologis
Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk
kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukurang
probe, gaya yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan
kecembungan mahkota.
30
Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah penentuan
tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak antara
dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke
waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva
pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki
kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat
pada 1/3 koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah
pada saat margin gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat
perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan jarak
antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).
Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva
mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk
mengecek perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan
ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan
seringkali muncul segera setelah penarikan probe, namun perdarahan juga
sering tertunda hingga 30-60 detik setelah probing (Carranza, 1990).
31
Palpasi
Palpasi mukosa oral pada daerah lateral dan apikal gigi dapat
membantu untuk menunjuk tempat asal rasa nyeri yang tidak dapat
ditunjukkan oleh pasien. Palpasi juga dapat mendeteksi infeksi jauh didalam
jaringan peridontal dan tahap awal abses peridontal (Carranza, 1990).
Abses Periodontal
B. GAMBARAN RADIOGRAFI
32
2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan
sudut yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang
dimaksud.
8. Kelaianan periapeks
9. Kalkulus
12. Karies
33
2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliiku-
liku, dehisensi, dan fenestrasi
3. Kegoyangan gigi
C. ADVANCE TECHNIQUE
34
h) Output digital
3. Xeroradiography
35
PENUTUP
BAB III
3.1 Kesimpulan
36
DAFTAR PUSTAKA
37