Anda di halaman 1dari 21

Referat

Prurigo

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh:
Putri Sari Dewi, S.Ked
NIM: 140611036

Preseptor :
dr. M. Mimbar Topik, M.Ked (DV), Sp.DV

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayahnya sehingga dapat menyelasaikan tugas ini dengan baik dan lancar. Shalawat

dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabat-Nya hingga akhir zaman.

Penyusunan tugas tentang “Prurigo” ini merupakan persyaratan penilaian

selama mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSU Cut Meutia Aceh Utara dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan

saya selaku penulis tentunya.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr.Mimbar Topik, M.Ked (DV), Sp.DV selaku pembimbing dalam

penulisan refarat ini yang telah membimbing saya dengan tulus ikhlas dengan

segenap keilmuannya selama mengikuti KKS di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSU Cut Meutia. Dan rasa terima kasih saya kepada seluruh staf RSU Cut

Meutia yang telah mendukung kami dalam menjalani kepaniteraan klinik senior ini.

Penulis menyadari sepenuhnya didalam penulisan refarat ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya penulis sangat berharap

kritik dan saran yang membangun. Semoga refarat ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi semua pihak.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................... ii

Daftar Isi.......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2

2.1 Prurigo Hebra.......................................................................................... 2

2.2 Prurigo Nodularis.................................................................................... 5

2.3 Prurigo Aktinik........................................................................................ 9

BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Istilah prurigo mengacu pada bintik-bintik yang sangat gatal. Hal ini

digunakan untuk menggambarkan kondisi penyebab yang tidak diketahui, yang

ditandai dengan benjolan kecil yang gatal. Prurigo harus dibedaan dari pruritus

(gatal), yaitu tidak ada lesi primer 1. Kata prurigo telah digunakan untuk menunjukkan

sekelompok dermatosis heterogen yang memilki erupsi popular dan pruritus sebagai

aspek umum. Prurigo dapat dilihat sebagai pola klinis reaktif, dan 20% kasus masih

dianggap idiopatik2.

Prurigo merupakan erupsi popular atau nodular kronik yang rekurens, disertai

ekskoriasi dan gatal. Menurut KOCSCARD pada tahun 1962, prurigo ialah papul

yang berbentuk kubah, dengan puncaknya terdapat vesikel, yang hanya bertahan

dalam waktu singkat, dan biasanya menghilang akibat garukan. Sehingga, aspek

klinis lesi dapat bervariasi dan mencakup papula dan nodul dengan ekskoriasi, erosi,

likenifikasi, papula yang tertutup kerak, dan seropapula. Dapat pula ditemukan bekas

luka dan sisa hiperkromia2,3.

KOCSCARD membagi prurigo menjadi 2 kelompok, yaitu prurigo simpleks

dan dermatitis pruriginosa (strofulus, prurigo kronik multiformis lutz, prurigo hebra) 3.

Greither dan Jorizzo et al. mengklasifikasikan manjadi prurigo akut, prurigo sukakut

dan prurigo kronis. Selain itu, terdapat varietas prurigo lain seperti prurigo

kehamilan, prurigo pigmentosa dan aktinik prurigo2,3.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prurigo Hebra

Definisi
Prurigo hebra atau sering dikenal dengan prurigo “ferox” adalah bentuk

prurigo yang paling sering. Prurigo hebra merupakan prurigo akut, yang sering

ditemukan pada anak, 86% kasus terjadi saat usia 3 tahun pertama kehidupan. Prurigo

hebra merupakan reaksi kulit yang bersifat kronik residif dengan efloresensi beraneka

ragam. Kelainan kulit yang ditemukan berupa papul-papul miliar berbentuk kubah

sangat gatal, lebih mudah diraba dari pada dilihat, terutama di daerah ekstremitas

bagian ekstensor3,4.

Etiologi dan Patogenesis


Meknisme prurigo hebra belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan

adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit serupa serta riwayat alergi

terhadap gigitan nyamuk, besar kemungkinan mekanismenya merupaknn mekanisme

hipersensitivitas. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang berperan, diantaranya:

suhu, investasi parasite (seperti Ascaris atau Oxyuris). Dapat juga infeksi fokal,

misalnya tonsil atau saluran cerna, endokrin, alergi makanan, serta faktor atopi 3,5.

Prurigo hebra sering terjadi pada golongan dengan ekonomi rendah, khususnya saat

musim panas2.

2
Gejala Klinis
Mulainya penyakit sering pada anak. Kelainan yang ditampilkan berupa papul

pruriginous, eczematous, impetiginisasi dan likenifikasi, dengan limfadenopati

terutama pada anak-anak atopik. Limfadenopati biasanya bersifat regional, tidak

disertai infeksi, tidak nyeri, tidak bersupurasi, pada perabaan teraba lebih lunak.

Pembesaran tersebut disebut bubo prurigo. Sering pula terjadi infeki sekunder. Jika

telah kronik tampak kulit yang sakit lebih gelap kecoklatan dan likenifikasi2,3.

Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat meluas

ke bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Biasanya bagian lengan dan tungkai

lebih parah dibandingkan bagian proksimal. Demikian pula umumnya tungkai lebih

parah dari pada lengan. Keadaan umum penderita biasanya pemurung atau pemarah

akibat kurang tidur, kadang-kadang nafsu makan berkurang sehingga timbul anemia

dan malnutrisi3.

3
Gambar 2.1 Prurigo hebra A. Predileksi B. Papula-papula di daerah ekstensor ekstremitas 4.

Histopatologi dan Imunohistopatologi


Gambaran histopatologi tidak khas. Pada epidermis dapat ditemukan

hyperkeratosis, parakeratosis, dan akantosis serta edema sel-sel epidermis. Pada

dermis dijumpai pelebaran ujung-ujung pembuluh darah dan sebukan sel-sel radang

kronik. Pada pemeriksaan immunohistipatologi dapat dijumpai peningkatan sel

inflamasi, yang terdiri dari cells consisting T cells, CD4+ cells, CD8+ cells, T

suppressor cells, LC cells and HlA-DR-expressing APCs. Berdasarkan temuan ini,

mekanisme prurigo hebra diduga merupakan campuran antara reaksi hipersensitivitas

tipe-IV dan tipe-I2–5.

Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding prurigo hebra adalah scabies, gigitan serangga dan

dermatitis herpetiformis. Pada scabies gatal terutama pada malam hari, orang

disekitar juga akan tertular. Lesi pada scabies berupa lesi papulo vesikel pada sela-

4
sela jari, pergelangan tangan dan lipatan-lipatan kulit. Gigitan serangga biasanya pada

bagian tengah lesi tampak eskoriasi dikelilingi daerah yang edema dan eritema.

Dermatitis herpetiformis sulalu disertai gatal, efloresensi berupa papula atau vesikel

dan ada kecendrungan berkelompok3,4.

Pengobatan
Karena penyebab prurigo belum diketahui, sehingga tidak ada pengobatan

yang tepat. Penatalaksanaannya ialah menghindari hal yang ada kaitannya dengan

prurigo hebra. Seperti, menghindari gigitan nyamuk atau serangga, mencari dan

mengobati infeksi local, memperbaiki hygiene perseorangan maupun lingkungan.

Pengobatan berupa simtomatik, yakni mengurangi gatal dengan pemberian sedative.

Bila terdapat infeksi sekunder diobati. Pengobatan sistemik seperti antihistamin,

digunakan untuk menghilangkan rasa gatal dan untuk penenang seperti klorfeniramin,

siproheptadin. Antibiotik jika ada infeksi sekunder. Pengobatan topical sebagai

antipruritus baik dalam bentuk salep atau bedak. Kortikosteroid krim/salep sangat

menolong untuk mencegah/menghilangkan cacat jaringan parut3,4.

Prognosis
Umumnya dapat sembuh spontan pada usia akil balik.

2.2 Prurigo Nodularis

Definisi
Prurigo nodularis adalah representasi paling khas dari prurigo kronik, pada

tahun 1909 oleh Hyde, terminologinya dijelaskan sebagai nodul yang gatal pada

5
permukaan ekstensor lengan dan kaki wanita, relative jarang dan sulit untuk diobati 2,3.

Prurigo nodularis adalah fenotipe yang disebabkan oleh rasa gatal, garukan dan

gesekan yang berulang pada kulit. Mereka dapat dikaitkan dengan beberapa etiologi

penyakit dermatologis dan/atau sistemik. Namum, beberapa menggunakan istilah ini

untuk menggambarkan diagnosis spesifik, yang mengecualikan gangguan

dermatologis lain yang muncul dengan lesi ini. Prurigo nodularis sering terjadi pada

orang dewasa, tetapi dapat mempengaruhi anak-anak6.

Etiologi dan Patogenesis


Meskipun penyebab penyakit ini belum diketahui, tetapi serangan-serangan

gatal timbul bila terdapat atau mengalami ketegangan emosional, dan 65-80% pasien

mengalami atopik. Penyakit ini dianggap sebagai neurodermatitis sirkumsripta bentuk

nodular atipik. Juga dikatakan ada persamaan dengan neurodermatitis bentuk nodular

dan dengan liken planus bentuk hipertropik2,3.

Penyebab sistemik diduga ada yang mendasari pruritus pada pasien dengan

prurigo nodularis. Penyebab ini termasuk insufisiensi ginjal, hiper-/hipotiroid, gagal

hati, hepatitis B dan C, HIV-AIDS, infeksi mikrobakteri atau parasite. Prurigo

nodularis tampaknya memiliki hubungan dua arah dengan faktor emosional dan

psikologis. Pasien dengan prurigo nodularis memiliki tingkat depresi, kecemasan,

gangguan obsesif-kompulsif yang lebih tinggi. Disamping itu, angka gangguan

psikologis yang meningkat juga disebabkan akibat efek dari rasa gatal yang kronis

serta gejala sisa penyakit pada kulitnya6,7.

6
Gejala Klinis
Prurigo nodularis menunjukkan nodul dan papul yang simetris, mengeras,

hiperkerat sangat berbahaya terutama pada permukaan ekstensor ekstremitas, lebih

sering pada wanita paruh baya. Bila perkembangan nodusnya sudah lengkap, maka

lesi tersebut akan berubah mejadi verukosa atau mengalami fisurasi. Prurigo

nodularis dengan evolusi kronik, adalah onset lesi yang berbahaya. Pruritus yang

intense dan intermitten akan menghilang dengan garukan yang mangakibatkan luka

pada kulit sampai dengan perdarahan. Pada lesi kronik dapat ditemukan papula

verukosa, plak lichenoid dan ekskoriasi, serta hiperkromia dan skar postinflamasi2.

Gambar 2.2 Prurigo nodularis. Tampak nodul-nodul yang terasa sangat gatal6,7.

Histopatologi

7
Pemeriksaan histopatologi akan menunjukkan akantosis, hiperkeratiosis

dengan proliferasi kapiler, dan hipergranulosis, peingkatan sel inflamasi nonspesifik

(histiocytes, lymphocytes, mastocytes, and eosinophils). Penebalan stratum papilaris

dermia, yang terdiri atas kumpulan serat kolagen kasar, yang arahnya tegak lurus

terhadap permukaan kulit (collagen in vertical streaks)2,3,7.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding prurigo nodularis, diantaranya dermatitis atopic, liken

simpleks kronik, hiperkeratotik liken planus, pemfigoid nodularis, pruriginous

epidermolysis bullosa, multiple keratoakantoma, epidermal cysts2,7.

Tabel 2.1 Diagnosis banding prurigo nodularis6


Pengobatan
Pasien diberikan edukasi untuk menghindari menggaruk lesi, serta kuku

tangan dijaga tetap pendek.8 Lesi kulit memberikan respons cepat terhadap

penyuntikan kortikosteroid intralesi. Biasanya dipakai suspense triamsinolon asetonid

2,5 sampai 12,5 mg/ml. Dosisnya 0,5 sampai 1 ml per cm2 dengan maksimum 5 ml

8
untuk sekali pengobatan. Cara pengobatan lain dengan talidomid, dosisnya 2x100

mg/hari dan pengobatan dilanjutkan sampai 3 bulan3.

Beberapa literature menerangkan pengobatan prurigo dapat dilaukan secara

bertahap, dengan langkah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Tahapan
penatalaksanaan
prurigo
nodularis

Prognosis
Penyakit cenderung berjalan kronik dan persisten, Eksaserbasi dapat dipicu

oleh stress emosional8.

2.3 Prurigo Aktinik

Definisi
Prurigo aktinik adalah erupsi popular atau nodular disertai ekskoriasi dan

gatal akibat sinar matahari. Lesi ini bersifat persisten dan jarang. Lesi tersebar

sebagian besar pada kulit yang terpapar sinar matahari. Riwayat penyakit dalam

keluarga dapat dilaporkan oleh pasien9,10. Prurigo aktinik pertama kali dideskripsikan

oleh Hutchinson pada tahun 1878 dan ditetapkan olehnya sebagai “summer prurigo”.

9
Istilah historis lain untuk penyakit ini yaitu solar eczema, prurigo solar, hereditary

polymorphic light eruption, and hydroa aestivale9.

Pada sebagian besar populasi, perempuan lebih sering terkena daripada laki-

laki, dengan rasio 2:1 sampai 4:1. Di Asia, laki-laki lebih dominan. Erupsi muncul

dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya terjadi pada usia 10 tahun9.

Etilogi dan Patogenesis


Prurigo aktinik tampaknya diinduksi oleh radiasi ultraviolet yang lebih parah

pada musim semi dan musim panas dan mendominasi pada kulit yang terpapar sinar

matahari. Selain itu pasien dengan prurigo aktinik sering menunjukkan respons foto

test kulit yang abnormal terhadap UVB dan/atau radiasi UVA. UVA lebih sering

terlibat dibanding UVB, dengan sebagian besar pasien menunjukkan penurunan dosis

eritema minimal pada UVA atau kombinasi UVA/UVB. Sitokin TNF-

diekskresikan secara berlebiha oleh keratinosit pada lesi, menciptakan daerah

proinflamasi. Ada peningktan bersamaan dalam jumlah dendrosit dermal, dan limfosit

dengan fenotipe TH-1 direkrut ke kulit lesi9.

Faktor risiko genetic pada perkembangan prurigo aktinik termasuk haplotype

HLA spesifik. Pasien dengan genotype ini mungkin memilki riwayat keluarga prurigo

aktinik atau gangguan fotosensitif lainnya. Di Meksiko, pembakaran kayu bakar,

tinggal dengan hewan ternak dan hidup dengan hewan di dalam rumah juga dapat

mencetuk prurigo aktinik9.

10
Gejala Klinis
Gambaran klinis prurigo aktinik berupa papul atau nodul disertai ekskoriasi

dan krusta, dapat berupa soliter atau berkelompok, serta gatal. Tempat predileksi di

area terpajan sinar matahari seperti dahi, pipi, dagu, telinga, dan lengan. Lesi primer

dapat berupa papul dan nodul pruritus yang muncul sendiri-sendiri atau berkelompok.

Papula dan nodul sering mengalami ekskoriasi dan berkerak, dan plak dapat tampak

seperti lichenifikasi atau eksim. Vesikel tidak terlihat kecuali terdapat superinfeksi.

Meskipun lesi primer tidak menyebabkan jaringan parut, lesi wajah yang sembuh

dapat meninggalkan dispigmentasi, dan jaringan parut dapat terjadi sekunder akibat

ekskoriasi9.

Keterlibatan mukosa biasanya tidak terlihat pada pasien Asia. Cheilitis

mungkin merupakan satu-satunya manifestasi di lebih dari setengan pasien penduduk

asli Amerika dan ditandai dengan edema, skar, krusta, dan fisura mada mukosa bibir.

Konjungtivitis dapat mencetuskan hiperemia, pterigium, pingekuela dan trnatas dots

sepanjang limbus9.

A B C

11
Gambar 2.3 A. Lesi primer, B. Cheilitis, C. Papul dan nodul dengan ekskoriasi dan likenifikasi

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan hstopatologi akan dijumpai akantosis, spongiosis,

eksositosis di epidermis disertai infiltrate limfohistiositik. Pada pengujian provokasi

dengan simulator surya atau sumber broadband lainnya dapat menginduksi lesi khas

prurigo aktinik pada dua-tiga pasien9.

Gambar 2.4
Gambaran
histopatologi
prurigo
aktinik9

Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang sulit untuk dibedakan dengan prurigo aktinik adalah

polymorphic light eruption. Beberapa gejala klinis yang lebih mengarah ke prurigo

aktinik berupa onset penyakit saat masa anak, adanya lesi pada kulit yang terpapar

dan terlindung matahari, keterlibatan mukosa bibir dan konjungtiva, lesi yang

12
menetap lebih dari 4 minggu, terjadinya di musim dingin, terdapat ekskoriasi dan

jaringan parut. Diagnosis banding lainnya yaitu9:

Tabel 2.3 Diagnosis banding prurigo actinik9

Pengobatan

Prinsip tatalaksana adalah fotoproteksi dan antiinflamasi. Edukasi pasien

untuk menghindari pajanan sinar matahari. Terdapat beberapa obat/tindakan yang

dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut10:

1. Topikal: tabir surya, kortikosteroid potensi kuat untuk mengatasi inflamasi

gatal, fototerapi NB-UVB dan PUVA, serta takrilimus atau pimekrolimus

2. Sistemik: imunosupresif (misalnya kortikosteroid, azatioprin), pentoksifilin

serta tetrasiklin dan vitamin E.

13
Algoritma tatalaksana prurigo aktinik9

Prognosis
Penyakit cenderung kronik dan dapat persisten hingga dewasa, namun resolusi

spontan dapat terjadi saat akhir usia remaja10.

14
BAB 3
KESIMPULAN

Prurigo merupakan erupsi popular atau nodular kronik yang rekurens, disertai

ekskoriasi dan gatal. Kalsifikasi prurigo berdasarkan KOCSCARD yaitu prurigo

simpleks dan dermatitis pruriginosa (strofulus, prurigo kronik multiformis lutz,

prurigo hebra). Sedangkan menurut Greither dan Jorizzo et al. prurigo

diklasifikasikan menjadi akut, sukakut dan kronis. Selain itu, terdapat prurigo lain

seperti prurigo kehamilan, prurigo pigmentosa dan aktinik prurigo.

Prurigo hebra merupakan prurigo akut. Prurigo hebra sering terjadi pada

golongan dengan ekonomi rendah, khususnya saat musim panas. Kelainan yang

ditampilkan berupa papul pruriginous, eczematous, impetiginisasi dan likenifikasi.

Tempat predileksi di ekstremitas nagian ekstensor dan simetrik, dapat meluas ke

bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Penatalaksanaannya ialah menghindari

hal yang ada kaitannya dengan prurigo hebra. Pengobatan berupa simtomatik, yakni

mengurangi gatal dengan pemberian sedative. Bila terdapat infeksi sekunder diobati.

Umumnya dapat sembuh spontan pada usia akil balik.

Prurigo nodularis adalah reaksi kulit yang bersifat kronik dengan gejala

utama berupa nodus yang menyebar di ekstremitas. Penyebab belum diketahui secara

pasri, diduga terkait atopi dan emosional. Prurigo nodularis menunjukkan nodul dan

papul yang simetris, mengeras, hiperkerat sangat berbahaya terutama pada permukaan

ekstensor ekstremitas, lebih sering pada wanita paruh baya. Lesi kulit memberikan

15
respons cepat terhadap penyuntikan kortikosteroid intralesi, serta pasien diberikan

edukasi untuk hindari menggaruk lesi dan menjaga kuku tetap pendek.

Prurigo aktinik adalah erupsi popular atau nodular disertai ekskoriasi dan

gatal akibat sinar matahari. Gambaran klinis prurigo aktinik berupa papul atau nodul

disertai ekskoriasi dan krusta, dapat berupa soliter atau berkelompok, serta gatal.

Tempat predileksi di area terpajan sinar matahari seperti dahi, pipi, dagu, telinga, dan

lengan. Bisa juga mengenai mukosa bibir dan kunjungtiva. Prinsip tatalaksana adalah

fotoproteksi dan antiinflamasi. Edukasi pasien untuk menghindari pajanan sinar

matahari.

16
DAFTAR PUSTAKA

1 Oakley A. Prurigo. DermaNet NZ. 2009.https://dermnetnz.org/topics/prurigo/


(accessed 27 Aug2020).

2 Lorenzini D, Lorenzini FK. Prurigo. Dermatology Public Heal. Environ.


2018; : 1299–1309.

3 Wiryadi BE. Prurigo. In: Juanda A, Hamzah M, Aisah S (eds). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta, 2010,
pp 272–275.

4 Siregar RS. Prurigo hebra. In: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC:
Jakarta, 2014, pp 136–137.

5 Boediardja SA, Tjarta A, Comain S, Budimulja U, Djuanda A. The


immunohistopathological features of prurigo Hebra. Med J Indones 2001; 10:
1–14.

6 Silverberg JI. Nummular Eczema, Lichen Simplex Chronicus, and Prurigo


Nodularis. In: Sewon K, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ,
McMichael AJ et al. (eds). Fitzpatrick’s Dermatology. McGraw-Hill
Education: New York, 2019, pp 385–394.

7 Siregar RS. Prurigo Nodularis. In: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
EGC: Jakarta, 2014, pp 135–137.

8 PERDOSKI PDSK dan KI. Prurigo nodularis. In: Widaty S, Soebono H,


Nilasari H, Listiawan MY, Siswati agnes sri, Triwahyudi D et al. (eds).
Panduan Praktik Klinis. PERDOSKI: Jakarta, 2017, pp 40–42.

9 Vandergriff T. Actinic Prurigo. In: Sewon K, Amagai M, Bruckner AL, Enk


AH, Margolis DJ, McMichael AJ et al. (eds). Fitzpatrick’s Dermatology.
McGraw-Hill Education: New York, 2019, pp 1628–1633.

17
10 PERDOSKI PDSK dan KI. Prurigo Aktinik. In: Widaty S, Soebono H, Nilasari
H, Listiawan MY, Siswati agnes sri, Triwahyudi D et al. (eds). Panduan
Praktik Klinis. PERDOSKI: Jakarta, 2017, pp 37–38.

18

Anda mungkin juga menyukai