Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN dan


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KERATITIS
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Pembimbing : Anis Murniati, S.Kep, Ns, M.Biomed

Di Susun Oleh Kelompok 5 :


Anggota :
1. Linda Yunita Sari (A2R17012)
2. M. Hendrawan (A2R17013)
3. Maynanda Aliftanisa (A2R17015)
4. Mukhamad Rosyid (A2R17018)
5. Nanda Galuh Pratiwi (A2R17020)
6. Prilla Tina Rahayu (A2R17026)
7. Via Gesti Adriani (A2R17036)
8. Wahyu Evi Safitri (A2R17037)
9. Yuli Kristanti (A2R17039)

PROGRAM STUDI SARJANA-KEPERAWATAN TINGKAT III-A


STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Keratitis.

Makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini, kami menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yth :
1. Bpk. Dr. H. Yitno, SKp, M.Pd. Sebagai ketua utama STIKes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Anis Murniati, S.Kep, Ns, M.Biomed, sebagai dosen pengajar pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III.
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Medikal
Bedah III.
4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
ataupun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Besar
harapan kami, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, dan
kelompok pada khususnya.

Tulungagung, 13 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
1.3 Manfaat ............................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi............................................................................................. 3
2.2 Klasifikasi ........................................................................................ 3
2.3 Etiologi ............................................................................................ 5
2.4 Pathway ............................................................................................ 7
2.5 anifestasi Klinis................................................................................ 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 8
2.7 Komplikasi ...................................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ...................................................................................... 11
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 12
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................. 13
3.4 Implementasi ................................................................................. 17
3.5 Evaluasi .......................................................................................... 17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 18
4.2 Saran ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.

Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit,
abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi
akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis ataupun local.

Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi
oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi
dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan
eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang
dianastesi.

1.2 TUJUAN

1. Tujuan umum.

Setelah dibuatnya makalah keratitis, Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami


tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan keratitis

2. Tujuan khusus.

1. Dapat mengetahiu definisi dari keratitis.


2. Dapat mengetahui etiologi dari keratitis.
3. Dapat menegetahui manifestasi keratitis.
4. Dapat memahami patofisiologi dari keratitis.
5. Dapat mengetahui asuhan keperawatan keratitis.

1
1.3 MANFAAT

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat untuk


mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik individu terhadap terjadinya keratitis
untuk memeriksakan diri lebi dini.
2. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai bahan informasi kepada petugas
kesehatan.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai
keratitis.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 DEFINISI

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkna kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang
terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau intersitisial. Keratitis superfisial akan
memberikan kelainan pad uji fluoresein dan kelainan pada uji plasido. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornei ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata akan merah yang
terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis selain
disebabkan oleh infeksi dapat juga disebabkan oleh beberpa faktor lainnya seperti mata yang
kering, keracunan obat, dan alergi atau konjungtivitin kronis.

Pengobatan umumnya ditujukan pada penyebabnya disertai dengan pemberian atropin


atau midriatika untuk mengistirahatkan mata selain mengurangi rasa sakit dan gejala peradangan.
Mata dibebat untuk mencegah infeksi sekuder. Bila setelah 3 hari pengobatan tidak terjadi
perbaikan sebaiknya pasien dirujuk pada ahli mata.

2.2 KLASIFIKASI
1. Keratitis Bakterial
Ini merupakan keratitis akibat infeksi staphylococcus. Berbentuk seperti keratitis
pungtata, terutama di bagian bawah kornea. Pengobatan antibiotika dapat diberikan pada
keratitis bakterial dini.
2. Keratitis Viral
a. Keratitis Dendritik Herpetik
Keratitis akibat infeksi herpes simpleks terdapat dalam berbagai bentuk
seperti : keratitis pungtata superfisial, keratitis dendritik, dann kerstitis profunda.
Keratitis dendritik yang disebabkan virus herpes simpleks akan memberi
gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan bentuk seperti ranting
pohon yang bercabang-cabang, dengan memberikan uji fluoresein positif nyata

3
pada tempat percabangan. Sensibilitas kornea nyata menurun diakibatkan karena
ujung saraf ikut terkena infeksi virus herpes simpleks. Infeksi ini biasanya bersifat
reinfeksiendogen. Infeksi primer berjalan tanpa gejala klinis atau subklinis. Bila
penderita mengalami penurunan daya tahan tubuh seperti demam, maka akan
terjadi rekurensi.
b. Keratitis Herpes Zoster
Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster
pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian
pula kornea dan konjungtiva. Bila terjadi kelainana saraf trigeminus ini, maka
akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya, yang pada herpes
zoster akan mengakibatkan terdapatnya vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa
sakit dengan perasaan yang berkurang ( anestesia dolorosa ).
c. Keratitis Disiformis
Keratitsisdisiformis merupakan keratitis dengan bentuk seperti cakram di
dalam stoma permukaan kornea. Keratitis ini disebabkan oleh infeksi atau
sesudah suatu infeksi virus herpes simpleks. Pada kornea terlihat kornea menebal
dengan lipatan membran descemet. Letak kelainan di sentral akan
meengakibatkna berkurangnya tahjam penglihatan pasien. Sensibilitas korenea
menurun dengan uji plasido yang positif.

d. Keratitis Pungtata Epitelial


Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea
yyanng dapat terletak superfisial dan subepitel. Selain disebabkan virus, keratitis
pungtata epiteal juga dappat disebabkan oleh : obat seperti neomisin dan
gentamisin
 Infeksi virus :
o Herpes simpleks
o Epidemik keratokonjungtivis
o Moluskum kontagiosum
 Gangguan air mata :
o Lagoftallmus

4
o Keratokonjungtivis sika
o Lensa kontak
o Alergi
o Radiasi sinar ultraviolet

3. Keratitis Lagoftalmus
Keratitis lagoftalmus terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat
terjadi pada ektropion palpebra, protusio bola mata, atau pada penderita koma dimana
tidak terdapat reflekk mengedip, maka mata tidak tertutup oleh kelopak. Biasanya
keratitis atau terjadinya radang pada kornea yang tidak tertutup yaitu pada celaah
kelopak.
4. Keratitis Neurioparalitik
Keratitis neuroparalitik terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang
mengakibatkan gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea. Biasanya kelainan
dimulai dengan terkelupasnya epitel kornea kemudian disusun dengan terbentuknya
vesikel pada kornea dan akan menjadi lebih berat bila terjadi infeksi sekunder. Pada
keadaan ini sensibilitas kornea berkurang atau hilang, mata menjadi merah tanpa rasa
sakit. Berbeda dengan infeksi virus adalah terdapatnya virus pada infeksi herpes
simplekks. Pasien akan mengeluh penglihatannya menurun.
5. Keratokonjungtivis Sika
Keratitis pada keratokonjungtivis sika terjadi akibat kekeringan bagian permukaan
kornea. Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti ada pasir, dan pengelihatan kabur. Bila
dilakukan pemeriksaan schirmer akan terluihat kekurangan komponen air mata.
Pengobatan ialah dengan memberikan air mata buatan, lensa kontak, dan bila perlu
adalah penutupan pungtum lakrima.

2.3 ETIOLOGI
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari
5. Iritasi dari penggunaan lensa kontak secara berlebihan

5
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan
air mata
7. Adanya benda asing dimata
8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin,tobramisin,polusi,atau partikel udara seperti debu
atau serbuk sari

6
2.4 PATHWAY
Bakteri Jamur Virus

Proses infeksi Masuk Epitel

Nyeri Peradangan kornea Pembiakan virus intra

Gangguan rasa
nyaman nyeri

Endotel cedera Reaksi antigen Kurang Kerusakan sel epitel


antibody Pengetahuan

Sistem pompa
Mengeluarkan Tukak kornea
endotel Ansietas
proteolitik

Dekompensasi
endotel
Kerusakan stoma
sekitar
Edema kornea
Lesi kornea yang Ulkus
indolen
Pembiasan
kornea terganggu
terganggu

Pandangan
kabur
Gangguan
Penurunan aktivitas
kemampuan
melihat

Resiko cedera Gangguan persepsi 7


sensori
2.5 MANIFESTASI KLINIS

1. Mata sakit, gatal, silau


2. Gangguan penglihatan (visus menurun)
3. Mata merah dan bengkak
4. Hiperemi konjungtiva
5. Merasa kelilipan
6. Gangguan kornea(sensibilitas kornea yang hipestesia)
7. Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme
8. Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat filamen pada kornea

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tajam penglihatan


2. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap
mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu snellen
maupun secara manual yaitu menggunakan jari tangan.
3. Pemulasan fluorescein
4. Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.
5. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea
6. Pemeriksaan schirmer.
7. Kultur bakteri atau fungi
8. Uji dry eye
9. Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap lapis film air mata (
tear film ), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk
melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam
keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik.
Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil.

Menentukan bakteri yang menyerang mata :

a. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang
pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar.

8
b. Keratometri ( pegukuran kornea )
Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake
juga dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan kearah lateral bawah, secara
subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata.
c. Tonometri digital palpasi
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai
atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea.
Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor subjektif,
tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan
bola mata bagian superior.

2.7 KOMPLIKASI
1. Peradangan kornea kronis
2. Infeksi virus kronis atau berulang kornea anda
3. Terbuka luka kornea anda (ulkus kornea)
4. Pembengkakan kornea dan jaringan parut
5. Pengurangan sementara atau permanen dalam penglihatan
6. Kebutaan

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Pemberian antibiotik, air mata buatan.


2. Pada keratitis bakteri pada diberikan gentamisin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml, atau
seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap setengah jam
kemudian diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik. Ganti obatnya
bila resisten atau tidak terlihat membaik.
3. Perlu diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan
mengurangi nyeri akibat spasme siliar.
4. Pada keratitis jamur, sebagai terapi awal diberikan ekonazol 1 % yang berspektum
luas.
5. Debridement.
6. Anti virus, anti inflamansi dan analgetik.

9
7. Keratitis mikrobial

Pasien dengan infeksi kornea berat dirawat untuk pemberian berseri (kadang
sampai tiap 30 menit sekali) tetes anti mikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
optalmologi.Cuci tangan secara seksama. Harus memakai sarung tangan setiap intervensi
keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya dan perlu
diberi kompres dingin. Diperlukan aseaminofen untuk mengontrol nyeri. Dan diresepkan
sikloplegik dan midriatik untuk mengurangi nyeri dan inflamasi

8. Keratitis Pemajanan
Memplester kelopak mata atau membalut dengan ringan mata yang telah diberi
pelumas. Pada yang mengalami penurunan perlindungan sensori terhadap kornea. Dapat
dipasang lensa kontak lunak tipe-balutan. Lensa kontak lunak tipe-balutan dipasang
sesuai ukuran. Hal ini untuk mempertahankan permukaan kornea, mempercepat
penyembuhan efek epitel dan memberikan rasa nyaman. Perisai kolagen bisa
dipergunakan untuk perlindungan kornea jangka pendek (Brunne dan Suddarth, 2001)

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

1. Keluhan utama.
Tanyakan kepada klien adanay keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah,
silau dan sekret pada mata.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam
penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi
lokasi,awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes
mellitus, hrpes zooster, herpes simpleks
4. Pengkajian fisik penglihatan
a. Ketajaman penglihatan
Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar
pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata ( snellen ) yang diletakkan 6
meter.
b. Palpebra superior
Merah,sakit jikaditekan
c. Palpebra inferior
Bengkak, merah, ditekan keluar secret
d. Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
1. Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh
darah ditengahnya
2. Membran,sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat akan berdarah,
membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan
fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
3. Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah

11
4. Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadipada
konjungtiviti kronis
5. Sikatrik, terjadi pada trakoma.
6. Konjungtiva bulbi
7. Sekresi
8. Injeksi konjungtival
9. Injeksi siliar
10. Kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat
11. Flikten peradangan disertai neovaskulrisasi
12. Kornea
13. Erosi kornea, uji fluoresin positif
14. Infiltrat, tertibunnya sel radang
15. Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir
kornea
16. Flikten, Ulkus, Sikatrik
17. Bilik depan mata
18. Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata depan
19. Hifema, perdarahan pada bilik mata depan
20. Iris
21. Rubeosis, radang pada iris
22. Gambaran kripti pada iris
23. Pupil
24. Reaksi sinar, isokor
25. Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk melihat
26. Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan
badan kaca.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan


2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
3. Ansietas berhubungan dengan keadaan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

12
4. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan
5. Gangguan aktivitas berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan ditandai
dengan:
a. Visus menurun,
b. Silau,
c. Adanya flikten pada kornea,
d. Merasa kelilipan.
Tujuan: cedera tidak terjadi dengan kriteria:
a. Visus kembali normal,
b. Tidak tampak luka cedera pada anggota tubuh.
Intervensi:
a. Tentukan tajam penglihatan pada kedua mata
Rasional: kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan
penglihatan terjadi lambat dan progresif.
b. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi dan bel di samping
tempat tidur.
Rasional: memberikan kenyamanan dan memungkinkan pasien melihat objek lebih
mudah dan memudahkan panggilan untuk petugas bila diperlukan.
c. Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan cedera.
Rasional: memberikan perlindungan diri terhadap cedera.
d. Beritahu pasien untuk tidak menggaruk mata.
Rasional: mencegah terjadinya cedera pada mata.

2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan:


a. Mata terasa sakit,
b. Mata merah dan bengkak,
c. Wajah meringis,

13
d. Tampak gelisah.
Tujuan: nyeri teratasi dengan kriteria
a. Rasa sakit pada mata berkurang,
b. Wajah tampak cerah,
c. Tidak gelisah,
d. Mata tidak bengkak dan merah.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional: tingkatan nyeri dapat memberikan gambaran untuk intervensi selanjutnya
sesuai kebutuhan.
b. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri
Rasional: ketidaksesuaian antara petunjuk verbal / non-verbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri, kebutuhan / keefektifan intervensi.
c. Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya: latihan nafas dalam atau ajak pasien
cerita.
Rasional: memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
d. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional: analgetik menekan impuls nyeri sehingga rangsangan nyeri tidak
diteruskan.

3. Ansietas berhubungan dengan keadaan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya


ditandai dengan:
a. Pertanyaan mengenai kondisinya,
b. Tidak akurat mengikuti instruksi,
c. Takut dan gelisah.
Tujuan: ansietas teratasi dengan kriteria:
a. Klien dapat memahami kondisinya,
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan,
c. Tampak rileks.
Intervensi:

14
a. Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional: membantu pengenalan ansietas/ takut dan membantu dalam melakukan
intervensi.
b. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaannya.
Rasional: langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah identifikasi dan ekspresi,
sehingga mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
c. Berikan lingkungan tenang.
Rasional: memindahkan pasien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu
menurunkan ansietas.
d. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan perhatian.
Rasional: dukungan dapat membantu pasien merasa diperhatikan sehingga tidak
merasa sendiri dalam menghadapi masalah.
e. Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan dan memberikan
dasar untuk pilihan informasi tentang pengobatan.
f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping
Rasional: perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stres saat
ini sehingga meningkatkan rasa kontrol diri.

4. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan


Tujuan: pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria Hasil :
a. pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
b. menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
a. perkenalkan pasien dengan lingkungannya
Rasional: agar pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan
b. beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami
gangguan
Rasional: latihan pasien untuk mengoptimalkan penglihatan
c. libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

15
Rasional: membantu mobilitas pasien dalam menjangkau kebutuhannya
d. kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
Rasional: agar pasien istirahat dengan cukup
e. kolaborasi dengan tim medis
Rasional : mempercepat proses penyembuhan

5. Gangguan aktivitas berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan ditandai


dengan:
a. Penurunan tajam penglihatan,
b. Kelemahan umum,
c. Kebutuhan ADL klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
Tujuan: klien dapat beraktivitas dengan baik dengan kriteria:
a. Tajam penglihatan kembali normal,
b. Pemenuhan ADL terpenuhi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat aktivitas klien
Rasional: kemampuan aktivitas klien merupakan gambaran untuk mengambil
tindakan lebih lanjut.
b. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Rasional: kebutuhan klien terpenuhi akan mengurangi beban pikiran dan kooperatif
dalam pemberian tindakan.
c. Dorong perawatan diri
Rasional: perawatan dirinya sendiri akan meningkatkan perasaan harga diri.
d. Kaji tentang pentingnya aktivitas secara bertahap.
Rasional: peningkatan aktivitas secara bertahap dapat membantu mengurangi
ketergantungan pada perawat.
e. Susun tujuan dengan pasien atau orang terdekat untuk berpartisipasi.
Rasional: meningkatkan harapan terhadap peningkatan kemandirian
f. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
Rasional: berguna dalam memformulasikan program latihan berdasarkan kemampuan
klien.

16
3.4 IMPLEMENTASI

Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap tindakan yang


akan dilakukan, sesuai dengan pedoman / prosedur teknis yang telah ditentukan.

3.5 EVALUASI

Evaluasi hasil menggunakan kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada tahap
perencanaan keperawatan, dilakukan secara periodik, sistematis terencana.

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Kesimpulan penulis berdasarkan pengertian keratitis diatas, maka disimpulkan bahwa


Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis selain disebabkan oleh infeksi dapat juga
disebabkan oleh beberapa faktor lainnya seperti mata kering, keracunan obat, dan alergi atau
konjungtivitis kronis.

4.2 SARAN

Diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami tentang penyakit keratitis dan
mengaoplikasikan atau menerapkan asuhat keperawatan pada pasien keratitis dengan baik dan
benar.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M. Ilmu Penyakit Mata, Edisi II, Fakultas Kedokteran UI,
2002.
2. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Fakultas
Kedokteran UI, 2005.
3. Doenges Marilynn, E., Moorhouse, Geissler, Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta,
1999.
4. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media Aeculapius. Fakultas Kedokteran UI, 2001.
5. Catatan Kuliah Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran UH, 2002.

19

Anda mungkin juga menyukai